Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pedang Kunang Kunang - 80

$
0
0
Cerita Silat | Pedang Kunang Kunang | Oleh SD Liong | Pedang Kunang Kunang | Sakti Cersil | Pedang Kunang Kunang pdf

Love Latte - Phoebe Beauty Honey - Phoebe Blind Date - aliaZalea Miss Pesimis - Alia Zalea Cewek - Esti Kinasih

Belum sempat ia meletakkan mangkuk, orang cacad itu sudah membentaknya: “Pergilah !" Terdengar bunyi berderak keras dan papan lantai yang diinjak Gak Lui itu terbuka. Karena tak menyangka sama sekali, Gak Luipun melayang jatuh ke dalam terowongan goha. Entah berselang berapa lama, ketika Gak Lui siuman, ia rasakan dirinya terbaring di sebuah pembaringan batu. Sunyi senyap tiada orang tetapi hidungnya mencium bau obat yang keras. Ia duga tempat itu tentu goha kediaman pemilik lembah Setan Penyakit. Ia hendak bergerak tetapi kaki tangannya lentuk tiada bertenaga sama sekali. “Ah, racun yang hebat. Aku tak dapat menghalaunya dengan tenaga dalam......" Gak Lui mengeluh tanpa dapat berkutik. Ia memandang ke sekeliling tempat dan dapatkan tempat itu merupakan sebuah ruang pengobatan yang cukup luas. Diterangi lilin merah yang terang benderang. Tiba2 ia terkejut ketika melihat di sebuah pembaringan di bawah, terbaring seorang lelaki tua berumur 50-an tahun. Mukanya sama sekali tak dikenal tetapi perawakannya, baunya, Gak Lui tak asing sama sekali. Seketika tergetarlah hati Gak Lui. Amarahnya meluap. Ingin ia menerkam orang itu dan merobek2 tubuhnya. Orang itu bukan lain yalah sipaderi Ceng Ki palsu. Ia tak duga kalau bakal bertemu di situ. Gak Lui hanya dapat mengertak gigi karena ia tak kuasa bangun. Pikirnya: “Bagus, engkau juga tak mampu bergerak dan tak mungkin lolos dari tempat ini. Nanti aku sempat untuk menanyakan tentang asal usul si Maharaja…..” Sambil menatap kepada orang itu diam2 Gak Lui timbul kecurigaan. Ceng Ki palsu dan Hong-lian bersamaan waktunya menderita luka. Dan tentu bersamaan pula datang ke situ untuk berobat. Tetapi mengapa mereka tak saling berjumpa? Dan lagi kalau Hong-lian yang kedua kakinya buntung masih dapat disambung lagi mengapa Ceng Ki palsu yang hanya putus sebelah lengannya, sampai saat itu belum juga sembuh. Tengah ia menimang hal itu, pintu tembok tiba2 merekah terbuka. Seorang lelaki bermuka hitam dan buruk sekali, melangkah ke luar. “Ah, dia tentu pemilik lembah Setan Penyakit !" pikir Gak Lui. Dipandangnya orang itu dengan tajam. Ia hendak mencari sesuatu ciri pada wajahnya yang menyerupai Hong-lian. Karena biasanya antara ayah dan anak itu tentu ada ciri2 yang sama. Tetapi ternyata ciri2 itu tak diketemukan pada wajah orang itu. Pemilik lembah Setan Penyakit itu perlahan-lahan menghampiri ke samping pembaringan Ceng Ki palsu. Ia mengeluarkan semacam huncwe atau pipa dari kumala lalu disemburkan ke lubang hidung Ceng Ki palsu itu. Sekonyong-konyong Ceng Ki palsu itu berbangkis dan kaki tangannya bergerak-gerak, membalikkan tubuhnya turun dari pembaringan. Gak Lui terperanjat. Dia masih belum dapat berkutik. Apabila Ceng Ki palsu itu mengetahui dirinya, tentu akan turun tangan. Tetapi rupanya orang itu tak mau menghiraukan Gak Lui. Begitu