Cerita Silat | Kelelawar tanpa Sayap | by Huang Ying | Kelelawar tanpa Sayap | Cersil Sakti | Kelelawar tanpa Sayap pdf
Matahari Di Batas Cakrawala - Mira W Fear Street - Bayangan Maut Merpati Tak Pernah Ingkar Janji - Mira W Monk Sang Detektif Genius - Lee Goldberg Misteri Putri Peneluh - Abdullah Harahap
“Bagi manusia macam dia, rasanya tidak sulit untuk mempelajari ilmu sesat semacam itu”
Han Seng termenung, untuk sesaat dia tak mampu bicara.
Kembali Lui Sin berkata:
“Untuk sementara waktu lebih baik kita tak usah gubris masalah ini dulu, yang paling
penting bagi kita saat ini adalah menemukan dahulu dimana si Kelelawar berada”
“Benar” Suma Tang-shia mengangguk tanda setuju, “asal orangnya berhasil ditemukan,
bukankah semua urusan jadi jelas?”
Kepada Sim Ngo-nio tanyanya:
“Apakah si Kelelawar tidak membawa pergi ke dua tabung bambu berisi makanan itu?”
“Dia hanya membawa pergi tabung berisi air bersih"
Mendengar sampai disitu, mendadak Han Seng berteriak:
“Bukankah disamping ranjang batu terdapat genangan air?”
Mengikuti arah yang ditunjuk semua orang berpaling, benar saja disamping ranjang batu itu
terlihat genangan air.
l!
“Tadi aku sangka genangan air itu adalah........... walaupun ucapan Han Seng tidak
dilanjutkan, namun semua orang tahu apa yang dimaksudkan.
II
“Aku pun sudah melihat genangan air itu sejak tadi kata Lui Sin pula, “hanya tidak
kuperhatikan, tapi . . . . . . ..”
“Bagaimana pun, lebih baik kita bongkar dulu ranjang batu itu” tukas Siau Jit.
“Baikl” seru Lui Sin, dia yang menerjang maju pertama kali, golok emasnya dibacokkan ke
bawah, “Sreeet!” ranjang batu yang keras itupun terbelah jadi dua bagian.
Kaki kanannya kembali menendang, dia lempar belahan ranjang itu hingga mencelat ke
samping, sementara disisi lain, Han Seng melancarkan pula sebuah tendangan.
Dasar ranjang sebetulnya terdapat setumpuk kain selimut dan pakaian dekil, tapi dengan
mencelatnya ranjang batu itu, kini muncullah sebuah lubang yang amat besar.
“Lorong bawah tanah!” jerit Suma Tang-shia dengan wajah berubah hebat.
Paras muka semua orang ikut berubah.
Sebuah anak tangga terlihat membentang dari mulut lorong menuju ke bawah, tangga itu
kelihatan kasar sekali, tapi bisa dipastikan kalau lorong tersebut bukan dibuat secara
terburu buru.
Oleh karena mulut lorong tertutup oleh ranjang batu, tentu saja hasil karya itu tidak akan
terlihat dari atas panggung batu diluar hutan bambu.
Kelicikan si Kelelawar benar benar diluar dugaan siapa pun.
Perasaan yang dialami semua jago saat itu bukan bisa dilukiskan dengan kata terperangah
saja.
Diatas tangga pertama dekat mulut lorong, tertancap sebatang tongkat bambu, diujung
tongkat terlihat selembar kertas putih.
Kertas itu ternyata berisikan tulisan yang berbunyi begini:
“Oleh karena rahasiaku sudah terbongkar, terpaksa aku kabur lewat lorong rahasia, kali ini
akulah yang kabur, tapi lain kali giliran kalian yang melarikan diri”
Kertas putih dengan tulisan tinta hitam, meski hanya berapa kalimat namun cukup
menggetarkan hati orang.
Angin masih berhembus kencang, namun tak dapat membuyarkan perasaan seram yang berkecamuk
dalam hati para jago.
Suasana menyeramkan yang menyelimuti bangunan loteng ditengah hutan bambu pun terasa makin
mengental.
Suma Tang-shia mengawasi kertas putih itu dengan termangu, entah berapa saat kemudian,
tiba tiba tubuhnya gemetar keras, ujarnya dengan hati bergidik:
“Tak bisa disangkal lagi, kematian nona Lui merupakan hasil karya si Kelelawar”
“Bedebah benar si Kelelawar itu" kata Siau Jit pula, “coba kita tidak masuk kemari, tak
bakalan tahu kalau dia sudah menggali lorong bawah tanah dan bisa masuk keluar dari hutan
bambu ini dengan bebas merdeka”
“Aku benar benar tak habis mengerti, kenapa . . . . . . . . ..”
Siau Jit tidak membiarkan Suma Tang-shia menyelesaikan perkataannya, dia menukas:
“Kenapa dia masih tetap berdiam ditemat seperti ini?"
“Menurut kau, mengapa?”
