Cerita Silat | Ksatria Panji Sakti | oleh Gu Long | Ksatria Panji Sakti | Cersil Sakti | Ksatria Panji Sakti pdf
Goosebumps 42 Monster telur dari Mars Pendekar Mabuk - 91. Tantangan Anak Haram Pendekar Perisai Naga - 6. Pemanah Sakti Bertangan Seribu Animorphs 20 : Anggota baru animorphs Rahasia Bukit Iblis - Kauw Tan Seng
Bab 35. Cinta kasih sejati. Un Tay-tay menyingkap rerumputan, benar saja dari balik rumput yang lebat dijumpai ada lima butir biji catur berwarna hitam, empat ditumpuk jadi satu pada posisi belakang dengan sebiji catur dipaling depan, arah yang ditunjuk adalah timur. Rupanya itulah tanda rahasia yang ditinggalkan Suto Siau sekalian untuk menunjukkan arah, dulu Un Tay-tay cukup lama bergaul dengan Suto Siau bahkan hubungan mereka terhitung cukup akrab, tak heran kalau perempuan ini sangat menguasahi kode rahasia tersebut. Sejak tadi sebetulnya ia sudah melihat tanda rahasia itu, hanya saja karena waktu itu pikirannya sedang dilanda kesedihan dan kekalutan sehingga tidak terlalu diperhatikan. Tapi sekarang dia sudah mengambil keputusan, apa pun yang bakal terjadi, dia harus menemukan jejak Lui-pian lojin serta Suto Siau sekalian. Lama dia mengawasi kode rahasia itu, akhirnya dia ambil biji catur yang terakhir dan menggesernya dari depan menuju ke belakang, atau dengan perkataan lain dia telah memindahkan dari arah ke timur menjadi arah barat. Kemudian sambil bertepuk tangan ia bergerak menuju ke timur, membayangkan bagaimana Suto Siau sekalian bakal dibuat bingung oleh arah yang salah, tanpa terasa sekulum senyuman tersungging diujung bibirnya. Sepanjang perjalanan kembali ia jumpai empat, lima buah tanda rahasia, serta merta dia memutar balik arah yang dituju dengan harapan Suto Siau sekalian semakin kabur dari arah yang sebenarnya. Akhirnya tibalah dia disebuah lembah bukit yang amat gersang, walaupun didepan sana terlihat ada jalan setapak namun kiri kanannya merupakan tebing setinggi berapa ratus kaki yang tegak lurus dan curam. Sementara arah yang dituju adalah ke sisi kanan. Un Tay-tay tertegun, dia mencoba mendongakkan kepalanya, terlihat dinding tebing itu sangat tinggi hingga menjulang ke angkasa, sekalipun Sepanjang dinding terlihat ada rotan yang bisa dipakai untuk merambat, namun kalau ditinjau dari medan yang begitu sulit, rasanya seekor monyet pun tidak mudah untuk melewati tempat tersebut. Dia semakin tercengang bercampur kaget, pikirnya: “Jangan jangan ada orang yang datang lebih awal dari aku dan mengacau arah yang ditinggalkan tanda rahasia itu?” Namun dia tahu kalau kode rahasia itu hanya diketahui Suto Siau sekalian yang berjumlah berapa gelintir, mustahil orang lain mengetahui rahasia tersebut, tapi kenapa mereka bisa mengacau arah yang ditinggalkan? Un Tay-tay peras otak berusaha memecahkan persoalan ini, namun sampai lama kemudian dia masih belum berhasil memecahkannya. Dengan termangu ia berdiri mematung disitu, angin berhembus kencang mengibarkan ujung bajunya.... Waktu itu dia berdiri dengan menghadap ke arah dinding tebing, lalu darimana munculnya hembusan angin itu? Mungkinkah angin itu berhembus dari balik dinding? Penemuan tak terduga ini seketika menggerakkan akal sehatnya, cepat ia berjalan menghampiri dinding tebing dimana angin itu berasal, biarpun dalam keadaan tergopoh, dia masih tak lupa untuk mengubah arah yang ditinggalkan tanda rahasia itu, kali ini dia mengubahnya ke arah jurang. Benar saja, diantara dinding tebing yang licin terdapat berapa buah celah, sekalipun celah itu tersembunyi dibalik tumbuhan rotan yang cukup lebat, akan tetapi Setelah dicari Un Tay-tay secara seksama akhirnya celah tersebut berhasil juga ditemukan. Dalam keadaan seperti ini dia benar benar sudah melupakan semua rasa takut dan