bangun ia terus menghadap ke arah tuan rumah dan berseru dengan nada kasar : “Tanganku seharusnya sudah baik, bukan?" “Hampir !" “Aku sudah datang ke sini cukup lama. Tiap hari engkau bius dengan obat. Sebenarnya aku sudah tak tahan lagi. Dan lagi engkau mengatakan kalau hari ini lukaku itu sudah boleh dibuka. Mengapa engkau bilang kalau hampir sembuh dan belum sembuh sama sekali ?" “Tuan, sepuluh hari setelah terluka baru engkau datang kemari. Engkau sendiri yang menunda waktu. Jangan menyalahkan orang yang mengobati ...." “Ah ...." mendengar pembicaraan itu barulah Gak Lui mengetahui bahwa Ceng Ki palsu itu terlambat datang ke situ. Sudah tentu tak berjumpa dengan Hong-lian. “Walaupun terlambat datang tetapi waktu itu aku sudah minum obat penghenti pendarahan. Mengapa engkau masih sukar untuk mengobati ?" “Cara pengobatan yang engkau lakukan itu, akhirnya akan membawa akibat engkau menderita cacad seumur hidup. Sekarang aku hendak menyambung lagi tulang-tulangmu yang putus sehingga harus memakan waktu agak lama." “Sudah, jangan banyak bicara. Lekas engkau buka !" teriak Ceng Ki palsu seraya menjulurkan lengannya yang terbalut kain putih. Gak Lui terkejut. Ya, benar. Lengan itulah yang telah dibabat kutung dengan pedang yang dilontarkannya tempo hari. Pemilik lembah Setan Penyakit tak gugup. Tenang2 ia menyahut: “Baik, tetapi sebelum kubuka engkau harus menjawab beberapa pertanyaanku." “Ya," sahut orang itu menggeram, “bukankah peraturannya hanya mengobati saja dan tak menanyakan lain2nya ? Mengapa sekarang engkau hendak mengajukan pertanyaan ?" Pemilik lembah Setan Penyakit tertawa : "Anggap saja aku akan membuat suatu pengecualian kepadamu !" "Mengapa ?" "Karena engkau memiliki ilmu silat yang lihay maka akupun merasa heran." "Kalau begitu pertanyaan yang engkau hendak ajukan itu tentu menyangkut soal2 penting dalam dunia persilatan ?" "Ah, belum tentu. Tentang penting atau tidaknya soal itu, aku sendiri yang akan memutuskan. Engkau cukup menjawab saja !" "Hm, engkau berani menekan padaku. Terus terang, jangan harap engkau dapat menyampaikan maksudmu !" Pemilik lembah Setan Penyakit itu balas berteriak dengan tak kurang tajamnya: "Akupun hendak memberitahu kepadamu dengan terus terang. Lenganmu aku yang menyambung. Tetapi masih perlu makan obat. Kalau engkau tak mau menyahut pertanyaanku, obat takkan kuberikan. Dalam tiga bulan jalan darahmu akan macet. Pada saat itu jangan engkau marah kepadaku." "Huh, adakah caramu itu suatu perbuatan yang mulia ?" "Maaf, tetapi keadaan memang berlainan, terpaksa aku harus berbuat begitu." "Besar sekali nyalimu….," dalam marahnya Ceng Ki palsu itu kerahkan tenaga dalam hendak menghancurkan si tabib. Gak Lui gelisah sekali. Ia tahu bahwa pemilik lembah itu tak mengerti ilmu silat. Tetapi ternyata pemilik lembah itu hanya tersenyum tenang dan berseru : "Lengan itu milikmu. Apakah engkau tak menghendakinya?" Dengan sikap yang tenang sekali ia mengisap lagi pipa huncwenya. Walaupun marah tetapi Ceng Ki tak berani sembarangan bertindak. Dengan geram ia mendengus: "Baik, tanyalah! Tetapi ingat, kalau pertanyaan itu keliwat batas sehingga mengundang