Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Pedang Kunang Kunang - 83

$
0
0
Cerita Silat | Pedang Kunang Kunang | Oleh SD Liong | Pedang Kunang Kunang | Sakti Cersil | Pedang Kunang Kunang pdf

Detektif Stop - 21 Gerombolan Pemasang Bom Lovasket - Luna Torashyngu Lovasket 2 For The Love Of The Game - Luna Torashyngu Lovasket 3 - Luna Torashyngu Refrain - Winna Efendi

“Ceritanya amat panjang," kata si tabib sakti Li Kok- hoa, “tak mudah kujaga jiwaku yang tua ini.....," ia menghela napas lalu melanjutkan lagi, “Setelah kupasang hidung baru padanya, kembali dia membawaku pergi dari Bu-san. Setiap hari aku harus melumurkan obat pada hidungnya sehingga sampai sembuh benar2. Setelah pekerjaanku berhasil maka aku menerima upah yang besar." “Oh, apakah upahnya ?" “Dia akan membunuhku supaya aku tak membocorkan rahasia itu ...." “Oh ...." “Dalam keadaan terdesak terpaksa akupun gunakan siasat untuk menggertaknya." “Dengan mengatakan bahwa apabila tak makan obat dari paman, hidungnya itu akan membusuk lagi ?" tukas Gak Lui. “Benar!" sahut Li Kok-hoa tertawa masam, “bukan saja kukatakan begitu pun kubilang karena terburu2, obat itu masih ketinggalan di rumah." “Apakah paman tak takut mengundang serigala ke dalam rumah? Apakah itu tiada bahaya?" “Tidak! Kulihat dia banyak sekali urusannya. Tak mungkin akan menyertai aku pulang. Tentu dia hanya menyuruh si Hui-ting itu yang membawa aku. Dan Hui-ting itu sekalipun bukan orang baik tetapi sekurang-kurangnya dia masih dapat diajak bicara." “Kalau begitu, dia tentu mau melepas paman dan melindungi paman dalam perjalanan itu?" “Ah, dia bukan manusia sebaik itu. Dia menetapkan untuk mengadakan perjanjian tukar menukar." “Hm, dia tentu hendak meminta resep pembuatan cairan racun penyurut tubuh." “Ya, benar. Tak berapa lama Hui-ting membawaku pergi. Dia segera menelanjangi kebohonganku kepada si Hidung Gerumpung yang sudah kutambal hidungnya itu. Hui-ting sihianat itu mengajukan tukar menukar. Dia bersedia melepaskan aku tetapi menghendaki resep pembuatan racun penyurut tubuh. Dan lagi dia bilang, lebih baik aku jangan pulang membawa keluarga menyingkir." “Alasannya ?" ---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--- “Rumah tinggal dan desaku, fihak lawan tak tahu. Hui-ting mengatakan asal aku menyembunyikan diri, dia akan melaporkan kalau aku sudah dibunuh. Kemudian ia hendak menggunakan obat palsu untuk menipu sibekas Hidung Gerumpung itu. Tetapi kalau aku pulang ke rumah tentu akan ketahuan jejakku. Berbahaya bagi jiwaku, juga jiwa si Hui-ting itu sendiri. Demi keselamatan anak isteri, aku terpaksa menerima perjanjian itu ...." Berbicara sampai di situ, tampak tabib sakti itu berduka sekali. Air matanya berderai-derai turun. Siu- meypun ikut menangis terisak-isak. Tangis dan air mata itu telah membangkitkan gelora jiwa Gak Lui. Walaupun menderita kesengsaraan besar, tetapi Li Kok-hoa itu masih dapat berjumpa dengan puterinya. Sedang dia sendiri sudah sebatang kara. Ayah meninggal dan ibunya hilang tiada ketahuan jejaknya. Penderitaannya lebih besar dari kedua ayah dan anak itu. “Paman Li," akhirnya ia menghibur