Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Alice in Wonderland - 7

$
0
0

Cerita Misteri | Alice in Wonderland | by Lewis Carroll | Alice in Wonderland | Cersil Sakti | Alice in Wonderland pdf

Fear Street - One Evil Summer - Musim Panas Berdarah Bintang Dini Hari - Maria A Sardjono Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata Fear Street - Switched - Tukar Tubuh Burung Kertas - Billy Koesoemadinata

enggal kepalanya!" Alice menatap si juru masak dengan agak cemas, kalau saja ia menangkap maksud ucapan permaisuri itu; namun si juru masak itu, sibuk mengaduk sup dan terlihat tidak mendengarkan, lalu Alice melanjutkan: "Dua puluh jam, kukira; atau duabelas ? Aku -" "Oh, jangan ganggu aku dengan soal itu," kata permaisuri; "aku tidak pernah bisa berhitung!" lalu ia kembali mulai menenangkan si bayi, menyanyikan lagu seperti nina bobok dan dengan geram dan mengayun si bayi itu pada tiap baris akhir kata katanya:
bicaralah dengan kasar pada anak lelaki kedimu
dan pukullah kalau ia bersin
dia begitu hanya untuk mengganggu
karena dia tahu itu akan bisa menyiksa
(si juru masak dan si bayi ikut menyanyikannya)-
wow wow wow
Saat permaisuri menyanyikan bagian kedua lagu itu, ia dengan kasar terus mengayun si bayi ke atas dan ke bawah, dan si kecil yang malang itu makin keras menangis, hingga Alice hanya lamat-lamat mendengar:
aku berkata kasar pada anak lelakiku
aku pukul bila ia bersin
karena ia bisa menikmati lada itu
saat ia senang
woo woo woo
"Kemari! kau jaga bayi ini sebentar!" panggil permaisuri pada Alice, sembari menyerahkan gendongan bayi itu padanya. "Aku harus pergi dan bersiap untuk main kriket dengan sang ratu," dan ia
70
pun bergegas keluar dari ruangan itu. Si juru masak melemparkan wajan ke arah sang ratu ketika ia keluar tapi meleset.
Alice menggendong bayi itu dengan agak susah, karena sosoknya yang kecil dan aneh, dan bayi itu merentangkan lengan tangan dan kakinya ke segala arah, "kayak bintang laut," pikir Alice. Bayi kecil itu mendengus-dengus seperti mesin uap ketika ia memegangnya, dan terus meringkuk dan mengejang bergantian, dan untuk beberapa saat awalnya sangat merepotkan.
Tak lama setelah Alice bisa menggendongnya dengan benar, (dengan mengikatkannya pada simpul bentan lengannya dan menahan telinga kanan dan kaki kirinya agar bayi itu tidak melepaskan diri) ia membawanya ke tempat terbuka, "bila bayi ini tidak kubawa keluar," timbang Alice, "mereka pasti akan bisa membunuhnya: Ah, Kalau bayi ini kutinggal saja, apakah ia berarti aku juga telah ikut membunuhnya?" Alice mengucapkan kata ini dengan suara keras, dan si bayi kecil itu mendengkur (pada saat itu ia sudah tidak bersin-bersin lagi). "Jangan ngorok," kata Alice, "tidak sopan kalau kau ngorok."
Si bayi ngorok lagi, dan Alice menatap wajah bayi itu dengan cemas untuk memastikan penyebab ia ngorok. Tidak salah lagi. Bayi itu ngorok karena hidung si bayi itu menonjol ke atas, lebih mirip tonjolan monc ong daging daripada hidung, beneran! Matanya juga sa ngat kecil untuk ukuran bayi; Alice jadi tidak suka deng an bayi itu. "Tapi mungkin ia hanya sedang terisak," piki rnya, dan ia menatap bayi itu lagi, memastikan ada air mata mengalir dari mata itu atau tidak.