bencana pembunuhan, jangan engkau sesalkan aku !" "Itu urusanku," sahut si tabib, "tak perlu engkau bingung. Nah, pertanyaan pertama yang hendak kuajukan yalah : Kedatanganmu ke lembah Setan Penyakit untuk berobat ini, apakah karena mendengar cerita orang atau ada orang yang menunjukkan ?" "Mendengar cerita orang." "Apakah bukan dari Li Hui-ting yang mengatakan ?" "Li Hui-ting ?" Ceng Ki palsu mengulang dengan nada kejut karena ia kenal dengan Li Hui-ting si Tabib-jahat itu. Ia dan tabib jahat itu separtai. Tetapi Li Hui-ting sudah mati dibunuh Gak Lui. Gak Luipun terkejut juga. Li Hui-ting itu adalah murid dari tabib-sakti Li Kok-hoa. Tetapi Li Hui-ting telah menipu gurunya sehingga tabib sakti itu menghilang dari masyarakat. Mengapa sekarang pemilik lembah Setan Penyakit menanyakan diri Li Hui-ting? Adakah pemilik lembah itu memang benar Tabib-sakti Li Kok- hoa, ayah dari gadis ular Siu-mey? Ataukah ada lain rahasia yang menyelubungi diri pemilik lembah ini..... Tiba2 Ceng Ki palsu balas bertanya: "Engkau .... mengapa kenal akan Tabib-jahat itu ? Mengapa engkau menanyakan dirinya ?" "Tuan,” sahut pemilik lembah dengan nada sarat, "kuharap engkau suka ingat baik2. Engkau yang menjawab dan aku yang bertanya. Dan jawablah dengan terus terang !" "Dia sudah lama mati. Bukan dia yang memberitahu kepadaku!" kata Ceng Ki palsu. "Hm, saudara tentu seorang persilatan. Mohon tanya siapakah nama saudara dan apakah gelar yang saudara pakai? Dari perguruan manakah saudara ini?" "Ini.....," Ceng Ki palsu terkerat-kerat lalu merenung beberapa jenak. Diam2 timbullah rencana jahat dalam hatinya. Segera ia menyahut dengan terus terang: "Aku bernama Tio Yok-beng. Dengan kelima suheng, aku tergabung dalam kelompok yang disebut Lima- pendekar dari Imleng." "Lima pendekar dari Im-leng?" diam2 Gak Lui mengulang dalam hati. Musuh telah menantang dia berkelahi digunung Im-leng-san. Kemungkinan tentulah sarang dari gerombolan kelima orang itu. Tetapi pada lain saat, Gak Lui agak bingung sendiri. Lima pendekar Im-leng itu berjumlah lima orang. Yang empat sudah jelas menjadi gerombolan Kerudung Hitam. Lalu kemanakah yang seorang ? Pemilik lembah Setan Penyakit bertanya pula: "Adakah kelima pendekar itu masih hidup semua?" "Toa-suhengku sudah .... kehilangan daya ingatannya dan menjadi patung hidup. Sedang yang lainnya masih hidup semua." Mendengar itu Gak Lui diam2 menggeram dalam hati: "Huh, omong kosong kalau saudara seperguruanmu yang tertua itu kehilangan daya ingatannya. Yang benar dia telah kalian ceiakai dan menjadi salah seorang anggauta Topeng Besi, yang empat orang bergabung dengan Wi Cun totiang menjadi gerombolan Kerudung Hitam yang bergerak hendak merebut kedudukan ketua dari tiap partai persilatan. Tetapi rupanya engkau masih belum tahu kalau mereka sudah hancur ..." Setelah mendengar keterangan Ceng Ki palsu, pemilik lembah maju setengah langkah, dengan nada yang dingin sekali ia berkata : "Tadi engkau mengatakan bahwa Li Hui-ting itu sudah mati. Kalau begitu .... dalam dunia persilatan tentu terdapat seorang .... tokoh berhidung gerumpung. Apakah orang itu masih hidup? Adakah saudara kenal