Cerita Cinta | Anugerah Bidadari | by Astrella | Anugerah Bidadari | Cersil Sakti | Anugerah Bidadari pdf
Solandra - Mira W Pendekar Sejati II - Gan KL Hunger Game 2 - Tersulut (Catching Fire) Topeng Sang Putri - Astrella Tarian Liar Naga Sakti III - Marshall
perbaiki pemerintahan ayahnya."
"Aku percaya pada diriku sendiri. Aku tidak mungkin salah," Erland murka, "Ia pasti menyesal bila
bertemu denganku. Aku akan membuatnya menyesal telah menipuku dan rakyatku. Aku ingin sekali
membunuhnya."
"Ia tidak sepenuhnya membohongi kita. Setidaknya ia masih memberikan nama aslinya."
Erland tidak tertarik untuk mendengarnya, tapi Fred tetap melanjutkan.
"Ia menyuruh kita memanggilnya Rara. Panggilan itu dari namanya, Altamyra. Nama yang menyenangkan
untuk didengar seperti mengandung sinar bintang yang cerah."
"Berhentilah menyebut-nyebutnya. Aku muak mendengarnya!"
"Engkau boleh marah, Erland. Tapi engkau tidak bisa membohongiku."
"Cukup!" bentak Erland.
Fred hanya mengangkat bahunya. Ia tahu Erland benar- benar murka saat ini. Ia juga tahu takkan ada
yang berani mengusik Erland dalam hari-hari belakangan ini termasuk Cirra.
Sejak Rara kembali bersama para pasukan itu, Erland sangat cemas. Ia mengirim pasukan untuk
mengintai pasukan kerajaan dan mencari kesempatan untuk menculik Rara kembali.
Setelah tidak berhasil merebut Rara, Erland mengirim Giorgio untuk mencari tahu keberadaan Rara.
Orang yang paling bersorak dengan hilangnya Rara adalah Cirra. Wanita itu seperti mendapatkan
kembali kesempatan untuk berdua dengan Erland.
Cirra semakin berani. Bahkan, ia meminta Erland mengajaknya tidur di kamarnya seperti yang ia lakukan
pada Rara. Erland dengan dingin menolaknya.
Suasana di Vandella tengah berubah. Demikian pula suasana hati Erland. Tapi, tidak suasana rakyat
Lasdorf.
Meskipun mereka membaca koran yang menyerukan perubahan yang dilakukan Altamyra, mereka tidak
akan tahu Altamyra adalah gadis yang sama dengan Rara. Rakyat kecil ini baru akan gempar bila tahu
gadis yang dulu mereka puja adalah Ratu Vandella.
Tujuh ratus mil dari tempat itu Altamyra tetap meneruskan kesibukannya. Siang malam ia terus terlihat di
Ruang Kerjanya dengan tumpukan kertas yang tinggi.
Terlalu banyak yang harus dilakukannya hingga ia sering melupakan waktu. Setiap kali hari menjadi
gelap, Altamyra berkata, "Waktuku cepat berlalu."
Waktu yang terus berganti dengan cepat, mendorong Altamyra untuk bekerja lebih cepat lagi. Lebih
banyak yang diselesaikan Altamyra, semakin puas hatinya.
Kesibukan yang ada di Azzereath tidak hanya terjadi pada Altamyra saja. Seluruh pelayan Istana ikut
disibukkan oleh kedatangan para ahli keuangan yang datang memenuhi panggilan Altamyra.
Orang yang pertama kali terkejut dengan banyaknya ahli keuangan yang datang adalah Briat. Saat ia
mencatat nama ke lima puluh, ia segera menemui Altamyra.
"Luar biasa, Paduka," serunya tak percaya, "Lihatlah ini. Ini nama ke lima puluh yang saya catat."
Altamyra tertawa geli. "Berilah dia hadiah, Briat, sebagai penghargaan menjadi orang ke lima puluh."
"Anda seperti akan mengadakan perlombaan, Paduka."