ngeri, sekalipun dibalik celah adalah sarang naga atau gua harimau, dia tak ambil perduli, begitu berhasil menyingkirkan rotan yang menutupi seputar celah, perempuan ini langsung menerobos masuk ke dalam. Dibalik celah merupakan sebuah lorong yang sempit lagi gelap, kalau ditinjau dari rerumputan yang tumbuh diseputar sana, jelas terlihat tanda tanda bekas diijak manusia, untung Un Tay-tay sangat teliti dan seksama, sebab kalau tidak diperiksa secara khusus, pertanda tersebut memang sulit ditemukan. Dengan susah payah dia menerobos lorong sempit itu sejauh puluhan kaki sebelum akhirnya tiba disebuah tempat yang jauh lebih luas dan terang. Tempat itu merupakan sebuah lembah yang sangat luas, sinar matahari menyinari seluruh jagad, angin pun terasa berhembus sepoi menggoyangkan tumbuhan dan rerumputan. Mimpipun Un Tay-tay tidak menyangka kalau dibalik celah yang sempit ternyata terdapat tanah lembah yang begitu luas dan lebar. Untuk sesaat dia seakan terpukau menyaksikan keindahan alam yang sangat cantik dan luas ini, sampai lama sekali dia berdiri termangu, tertegun, tanpa bergerak sedikitpun. Ditengah padang rumput yang sangat luas terlihat rerumputan tumbuh setinggi manusia, ketika berjalan diantara rumput nan hijau itu, Un Tay-tay merasa dirinya seolah terombang ambing ditengah gelombang samudra yang luas, membuat pening kepalanya, membuat kabur pandangan matanya. Dia sama sekali tak dapat melihat pemandangan disekeliling sana, diapun tak bisa menentukan arah mata angin, kalau semula dia sangka begitu memasuki celah ditebing maka Lui-pian lojin segera akan ditemukan, kini ia sadar bahwa pendapatnya itu keliru besar. Mencari seorang manusia ditengah padang rumput yang begitu luas, ibarat mencari sebatang jarum ditengah samudra, bukan saja teramat sulit bahkan boleh dibilang mustahil. Untuk berteriak atau menjeritpun dia tak berani melakukan, karena ia merasa agak ngeri untuk berteriak ditengah padang rumput tanpa tepian ini. Mungkinkah ada ular beracun atau hewa buas yang mengintai dari balik rerumputan? Mungkinkah ada musuh tangguh yang sedang mengawasinya? Un Tay-tay sama sekali tak mau memikirkannya dihati, ia berjalan terus menerobos rerumputan dengan langkah lebar. Namun rerumputan yang tumbuh disitu benar benar kelewat tebal, kelewat rimbun, dalam keadaan seperti ini biar ada orang yang berjalan mendekatinya pun belum tentu dia akan tahu, bahkan sekalipun dia sudah berjalan dengan langkah cepatpun, ia tak berhasil bergerak lebih cepat lagi. sudah dua, tiga perminum teh dia berjalan namun Suasana disekitar sana tetap hening dan sepi, dia belum berhasil juga menemukan sesuatu. Yang terdengar hanya angin yang menggoyangkan rerumputan, hanya desingan angin yang menerpa sisi telinganya. Meskipun hanya suara angin, Un Tay-tay merasa bahwa suara tersebut lama kelamaan mulai membuatnya gugup, membuatnya jadi panik. Akhirnya dia tak kuasa menahan diri lagi, sambil menghimpun tenaga tubuhnya melambung ke tengah udara, melampaui rerumputan dan memeriksa seputar Sana. Namun sejauh mata memandang, hanya gelombang rerumputan yang bergoyang beriring, jangan lagi seseorang bahkan bayangannya pun tidak nampak. Dia ingin sekali memeriksa dengan lebih seksama, sayang hawa murninya telah buyar sehingga tubuhnya terpaksa meluncur kembali ke bawah. Disaat tubuhnya meluncur turun ke bawah itulah mendadak ia merasakan suatu gerakan yang sangat aneh muncul dari padang rumput sebelah kiri, tapi sayang ketika dia melambung sekali lagi ke tengah udara, tiada sesuatu yang berhasil disaksikan. Berjalan ditengah padang rumput yang luas dan lebat sebenarnya merupakan satu tindakan yang berbahaya, karena dibalik rerumputan bisa jadi terdapat pelbagai jebakan dan perangkap, bisa pula terdapat