padanya ?" Pertanyaan itu bagaikan halilintar berbunyi di tengah hari. Kalau dapat berkutik, Gak Lui tentu sudah melonjak bangun. Karena hidung gerumpung yang ditanyakan pemilik lembah itu adalah paman gurunya si Lengan-besi-hati-baik. Gak Lui benar2 heran mengapa pemilik lembah itu hendak campur tangan dengan rahasia besar dalam dunia persilatan. Ceng Ki palsu rupanya tak mengacuhkan pertanyaan itu. Dengan enggan ia menyahut: “Hm, banyak sekali orang persilatan yang kukenal tetapi tak pernah kudengar tentang tokoh yang berhidung gerumpung. Sudahlah, jangan bertanya yang tidak2. Tanya saja yang genah!" Melihat orang tak begitu menaruh perhatian akan diri tokoh berhidung gerumpung, setelah merenung sejenak maka berkatalah pemilik lembah: “Lain2 hal aku tak perlu menanyakan lagi. Tetapi kuminta pembicaraan kita hari ini, harus dipegang rahasia jangan sampai terdengar orang ketiga dan jangan disiarkan keluar agar jangan mengganggu keselamatanku." “Baik," kata Ceng Ki palsu. “Hanya setuju di mulut masih belum meyakinkan. Engkau harus mengangkat sumpah." “Sumpah ?" “Ya.” Ceng Ki palsu menahan kemarahan. Terpaksa ia mengucap sumpah: “Kalau aku sampai mengingkari perjanjian hari ini, kelak ...." “Bagaimana ?" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--- “Kelak dalam waktu beberapa kejab saja, tubuhku biar luluh menjadi air !" Sumpah semacam itu sesungguhnya suatu hal yang tak mungkin. Tetapi Ceng Ki palsu sengaja hendak mengelabuhi orang dan anehnya tampak pemilik lembah merasa puas. Ia tertawa nyaring. “Bagus, setelah engkau bersumpah sekarang julurkanlah lenganmu yang kanan itu. Akan kubuka pembalutnya dan kuperiksa apakah sudah sembuh atau belum." Ceng Ki palsu menyingkap lengan baju dan ulurkan lengannya ke muka. Gak Lui tahu bahwa Ceng Ki palsu mengandung maksud jahat. Begitu kain pembalut sudah dibuka, ia tentu akan menghajar pemilik lembah. Tetapi apa daya. Ia tak dapat berkutik bangun. Terpaksa ia hanya memandang kedua orang itu dengan perasaan tegang .... Demikianlah pemilik lembah segera mulai membuka kain pembalut lengan Ceng Ki palsu. Pada lipatan pembalut yang terakhir, tampaklah lengan Ceng Ki palsu yang kutung itu sudah pulih kembali seperti semula. “Ho, nama gelaranku memang sekuat dengan ilmu kepandaianku," kata pemilik lembah dengan nada puas. Diam2 Ceng Ki palsu kerahkan tenaga dalam ke arah lengannya yang baru itu. Setelah mendapatkan bahwa lengannya itu benar sudah pulih kembali maka tertawalah ia menyeringai iblis: “Benar! Memang pulih kembali seperti semula .... heh, heh ... heh, heh, heh, heh ..." Tampak wajah pemilik lembah tiba2 berobah ngeri ketakutan. Selangkah demi selangkah ia menyurut mundur. Walaupun Ceng Ki palsu itu tegak membelakangi, namun Gak Lui dapat menduga orang itu tentu mengunjuk wajah yang menyeramkan. Wajah pembunuhan yang menyala-nyala. “Ho, engkau telah mengerjakan diriku dengan ngeri. Sekarang engkaupun harus menjawab beberapa pertanyaanku !" seru Ceng Ki palsu. “Apakah engkau melupakan perjanjian kita tadi ?" seru pemilik lembah. “Tidak, aku tak lupa !” “Lalu engkau....."

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>