"Engkaulah yang membuatnya seperti itu, Briat," Altamyra tersenyum geli, "Aku berjanji minggu depan
engkau akan lebih terkejut."
"Anda benar, Paduka, mereka masih banyak."
"Aku sudah mengatakannya padamu," Altamyra mengingatkan dengan lembut, "Lebih baik sekarang
engkau kembali ke bawah. Aku yakin sudah banyak yang menanti engkau memasukkan nama mereka
dalam daftar peserta lombamu."
Melihat wajah Briat yang seperti anak kecil yang sedang marah, Altamyra tertawa geli. "Pergilah
menemui para peserta lombamu sebelum mereka membatalkan niatnya untuk mengikuti lombamu."
Briat tersenyum ketika ia membungkuk. Ia masih tersenyum ketika kembali ke Hall.
Altamyra tersenyum melihat kepergian Briat lalu kembali menekuni pekerjaannya. Membaca laporan
telah diselesaikannya berhari-hari lalu. Sekarang yang menjadi pekerjaannya adalah menyusun hal-hal
yang harus segera dilakukannya setelah membaca laporan kedua puluh menterinya serta membuat
keputusan-keputusan baru.
Segala hal baik yang terlintas dalam pikirannya segera ditulisnya dan dipisah-pisahkannya. Sangat
banyak hal yang terlintas dalam pikiran Altamyra hingga ia bingung mana yang harus dilakukannya lebih
dulu.
Di tengah-tengah kesibukannya, Altamyra masih menyempatkan diri untuk menyelesaikan masalah
Mardick dan menerima menteri-menterinya yang datang untuk menanyakan sarannya.
Sejak mengurung Mardick di salah satu kamar Istana, Altamyra tidak pernah bertemu dengannya lagi.
Namun, dari prajurit yang menjaga kamar tempat Mardick berada, ia mengetahui Mardick gelisah
menanti hasil pemeriksaan Altamyra terhadap dirinya.
Ketika hari terakhir yang ditentukan tiba, Altamyra memanggil Ludwick ke Istana. Dari hasil pendataan
Briat, Altamyra mengetahui jumlah orang yang datang.
Pagi hari setelah makan pagi, Altamyra meminta Briat menyuruh pelayan menyiapkan kertas dan pena di
Ruang Rapat.
Pelayan-pelayan Istana segera melaksanakan perintah Altamyra itu. Mereka tidak mau kalah dengan
Altamyra yang juga sibuk menyiapkan segala-galanya untuk pertemuannya yang pertama dengan semua
ahli keuangan Vandella itu.
Kesibukan di dalam Istana yang terjadi sejak pagi itu membuat para tamu Altamyra tahu saat pemilihan
telah tiba. Mereka pun sibuk mempersiapkan diri.
Menjelang siang, pelayan telah menyiapkan segalanya seperti perintah Altamyra.
Briat memanggil seluruh tamu Istana itu ke Ruang Rapat tempat Altamyra dan Ludwick telah menanti.
Sambil menunggu mereka semua berkumpul, Altamyra berbincang-bincang dengan beberapa orang.
Ketika semua telah berkumpul, Altamyra tetap berbincang-bincang.
Ludwick juga menyibukkan diri dengan bercakap-cakap dengan mereka. Ia telah diberitahu Altamyra
untuk membiarkan mereka menunggu.
"Aku ingin tahu sampai di mana batas kesabaran mereka," kata Altamyra sebelum seorang pun
memasuki Ruang Rapat.
Setelah hampir setengah jam menanti, orang banyak itu mulai gelisah. Mereka mulai mengkhawatirkan
rencana Ratu mereka.
"Di mana Paduka Ratu, Ludwick?"
"Sejak tadi kami menanti di sini."
"Beliau sudah ada di sini sebelum kalian datang," Ludwick berkata sambil melihat seorang gadis muda
yang tengah berbicara dengan seorang pria tua.
"Dia!?" Mereka terkejut ketika melihat Altamyra.
Kemudian mereka mendekati Altamyra dan berlutut, "Maafkan kami, Paduka Ratu. Kami tidak
menyapa Anda sebagaimana mestinya."
Dalam waktu singkat semua yang hadir ikut berlutut dan memohon maaf.
Altamyra tersenyum ramah dan berkata, "Berdirilah kalian semua. Masih banyak yang harus dilakukan
daripada mempermasalahkan sopan santun."
"Baik, Paduka," kata mereka serempak. Dengan hampir bersamaan, mereka berdiri.
"Dari kalian yang ada di sini, aku ingin memilih beberapa orang yang benar-benar ahli dalam hal
pembukuan uang," Altamyra menegaskan, "Sebagai pemilihan pertama, aku akan memberi pertanyaan
mudah. Jawabannya tidak perlu dikatakan, tetapi tulis di kertas dan berikan pada Ludwick. Kalian
mengerti?"
"Kami mengerti, Paduka."
"Pertanyaannya adalah bila kalian mempunyai uang lebih banyak dari impian kalian, apa yang akan
kalian lakukan? Kutunggu jawabannya dalam lima menit."
Altamyra menuju kursi tingginya di ujung meja rapat dan melihat orang-orang yang mulai menulis
jawaban mereka.
Tak lama kemudian, Ludwick menyerahkan tumpukan kertas jawaban itu pada Altamyra.
"Terima kasih, Ludwcik."
Altamyra mulai melihat lembar teratas. Gadis itu hanya melihat sebentar lalu menyingkirkannya. Ia
mengambil lembar yang lain dan segera menyingkirkannya.
Ludwick tidak terkejut maupun heran dengan kerja Altamyra yang cepat. Gadis itu memang tangkas.
Dalam satu minggu, ia sudah membuat banyak perubahan yang dilakukan raja lain dalam sepuluh tahun.
Dalam waktu singkat di hadapan Altamyra telah ada dua tumpuk kertas. Altamyra men desah panjang
ketika menyerahkan setumpuk kepada Ludwick.
"Mereka tidak berhasil."
Altamyra kecewa melihat tumpukan kertas itu.
Ludwick melihat jawaban itu lalu dengan heran ia menatap Altamyra.
"Aku membutuhkan orang yang selalu tanggap dengan perubahan bukan yang mengikuti masa lalu,"
Altamyra menjelaskan, "Sayang, beberapa dari mereka masih mengira aku sama dengan ayahku. Sudah
banyak koran yang menuliskan keingin anku, tapi mereka tidak tahu. Aku sengaja tidak meng atakannya
pada mereka untuk melihat siapa yang selalu mengikuti perubahan jaman."
Ludwick mengerti keinginan Altamyra.
Tumpukan kertas yang diberikan Altamyra itu pada intinya mengatakan, "Aku akan memberikan uangku
pada Raja agar ia senang." Sedang tumpukan yang lain intinya berisi, "Aku akan menggunakannya untuk
memperbaiki kehidupan rakyat."
Ludwick mengumumkan hasil pemilihan pertama.
Setelah semua yang gagal pergi, Altamyra berdiri dengan tumpukan kertas baru.
"Pertanyaan yang kedua adalah kalian harus menyelesaikan hitungan ini," Altamyra berkata tegas.
Ludwick mengambil kertas itu dari Altamyra dan membagikannya.
Sekagi Ludwick membagikan soal kedua, Altamyra berkata, "Silakan menggunakan meja rapat. Aku
hanya memberi waktu lima belas menit untuk hitungan mudah itu. Kumpulkan pada Kincaid."
Ludwick mendekati Altamyra. "Soal telah saya bagikan, Paduka."
"Sekarang ikutlah denganku. Banyak yang harus kita selesaikan."
Altamyra menuju meja yang baru dipindahkan ke sudut ruangan itu pagi tadi. Di meja itu tampak
setumpuk kertas berisi hitungan.
Ludwick duduk di depan Altamyra.
"Periksalah ini. Apakah benar ini semua pajak yang ditarik ayahku?"
Selagi Ludwick memeriksa, Altamyra mengawasi orang-orang yang sibuk menghitung itu.