penghadangan yang bisa mengancam keselamatan jiwa. Andaikata berganti orang lain, belum tentu mereka berani bertindak secara gegabah dan ngawur dalam situasi seperti ini. Namun Un Tay-tay merasa yakin kalau dalam lembah itu hanya terdapat Lui-pian lojin dan komplotannya, sekalipun sudah muncul jejak manusia disisi kiri, dia menduga orang tersebut pastilah salah satu diantara komplotannya. Tanpa berpikir panjang ia langsung menerobos maju ke depan. Baru berjalan puluhan kaki tiba tiba perempuan itu menghentikan kembali langkahnya, dari arah depan dia seperti mendengar suara desingan angin lirih, seperti suara baju yang bergesek dengan rerumputan. “Siapa disitu?” hardik Un Tay-tay. Begitu suara bentakan berkumandang, suara desingan angin lirih itu seketika hilang lenyap tak berbekas. Dengan kening berkerut perlahan-lahan Un Tay-tay bergeser maju ke depan. Siapa tahu begitu ia mulai bergerak, suara lirih itu kembali bergema, bahkan sedang beringsut mundur dari situ, namun begitu dia menghentikan langkahnya, suara itu seketika ikut berhenti juga. Keadaannya ketika itu persis seperti orang sedang bermain petak, namun beratus kali lipat lebih berbahaya dari bermain petak, ditengah keheningan yang mencekam hanya suara hembusan angin yang terdengar. Sekalipun Un Tay-tay sudah tidak memikirkan keselamatan sendiripun tak urung bergidik juga perasaan hatinya waktu itu. Rasa takut yang muncul secara spontan terhitung salah satu titik kelemahan yang dimiliki manusia dan tak mungkin bisa dihindari. Sekali lagi Un Tay-tay menghentikan langkahnya sambil membentak: “Siapakah kau?” Hanya suara angin yang menggoyangkan rerumputan, Suasana disekeliling situ tetap sepi, hening, tiada jawaban. “Kedatanganku tidak bermaksud buruk” kembali Un Tay-tay berkata, “siapapun dirimu, tolong tampilkan dirimu, mari kita bersua muka” Kali ini dia berbicara dengan suara yang lebih keras, tapi Suasana tetap hening, tiada jawaban yang terdengar disekeliling sana. Sepanjang perjalanan hidupnya sudah cukup banyak tempat berbahaya yang dikunjungi, namun betapa berbahayanya tempat itu, ancaman bahaya yang muncul selalu dapat dia lihat dan saksikan secara jelas. Sebaliknya berada dibalik padang rerumputan yang begitu lebat, meski sepintas tempat itu nampak aman tenteram, padahal setiap jengkal tanah yang ada disitu boleh dibilang sudah tersimpan ancaman bahaya maut yang menakutkan, mara bahaya yang tak terlihat dan tak gampang ditebak itu sesungguhnya jauh lebih berbahaya ketimbang tempat yang paling berbahaya sekalipun. Tak tahan lagi dia mulai bergumam dan memaki: “Sialan benar rerumputan disini, kenapa tumbuh begitu lebat II dan tinggi . . . . . .. “Sreeet!” belum selesai dia bergumam, suara desingan lirih kembali bergema dari balik rerumputan. Un Tay-tay terkesiap, tanpa memperdulikan wajahnya tersayat oleh ujung rumput dengan cepat dia melesat maju ke depan, begitu cepat gerakan tubuhnya membuat kumpulan rerumputan berdesis nyaring. Suasana tetap hening, tak nampak sesosok bayangan manusia pun. Dua mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, namun tubuhnya kembali terkurung dibalik rermputan yang tinggi lagi lebat, kini mau tak mau bergidik juga perasaan hati Un Tay-tay. Tak kuasa menahan gejolak perasaannya, kembali dia berteriak: “Apakah kau tak dapat mengenali suaraku? Aku adalah Un Tay-tay! Apakah kau adalah Hek Seng-thian? Pek Seng-bu? Suto Siau? Seng Cun-hau?” secara beruntun dia menyebutkan beberapa nama, tapi masih tak ada jawaban. Dengan kening berkerut kembali dia berpikir: “Jangan jangan memang tak ada manusia didepan sana? Jangan jangan aku yang salah mendengar? Tapi bagaimana pun hanya ada jalan maju bagiku, apapun yang bakal terjadi aku harus tetap menerjang maju ke depan” Berpikir