Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Berkeliling Dunia Di Bawah Laut - 13

$
0
0

Cerita Fiksi | Berkeliling Dunia Di Bawah Laut | by Jules Verne | Berkeliling Dunia Di Bawah Laut | Cersil Sakti | Berkeliling Dunia Di Bawah Laut pdf

Bidadari Menara Ketujuh - Yasmi Munawwar The Hunger Games - Suzanne Collins Vampire Academy I - Richelle Mead The Chronicles Of Narnia : The Silver Chair (Kursi perak) The Spiderwick Chronicles 4 - Pohon Besi

erpakai. Jika kadar zat asam dalamnya tinggal lima belas persen, kita tak bisa mempergunakannya lagi untuk bernafas."
    "Betul! Tapi sudah kukatakan tadi, pompa-pompa kapal 'Nautilus' memungkinkan kita menyim pan udara bertekanan tinggi sekali. Dengan begitu dalam tangki tersedia udara yang mencukupi untuk bernafas selama sembilan atau sepuluh jam."
    "Saya tak punya keberatan apa pun lagi," ja wabku. "Cuma masih ada satu pertanyaan. Ba gaimana cara Anda menerangi jalan di dasar laut?
    100
    "Dengan alat Ruhmkorff, Tuan Aronnax. Kita masing-masing membawa dua buah. Satu di punggung, dan yang kedua diselipkan ke pinggang. Sebuah kawat mengalirkan listrik yang dihasilkan oleh kedua alat itu ke sebuah lentera khusus. Dalam lentera yang merupakan gelas berbentuk spiral, terdapat gas karbon dalam jumlah kecil. Jika alat-alat bekerja, gas itu memancarkan sinar putih dan terang. Jadi aku bisa bprnafas dan melihat dalam air."
    "K apten Nemo, untuk setiap persoalan berhasil Tuan temu kan pemecahannya. Saya tak berani ra-gu lagi mengen ainya. Namun jika kedua alat Tuan harus kuakui manfa atnya, saya masih belum memahami cara kerja senapa n yang akan kita pakai."
    "Senapan kita bukan senjata api, yang memakai mesiu," jawab K apten.
    "Kalau begitu, kita akan me makai senapan angin."
    "Tepat! Kami tak bisa membuat mesiu, karena tak punya sendawa, belerang dan arang di kapal." "Kecuali itu sukar sekali menembak dalam air, yang delapan ratus lima puluh lima kali lebih papat daripada udara," tambahku.
    "Itu tak merupakan kesukaran. Ada senjata-senjata dengan sistem penutup istimewa, yang bisa ditembakkan dalam air. Tapi karena kami tak punya mesiu, aku mempergunakan udara bertekanan sangat besar."
    "Tapi udara itu akan cepat habis!" "Bukankah aku punya tangki Rouquayrol yang dapat mengisi udara kembali? Untuknya cuma kuperlukan sebuah keran. Di samping itu akan Tuan lihat sendiri selama perburuan nanti, bahwa hanya sedikit udara dan pelor yang akan kita perlu-
    101
    Aku masih tetap belum puas bertanya. Masih ada saja yang belum dapat kubayangkan. "Dalam keadaan remang-remang begini, dan dalam air pula, mestinya pelor takkan dapat melayang jauh, serta tak mematikan."
    "Bahkan sebaliknya! Dengan senjata ini, setiap tembakan mematikan. Kalau ada hewan yang terserempet saja, dia pasti tumbang seperti disambar petir."
    "Kenapa?"
    "Karena pelor yang kupakai bukan jenis yang biasa. Senapan kita melontarkan bola-bola kaca kecil yang penciptanya adalah Leniebroek, seorang sarjana kimia Austria. Bola itu dibungkus baja, dan diberati dengan timah hitam, menjadi botol Leiden ukuran kecil. Ke dalamnya kusalurkan arus listrik bertegangan sangat tinggi. Kalau terjadi benturan sedikit saja, listrik yang terkurung mengalir ke luar. Hewan yang kena, pasti mati."