tabib sakti itu, “peristiwa yang sudah lampau, biarlah lalu. Tak perlu kita sesali lagi. Kurasa paman boleh pulang ke desa lagi." “Ya, benar," seru Siu-mey sambil menghapus airmata, “pulanglah yah, agar aku dapat merawatmu sampai di hari tua ...." “Tidak bisa," kata tabib Li Kok-hoa, “saat ini aku belum dapat pergi." “Mengapa ?" “Gerombolan manusia ganas itu benar2 telah menghancurkan nyaliku..." “Yah, jangan takut. Aku dan engkoh Lui dapat membasmi mereka." “Kalau begitu, kutunggu setelah kalian selesai melakukan pembalasan, baru aku pulang." “Perlu apa? Sekarang juga bisa pulang." “Ah, tidak semudah itu. Sekian banyak penderita sakit dalam lembah ini, harus kuatur dengan baik baru aku dapat pergi dengan lapang hati..." Terhadap watak ayahnya yang suka menolong orang, memang Siu-mey sudah faham. Ia tak dapat berbuat apa2 lagi, kecuali berkata: “Yah, kalau engkau hendak tetap tinggal di sini akupun tak dapat memaksa. Aku akan pergi bersama engkoh Lui dan cepat akan kembali lagi ke sini. Setelah selesai melakukan pembalasan, kami berdua tentu cepat akan mengambil ayah kemari." “Baiklah, aku tetap akan tinggal di sini," kata Li Kok- hoa lalu berpaling kepada Gak Lui, “bawalah Hi Kiam- gim kemari. Tentang kerusakan wajahnya, aku yang akan mengobati sampai sembuh." Demikian dengan diantar oleh Li Kok-hoa, Gak Lui dan Siu-mey keluar dari lembah itu. Di tengah jalan tiba2 Gak Lui teringat sesuatu. Anggauta Topeng Besi yang dibawa ke Ceng-sia itu belum tentu dapat disembuhkan pikirannya yang limbung. Menilik kepandaian Li Kok-hoa yang begitu sakti dalam ilmu pengobatan, mengapa ia tak meminta obat kepadanya? “Paman Li, apakah engkau mempunyai obat untuk menyembuhkan orang yang hilang kesadaran pikirannya?" cepat ia bertanya. “Obatnya sih ada, tetapi entah manjur atau tidak,” sahut sitabib sakti. “O……” “Karena penyakit itu tidak sama berat ringannya. Maka ada bedanya sedikit. Kalau penyakit itu hanya baru saja, sekali minum tentu sembuh. Tetapi penyakit itu makin lama diderita, makin sukar pengobatannya dan obat itupun tak mudah memberi hasil." Gak Lui segera menceritakan tentang anggauta Topeng Besi yang sudah dibius selama delapan belas tahun. Mendengar itu Li Kok hoa kerutkan alis, menyahut: “Kalau dia sudah menderita selama delapan belas tahun, berarti sudah seperti seorang mayat hidup. Sukar untuk diobati dan lebih baik jangan menghamburkan itu dengan sia2 ...." “Tetapi orang itu penting sekali artinya. Harus dapat disembuhkan!" “Ini.... berarti kuda mati dianggap kuda hidup. Coba saja akan kuusahakan sekuat tenaga!" Si tabib meluluskan lalu membawa kedua anak muda itu ke dalam kamar obatnya. Ruang obat itu berdinding lemari obat2an yang penuh dengan botol obat besar kecil. Jumlahnya tak terhitung banyaknya. Dengan ahli sekali Li Kok-hoa cepat mengambil sebuah botol kecil, diberikan kepada Gak Lui. “Obat ini adalah buatanku sendiri. Kuberi nama Kiu-coan-ting sin-tan. Khusus untuk mengobati penyakit hilang ingatan. Cobakan saja kepadanya bagaimana nanti hasilnya." Gak Lui mengaturkan terima kasih lalu bersama Siu mey tinggalkan lembah itu. Dengan gunakan ilmu berlari