sampai disitu, sambil menggertak gigi ia menerjang maju ke depan. Langit lambat laun bertambah gelap, angin gulung yang berhembus lewat pun makin lama semakin bertambah kencang. Mendadak Un Tay-tay menginjak tempat kosong, rupanya dia sudah terperosok ke dalam perangkap, tak ampun badannya langsung roboh terjungkal ke bawah. Jangan dilihat usianya masih muda, pengalamannya dalam dunia persilatan justru amat luas dan matang, dalam keadaan seperti ini meski hatinya tercekat namun tidak membuat pikirannya kalut, cepat sepasang lengannya digetarkan ke samping, dia memaksakan diri untuk melambung ke udara dan menjatuhkan diri ke sisi lain. Siapa tahu baru saja ujung kakinya menyentuh permukaan tanah, mendadak muncul dua batang ranting pohon yang melejit dari samping rerumputan, ranting pohon yang tajam bagaikan sebilah pedang, dengan membawa desingan tajam langsung melesat ke arah tubuhnya. sambil memutar tangannya melepaskan gempuran, Un Tay-tay merangsek maju ke depan, dengan gerakan Liong—heng—it—sih (gerakan naga sakti) dia menyusup maju ke muka. Siapa tahu kakinya kembali menginjak tempat kosong, tubuhnya jadi lemas dan tak ampun sekali lagi dia roboh tertelungkup. Kali ini dia telah menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki, sulit baginya untuk melambung lagi ke tengah udara. Tahu tahu pandangan matanya jadi gelap, sebuah karung kain hitam sudah ditutupkan keatas kepalanya hingga ke separuh badan, sepasang lengannya ikut terkerudung yang membuatnya tak mampu berkutik lagi. Un Tay-tay benar benar mati kutu, begitu masuk perangkap bukan saja dia tak berkesempatan melakukan perlawanan bahkan langsung berhasil diringkus lawan. Dengan perasaan kaget segera jeritnya: “Siapa . . . . . . . . . ..” Belum sempat kata ‘kau’ diucapkan, sebuah tangan yang besar lagi kuat sudah membekap mulutnya diikuti tubuhnya sudah dicengkeram dan diangkat orang itu. Un Tay-tay mencoba meronta dengan sekuat tenaga, sepasang kakinya menendang kian kemari. Namun orang itu benar benar memiliki tenaga yang luar biasa, sepasang tangannya kekar dan kuat bagaikan terbuat dari baja, jangan lagi melepaskan diri, mau meronta pun susahnya bukan kepalang. Tahu tahu ketiaknya terasa kesemutan kemudian tubuhnya nyaris tak mampu bergerak lagi, dia merasa badannya seperti dipanggul orang diatas bahu dan dibawa pergi dari situ dengan langkah lebar. “Siapa gerangan orang ini?” pikir Un Tay-tay, “aku mau diapakan dia? Jangan jangan orang ini punya dendam sakit hati denganku sehingga dia bokong aku?” Menurut arah yang ditinggalkan tanda rahasia, seharusnya lembah ini merupakan tempat persembunyian yang digunakan Suto Siau sekalian, atau dengan perkataan lain Lui-pian lojin pun berada disini, lalu siapa pula yang berani bercokol ditempat ini selain mereka? Setelah berpikir berapa saat lamanya, Un Tay-tay seperti menyadari akan sesuatu, segera pikirnya: “Aaah benar, sudah pasti Suto Siau masih teringat dendam sakit hatinya dimasa lampau maka secara diam diam membokongku, dia pasti bermaksud hendak mempermalukan diriku” Berpikir begitu, dia malahan merasa jauh lebih lega. Selang berapa saat kemudian tiba tiba terdengar suara teguran seseorang, suara dari seorang wanita. “Su—ko, kau benar benar telah turun tangan?” terdengar perempuan itu bertanya. Walaupun suara seorang wanita, namun nadanya jauh lebih kuat dan tegas ketimbang suara seorang pria. orang yang menggendong Un Tay-tay itu tidak menjawab, dia hanya mendengus. Kembali perempuan itu berkata: “Bukankah ayah berulang kali sudah berpesan, sebelum mengetahui asal usul lawan, jangan sekali kali kita turun tangan, jangan sampai tindakan kita malah ‘menggebuk rumput mengejutkan ular’, gara gara masalah kecil malah merusak rencana besar” “Kau tahu siapakah perempuan ini?” terdengar lelaki itu