    "Sekarang saya benar-benar puas," jawabku sambil bangkit. "Saya siap untuk memanggul senapan serta mengikuti Tuan ke mana saja."
    Kapten Nemo mendului berjalan, menuju ke belakang. Ketika melewati bilik tempat Ned Land dan Conseil, kupanggil kedua orang itu. Mereka berdua dengan segera mengikuti kami, sampai ke semacam sel yang letaknya berdekatan dengan ruang mesin Di situ kami mengenakan pakaian khusus untuk berjalan-jalan di dasar laut.
    XV
    MELANCONG DI DASAR LAUT
    SEL yang kami masuki, tepatnya merupakan gu dang senjata dan tempat perlengkapan kapa 'Nautilus'. Di dinding tergantung selusin pakaian selam.
    102
    Begitu melihat, nampak di wajah Ned Land bahwa dia enggan mengenakannya.
    "Ned yang budiman. Hutan rimba Pulau Crespo, merupakan rimba dasar laut."
    "Nah, hebat!" ujar juru tombak. Kelihatan dia kecewa, karena lenyap harapannya akan bisa makan daging rusa. "Dan Tuan Aronnax akan mengenakan pakaian itu?"
    "Mau tidak mau, Ned."
    "Silakanlah," jawabnya sambil mengangkat bahu, "tapi aku tak mau, kalau bukan dipaksa."
    "Tak ada yang memaksa Anda, Tuan Land," ujar Kapten Nemo.
    "Apakah Conseil akan mengenakannya?" tanya Ned.
    "Saya akan mengikuti tuan saya, ke mana saja dia pergi," jawab Conseil.
    Kapten memanggil dua awak kapal untuk membantu kami mengenakan pakaian berat yang tak tembus air itu, yang terdiri dari bagian celana dan jaket. Ujung celana berupa sepatu laras tebal, dengan alas yang terbuat dari timah hitam berat. Jaketnya berlapis simpai-simpai tembaga di bagian dada, untuk melindungi diri terhadap tekanan air. Di ujung lengannya terdapat sarung tangan, sehingga kami bisa menggerak-gerakkan jari dengan bebas. Jauh benar bedanya antara pakaian selam cip-taan Kapten Nemo, dengan yang biasa dipakai dalam abad ke delapan belas.
    Kapten Nemo beserta salah seorang pengikutnya yang berbadan raksasa. Kemudian aku dan Conseil mengenakan pakaian selam dengan cepat. Kami tinggal mengenakan penutup kepala yang terbuat dari logam. Tapi sebelumnya aku minta izin pada Kapten, agar diperbolehkan melihat senjata-senjata yang akan kami bawa.
    103
    Salah satu awak kapal memberikan sebuah senjata sederhana padaku. Gagangnya terbuat dari baja. Ukurannya agak besar, dan berongga tengah-tengahnya. Di situlah tempat udara yang dipadatkan. Lewat sebuah katup yang bekerja dengan pegas, udara mendesak ke depan, memasuki sebuah tabung logam. Sebuah kotak peluru yang disisipkan dalam sebuah jalur yang juga terdapat dalam gagang, bersisikan dua puluh buah pelor. Pelor masuk ke laras senapan, karena terdorong sebuah pegas. Begitu sebuah pelor ditembakkan, pelor yang berikut masuk ke dalam laras.
    "Kapten Nemo," kataku, "senjata ini sempurna. Cara memakainya mudah sekali. Tapi bagaimana cara kita keluar dari sini, untuk sampai ke dasar laut?"
    "Pada saat ini 'Nautilus' terletak di dasar laut. Jadi kita bisa keluar sekarang juga." "Bagaimana caranya?" "Lihat saja nanti."
    Kapten Nemo memasukkan kepala ke dalam ke-topong. Aku dan Conseil mengikuti teladannya. Ned Land masih sempat menyindir, dengan ucapan "Selamat berburu!"