cepat mereka menuju ke gunung Ceng-sia-san. Ternyata Gak Lui masih mempunyai pertanyaan yang hendak diajukan kepada Siu mey. Maka sambil berlari ia bertanya: "Adik Mey, pukulan-sakti The Thay sudah membawa si Kerudung Hitam ke Ceng-sia. Adakah ketua kelima partai persilatan sudah mengenalinya ? Apakah sudah diketahui siapa orang itu ?" "Adakah yang engkau maksudkan orang sakit yang dibawa adik Hong lian itu ?" "benar." "Sudah dikenal dirinya. Kalau kukatakan siapa orang itu engkau tentu akan melonjak kaget..." "Siapa ?" "Dia adalah tokoh nomor satu dari perguruan Ceng-sia pay. Kalau dia tidak lenyap, tentulah kedudukan pimpinan Ceng-sia-pay tak jatuh ditangan Thian Lok totiang ..." "Oh ....," Gak Lui terkejut dan gemetar. Cepat ia dapat menduga siapa orang itu. Dia bukan lain yalah Thian Wat totiang. Dengan begitu jelas yang dibunuh Gak Lui itu yalah paderi Hwat Gong dari perguruan Heng- san-pay, Hui wi dari perguruan Siau-lim-pay dan imam Ceng Ci dari perguruan Bu tong-pay, serta Wi Cun imam dari Kong tong-pay yang sungguh2 berhianat itu. Tokoh2 terkemuka dari kelima partai persilatan yang hilang itu, kecuali yang seorang, yang empat orang sudah terbunuh semua. Ah, tindakan Gak Lui itu tentu akan menimbulkan reaksi yang menyulitkan dirinya. Setelah merenung beberapa jenak, akhirnya ia berkata dalam hati : "Ah, dengan mendapatkan Thian Wat totiang ini, sekurang kurangnya perguruan Ceng- sia-pay tentu takkan memenuhi aku...." Melihat pemuda itu diam saja, Siu-mey segera menegur: "Engkoh Lui, kata2ku tadi hanya bergurau saja. Masakan benar2 hendak menakuti engkau !" "Apa ?" Gak Lui tersentak kaget. Siu-mey mencekal tangan sang kekasih, serunya : "Jangan linglung begitu, bilanglah lekas !" "Aku bukannya takut melainkan memikirkan sesuatu ..." "Soal di Ceng-sia itu?" "Benar, apakah Thian Wat totiang itu sudah pulih kesadaran pikirannya ?" "Sama sekali belum !" sahut Siu-mey, "tokoh2 partai persilatan sudah berusaha menyembuhkannya. Ada yang menggunakan tenaga dalam, ada yang pakai obat. Tetapi sedikitpun tak berhasil. Sebaiknya nanti kita cobakan obat dari ayahku itu." "Lalu bagaimana dengan keadaan barisan Thian-loto- ong-tin dari kelima partai persilatan itu?" "Hebat sekali! Nanti setiba di Ceng-sia engkau tentu mengetahui sendiri betapa kehebatan barisan paderi dan imam itu." "Kalau begitu, segenap anggauta barisan itu sudah datang semua?" "Ya, seluruh kaum persilatan golongan Putih sudah datang lengkap. Kecuali tokoh2 dari Lima Partai Persilatan, masih hadir pula kedua partai Pengemis dan Gelandangan, perguruan Kiu-hoan-bun juga datang." "Bagus !" seru Gak Lui gembira dan memperhitungkan keadaan mereka tentu terjamin keselamatannya. Dengan memiliki barisan itu tentu mudah menghadapi golongan hitam. Mengenai Maharaja Tio Bik-lui yang akan muncul, Gak Lui sudah siap. Lawannya itu tak tahu kalau pedang laknat Thian lui-koay-kiam tak dapat dicabut dari warangannya. Maka Maharaja Persilatan itu tetap takut. Maharaja Persilatan Tio Bik-iui sudah menyatakan tantangannya. Nanti sebulan lagi akan bertempur digunung Im-leng-san. Jelas yang dianggap lawan berat oleh Maharaja itu