Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
Hex Hall - Rachel Hawkins Cinta Sepanjang Amazon - Mira W Topeng Hitam Kelam - Ambhita Dyaningrum Cinta Dalam Diam - ucu supriadi Fear Street : Ciuman Maut
Episode 38: "Tamu" Dari Jauh (1) Benturan hebat itu tidak terhindarkan. Dan tubuh Thay Pek Lhama terlempar jauh ke belakang, bahkan sampai melayang ke luar dari panggung, arahnya lebih dekat ke tempat duduk para tokoh Kaypang.
Dan pada saat tubuh akhirnya terbanting ke tanah, mulutnya sudah berlumur darah. Thay Pek Lhama perlahan-lahan mencoba sadar dari rasa "puyengnya" tetapi kesulitan untuk cepat sadar akan dirinya.
Pada saat itu selaku tuan rumah dan memiliki kemampuan pengobatan yang luar biasa, Kim Ciam Sin Kay berkelabat untuk mendekati tubuh yang tak berdaya itu. Dalam waktu singkat dia tiba di dekat Thay Pek Lhama dan mencoba untuk ala kadarnya memberi pertolongan pertama kepada Thay Pek Lhama.
Pada saat Kim Ciam Sin Kay berkelabat ke posisi tubuh Thay Pek Lhama yang tak berdaya, Kiang Ceng Liong memandang ke arah tubuh Hoan Liu yang menggigil karena marah dan karena "jeri". Dia sungguh tidak paham bagaimana caranya Kiang Ceng Liong menyambut serangannya. Mudah saja anak muda itu menggerakkan jemarinya, membuka dan kemudian menuding ke arah Thay Pek Lhama, dan akibatnya sungguh tak pernah bisa dibayangkannya sebelumnya. Dia terjerumus ke depan dan harus mengerahkan seluruh tenaganya baru dapat terbebas, itupun dia harus terhuyung ke belakang dan mengalami sedikit luka bagian dalam.
Tetapi, dia menyaksikan tubuh kawannya terlontar dengan deras ke belakang. Dia bahkan sudah yakin bahwa Thay Pek Lhama pasti binasa dengan serangan berbahaya yang dilakukan dengan cara yang tak masuk di akal dari lawan mudanya itu. Sungguh luar biasa dan membuatnya terpana.
"Hmmmmm, Hoan Liu, hari ini engkau kubebaskan.
Tetapi, suatu saat nanti, seorang anak muda akan mencarimu untuk menagih hutang dendam keluarganya. Ada baiknya engkau mengundurkan diri sejak sekarang supaya garis dendam itu dapat diputus tanpa menyebabkan berulangnya balas- membalas itu ....... engkau boleh pergi ...." Ceng Liong berkata kepada Hoan Liu yang nyalinya sudah ciut dan rasa malunya bukan buatan. Tetapi, tokoh besar mulut seperti dia, siapa nyana masih tak tahu malu dan ingin hidup lebih lama meski nama besarnya hancur.
Dengan cepat dia berkelabat pergi begitu dilepaskan, akan tetapi dari kejauhan masih terdengar suaranya penuh ancaman: "Jangan kira aku menyerah kalah, akan tiba suatu saat aku membalaskan kekalahan memalukan ini.
Kepadamu atau keturunanmu kelak ..... awas ......" Pada saat itulah Kiang Ceng Liong melihat ada sesosok bayangan berkelabat ke arah Thay Pek Lhama. Tiba-tiba dia terhenyak, karena melihat Kim Ciam Sin Kay yang dia cukup tanggap apa maksud kakek ahli pengobatan itu. Benar saja, Kakek budiman itu memang berusaha mengobati Thay Pek Lhama.