    Bagian atas dari pakaian kami berakhir dengan kerah berupa simpai tembaga. Pada kerah itulah dipasang ketopong. Tiga buah lubang yang tertutup kaca tebal, memungkinkan kami memandang ke segala arah. Begitu ketopong terpasang, alat Rouquayrol pada punggung mulai bekerja. Aku dapat bernafas dengan leluasa.
    Aku sudah siap untuk berangkat, dengan lampu Ruhmkorff tergantung di pinggang dan senapan di tangan. Tapi aku tak mampu melangkahkan kaki, karena terkungkung dalam pakaian berat.
    Tapi persoalan itu pun sudah dipikirkan oleh Kapten Nemo rupanya. Aku didorong masuk ke se-
    104
    buah ruang sempit, yang bersebelahan letaknya dengan kamar te mpat kami berganti pakaian. Yang lain-lain juga didoro ng masuk. Kudengar bunyi pintu tertutup, dan sekeliling kami menjadi gelap gulita.
    Sesuda h berlalu beberapa menit, terdengar bunyi mendesis ny aring. Kedinginan merayapi tubuhku, dari kaki naik sam pai ke dada. Ruang terisi dengan air, yang rupanya diali rkan melewati satu keran dari salah satu bagian kapal. Sudah itu, sebuah pintu lain membuka. Kami melihat ca haya samar. Saat berikutnya kami sudah menginjakkan kaki di dasar samudera.
    Kapten Nemo berjalan di depan, diikuti oleh yang lainnya beberapa langkah di belakangnya. Conseil dan aku sendiri berjalan berdekatan. Beban pakaian tak terasa lagi.
    Cahaya yang menerangi dasar laut di tempat yang dalamnya sepuluh meter di bawah permukaan, kelihatan terang sekali.
    Sinar matahari menembus air dan membaurkan semua warna. Aku dapat melihat benda-benda yang terdapat seratus lima puluh meter dari tempatku, kelihatannya jelas sekali. Lewat batas itu semuanya menjadi semu lembayung, dan nampak semakin samar. Air sekelilingku memberikan kesan seperti udara, tapi udara kental. Di atas kelihatan permukaan laut tenang. Kami berjalan di atas pasir halus, datar sekali seperti di pantai. Nampaknya seperti cermin yang memantulkan cahaya matahari, menerangi setiap benda terkecil.
    Seperempat jam lamanya aku berjalan di atas pasir, yang ditebari dengan abu kulit lokan. Tubuh kapal 'Nautilus', yang menyerupai sebuah beting, makin lama semakin menghilang dari pandangan. Tapi lenteranya akan menerangi jalan kami kembali nanti.
    105
    Tak lama kemudian, mulai nampak bentuk-bentuk tertentu di kejauhan. Aku dapat mengenali batu-batu karang indah, bertaburkan kumpulan hewan-hewan laut kecil yang menyerupai tumbuhan.
    Saat itu pukul sepuluh pagi. Sinar matahari yang masih condong, menyepuh sekeliling kami dengan warna-warna pelangi. Semuanya serba menarik, tak puas rasanya mata memandang! Kenapa aku tak dapat mengadakan hubungan dengan Conseil, untuk meneruskan perasaan yang memenuhi kalbuku? Kalau Kapten Nemo, mungkin saja dia dapat berbicara dengan pengiringnya melalui bahasa isyarat, yang telah ditentukan sebelumnya. Karena perasaanku yang terpesona terasa memenuhi dada, aku bercakap-cakap dengan diriku sendiri.
    Menyesal rasanya, terpaksa menginjakkan kaki di alam yang begitu murni. Tapi kami harus berjalan. Karena itu kuteruskan langkah, mengikuti Nakhoda, sambil menikmati pemandangan indah. Aku berjalan hampir tanpa berhenti, menuruti gerak isyarat yang diberikan oleh Kapten Nemo, Tak lama kemudian dasar laut berubah wujud; dataran pasir digantikan oleh tanah lumpur. Sudah itu kami merintis padang rumput laut, melewati tumbuh-tumbuhan subur yang menyemak. Kakiku bagaikan menginjak permadani lembut. Di atas kelihatan jaringan ganggang yang tumbuh di permukaan air. Kuperhatikan bahwa yang berwarna hijau lebih dekat tumbuhnya ke atas air, sedang yang merah agak dalam letaknya; sedang yang coklat sampai biru kehitam-hitaman, membentuk taman di dasar.