tentulah dirinya (Gak Lui). Membayangkan hal itu, diam2 hati Gak Lui terhibur dan wajahnyapun berseri senyum. Rupanya Siu-mey memperhatikan perobahan air muka Gak Lui, dapat ia berseru : "Engkoh Lui, jangan engkau pandang enteng persoalan itu. Paman The Thay dan adik Hiong lian masih mempunyai sedikit kesulitan !" "O, apakah partai2 persilatan itu hendak mencari mereka ?" “Benar, partai2 persilatan itu tahu bahwa Topeng Besi itu adalah tokoh kelas satu yang hilang. Kalau sekarang Thian Wat totiang dari Ceng-sia-pay sudah kembali, sudah tentu mereka akan mencari orang2nya yang hilang itu." "Lalu bagaimana adik Hong-lian menjawab mereka ?" "Dia bilang kalau yang lain sudah mati. Dan hal2 yang lain silahkan tanya kepadamu." "Jawaban yang tepat," kata Gak Lui, "mari kita percepat lari kita agar lekas tiba disana." Agar dapat mengimbangi larinya ia menggandeng tangan Siu-mey. Dengan demikian dapatlah mereka berlari sama cepatnya. Saat itu mereka tiba disebuah tanah datar yang luas. Empat penjuru penuh dengan belukar rumput. Ditengah dataran itu tampak sebuah kuil kuno. Ketika terpisah seratusan tombak dari kuil itu, tiba2 Gak Lui lambatkan larinya dan memandang kearah kuil itu. "Engkoh Lui, adakah engkau mencium bau manusia ?" tanya Siu-mey. "Benar, rupanya disekitar tempat ini terdapat sejumlah besar orang yang bersembunyi !" "Apakah gerombolan kaki tangan Maharaja?" "Kemungkinan. Karena baunya tak asing lagi." “Lalu bagaimana tindakan kita? Mau bunuh? Dengan kekuatan kita berdua, tentu dapat membunuh mereka habis-habisan. Mau lari? Selagi mereka belum muncul, kita mengambil jalan mengitar saja....." Gak Lui menunduk lalu menjawab dengan sepatah kata yang seram: “Bunuh .... Jika mereka benar kawanan anak buah Maharaja, mereka tentu akan mengikuti perjalanan kita ke Ceng-sia. Dari pada di sana menimbulkan kesulitan lebih baik sekarang saja kita basmi mereka agar dapat menghemat tenaga !” Mendengar itu Siu-mey segera singsingkan lengan baju dan unjukkan sepasang ular emas: “Benar, mari kita terjang ...." “Tunggu !" “Tunggu apa ?" Gak Lui maju selangkah berkata: “Membasmi kawanan jahat itu adalah urusanku. Engkau tak perlu ikut campur. Lebih baik ..." “Lebih baik bagaimana ?" “Pergi ke gunung Ceng-sia-san saja." “O, aku tahu," sahut Siu-mey, “engkau anggap kepandaianku masih rendah sehingga takut kalau mengganggu permainanmu dan menambah beban pikiranmu." Memang demikianlah pikiran Gak Lui. Namun kalau ia berterus terang, ia kuatir akan membuat nona itu mengambek. Tetapi kalau tak bilang, ia kuatir nona itu akan mengganggu rencananya. Maka ia menyahut dengan tak langsung: “Bukan karena takut engkau mengganggu sepak terjangku. Tetapi menurut kenyataan, musuh sudah tahu jelas tentang kepandaianku. Dan diapun takut terhadap pedang pusaka Thian-lui-koay-kiam. Maka kalau dia tak mengirimkan orang untuk menghadang, itu memang tepat. Namun kalau dia masih berani mengirim anak buahnya untuk mengganggu aku, tentulah dia sudah mempersiapkan rencana yang hebat. Oleh karena itu baiklah kita hati2.....” “Ih .... ," Siu-mey mendesis.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles