Cerita Misteri | Alice in Wonderland | by Lewis Carroll | Alice in Wonderland | Cersil Sakti | Alice in Wonderland pdf
Vampire Academy 2 : Frostbite - Richelle Mead Lupus Kecil - Hilman Hariwijaya Anak Kos Dodol - Dewi Rieka Aku Sudah Dewasa! - And Baby Makes Two - Dyan Sheldon Anugerah Bidadari - Astrella
u yang lama."
"Sama dengan masalah jam milikku," kata si Hatter.
Alice merasa bingung. Ucapan si Hatter sepertinya tidak bermakna apa-apa, meski susunan kalimatnya benar. "Aku sungguh tidak bisa memahami kalian," kata Alice sesopan mungkin.
"Si Dormouse sudah tidur lagi," kata si Hatter, dan ia menumpahkan sedikit teh panas ke hidung binatang itu.
Si Dormouse menggoyang-goyangkan kepalanya dengan gusar dan berkata, tanpa membuka matanya,"tentu saja, tentu saja; betapa aku ingin mengatakannya sendiri."
"Maukah kamu menebak teka-teki itu?" kata si Hatter, kepada Alice lagi.
"Tidak. Aku menyerah," jawab Alice; "apa jawabannya?"
81
"Aku tak punya ide apapun," kata si Hatter.
"Begitu juga aku," kata si March Hare
Alice mendesah bosan. "Kupikir kalian harus memanfaatkan waktu dengan lebih baik," katanya, "daripada hanya sekedar menghabiskannya dengan menanyakan teka-teki yang tidak ada jawabannya."
"Jika saja kau tahu apa makna waktu seperti aku," kata si Hatter, "kau mungkin boleh bicara soal pemborosan waktu. Dia itu sesungguhnya yang boros waktu.'
"Aku tidak mengerti maksudmu," kata Alice
"Tentu saja kau tidak paham," kata si Hatter menegakkan kepalanya dengan meyakinkan. "Aku berani mengatakan kalau kau bahkan tak pernah bicara dengan sosok si waktu itu !"
"Bisa jadi," jawab Alice hati-hati: "Tapi aku juga memukul irama ketukan waktu saat belajar musik"
82
"Ah! itulah sebabnya," kata si Hatter. "Dia tidak akan tahan mengetuk-ngetukkan irama waktu terus. Kalau kamu terus bicara dengan baik padanya, si waktu itu akan melakukan apa saja yang kamu suka dengan waktu. Misalnya, seandainya jam sembilan pagi, waktu untuk mulai pelajaran: kamu hanya diwajibkan membisikan petunjuk pada si sosok waktu itu dan jam milikmu akan berputar dengan sebuah dentingan! pukul setengah satu, waktunya makan malam!"
"Kuharap juga begitu," kata si March Hare padanya dengan berbisik.
"Pasti, itu akan menyenangkan," kata Alice penuh keyakinan: "Tapi kemudian, aku pun pasti akan merasa lapar karenanya."
"Pada mulanya mungkin tidak," kata si Hatter, "Tapi kamu bisa mematoknya di jam setengah satu selama periode yang kau inginkan."
"Begitukah caramu mengatur si waktu itu?" Tanya Alice.
Si Hatter menggelengkan kepalanya dengan sedih, "bukan aku yang mengaturnya!" jawabnya. "Kami bertengkar saat bulan Maret kemarin- sebelum March Hare berubah menjadi gila, kamu tahu-(menunjuk si March Hare dengan sendok teh) - saat itu sedang berlangsung pagelaran yang diselenggarakan oleh sang ratu hati dan aku mesti bernyanyi:
Kelap-kelip, wahai kelelawar kecil betapa ku ingin tahu dimana kamu berada!
"Mungkin kau sudah tahu lagunya?"