Goosebumps 42 Monster telur dari Mars Pendekar Mabuk - 91. Tantangan Anak Haram Pendekar Perisai Naga - 6. Pemanah Sakti Bertangan Seribu Animorphs 20 : Anggota baru animorphs Rahasia Bukit Iblis - Kauw Tan Seng
Bab 35. Cinta kasih sejati. Un Tay-tay menyingkap rerumputan, benar saja dari balik rumput yang lebat dijumpai ada lima butir biji catur berwarna hitam, empat ditumpuk jadi satu pada posisi belakang dengan sebiji catur dipaling depan, arah yang ditunjuk adalah timur. Rupanya itulah tanda rahasia yang ditinggalkan Suto Siau sekalian untuk menunjukkan arah, dulu Un Tay-tay cukup lama bergaul dengan Suto Siau bahkan hubungan mereka terhitung cukup akrab, tak heran kalau perempuan ini sangat menguasahi kode rahasia tersebut. Sejak tadi sebetulnya ia sudah melihat tanda rahasia itu, hanya saja karena waktu itu pikirannya sedang dilanda kesedihan dan kekalutan sehingga tidak terlalu diperhatikan. Tapi sekarang dia sudah mengambil keputusan, apa pun yang bakal terjadi, dia harus menemukan jejak Lui-pian lojin serta Suto Siau sekalian. Lama dia mengawasi kode rahasia itu, akhirnya dia ambil biji catur yang terakhir dan menggesernya dari depan menuju ke belakang, atau dengan perkataan lain dia telah memindahkan dari arah ke timur menjadi arah barat. Kemudian sambil bertepuk tangan ia bergerak menuju ke timur, membayangkan bagaimana Suto Siau sekalian bakal dibuat bingung oleh arah yang salah, tanpa terasa sekulum senyuman tersungging diujung bibirnya. Sepanjang perjalanan kembali ia jumpai empat, lima buah tanda rahasia, serta merta dia memutar balik arah yang dituju dengan harapan Suto Siau sekalian semakin kabur dari arah yang sebenarnya. Akhirnya tibalah dia disebuah lembah bukit yang amat gersang, walaupun didepan sana terlihat ada jalan setapak namun kiri kanannya merupakan tebing setinggi berapa ratus kaki yang tegak lurus dan curam. Sementara arah yang dituju adalah ke sisi kanan. Un Tay-tay tertegun, dia mencoba mendongakkan kepalanya, terlihat dinding tebing itu sangat tinggi hingga menjulang ke angkasa, sekalipun Sepanjang dinding terlihat ada rotan yang bisa dipakai untuk merambat, namun kalau ditinjau dari medan yang begitu sulit, rasanya seekor monyet pun tidak mudah untuk melewati tempat tersebut. Dia semakin tercengang bercampur kaget, pikirnya: “Jangan jangan ada orang yang datang lebih awal dari aku dan mengacau arah yang ditinggalkan tanda rahasia itu?” Namun dia tahu kalau kode rahasia itu hanya diketahui Suto Siau sekalian yang berjumlah berapa gelintir, mustahil orang lain mengetahui rahasia tersebut, tapi kenapa mereka bisa mengacau arah yang ditinggalkan? Un Tay-tay peras otak berusaha memecahkan persoalan ini, namun sampai lama kemudian dia masih belum berhasil memecahkannya. Dengan termangu ia berdiri mematung disitu, angin berhembus kencang mengibarkan ujung bajunya.... Waktu itu dia berdiri dengan menghadap ke arah dinding tebing, lalu darimana munculnya hembusan angin itu? Mungkinkah angin itu berhembus dari balik dinding? Penemuan tak terduga ini seketika menggerakkan akal sehatnya, cepat ia berjalan menghampiri dinding tebing dimana angin itu berasal, biarpun dalam keadaan tergopoh, dia masih tak lupa untuk mengubah arah yang ditinggalkan tanda rahasia itu, kali ini dia mengubahnya ke arah jurang. Benar saja, diantara dinding tebing yang licin terdapat berapa buah celah, sekalipun celah itu tersembunyi dibalik tumbuhan rotan yang cukup lebat, akan tetapi Setelah dicari Un Tay-tay secara seksama akhirnya celah tersebut berhasil juga ditemukan. Dalam keadaan seperti ini dia benar benar sudah melupakan semua rasa takut dan ngeri, sekalipun dibalik celah adalah sarang naga atau gua