Cerita Cinta | Anugerah Bidadari | by Astrella | Anugerah Bidadari | Cersil Sakti | Anugerah Bidadari pdf
Hex Hall - Rachel Hawkins Cinta Sepanjang Amazon - Mira W Topeng Hitam Kelam - Ambhita Dyaningrum Cinta Dalam Diam - ucu supriadi Fear Street : Ciuman Maut
mengangkat selembar kertas, "Kuingin kalian
memberitahu mana yang salah, mana yang terlewat."
"Ini, Paduka," Ludwick menunjuk sederet angka, "Jumlah yang ditarik lebih besar dari ini."
Altamyra menghitung kembali hasil perhitungannya. Baik Ludwick maupun Dewey tidak henti-hentinya
memberi bantuan pada gadis itu. Tiap ada yang salah, mereka tak ragu untuk memberitahu. Mereka juga
tidak segan memuji pekerjaan Altamyra.
Altamyra juga dengan senang hati menerima pendapat kedua menterinya.
"Sudah saatnya beristirahat!"
Altamyra terkejut melihat pelayan tuanya yang setia membawa nampan penuh berisi makanan. "Apa
yang kaulakukan di sini, Hannah?" Altamyra memandang seorang wanita, "Brenda, bukankah aku
memberimu tugas untuk mencegahnya bekerja?"
"Maafkan saya, Paduka Ratu, tapi saya pikir Hannah benar. Telah seharian Anda bekerja bahkan Anda
sampai melewatkan waktu makan siang. Sekarang terlalu terlambat untuk makan, tetapi tidak untuk
waktu minum teh."
Altamyra hanya menghela nafas. "Letakkan saja di meja lalu antar Hannah kembali ke kamarnya."
"Anda harus beristirahat, Paduka," Hannah menasehati, "Sepanjang minggu ini saya melihat Anda
bekerja terlalu keras. Kalau Anda jatuh sakit, siapa yang akan melakukan perbaikan hidup rakyat."
"Selain itu saya tidak suka berdiam diri," Hannah mengingatkan.
Altamyra diam memandang wajah keriput pelayan tua itu. Dalam benak gadis itu telah muncul gagasan
baru.
Rakyat membutuhkan bantuannya saat ini juga. Bukan nanti bukan juga esok, tapi sekarang. Segala
perubahan yang dilakukannya membutuhkan waktu lama untuk benar-benar berjalan. Saat ini detik ini
pula rakyat mengharapkan batuan.
"Brenda," kata Altamyra tegas, "Panggil Kincaid, Briat juga Liplannd saat ini juga."
"Baik, Paduka," Brenda beranjak pergi.
"Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Hannah keheranan.
"Memberimu pekerjaan," jawab Altamyra tenang, "Sekarang engkau duduk saja menanti mereka."
Altamyra berpaling pada kedua menteri di kanan kirinya itu, "Mari kita lanjutkan," katanya.
Tak lama kemudian Brenda datang dengan ketiga pria itu.
"Kami datang menghadap, Paduka," mereka melapor.
"Liplannd, Briat, Kincaid, aku punya tugas untuk kalian," Altamyra memulai, "Liplannd, ajak
pelayan-pelayan Istana membantu Hannah membongkar semua gaun-gaunku juga gaun ibuku dan
memilih yang baik untuk diberikan pada rakyat."
Hannah terkejut tetapi ia tidak mempunyai kesempatan untuk membantah.
"Hannah, pimpin pelayan-pelayan Istana memilih gaun-gaunku itu lalu bawa ke Hall lantai pertama. Briat,
siapkan beberapa kereta kuda untuk membawa gaun-gaun itu. Dan engkau Kincaid, bawa prajuritmu
untuk membagikan gaun-gaun itu pada rakyat. Ajak juga para pelayan, kalau engkau kekurangan orang.
Untukmu, Brenda, bantu Hannah dan cegah ia ikut mengangkat kopor-kopor itu."
"Paduka!" Hannah menyahut, "Saya tidak setuju! Gaun-gaun itu menyimpan banyak kenangan. Kalau
semua disumbangkan, apa yang tersisa?"