Tentu saja itu hal yang sangat berbahaya, karena tubuh Thay Pek Lhama masih penuh hawa, dan bukan tidak mungkin dia tiba tiba sadar dan memukul penolongnya. Itu akan merupakan kekuatan terakhirnya sebelum akhirnya perlahan kekuatannya membuyar dan takkan bisa dipulihkan lagi. Menyadari bahaya, Ceng Liong segera bersuara: "Locianpwee, tahan ........ berbahaya ....... mundur ....." Dan tidak cukup, diapun langsung bertindak dengan berkelabat mendekati tempat dimana Kim Ciam Sin Kay mencoba memeriksa keadaan tubuh Thay Pek Lhama. Thay Pek Lhama terhalang tubuh si Tabib Budiman. Dia masih belum sadar bahaya, ketika mendengar seruan Ceng Liong, ada sedetik dia bingung dan kemudian mencoba untuk mundur.
Tetapi, semua sudah sangat terlambat karena Thay Pek Lhama, matanya tiba-tiba terbuka terbelalak, dan kemudian bengis. Saat itulah dia melayangkan pukulan yang tak mungkin dihindari lawan: "Bresssssss ......................" Dengan telak pukulan Thay Pek Lhama bersarang di perut Kim Ciam Sin Kay. Dan tak pelak lagi tubuhnya terlontar ke belakang dengan mulut berlumuran darah. Untung tubuhnya bisa langsung disambar Kiang Ceng Liong hingga tidak terbanting ke tanah.
Sementara setelah melontarkan pukulan, Thay Pek Lhama kembali muntahkan darah segar dan kemudian wajahnya memucat, menahan rasa sakit dan akhirnya diapun jatuh tak sadarkan diri.
Keadaannya tak lebih dan tak kurang seperti "mayat".
Para tokoh Kaypang sontak kaget. Bagaimanapun Kim Ciam Sin Kay adalah seorang tokoh yang disayangi di lingkungan Kaypang, dan Pangcu yang baru saja diganti dalam Pertemuan besar ini. Keadaannya tentu saja menjadi perhatian banyak orang. Semua mendekati Ceng Liong dan memandang bagaimana Ceng Liong bekerja keras untuk memeriksa dan mengobati Kim Ciam Sin Kay. Tetapi setelah berusaha beberapa saat, terlihat Ceng Liong menggelengkan kepala tanda keadaan Kim Ciam Sin Kay benar-benar susah untuk dipertahankan lagi.
Beberapa saat kemudian, terdengar bisikan lirih Kim Ciam Sin Kay: "Anak muda ........ aaaaaaaaku ....... aaaaaaku sudah ....... sudah ...." sebentar dia menarik nafas yang terlihat semakin sulit. Karena memang tenggorokannya juga dipenuhi darah dan susah bernafas lagi.
"Beristirahatlah locianpwee ........" hibur Cen g Liong yang sadar bahwa Kakek budiman ini sebentar lagi akan "pergi". Dan dia menjadi sangat sedih, karena kelalaiannya sehingga Kim Ciam Sin Kay menjadi korban .......
"Tidak .......... aku ........ aku sudah ......... menemukan dia ........ dia ....." dan itulah kalimat terakhir Kim Ciam Sin Kay. Kalimat yang awalnya tidak punya arti, tetapi Ceng Liong tersentak. "Siapa dia ........ yang dimaksudkan Kim Ciam Sin Kay ...."? "Locianpwee ...... locianpwee ......" Ceng Liong mencoba menyadarkan kembali Kim Ciam Sin Kay, bahkan menyalurkan tenaga kedalam tubuh Kakek tua itu.
Tetapi, sudah teramat terlambat, karena nafas Kakek Budiman, Pangcu Kaypang yang baru diganti, sudah terlanjur berhenti. Dan pada hari yang sama, Pengukuhan Pangcu Baru Kaypang, diiringi dengan kepergian dua tokoh utamanya, dua-duanya adalah Dewa Pengobatan bagi Kaypang dan juga bagi Dunia Persilatan Tionggoan.
Sungguh kehilangan sangat besar, terutama bagi Kaypang. Mereka menjadi sangat berduka dengan kepergian Kim Ciam Sin Kay. Dan duka itu bertambah berat ketika Ceng Liong menceritakan bagaimana dia dibokong dan mengorbankan Dewa Obat lainnya dari Kaypang: Yok Sian Sin Kay. Maka lengkaplah duka Kaypang dan buyarlah semangat untuk berpesta.