harimau, dia tak ambil perduli, begitu berhasil menyingkirkan rotan yang menutupi seputar celah, perempuan ini langsung menerobos masuk ke dalam. Dibalik celah merupakan sebuah lorong yang sempit lagi gelap, kalau ditinjau dari rerumputan yang tumbuh diseputar sana, jelas terlihat tanda tanda bekas diijak manusia, untung Un Tay-tay sangat teliti dan seksama, sebab kalau tidak diperiksa secara khusus, pertanda tersebut memang sulit ditemukan. Dengan susah payah dia menerobos lorong sempit itu sejauh puluhan kaki sebelum akhirnya tiba disebuah tempat yang jauh lebih luas dan terang. Tempat itu merupakan sebuah lembah yang sangat luas, sinar matahari menyinari seluruh jagad, angin pun terasa berhembus sepoi menggoyangkan tumbuhan dan rerumputan. Mimpipun Un Tay-tay tidak menyangka kalau dibalik celah yang sempit ternyata terdapat tanah lembah yang begitu luas dan lebar. Untuk sesaat dia seakan terpukau menyaksikan keindahan alam yang sangat cantik dan luas ini, sampai lama sekali dia berdiri termangu, tertegun, tanpa bergerak sedikitpun. Ditengah padang rumput yang sangat luas terlihat rerumputan tumbuh setinggi manusia, ketika berjalan diantara rumput nan hijau itu, Un Tay-tay merasa dirinya seolah terombang ambing ditengah gelombang samudra yang luas, membuat pening kepalanya, membuat kabur pandangan matanya. Dia sama sekali tak dapat melihat pemandangan disekeliling sana, diapun tak bisa menentukan arah mata angin, kalau semula dia sangka begitu memasuki celah ditebing maka Lui-pian lojin segera akan ditemukan, kini ia sadar bahwa pendapatnya itu keliru besar. Mencari seorang manusia ditengah padang rumput yang begitu luas, ibarat mencari sebatang jarum ditengah samudra, bukan saja teramat sulit bahkan boleh dibilang mustahil. Untuk berteriak atau menjeritpun dia tak berani melakukan, karena ia merasa agak ngeri untuk berteriak ditengah padang rumput tanpa tepian ini. Mungkinkah ada ular beracun atau hewa buas yang mengintai dari balik rerumputan? Mungkinkah ada musuh tangguh yang sedang mengawasinya? Un Tay-tay sama sekali tak mau memikirkannya dihati, ia berjalan terus menerobos rerumputan dengan langkah lebar. Namun rerumputan yang tumbuh disitu benar benar kelewat tebal, kelewat rimbun, dalam keadaan seperti ini biar ada orang yang berjalan mendekatinya pun belum tentu dia akan tahu, bahkan sekalipun dia sudah berjalan dengan langkah cepatpun, ia tak berhasil bergerak lebih cepat lagi. sudah dua, tiga perminum teh dia berjalan namun Suasana disekitar sana tetap hening dan sepi, dia belum berhasil juga menemukan sesuatu. Yang terdengar hanya angin yang menggoyangkan rerumputan, hanya desingan angin yang menerpa sisi telinganya. Meskipun hanya suara angin, Un Tay-tay merasa bahwa suara tersebut lama kelamaan mulai membuatnya gugup, membuatnya jadi panik. Akhirnya dia tak kuasa menahan diri lagi, sambil menghimpun tenaga tubuhnya melambung ke tengah udara, melampaui rerumputan dan memeriksa seputar Sana. Namun sejauh mata memandang, hanya gelombang rerumputan yang bergoyang beriring, jangan lagi seseorang bahkan bayangannya pun tidak nampak. Dia ingin sekali memeriksa dengan lebih seksama, sayang hawa murninya telah buyar sehingga tubuhnya terpaksa meluncur kembali ke bawah. Disaat tubuhnya meluncur turun ke bawah itulah mendadak ia merasakan suatu gerakan yang sangat aneh muncul dari padang rumput sebelah kiri, tapi sayang ketika dia melambung sekali lagi ke tengah udara, tiada sesuatu yang berhasil disaksikan. Berjalan ditengah padang rumput yang luas dan lebat sebenarnya merupakan satu tindakan yang berbahaya, karena dibalik rerumputan bisa jadi terdapat pelbagai jebakan dan perangkap, bisa pula terdapat penghadangan yang bisa mengancam keselamatan jiwa. Andaikata