83
"Ya, aku pernah mendengar lagu seperti Itu," kata Alice. "Lalu berlanjut, kau tahu," sambung si Hatter, "seperti ini:
tinggi sekali langit kau terbang,
di langit seperti nampan teh melayang
kelap-kelip
Saat itu si Dormouse menggelengkan kepala dan bernyanyi sembari tidur, "kelap-kelip, kelap-kelip... dan itu memaksa mereka untuk mencubitnya agar ia berhenti.
"Ya, aku sudah menyelesaikan bagian bait pertama dengan susah payah," kata si Hatter, "saat sang ratu melompat bangun dan menghardik, "dia telah mengacaukan waktu! penggal kepalanya!"
"Sungguh sangat kejam!" seru Alice.
"Dan sejak saat itu," lanjut si Hatter dengan nada sedih, "sosok waktu itu tak pernah melakukan apapun yang kusuruh! itulah mengapa saat ini selalu jam enam."
Melintas ide cemerlang di benak Alice. "Itukah alasannya kenapa ada banyak teh disini?" ia bertanya.
"Ya, itulah sebabnya," kata si Hatter dengan mendesah: "Selalu waktu untuk minum teh, dan kita tak punya waktu untuk mencucinya."
"Lalu kamu terus menerus disibukkan dengannya, kukira?" kata
Alice
"Benar sekali," kata si Hatter: "seperti sudah dirancang begitu."
"Tapi, bila kamu memulainya dari awal lagi, apa yang kira-kira akan terjadi?" Alice mmberanikan diri bertanya.
84
"Lebih baik kita ganti bahan pembicaraan," sela si March Hare, dengan menguap. "Aku sudah capek dengan soal itu. Aku usul agar gadis kecil ini menceritakan sebuah kisah pada kita,".
"Aku tak punya cerita apa-apa," kata Alice, agak terkejut dengan usulan itu.
"Kalau begitu si Dormouse saja!" lalu mereka mencubit binatang itu dari kedua sisi.
Si Dormouse perlahan membuka matanya. "Aku tidak tidur," dia berkata dengan suara serak dan lemah, "aku dengar setiap kata yang kalian ucapkan."
"Berceritalah!"kata si March Hare.
"Ya, ayolah!" pinta Alice.
"Dan cepat ceritakan," tambah si Hatter, "sebelum keburu kau tertidur lagi."
"Pada zaman dulu, hiduplah tiga gadis kecil," si Dormouse memulai dengan terburu buru; "mereka bern ama Elsie, Lacie dan Tillie dan mereka hidup di dasar se buah sumur."
"Bagaimana mereka bisa hidup disitu?" kata Alice, yang selalu tertarik untuk menanyakan soal minuman dan makanan.
"Mereka hidup dengan minum sirup," kata si Dormouse, setelah berpikir beberapa saat.
"Mereka tak bisa begitu, kau tahu 'kan?" Ucap Alice dengan lemah lembut; "mereka pasti sakit karenanya."
"Ya, begitulah," kata si Dormouse; "mereka memang sakit parah."
Alice berusaha membayangkan betapa tidak wajar cara hidup seperti itu, tapi pikiran itu membingungkannya, lalu ia melanjutkan:
85
"Tapi kenapa mereka hidup di dasar sumur?"
"Minum lagi tehnya," tawar si March Hare pada Alice dengan sangat sungguh-sungguh.
"Teh punyaku sudah habis," jawab Alice dengan nada tersinggung, "jadi akutak bisa minum teh lagi."
"Maksudmu kau tak mau bila kurang," kata si Hatter: "Memang lebih mudah mengambil lebih daripada tidak dapat sama sekali."
"Tak ada yang memintamu berpendapat," kata Alice
"Sekarang siapa yang menyinggung orang lain?" Tanya si Hatter tak mau kalah.
Alice sungguh tak tahu mesti mengatakan apa; jadi dia menyibukkan diri dengan mengambil teh, roti mentega, dan beralih ke Dormouse, dan mengulangi pertanyaanya, "mengapa mereka hidup di dasar sumur?"
Lagi, si Dormouse berpikir untuk beberapa saat, dan kemudian berkata, "karena sumur itu adalah sumur sirup."