Tetapi, masih ada sesuatu yang harus dilakukan Ceng Liong, dan sedikit banyak, perbuatannya itu bisa mengurangi beban Kaypang yang beberapa waktu belakangan ini dilanda ketegangan dan fitnah beruntun.
Setelah jasad Kim Ciam Sin Kay ditangani orang-orang Kaypang, Ceng Liong kemudian berkelabat ke panggung. Dan setelah memberi kode, tiba-tiba di panggung muncul seorang To Hoa Jin yang beberapa saat kemudian, juga disusul dengan tampilnya seorang pemuda yang ketolol-tololan Gwan Thong ditemani Liang Mei Lan: "Twako ...... hehehehehe ......." terlihat sangat gembira Gwan Thong bertemu kakak seperguruannya. Tetapi, dia hanya mampu mengekspresikannya dengan tertawa dan sinar mata yang kegirangan. To Hoa Jin menarik nafas panjang dan kemudian berkata penuh kasih sayang: "Sute, syukurlah engkau selamat ........." Pada saat itu, Ceng Liong sudah berseru dengan suara lantang dan sangat berwibawa sehingga diindahkan semua orang: "Cuwi sekalian ....... hari ini kuumumkan, bahwa Kaypang telah difitnah oleh kelompok perusuh Thian Liong Pang dengan menyandera To Hoa Jin dan sutenya berdua ini. Beberapa perbuatan perkosaan dan perampokan, dilakukan oleh kelompok tersebut dibawah pimpinan Lamkiong Li Cu dan Naga Pattynam yang tadi beberapa saat lalu juga membunuh Yok Sian Sin kay yang menjaga To Hoa Jin saat memulihkan diri. Untung masih sempat kupergoki dan mereka berhasil melarikan diri namun tidak berhasil membunuh To Hoa Jin yang adalah saksi mata atas semua kejahatan mereka. Lenyapnya To Hoa Jin akan membuat jejak kejahatan mereka susah dibuktikan. Karena baik memperkosa dengan menyuruh Ciu Lam Hok dan menyamar sebagai anggota Kaypang, maupun merampok banyak orang, semua kejahatan itu diketahui To Hoa Jin yang waktu itu tersandera oleh ilmu sihir dan ditahannya sutenya Lauw Gwan Thong ini. Atas kejahatan mereka, maka sejak saat ini, Lembah Pualam Hijau bersama Bu Tong, Siauw Lim dan Kaypang akan langsung turun tangan mengejar para perusuh ini kemanapun mereka pergi. Dan sekali ini, kami tidak akan mengampuni gerombolan penjahat yang bekerja dengan cara menggelap itu. Dan bila masih ada penyusup yang berasal dari kelompok mereka, sampaikan kepada pemimpinmu, mulai hari ini mereka akan kembali diburu ...." Dan setelah Kiang Ceng Liong mengeluarkan pernyataan tersebut, semua terdiam. Bahkan semua "penuduh" dan "korban" kejahatan yang berada di Kaypang karena menuntut pertanggungjawaban Kaypang tergetar. Apalagi setelah To Hoa Jin memberi kesaksian dan kisahnya yang ditahan dan diancam oleh keselamatan sutenya. Peran dan kesaksian To Hoa Jin membantu sangat banyak dan menempatkan gerombolan bekas Thian Liong Pang kini diburu sebagai penjahat.
Setelah kesaksian To Hoan Jin, Ciu Sian Sin Kay kemudian memimpin penutupan acara Pertemuan Besar dan pesta atau jamuan ditiadakan karena Kaypang sedang berduka. Atas saran Ceng Liong dan juga disetujui oleh Tek Hoat, sejak saat itu, untuk membayar hutang kepada Kaypang, To Hoa Jin diterima sebagai bagian dari Kaypang selama beberapa tahun kedepan. Dan sejak saat itu, To Hoa Jin bersama sutenya Lauw Gwan Thong menetap di Pegunungan Hengsan dan ikut menjaga keselamatan Markas Besar Kaypang.