berganti orang lain, belum tentu mereka berani bertindak secara gegabah dan ngawur dalam situasi seperti ini. Namun Un Tay-tay merasa yakin kalau dalam lembah itu hanya terdapat Lui-pian lojin dan komplotannya, sekalipun sudah muncul jejak manusia disisi kiri, dia menduga orang tersebut pastilah salah satu diantara komplotannya. Tanpa berpikir panjang ia langsung menerobos maju ke depan. Baru berjalan puluhan kaki tiba tiba perempuan itu menghentikan kembali langkahnya, dari arah depan dia seperti mendengar suara desingan angin lirih, seperti suara baju yang bergesek dengan rerumputan. “Siapa disitu?” hardik Un Tay-tay. Begitu suara bentakan berkumandang, suara desingan angin lirih itu seketika hilang lenyap tak berbekas. Dengan kening berkerut perlahan-lahan Un Tay-tay bergeser maju ke depan. Siapa tahu begitu ia mulai bergerak, suara lirih itu kembali bergema, bahkan sedang beringsut mundur dari situ, namun begitu dia menghentikan langkahnya, suara itu seketika ikut berhenti juga. Keadaannya ketika itu persis seperti orang sedang bermain petak, namun beratus kali lipat lebih berbahaya dari bermain petak, ditengah keheningan yang mencekam hanya suara hembusan angin yang terdengar. Sekalipun Un Tay-tay sudah tidak memikirkan keselamatan sendiripun tak urung bergidik juga perasaan hatinya waktu itu. Rasa takut yang muncul secara spontan terhitung salah satu titik kelemahan yang dimiliki manusia dan tak mungkin bisa dihindari. Sekali lagi Un Tay-tay menghentikan langkahnya sambil membentak: “Siapakah kau?” Hanya suara angin yang menggoyangkan rerumputan, Suasana disekeliling situ tetap sepi, hening, tiada jawaban. “Kedatanganku tidak bermaksud buruk” kembali Un Tay-tay berkata, “siapapun dirimu, tolong tampilkan dirimu, mari kita bersua muka” Kali ini dia berbicara dengan suara yang lebih keras, tapi Suasana tetap hening, tiada jawaban yang terdengar disekeliling sana. Sepanjang perjalanan hidupnya sudah cukup banyak tempat berbahaya yang dikunjungi, namun betapa berbahayanya tempat itu, ancaman bahaya yang muncul selalu dapat dia lihat dan saksikan secara jelas. Sebaliknya berada dibalik padang rerumputan yang begitu lebat, meski sepintas tempat itu nampak aman tenteram, padahal setiap jengkal tanah yang ada disitu boleh dibilang sudah tersimpan ancaman bahaya maut yang menakutkan, mara bahaya yang tak terlihat dan tak gampang ditebak itu sesungguhnya jauh lebih berbahaya ketimbang tempat yang paling berbahaya sekalipun. Tak tahan lagi dia mulai bergumam dan memaki: “Sialan benar rerumputan disini, kenapa tumbuh begitu lebat II dan tinggi . . . . . .. “Sreeet!” belum selesai dia bergumam, suara desingan lirih kembali bergema dari balik rerumputan. Un Tay-tay terkesiap, tanpa memperdulikan wajahnya tersayat oleh ujung rumput dengan cepat dia melesat maju ke depan, begitu cepat gerakan tubuhnya membuat kumpulan rerumputan berdesis nyaring. Suasana tetap hening, tak nampak sesosok bayangan manusia pun. Dua mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, namun tubuhnya kembali terkurung dibalik rermputan yang tinggi lagi lebat, kini mau tak mau bergidik juga perasaan hati Un Tay-tay. Tak kuasa menahan gejolak perasaannya, kembali dia berteriak: “Apakah kau tak dapat mengenali suaraku? Aku adalah Un Tay-tay! Apakah kau adalah Hek Seng-thian? Pek Seng-bu? Suto Siau? Seng Cun-hau?” secara beruntun dia menyebutkan beberapa nama, tapi masih tak ada jawaban. Dengan kening berkerut kembali dia berpikir: “Jangan jangan memang tak ada manusia didepan sana? Jangan jangan aku yang salah mendengar? Tapi bagaimana pun hanya ada jalan maju bagiku, apapun yang bakal terjadi aku harus tetap menerjang maju ke depan” Berpikir sampai disitu, sambil menggertak gigi ia menerjang