Tidak ada, tidak ada air matanya. "Bila kamu nanti memang
71
berubah menjelma menjadi seekor babi, sayangku", kata Alice sungguh-sungguh, "tentu aku tak bisa berbuat banyak untukmu. Ingat itu." Bayi kecil itu terisak lagi (atau ngorok, susah yang mana yang benar) dan mereka berjalan sambil diam beberapa lama.
Alice mulai berpikir, "sekarang apa yang mesti kulakukan bila bayi ini kubawa sampai ke rumah?' Ketika si bayi itu mulai ngorok dengan suara keras, ia menatap wajah bayi itu dengan kaget dan teringat sesuatu. Kali ini taksalah lagi; bayi itu sudah berubah menjelma menjadi seekor babi, dan ia merasa akan sangat tidak masuk akal baginya untuk terus membopongnya.
Lalu, ia turunkan mahluk kecil itu, dan merasa terbebas ketika melihat babi itu dengan tenang merangkak berlari ke dalam
72
hutan. Bila ia sudah besar," katanya pada diri sendiri, "babi itu pasti akan menjadi babi jelek dan menakutkan, tapi kupikir ia nanti akan menjadi babi yang lebih baik." Dan ia mulai memikirkan soal anak-anak lain, anak-anak yang juga berubah seperti babi, dan bicara pada dirinya sendiri, "bila saja ada yang tahu cara yang tepat untuk mengubah mereka -" ketika tiba-tiba ia agak terkejut melihat kucing Chesire sudah duduk di cabang sebuah pohon beberapa meter di dekatnya.
Kucing itu hanya menyeringai ketika menatap Alice. Nampak baik, pikir Alice: tapi kucing itu tetap berkuku panjang dan punya gigi besar besar, dan Alice ingin memperlakukannya dengan baik.
"Puss, kucing Chesire," ia mengawali menyapanya dengan sopan, karena ia sama sekali tidak tahu kucing itu suka atau tidak dipanggil begitu: meski demikian, kucing itu hanya menyeringai lebih lebar lagi. "Ya, sejauh ini menyenangkan," pikir Alice, dan ia melanjutkan, "maukah kau memberitahuku, bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini?"
"Tergantung pada tempat mana yang hendak kau tuju," jawab si kucing.
"Aku tak perduli harus kemana -" kata Alice.
"Kalau begitu, arah mana pun juga tak masalah bagimu," ucap si kucing.
"Asalkan aku bisa sampai di suatu tempat tertentu," Alice menambahkan untuk menjelaskan.
"Oh, kau yakin akan tetap pergi ke sana," kata si kucing, "meski kau harus menempuh perjalanan cukup jauh."
Alice merasa tak ada pilihan jawaban lain, lalu ia pun
73
mencoba mengajukan pertanyaan lain. "Siapa saja kah yang hidup disini ?"
"Pada arah itu," kata si kucing sambil melambaikan cakar kanannya memutar, "hidup si Hatter, dan arah sana," kata si kucing sambil melambaikan cakar kirinya, "hidup si March Hare. Kunjungilah mereka mana yang kau suka; tapi keduanya sama-sama gila."
"Tapi aku tak ingin menemui orang gila," tegas Alice
"Oh, kau tak punya pilihan lain," kata si kucing; "kita semua gila disini. Aku gila. Kamu juga gila."
"Kok bisa?" Tanya Alice
"Ya, kamu pasti sudah gila," kata si kucing, "sebab kalau tidak kau tak akan pernah sampai di tempat ini."
Alice tidak menganggap jawaban itu tidak cukup dijadikan bukti; meski demikian, ia melanjutkan, "dan bagaimana kau tahu kalau dirimu juga gila?"
"Awalnya," kata si kucing, "kamu tahu 'kan kalau anjing tidak gila?"
"Ya, saya kira begitu," kata Alice.
"Baiklah, lalu," lanjut si kucing, "kau tahu, anjing menggeram ketika marah, dan mengibaskan ekornya saat mereka-girang. Tapi kini aku menggeram di saat senang dan mengibaskan ekorku saat marah. Itulah kenapa aku gila."
"Aku menyebutnya mendengking, bukan menggeram," kata
Alice
"Terserah kau menyebutnya apa,"kata si kucing, "apa kau juga akan main kriket dengan sang ratu hari ini?"
"Oh, tentu aku akan senang sekali," kata Alice, "tapi aku
74
"Jadi babi," jawab Alice pelan, seolah perubahan bayi itu wajar baginya.
"Kupikir juga begitu," kata si kucing dan kucing itupun lenyap
lagi.
75
Alice menunggu sejenak, setengah berharap kucing itu akan muncul lagi, tapi ternyata tidak, dan setelah beberapa lama iapun berjalan ke tempat si March Hare. "Aku sudah pernah bertemu dengan si Hatter sebelumnya," katanya pada dirinya sendiri, "si March Hare pasti akan lebih menarik dikunjungi dan karena saat ini bulan Mei pasti dia tidak sedang suka marah marah - setidaknya, tidaklah segila seperti pada bulan Maret" Ketika ia mengucapkan kata-katanya, ia mendongak, dan terlihatlah si kucing itu lagi, duduk di salah satu ranting cabang sebuah pohon.
"Kau tadi berkata babi atau api?" tanya si kucing.
"Babi," jawab Alice, "dan kuharap kau tidak akan muncul lagi dan cepatlah pergi; kau membuatku sangat pusing."
"Baiklah," kata si kucing; dan kali ini kucing itupun menghilang secara perlahan, bermula dari ujung ekornya hingga nampak tinggal seringainya beberapa saat setelah semua bagian tubuhnya tidak kelihatan lagi.
76
"Ya! aku sudah sering melihat kucing tanpa seringai," pikir Alice; tapi seringaian kucing saja! oh, itu hal teraneh yang pernah kualami sepanjang hidup!"
Alice belum melangkah terlalu jauh ketika ia melihat rumah si gila March; ia pikir itu pasti rumahnya, karena bentuk cerobong asapnya seperti daun telinga dan atapnya terbuat dari jaluran bulu binatang. Rumah itu sangat besar, dia tidak ingin langsung mendekati rumah itu. ia lalu menggigit beberapa bagian dari jamur di tangan kirinya hingga tubuhnya setinggi dua kaki; lalu ia berjalan ke rumah itu dengan agak takut, berkata pada dirinya sendiri; "Sandarnya saja ia lagi suka marah dan mengomel! Lebih baik aku menemui si Hatter saja!"
77
Jamuan Minum Teh Gila
SEBUAH meja besar sudah tertata di bawah sebuah pohon di depan rumah itu, dan si March Hare dan si Hatter sedang minum teh di situ: Seekor binatang mirip tikus dengan ekor penuh bulu duduk di antara mereka, tertidur, dan dua orang itu menggunakan tubuh si binatang itu layaknya sebuah bantal, menyandarkan bahu mereka, dan saling bercakap melintasi kepala binatang itu. "Pasti sangat tidak mengenakkan bagi si binatang itu," pikir Alice;" tapi, karena binatang itu sedang tertidur, kukira hal itu tak masalah."
Meja itu sangat besar, namun hanya satu sisinya saja yang dipakai secara bergerombol: "Tak ada tempat! tak cukup tempatnya, sudah penuh!" teriak mereka ketika melihat kedatangan Alice. "Masih banyak tempat kosong!" Tegas Alice, dan dia duduk di sebuah kursi besar di salah satu tepi meja.
"Silahkan minum anggurnya," kata si March Hare menawari.
Alice melihat ke sekeliling meja, tapi tak ada sesuatupun di situ kecuali teh. "Saya tidak melihat ada anggur," ia menegaskan.
"Memang tidak ada," kata si March Hare.
"Sungguh sopan kamu menawarkannya," kata Alice dengan
marah.
"Sungguh kamu yang tidak sopan duduk disini sementara kau tidak di undang," kata si March Hare.
"Aku tidak tahu kalau sisi meja ini juga meja perjamuanmu," kata Alice, "meja ini cukup menampung lebih dari tiga orang."
"Rambutmu perlu dipotong," kata si Hatter. ia memandangi Alice beberapa saat dengan heran, dan ini adalah sapaan pertamanya.
"Kau harus belajar untuk tidak mengurusi urusan pribadi orang lain," Alice berkata dengan agak keras; "itu sangat kasar."
Si Hatter membelalakkan matanya, tapi kemudian ia hanya mengatakan, "kenapa seekor burung gagak sama dengan meja tulis?"
"Ya, kita mesti bersenang-senang sekarang!" pikir Alice. "Aku senang kalian mulai bertanya soal teka-teki. Aku yakin bisa menebak jawabannya," ia menambahkan dengan suara lantang.
"Maksudmu kau pikir kau tahu jawabannya?" Tanya si March
Hare.
79
"Tepat sekali," kata Alice.
"Kalau begitu katakan apa jawabanmu," lanjut si March Hare.
"Ya," sahut Alice cepat; "setidaknya -setidaknya aku tahu apa yang kukatakan - bukankah itu adalah hal yang sama..."
"Sama sekali tidak sama!" kata" si Hatter., "Kamu boleh mengatakan aku tahu apa yang kumakan, adalah sama dengan ketika kau mengatakan aku makan apa yang aku tahui"
"Kamu boleh mengatakan," tambah si gila March, "bahwa aku suka apa yang aku dapat adalah sama dengan ketika kau mengatakan aku dapatkan apa yang aku suka!"
"Kamu boleh mengatakan," tambah si tikus Dormouse, sepertinya bicara sambil tidur, "aku bernafas ketika tidur adalah sama dengan bila kau mengatakan aku tidur saat aku bernafas!"
"Keduanya sama bagimu," kata si Hatter, dan pada titik ini percakapan itu berhenti, dan mereka diam selama beberapa menit, sementara itu Alice terus berpikir semua yang mampu dia ingat soal burung gagak dan meja tulis, yang keduanya adalah dua hal yang berbeda.
Si Hatter lah yang lalu memecah kebekuan itu." Sekarang hari keberapa dalam bulan ini?" tanyanya sambil menengok ke arah Alice: Si Hatter lalu mengeluarkan jam dari sakunya dan melihatnya dengan susah payah, menggoyang-goyangkan dan mendekatkan jam ke telinga.
Alice berpikir sejenak dan kemudian menjawab, "hari ke empat."
"Meleset dua hari!" desah si Hatter. "Sudah kubilang padamu, mentega tidak cocok untuk kerja-kerja itu!" tegasnya, memandang dengan marah pada si March Hare.
80
"Itu mentega terbaik," jawab si March Hare tanpa perlawanan.
"Ya, tapi pasti sudah tercampur remah-remah,M gerutu si Hatter: "kau pasti sudah mencampurkanya bersama pisau roti."
Si March Hare merebut jam itu dan menelitinya dengan wajah murung: lalu ia mencelupkannya ke dalam cangkir teh, dan melihatnya sekali lagi: Tapi ia tak punya sanggahan lain selain mengatakan penegasan awalnya, "itu mentega terbaiki"
Alice berkali-kali melihat melalui atas pundak si March Hare dengan penasaran. "Betapa lucu jam itu!" ia berucap. "Jam itu hanya menunjukkan hari apa tapi tidak jam berapa!"
"Memangnya kenapa?" gumam si Hatter. "Apakah jam milikmu ada angka tahunnya?"
"Tentu saja tidak," sahut Alice: "Tapi itu karena jam tersebut telah berhenti di suatu angka tahun yang tetap untuk jangka wakt


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>