"Aku tahu apa yang kaupikirkan," Altamyra berkata lembut, "Mama pasti mengerti keinginanku ini. Ia
pasti senang gaun-gaunnya berguna untuk rakyat. Aku juga akan senang sekali kalau milikku dapat
membantu rakyat yang menderita. Ini adalah langkah kecil yang dapat kulakukan saat ini selagi yang
besar masih direncanakan."
"Aku ingin bangsawan-bangsawan lain dan mereka yang kaya membantu rakyat. Tapi, yang lebih dulu
melakukannya harus aku, mereka akan mengikutiku. Aku takkan melarang bila kalian ikut membantu.
Bantuan yang sangat kecil tetapi penuh keikhlasan akan sangat berarti daripada bantuan besar yang
hampa."
"Kincaid, bila engkau sampai di kota, umumkan pada rakyat yang mampu untuk ikut menyumbang dan
pada yang tidak mampu untuk mau datang ke Istana mengambil bantuan. Briat, kalau engkau selesai
menyiapkan kereta, aturlah Hall menjadi dua bagian. Satu untuk penerimaan bantuan dan satu untuk
pemberian bantuan. Mulai besok Hall dibuka untuk umum dan kalian tetap berkeliling menyalurkan
bantuan, tapi tidak di sini melainkan di kota-kota lain. Mungkin di kota-kota lain juga perlu pengumuman,
aku akan membuatnya."
Altamyra mengambil secartik kertas dan mulai menulis.
"Kincaid," panggil Altamyra seusai menandatangani pengumumannya, "Ini untuk dibacakan di ibukota
dan ini di kota-kota lain. Ingat, aku hanya membuat dua. Bila ada pengumuman yang lain, cari dan
periksa. Aku tidak mau hal ini digunakan oleh orang-orang tamak untuk mengumpulkan harta."
"Baik, Paduka."
Melihat kelima orang itu masih tidak bergerak, Altamyra berkata, "Apa yang kalian tunggu?"
"Kami akan melakukan tugas sebaik-baikn ya, Paduka," kata mereka serempak sambil membungk uk.
Altamyra melihat kedua menterinya bergantian. "Hannah benar, kita butuh istirahat." Altamyra berdiri
dan menuju sofa di depan meja kerjanya itu. Altamyra menuang teh dan memberikannya pada Ludwick
dan Dewey.
"Terima kasih, Paduka."
Altamyra tersenyum, "Katakanlah padaku bagaimana kehidupan rakyat selama ini sejauh yang kalian
ketahui."
"Rakyat hidup menderita, Paduka. Raja menarik pajak terlalu banyak dan terlalu besar. Sulit bagi rakyat
miskin untuk bertahan hidup, banyak orang yang kelaparan di desa-desa. Di di kota, hanya mereka yang
kaya yang mampu bertahan hidup. Bangsawan tidak lagi mengalami masa kejayaan. Pajak terlalu tinggi."
"Sulit untuk menjadi kaya," Dewey menambahkan, "Lebih mudah untuk jatuh miskin. Pajak
perdagangan pun sangat tinggi."
"Tak ada yang berani menentang Raja. Siapa yang tidak mau membayar pajak akan dipenjara. Raja
juga tidak segan-segan membunuh orang yang tidak disukainya. Penjara dipenuhi orang-orang yang
menangis menderita. Janda-janda meratapi anak-anaknya. Anak-anak kelaparan."
"Untuk semua itu sudah berakhir," kata Dewey bersemangat, "Anda hadir di sini sebagai bidadari kami.
Anda memberikan banyak kebahagiaan. Anda menghidupkan suasana suram ini dan kerajaan yang
menderita ini. Banyak anugerah yang And a berikan tapi Andalah anugerah terbesar kami."
"Terima kasih, Dewey. Aku senang mendengarnya. Aku berharap semua orang juga berpikiran seperti
itu. Sayangnya, banyak yang takut dan membenciku."
"Kami tidak membenci Anda, Paduka," hibur Ludwick, "Suatu saat nanti rakyat akan mengetahui
ketulusan Anda dan mereka akan mencintai Anda."
Altamyra tersenyum lalu bangkit. "Aku tidak bisa duduk-duduk saja di sini. Aku ingin membantu
mereka. Kalau kalian lelah, kalian boleh beristirahat. Aku tidak mengharapkan kalian ikut denganku."
Ludwick dan Dewey berpandang-pandangan.
"Bagaimana menurutmu?"
"Bagaimana lagi, Dewey? Paduka gadis yang tangkas. Ia bekerja tanpa henti tapi tak terlihat lelah.
Apakah kita harus kalah?"
"Baik! Kita ikut Yang Mulia Paduka Ratu Altamyra."
Mereka segera mengejar Altamyra yang telah berada di Hall dan bersiap-siap naik wagon ke kota.
9
"Kami tidak setuju!"
Altamyra keheranan melihat orang-orang yang dengan tegas menolaknya. "Mengapa tidak?" tanyanya
heran, "Tidak ada yang salah bila aku ikut kalian."
"Keselamatan Anda terancam, Paduka," ujar Kincaid, "Kita akan bertemu langsung dengan rakyat.
Kemungkinan adanya pemberontak di antara mereka sangat besar. Bila rakyat mengetahui Anda
bersama kami, mereka mungkin akan menjadi tidak teratur. Saat itu kami akan kesulitan melindungi
Anda. Walaupun seluruh pasukan Istana dikerahkan untuk menjaga Anda, kami tidak dapat melawan
rakyat banyak. Selain itu Anda pasti melarang kami mencelakakan rakyat."
Altamyra tersenyum. "Aku mengerti kekhawatiranmu, Kincaid. Mereka tidak akan tahu aku ada di
antara kalian. Mereka belum bertemu denganku dan hari ini adalah pertama kalinya kita akan
menyalurkan bantuan. Tak seorangpun yang mengetahuinya selain kita karena aku baru saja
memutuskannya."
"Kincaid benar, Paduka. Perhatian kami nanti akan lebih tertuju pada rakyat daripada untuk Anda."
"Aku tahu, Ludwick. Aku telah memikirkannya."
"Biarkan kami sendiri yang melakukannya, Paduka. Kami bisa melakukannya."
"Aku percaya padamu, Briat." Altamyra diam berpikir lalu ia tersenyum. "Aku tahu bagaimana agar
kalian tidak khawatir. Tunggulah aku di sini."
Altamyra berlari ke dalam.
Orang-orang yang ditinggalkan gadis itu berpandangan-pandangan dengan heran.
Hannah dan para pelayan wanita masih sibuk membongkar gaun-gaun Altamyra di ruang ganti kamar
gadis itu. Mereka tak menyadari kedatangan Altamyra.
"Tunggu sebentar!" cegah Altamyra.
"Ada apa, Paduka?" tanya Hannah heran.
"Tidak ada apa-apa, Hannah. Aku hanya ingin mengambil gaun ibuku yang kaupegang itu."
Hannah menyerahkan gaun itu dengan keheranan. "Untuk apa gaun ini, Paduka?"
Altamyra membentangkan gaun itu di depannya. "Engkau akan tahu, Hannah." Lalu gadis itu menghilang
ke kamar tidurnya.
Altamyra tersenyum puas ketika melihat dirinya di cermin. Gaun hijau tua itu sudah kuno dan
membuatnya tampak puritan. Dan, tak ada yang mengenalinya sebagai Ratu Vandella. Siapa yang akan
menyangka gadis dalam baju kuno ini adalah seorang Ratu?
"Aku tak ingin menyia-nyiakan pekerjaan kalian, tapi ini akan membuatku semakin mirip gadis desa yang
kuno," gumam Altamyra ketika ia melepas gelungan rambutnya yang berhiaskan muntiara-muntiara murni
yang berkilauan.