    Sudah satu setengah jam lamanya kami pergi meninggalkan 'Nautilus'. Waktu itu sudah hampir tengah hari. Aku mengetahui, karena pancaran sinar matahari sudah hampir tegak lurus menembus air. Kami berjalan dengan langkah-langkah ter-
    106
    atur, menuruni dasar yang landai. Cahaya tidak lagi menampakkan warna-warna beraneka ragam, melainkan sudah mulai kelihatan seragam. Kami bergerak di tempat sedalam seratus lima meter. Tekanan air besarnya enam atmosfir.
    Aku masih bisa melihat cahaya matahari, namun hanya remang-remang. Sinarnya yang benderang sudah menyusut menjadi seperti di saat magrib. Tapi kami masih dapat melihat dengan cukup baik. Jadi alat Ruhmkorff belum diperlukan. Pada saat itu Kapten Nemo berhenti. Ia menunggu sampai aku tiba dekatnya, lalu menunjuk ke bayangan gelap yang nampak tak begitu jauh.
    "Itulah dia, rimba Pulau Crespo," pikirku. Ternyata dugaanku tepat.
    XVI
    RIMBA BAWAH AIR
    KAMI sudah tiba di tepi rimba, yang pasti tergolong paling indah di antara milik Kapten Nemo. Seluruh dasar laut dianggap merupakan kepunyaannya. Ia bersikap seperti pemilik, sama halnya dengan manusia-manusia pertama yang menghuni bumi. Dan memang sikapnya benar; karena siapalah yang hendak mempertengkarkan segala harta di bawah laut itu dengannya? Orang manakah yang akan mungkin datang dengan kapak di tangan, untuk merusak semak-semak indah ini ?
    Rimba yang kami datangi terdiri dari pohon-pohon besar. Begitu melangkah di bawah naungannya, aku tertarik melihat arah cabang-cabangnya yang aneh. Belum pernah kulihat pohon-pohon bercabang serupa itu.
    Tak satu pun daunnya menghampar di tanah, tak ada dahan yang patah atau bengkok dan menjulur
    107
    datar. Semuanya mengarah ke permukaan air. Setiap dahan, setiap ranting sampai yang paling kecil semua lurus seperti batang besi. Bahkan tumbuh-tumbuhan rendah pun tegak lurus ke atas. Semua yang nampak sekeliling kami, tegak lurus ke atas !
    Dengan cepat aku terbiasa pada letak yang luar biasa itu, begitu pula pada cahaya remang-remang yang menyelaputi. Tanah hutan seakan-akan bertaburan dengan batu tajam, yang tak mudah dielak kan. Keadaan tumbuh-tumbuhan sekitar situ nampak s empurna bagiku. Tapi kemudian timbul keragu-raguan: yang mana tumbuh-tumbuhan, dan yang mana pula he wan? Dalam alam bawah air, keduanya memiliki wuju d yang sangat berdekatan.
    Kebany akan dari tanaman di situ tidak berdaun yang berwujud lembaran, melainkan menumbuhkan daun-daun berbe ntuk aneh berwarna-warna: ada yang merah muda, m erah tua, hijau, hijau kemuning dan coklat.
    "Lautan memang aneh!" ujar seorang ahli ilmu alam. "Dalamnya hewanlah yang berupa kembang, se dang tumbuh-tumbuhan tidak!"
    Ses udah satu jam kami berjalan dalam rimba aneh itu, Ka pten Nemo memberi isyarat untuk berhenti. Aku sudah agak letih juga. Kami merebahkan diri di bawah naung an sebatang pohon, yang berdaun tipis panjang seperti anak panah tegak luru


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423