Ludwick mengangkat kepala dari kertas itu.
"Selain pajak tanah, pajak pendapatan, apakah ayahku juga menarik pajak hasil panen, pajak barang,
pajak rumah, pajak ternak, pajak kendaraan, dan semua macam pajak yang ada di situ?"
"Benar, Paduka."
Beberapa orang yang telah selesai memberikan hasil perhitungan mereka pada Kepala Keamanan Istana
yang mengawasi mereka.
"Bolehkan saya mengajukan pertanyaan, Paduka?"
"Silakan."
"Mengapa Anda membuat soal yang berbeda-beda?"
"Aku ingin tahu kemampuan mereka yang sebenarnya. Aku membutuhkan orang yang dapat bekerja
cepat dan teliti."
"Waktu telah habis!" Kincaid mengumum kan, "Anda dipersilakan beristirahat di kamar Anda
masing-masing."
Semua berdiri. Beberapa mengeluh panjang. Yang lain tersenyum senang. Ada juga yang berbisik-bisik.
Suasana sepi Ruang Rapat menjadi riuh.
"Seperti anak-anak sekolah yang sedang ujian," gumam Ludwick.
"Aku membuatnya seperti itu," sahut Altamyra dengan senyum manisnya.
Kincaid mendekat. "Semua jawaban telah saya kumpulkan, Paduka."
"Terima kasih, Kincaid. Maukah engkau membawakannya ke Ruang Kerjaku?"
"Dengan senang hati, Paduka."
"Mari kita berangkat, Ludwick," Altamyra mengambil tumpukan tugasnya.
"Ijinkan saya membantu Anda, Paduka," Ludwick mengulurkan tangan.
"Terima kasih, Ludwick," Altamyra menyerahkan bawaannya.
Altamyra meninggalkan Ruang Rapat dikawal kedua orang itu,
Penjaga pintu membukakan pintu untuk mereka.
Kincaid dan Ludwick meletakkan kertas-kertas itu di meja.
"Aku tidak ingin merepotkanmu, Kincaid, tapi aku ingin meja kecil di Ruang Rapat itu dikembalikan ke
tempat asalnya."
"Keinginan Anda adalah tugas bagi saya," Kincaid membungkuk hormat dan meninggalkan tempat itu.
"Menteri Luar Negeri datang menghadap, Paduka."
"Suruh dia masuk."
"Hamba datang memenuhi panggilan Anda, Paduka," Dewey membungkuk hormat.
"Engkau datang tepat waktu, Dewey. Kemarilah dan bantu kami memeriksa jawaban-jawaban ini."
"Baik, Paduka."
Dewey duduk di samping Ludwick.
Altamyra menyerahkan kepada mereka masing-masing selembar kertas. "Ini adalah jawaban untuk
semua soal ini. Perhatikan baik-baik soalnya. Ada lima belas jenis soal di sini."
"Kami akan berhati-hati, Paduka."
Ketiganya segera tenggelam dalam kesibukan mereka. Di antara mereka bertiga, Altamyralah yang
paling cepat. Gadis itu membuat semua soal itu. Gadis itu pula yang membuat jawabannya. Ia telah ingat
semua jawaban, semua angka yang berderet-deret itu.
Selama hari-hari terakhir ini Altamyra terbiasa bekerja cepat. Tak heran ia menjadi tangkas dalam segala
hal namun penuh perhitungan.
Dari 8454 orang yang telah tiba, 157 orang yang lolos dalam pemilihan pertama. Dari pemilihan kedua,
yang lolos hanya 36 orang.
Altamyra memandang kertas yang berisi jawaban yang benar itu.
"Biarkan mereka menanti," kata Altamyra, "Besok baru kita umumkan. Sampai saat itu tiba, jangan
mengatakan hasilnya pada siapa pun."
"Kami mengerti, Paduka."
"Mendekatlah!"
Ludwick dan Dewey berdiri di samping Altamyra.
"Ini adalah hasil perhitungan kasarku," Altamyra
↧
Anugerah Bidadari - 15
↧