"Tidak ada sumur seperti itu!" Alice mulai marah, tapi si March Hare dan Hatter berucap, "Shh! Shhh!" dan si Dormouse dengan dongkol berucap, "kalau kau tidak bisa sopan, lebih baik teruskan sendiri ceritanya."
"Oh, tidak, teruskan ceritanya!" sesal Alice; "aku tak akan menyela lagi. Ya, aku yakin pasti ada sumur yang seperti itu."
"Ya, tentu saja ada!" kata si Dormouse dengan marah. Tapi kemudian ia ia meneruskan ceritanya, "dan tiga gadis kecil ini -mereka belajar mengambil, kau tahu -"
"Apa yang mereka ambil ?" kata Alice, benar-benar lupa dengan janjinya untuk tidak menyela.
86
"Sirup," kata si Dormouse, kali ini tanpa menaruh perhatian sedikitpun.
"Aku ingin cangkir yang bersih," sela si Hatter, "ayo semuanya pindah tempat"
ia berpindah tempat selagi bicara, dan si Dormouse mengikutinya; si March Hare bergerak ke tempat si Dormouse dan Alice dengan malas menempati posisi si March Hare. Si Hatter menjadi satu-satunya pihak yang diuntungkan. Sementara Alice posisinya tidak berubah lebih baik, karena si March Hare telah menumpahkan wadah susu ke piringnya.
Alice tidak ingin menyinggung si Dormouse lagi, jadi ia berkata dengan sangat hati hati: Tapi aku tidak mengerti. Darimana mereka mengambil air gula itu?"
"Kau bisa mengambil air dari sumur, 'kan," kata si Hatter; "jadi, kupikir kau bisa mengambil sirup dari sumur sirup - eh, bodoh?"
"Tapi mereka ada di dalam sumur itu," kata si Alice pada si Dormouse, dengan berusaha tidak menekankan ucapannya.
"Tentu saja mereka di dalam, "kata si Dormouse, "-baik baik
saja."
Jawaban ini membingungkan Alice, dan ia membiarkan si Dormouse meneruskan kalimatnya beberapa saat tanpa berusaha menyelanya.
"Mereka belajar mengambil...," lanjut si Dormouse, dengan menguap dan mengucek matanya, karena sangat ngantuk; "dan mereka mengambil dengan semua - semua yang berawal dengan huruf R"
"Kenapa mesti, berawal dengan huruf P?" Tanya Alice.
87
"Memangnya kenapa?" kata si March Hare. Alice terdiam.
Si Dormouse matanya sudah tertutup saat itu dan mulai terbuai dalam tidur; karena dicubit oleh si Hatter, ia terbangun lagi dengan jeritan kecil, dan melanjutkan:"- itu dimulai dengan huruf P seperti perangkap tikus, dan panorama bulan, penggalan ingatan dan persamaan -kau ingat ketika kau mengatakan bahwa hal-hal itu punya persamaan satu dengan yang lain" - pernahkah kau sadari bahwa hal-hal seperti itu dilakukan dengan mengambil persamaan antar keduanya?"
"Kini kau menanyakanya padaku," kata si Alice, sangat bingung,
88
"Aku pikir tidak-"
"Kalau begitu kau tak perlu bicara," kata si Hatter.
Kekasaran itu tidak bisa Alice terima lagi; dia lalu berdiri dengan sangat muak, dan melangkah pergi; si Dormouse serta merta tertidur, dan tak satupun yang menaruh perhatian pada kepergian Alice,' meski Alice sesekali menoleh lagi ke belakang, setengah berharap mereka akan memanggilnya kembali; terakhir ketika ia menoleh, mereka terlihat sedang berusaha memasukkan si Dormouse ke dalam wadah teh.
"Aku tak akan pergi kesana lagi!" kata Alice seraya terus berjalan melintasi hutan. "Sungguh jamuan minum teh paling bodoh yang pernah kuhadiri seumur hidupku!"