Rambut keemasan yang panjang itu tergerai hingga hampir mencapai lutut Altamyra. Sejak ibunya
meninggal, Altamyra terus memanjangkan rambutnya. Rambut kesayangannya itu menyimpan
kenangan-kenangan indah saat ibunya masih hidup.
Ketika menyisir rambutnya, Altamyra teringat ibunya yang suka membelai rambutnya dengan penuh
kasih sayang. Tanpa disadarinya, Altamyra menitikkan air mata.
"Sekarang aku menduduki tahta kerajaan ini, Mama. Aku berjanji akan memperbaiki semua kesalahan
serigala itu," janji Altamyra.
Dihapusnya air matanya lalu ia segera kembali ke Hall.
Semua yang sibuk memindahkan barang ke wagon, keheranan melihat Altamyra.
"Aku mirip gadis desa?" tanya Altamyra sambil tersenyum.
Mereka hanya bisa menatap Altamyra lekat-lekat. Dengan gaun hijau tuanya yang sudah kusam itu,
Altamyra tidak nampak seperti seorang ratu. Gaun polos itu terbuat dari kain katun biasa dengan
lengannya yang panjang dan kerahnya yang menutup rapat leher Altamyra yang indah. Dengan rambut
panjang yang tergerai, Altamyra mirip gadis perawan jaman kuno.
"Tampaknya kita harus mengalah, Kincaid."
"Anda benar, Tuan Dewey."
Altamyra tersenyum puas. "Mana kereta yang sudah siap?"
"Kereta ini yang hampir siap untuk diberangkatkan, Paduka," jawab Briat, "Kami menanti bingkisan
terakhir. Itu dia datang!"
Pelayan memasukkan sebungkus gaun terakhir ke dalam wagon.
"Ayo kita berangkat!" Altamyra memanggil Ludwick dan Dewey. Lalu ia menerima uluran tangan dua
prajurit di dalam wagon.
Dewey menatap Kincaid. "Engkau yang kami andalkan."
"Jangan khawatir, saya tidak akan pergi dari sisi Paduka."
Kusir kuda segera membawa wagon meninggalkan Azzereath setelah semua naik.
Semua yang ada di dalam kereta mencemaskan keselamatan Altamyra. Hanya gadis itu sendiri yang
tidak tampak cemas. Gadis itu tampak gembira.
Senyum gembiranya berubah menjadi senyum ramah ketika kereta berhenti di sebuah pemukiman
miskin.
Penduduk tempat itu keheranan melihat datangnya wagon besar itu dan mereka lebih keheranan ketika
seorang prajurit berseru,
"Kami datang membawa bantuan untuk kalian. Bila kalian mau, antrilah di sini."
Penduduk berbisik-bisik.
Altamyra segera bertindak. Sebelum ada yang menyadari tindakannya, ia meloncat turun. Gadis itu
membawa sesuatu dalam keranjang dan berjalan mendekati orang tua yang tengah berbaring lemah di
depan rumah reyot.
Orang-orang yang di dalam wagon terkejut. Mereka berteriak, "Pa &" Tiba-tiba mereka menutup mulut
rapat-rapat. Mereka sadar kata-kata yang biasa mereka sebut untuk memanggil Altamyra itu bisa
membuat celaka gadis itu.
Kincaid melompat turun dan segera mengejar Altamyra.
Altamyra berlutut di sisi orang tua itu. Ia mengeluarkan makanan yang ada di dalam keranjang dan
memberikannya sambil berkata, "Terimalah, Tuan. Saya membawanya untuk Anda. Jangan membiarkan
Anda dan keluarga Anda kelaparan."
Altamyra melihat anak-anak kecil yang kurus kering di sisi pria tua itu. Ia tersenyum ramah pada mereka
dan berkata, "Saya yakin kalian mau mencoba kue-kue yang lezat ini."
Anak-anak kecil itu tanpa ragu mengambil sendiri apa yang ada di keranjang Altamyra. Mereka terlalu
lapar untuk memikirkan siapa Altamyra dan mengapa ia datang membawa makanan.
Pria tua itu tidak tahan melihat anak-anaknya makan selaha
↧
Anugerah Bidadari - 16
↧