“Mungkin dia anggap tempat ini cukup aman”
“Jagad raya begitu luas, bukan urusan sulit baginya untuk mencari tempat persembunyian”
“Tapi manusia macam dia, cepat atau lambat pasti akan membuat onar dan bencana, begitu
bencana terjadi, terpaksa dia harus kabur balik kesini, karena tempat inilah yang dia
anggap paling aman”
Setelah berhenti sejenak, lanjut Siau Jit:
“Mungkin karena alasan itu pula, setelah berhasil memancing Lui Hong, dia harus melakukan
pembunuhan untuk menghilangkan saksi, hal ini mungkin disebabkan ilmu silatnya belum pulih
seratus persen, atau mungkin juga karena untuk sementara waktu dia tak ingin membuka
rahasianya ini"
Suma Tang-shia mengangguk berulang kali.
Kembali Siau Jit berkata:
“Walaupun dimasa lalu dia bukan termasuk manusia semacam ini, namun setelah mengalami
pengalaman pahit atas pengeroyokan terhadap dirinya, dia mulai belajar bagaimana
menghindari yang berat untuk keselamatan sendiri”
Suma Tang-shia memandang sekejap sekeliling tempat itu, katanya setelah tertawa getir:
“Dia sama sekali tak ambil peduli dengan semua perlengkapan yang telah disiapkan ditemat
ini, secara nalar, hal ini sama sekali tak masuk akal”
“Kalau masalah itu mah tidak susah untuk dijelaskan, dari gelak tertawanya tadi, aku yakin
kalau kesadaran otak orang ini belum seratus persen normal, bagi seseorang yang
kesadarannya kurang normal, tempat seperti apa pun baginya sama saja, karena orang sinting
tak pernah kenal arti takut”
“Ehmn, betul juga” Suma Tang-shia manggut manggut.
“Sekarang, aku hanya kurang jelas akan satu hal”
“Soal apa?”
“Dia pasti tahu kalau dari atas panggung batu diluar hutan bambu sering muncul pengawas
yang memeriksa gerak geriknya, kenapa ia tidak sembunyikan tongkat bambunya?"
“Betul” kata Lui Sin pula, “asal dia sembunyikan tongkat bambu itu, kita yang berada di
panggung batu pun tak akan mencurigai dirinya, kita pun tak bakal datang memeriksa, aku
percaya lorong rahasianya tak mungkin akan terbongkar pula"
“Dua alasan" sahut Suma Tang-shia setelah berpikir sejenak.
Tanpa terasa sorot mata semua orang pun bersama-sama dialihkan ke wajah perempuan itu.
Kembali Suma Tang-shia melanjutkan:
“Seperti apa yang Siau kecil katakan, kesadaran otaknya belum seratus persen normal.
Lui Sin manggut manggut.
“Bagi seseorang yang belum normal kesadaran otaknya, kita tak boleh menilai semua
perbuatan yang dia lakukan dengan norma pada umumnya”
“Betul” setelah berhenti sejenak lanjut Suma Tang-shia, “alasan kedua adalah dia sudah
tahu kalau Ciu Kiok belum mati, tahu kalau kita besar kemungkinan akan datang kemari, maka
dia pun bersiap sedia untuk tinggalkan tempat ini, apa yang telah kita saksikan dari
panggung batu tadi tak lebih hanya ulahnya untuk menarik perhatian kita, memancing kita
agar mau datang dan masuk ke sana”
“Ehmm, alasan ini cukup masuk akal” Siau Jit manggut manggut.
“Aku masih belum mengerti” ujar Lui Sin.
“Kelelawar adalah seorang manusia cerdas"
“Kalau cerdas lantas kenapa?”
“Orang cerdas biasanya banyak curiga, dia pasti mulai curiga apa yang berhasil kita
temukan, setelah tiba disana apa yang akan kita lakukan terhadap dirinya? Sudah pasti
banyak dugaan yang muncul dalam benaknya, otomatis banyak pula cara penanggulangan yang
dia pikirkan, tapi cara terbaik untuk menghadapi kesemuanya ini adalah kabur, karena bagi
orang cerdas macam dia, kabur akan menyelesaikan banyak masalah, menghindari banyak
kesulitan”
“Selain itu ada pula sebuah keuntungan lain baginya" sambung Siau Jit.
“Keuntungan apa?”
“Mulai sekarang, mau tak mau kita harus selalu waspada, selalu berhati hati menantikan
saat balas dendam darinya”
Berubah paras muka Lui Sin, untuk sesaat dia termenung dan bungkam.
“Menurut pendapatku, dia seharusnya tetap tinggal disini” sela Han Seng.
“Kenapa?”
“Kita toh sama sekali tak tahu kalau ditempat ini terdapat sebuah lorong rahasia, bilamana
perlu, dia masih tetap bisa kabur lewat lorong bawah tanah. Sebaliknya bila kita tidak
temukan lorong tersebut, sepeninggal kita dari sini, dia pun masih bisa keluar lewat
lorong rahasia lalu menyergap kita secara tiba tiba dan balas dendam, aku rasa dengan
kepandaian silat yang dia miliki, tidak sulit bila ingin menghabis nyawa kita semua”
“Benar juga perkataanmu itu” sambil mendengarkan, Lui Sin mengangguk berulang kali.
↧
Kelelawar tanpa Sayap - 44
↧