Upacara jamuan makan malam berubah menjadi perkabungan di Markas Kaypang. Dan rata-rata para tamu dan undangan serta sahabat Kaypang menunggu sampai hari ketiga, hari dimana jasad Yok Sian Sin Kay dan Kim Ciam Sin Kay diperabukan. Dan selama 3 hari itu pula Kaypang berduka. Markas dijaga secara sangat ketat, tetapi tidak ada satu kejadian pentingpun yang terjadi sesudahnya. Tetapi, hampir setiap malam, para Naga Muda yang sudah semakin matang itu, yakni: Tek Hoat, Mei Lan, Giok Lan dan Ceng Liong mengadakan pertemuan. Apakah pertemuan biasa saja? Sama sekali tidak. Seperti pertemuan malam pertama.
Ketika semua berkumpul di sebuah ruangan yang memang diperuntukkan bagi kelompok kecil seperti mereka, atas inisiatif Tek Hoat, mereka bertemu dalam keheningan. Atau tepatnya, diawali oleh sebuah keheningan.
Inilah pertemuan mereka setelah cukup lama berkelana dengan tugas masing-masing. Tetapi, kali ini, pertemuan mereka diawali dengan keheningan yang dalam. Ceng Liong yang biasanya menjadi pemimpin pertemuan, juga terlihat berdiam diri.
Hanya, dia menduga, diamnya teman-temannya adalah karena bersedih dengan berpulangnya Yok Sian Sin Kay dan Kim Ciam Sin Kay yang, terutama nama terakhir, dikenal dekat dan sangat ramah terhadap mereka semua. Karena itu, Ceng Liong sendiripun berdiam diri dan tenggelam dalam keheningan. Sekaligus, Ceng Liong kebingungan dengan kalimat terakhir Kim Ciam Sin Kay yang disampaikan kepadanya sebelum meninggal: Aku sudah menemukannya ........... Jelas dia bingung, siapa gerangan yang ditemukan oleh Tabib tua yang sakti dan budiman itu? Ini yang membingungkan dan membuatnya sangat merasa penasaran.
Ya, siapa gerangan yang ditemukannya? Kita akan melihat nanti dengan mundur ke belakang. Tetapi, sekarang, kita ikuti pertemuan ke-empat pendekar muda yang sudah semakin matang saat ini. Mereka berempat tenggelam dalam diam dan membuat ruang dimana mereka berada menjadi ikut senyap. Apalagi, karena hari memang sudah malam, gelap sudah menjelang datang, bahkan sudah mendekati tengah malam. Karena itu, wajar jika keheningan jadi mencekam, semakin mencekam karena ke-4 orang itu masing-masing berdiam diri.
Mereka seperti sedang menikmati keheningan malam yang hanya ditingkah oleh semilir angin yang terkadang terdengar, atau oleh bunyi-bunyian binatang kecil diwaktu malam. Semua menambah keheningan dan menambah kesenyapan malam.
Karena malam memang sedang dikuasai "raja senyap". Kembali kedalam ruangan, sudah beberapa saat masih belum ada seorangpun yang memecah keheningan. Ke-empatnya masih terus bercengkerama dengan pikiran dan lamunan masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan masing-masing.
Sampai akhirnya Liang Mei Lan yang memecah keheningan mencekam itu: "Koko ............ bagaimana kisahnya hingga engkau menjadi sehebat itu? Tek Hoat koko dan Enci Giok Lian menceritakannya tadi. Bahkan Ciangbundjin Suheng sendiri masih belum sanggup menceritakannya secara detail, dia hanya sekedar manggut-manggut sambil bergumam sendiri ....."tidak masuk diakal ..... tidak masuk diakal .....", ada apa gerangan dengan dirimu ...."? Pertanyaan ini membuka percakapan mereka pada malam, tengah malam ini. Juga membuat Ceng Liong paham apa yang ada dibenak kawan-kawannya itu.
Ketika dia memandangi mereka satu persatu, terlihat jelas bahwa sinar mata mereka menuntut jawaban.
Dan yang pasti, tidak mungkin ditundanya sampai besok hari.