maju ke depan. Langit lambat laun bertambah gelap, angin gulung yang berhembus lewat pun makin lama semakin bertambah kencang. Mendadak Un Tay-tay menginjak tempat kosong, rupanya dia sudah terperosok ke dalam perangkap, tak ampun badannya langsung roboh terjungkal ke bawah. Jangan dilihat usianya masih muda, pengalamannya dalam dunia persilatan justru amat luas dan matang, dalam keadaan seperti ini meski hatinya tercekat namun tidak membuat pikirannya kalut, cepat sepasang lengannya digetarkan ke samping, dia memaksakan diri untuk melambung ke udara dan menjatuhkan diri ke sisi lain. Siapa tahu baru saja ujung kakinya menyentuh permukaan tanah, mendadak muncul dua batang ranting pohon yang melejit dari samping rerumputan, ranting pohon yang tajam bagaikan sebilah pedang, dengan membawa desingan tajam langsung melesat ke arah tubuhnya. sambil memutar tangannya melepaskan gempuran, Un Tay-tay merangsek maju ke depan, dengan gerakan Liong—heng—it—sih (gerakan naga sakti) dia menyusup maju ke muka. Siapa tahu kakinya kembali menginjak tempat kosong, tubuhnya jadi lemas dan tak ampun sekali lagi dia roboh tertelungkup. Kali ini dia telah menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki, sulit baginya untuk melambung lagi ke tengah udara. Tahu tahu pandangan matanya jadi gelap, sebuah karung kain hitam sudah ditutupkan keatas kepalanya hingga ke separuh badan, sepasang lengannya ikut terkerudung yang membuatnya tak mampu berkutik lagi. Un Tay-tay benar benar mati kutu, begitu masuk perangkap bukan saja dia tak berkesempatan melakukan perlawanan bahkan langsung berhasil diringkus lawan. Dengan perasaan kaget segera jeritnya: “Siapa . . . . . . . . . ..” Belum sempat kata ‘kau’ diucapkan, sebuah tangan yang besar lagi kuat sudah membekap mulutnya diikuti tubuhnya sudah dicengkeram dan diangkat orang itu. Un Tay-tay mencoba meronta dengan sekuat tenaga, sepasang kakinya menendang kian kemari. Namun orang itu benar benar memiliki tenaga yang luar biasa, sepasang tangannya kekar dan kuat bagaikan terbuat dari baja, jangan lagi melepaskan diri, mau meronta pun susahnya bukan kepalang. Tahu tahu ketiaknya terasa kesemutan kemudian tubuhnya nyaris tak mampu bergerak lagi, dia merasa badannya seperti dipanggul orang diatas bahu dan dibawa pergi dari situ dengan langkah lebar. “Siapa gerangan orang ini?” pikir Un Tay-tay, “aku mau diapakan dia? Jangan jangan orang ini punya dendam sakit hati denganku sehingga dia bokong aku?” Menurut arah yang ditinggalkan tanda rahasia, seharusnya lembah ini merupakan tempat persembunyian yang digunakan Suto Siau sekalian, atau dengan perkataan lain Lui-pian lojin pun berada disini, lalu siapa pula yang berani bercokol ditempat ini selain mereka? Setelah berpikir berapa saat lamanya, Un Tay-tay seperti menyadari akan sesuatu, segera pikirnya: “Aaah benar, sudah pasti Suto Siau masih teringat dendam sakit hatinya dimasa lampau maka secara diam diam membokongku, dia pasti bermaksud hendak mempermalukan diriku” Berpikir begitu, dia malahan merasa jauh lebih lega. Selang berapa saat kemudian tiba tiba terdengar suara teguran seseorang, suara dari seorang wanita. “Su—ko, kau benar benar telah turun tangan?” terdengar perempuan itu bertanya. Walaupun suara seorang wanita, namun nadanya jauh lebih kuat dan tegas ketimbang suara seorang pria. orang yang menggendong Un Tay-tay itu tidak menjawab, dia hanya mendengus. Kembali perempuan itu berkata: “Bukankah ayah berulang kali sudah berpesan, sebelum mengetahui asal usul lawan, jangan sekali kali kita turun tangan, jangan sampai tindakan kita malah ‘menggebuk rumput mengejutkan ular’, gara gara masalah kecil malah merusak rencana besar” “Kau tahu siapakah perempuan ini?” terdengar lelaki itu