Saat ia mengatakan hal itu, ia melihat bahwa salah satu dari pohon di hutan itu berpintu. "Itu sangat aneh!" pikirnya. "Tapi semuanya memang aneh hari ini. Kupikir aku harus cepat pergi kesana."
Dan iapun masuk ke dalam pohon berpintu itu.
Sekali lagi ia berada di sebuah ruangan yang panjang dan dekat dengan meja kaca kecil yang dulu ditemuinya. "Sekarang aku akan membuat semuanya lebih baik," ia berkata pada dirinya sendiri dan mulai dengan mengambil kunci emas kecil itu, dan membuka pintu yang menuju ke arah taman yang indah. Kemudian ia menggigit jamur (dia sudah menyimpannya sebagian di dalam kantongnya) hingga tubuhnya tinggal satu kaki): Kemudian ia berjalan menuruni lorong kecil; dan- akhirnya ia sampai di taman indah itu, diantara hamparan bunga-bunga yang cemerlang dan sumber air yang sejuk dan jernih.
89
Pertandingan Kriket Sang Ratu
SEBUAH bunga berukuran besar tumbuh di dekat pintu gerbang menuju taman: Bunga mawar putih sedang dikelilingi tiga orang tukang kebun. Mereka mengecatnya dengan warna merah. Hal ini nampak aneh di mata Alice. Alice berusaha mendekat dan melihat ke arah mereka. Ketika ia muncul, tiba-tiba terdengar salah satu tukang kebun itu berseru: "Hati- hatilah wahai Lima, Jangan kau percikkan cat ke arahku seperti itu."
"Aku tak sengaja," balas si Lima kesal, "si Tujuhlah yang menyentak sikuku hingga cat itu muncrat."
Si Tujuh mendongakkan kepala, "memangnya kamu tak pernah salah, Lima? Kau selalu saja menyalahkan orang lain!"
"Lebih baik kau tutup mulut saja!", ancam si Lima, "aku dengar sang Ratu mau memenggal kepalamu kemarin!"
"Memang dia salah apa?" sela salah satu dari mereka ingin
tahu.
"Itu bukan urusanmu, wahai Dua!" sergah si Tujuh tak suka. "Ya, itu memang urusan dia sendiri," bela si Lima, "makanya kukatakan padanya: "Kepalamu mau dipenggal karena kamu telah
Si Tujuh memercikkan kuas catnya ke bawah saat ia hendak mulai bekerja, "baiklah, lebih baik kita tidak teruskan masalah ini," -Matanya seketika melihat ke arah Alice. Si Tujuh bergegas menghentikan pekerjaannya. Yang lain memandang ke sekeliling seraya melepaskan topi dan membungkukkan badan, menghormat.
"Maukah kalian memberitahuku," tanya Alice, "kenapa kalian mengecat bunga mawar ini dengan warna merah?" Si Lima dan Tujuh memandang ke arah si Dua, tapi diam saja. Si Dua akhirnya menjelaskan dengan suara lirih: "Ketahuilah Nona, mestinya ditanam mawar merah di sini tapi kami telah salah menanaminya dengan mawar putih. Bila sang Ratu tahu, kami semua akan di penggal. Jadi kami berusaha semampu kami membuatnya berwarna merah kembali, sebelum sang
91
Ratu datang kemari untuk -" Si lima terburu buru memandang ke sekeliling taman dan kemudian berseru: "Awas, sang Ratu datang! Sang Ratu datang!" Lalu ketiga tukang kebun itu bergegas menengkurapkan diri, tubuhnya memipih seperti lembaran kartu remi. Lalu terdengarlah suara langkah kaki. Alice melihat ke sekeliling, ia ingin sekali melihat wajah sang Ratu.
Awalnya, nampaklah sepuluh orang prajurit membawa tongkat pemukul. Bentuk tubuh mereka menyerupai tubuh para tukang kebun: pipih dan persegi. Tangan dan kaki mereka menjulur dari pojok-pojok persegi tubuh mereka yang seperti kartu remi. Kemudian disusul sepuluh orang anggota istana. Pa
↧
Alice in Wonderland - 8
↧