"Tidak ada sesuatupun yang aneh Lan Moi .......... jika kalian bertiga membutuhkan penjelasan, gampang saja. Karena salah satu alasan Kwi Song dan Kwi Beng si Pendeta Siauw Lim Sie itu tidak munculkan diri, adalah karena sedang memperkuat diri mereka.
Dan karena mereka mempersiapkan diri mereka untuk persoalan besar yang akan terjadi kelak ......" "Tapi, rasanya ada sesuatu yang engkau sembunyikan Koko, masak kami tidak punya kesempatan mengetahuinya langsung darimu koko ...."? kejar Mei Lan.
Ceng Liong tersenyum dan akhirnya diapun bertanya kepada Giok Lian dan Tek Hoat pertanyaan yang sama: "Apakah pertanyaan itu juga ingin kalian berdua tanyakan kepadaku ....."? Dan tanpa menunggu jeda panjang, keduanya, Liang Tek Hoat dan Siangkoan Giok Lian mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan Ceng Liong. Bukan apa-apa, karena sebenarnya dia sendiri tidak menganggap apa yang dialakukannya tadi sore adalah sesuatu yang menggemparkan. Dia tidak tahu jika sore itu, mata para pendekar besar, termasuk Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kaypang memelototinya dan memandang dirinya bagai "hantu" karena pameran ilmu yang luar biasa aneh dan sakti itu. Dan hampir semua beranggapan bahwa masih ada yang disembunyikan Ceng Liong dan masih belum ditampilkan keluar. Karena teramat mudah dia mengalahkan serta membuat takluk Hoan Liu dan Thay Pek Lhama. Padahal, keduanya adalah biang iblis yang kesaktiannya teramat jarang tandingannya.
Tetapi, kepada Mei Lan, Giok Lian, Tek Hoat dan Kwi Song serta Kwi Beng, Ceng Liong tidak pernah menyimpan satu hal rahasiapun. Kecuali rahasia hatinya. Dia tidak pelit berbagi info termasuk kepandaiannya sendiri. Karena itu, mereka berenam, rata rata paham dan tahu tingkat kemampuan masing-masing. Tetapi sore tadi, Ceng Liong menunjukkan jika dirinya berada 1 langkah besar dibandingkan kawan-kawannya. Dan ini tidak akan disimpannya.
"Sebetulnya, perkembangannya berada di luar jangkauan berpikirku. Di Thian San Pay, khususnya di Lembah Saldju Bernyanyi, Koai Todjin membuka kesadaranku mengenai sesuatu yang hanya dalam angan. Di "Perpustakaan pribadinya", ada sesuatu yang terkait dengan Giok Ceng Sinkang yang bahkan tidak ada dalam teori Giok Ceng Sinkang di Lembah Pualam Hijau. Tetapi, dia menulis, bahwa jalan menuju ilmu pusaka yang sangat rahasia, Ban Liong Sian Sin Kang (Tenaga Sakti Selaksa Dewa Naga), sangat mungkin melalui Giok ceng Sinkang. Tenaga Sakti itu, konon hanya sekali menunjukkan dirinya pada kurang lebih 500 tahun silam, tetapi setelah itu tidak terdengar kabarnya. Bagaimana cara menuju dan sampai pada tenaga mujijat itu, akupun sesungguhnya tidak paham. Hanya saja, sejak beradu argumen dan adu kekuatan dengan kedua sesepuh Siauw Lim Sie; berlatih dengan Thian Ki Hwesio yang adalah sahabat kita Kwi Beng tetapi sudah menjadi pendeta Budha dan juga Kwi Song; kemudian mengobati Beng Kui di Lim An dan terakhir To Hoa Jin siang tadi; Rasanya, tenaga saktiku seperti belripat- lipat dari biasanya. Apakah itu yang disebut Ban Liong Sian Sin Kang, akupun masih belum mengerti, dan karena itu, aku butuh waktu beberapa hari di Kaypang ini. Baik mengendapkan tenaga sakti dalam tubuhku, tetapi juga untuk berlatih dengan kalian bertiga ........"
↧
Tarian Liar Naga Sakti - 179
↧