Cerita Misteri | Alice in Wonderland | by Lewis Carroll | Alice in Wonderland | Cersil Sakti | Alice in Wonderland pdf
Fear Street - One Evil Summer - Musim Panas Berdarah Bintang Dini Hari - Maria A Sardjono Cinta di Dalam Gelas - Andrea Hirata Fear Street - Switched - Tukar Tubuh Burung Kertas - Billy Koesoemadinata
kaian mereka berhiaskan permata, berjalan berjajar dua-dua layaknya barisan prajurit Disusul rombongan putra-putri istana berjumlah sepuluh orang. Pakaian mereka berhiaskan Jambang hati berbentuk daun waru. Lalu diikuti rombongan tamu istana. Kebanyakan mereka adalah para Raja dan Ratu. Salah satu diantara mereka; tak lain adalah si Kelinci putih yang pernah Alice kenal sebelumnya. Kelinci putih itu kini sedang berbicara sendiri dengan agak gugup dan berjalan tanpa memperhatikan Alice. Selanjutnya, rombongan para Jack si pembohong berpakaian gambar hati, membawa mahkota Raja di atas nampan. Di akhir arak-arakkan, nampaklah SANG RAJA DAN RATU BERLAMBANG HATI.
Alice ragu apakah ia mesti menengkurapkan dirinya seperti para tukang kebun itu, tapi ia tak pernah tahu ada peraturan yang menyatakan harus begitu, disamping itu, apakah gunanya arak-arakkan bila semua orang menengkurapkan tubuhnya dan tidak bisa melihat arak-arakkan itu karenanya? jadi ia memutuskan untuk menunggu dengan tetap berdiri di tempatnya.
92
Ketika arak-arakkan ku sampai di dekat Alice, mereka semua berhenti dan memandang kepadanya. Kemudian Sang Ratu berseru pada si Jack si pembohong: "Siapa ini?" Tapi si Jack si pembohong hanya membungkukkan badan sambil terus tersenyum.
"Dasar idiot!", maki Sang Ratu sambil melengos dan bertanya langsung pada Alke: "Siapa namamu?"
"Nama saya Alice, Yang Mulia," jawab Alice tegas, ia tidak takut sedikitpun, "toh mereka semua hanyalah lembaran-lembaran kartu remi. Kenapa aku harus takut ?!"
"Siapa mereka ini?" tanya Sang Ratu, tangannya menunjuk ke arah tiga tukang kebun yang berbaring di dekat bunga mawar. Karena mereka menengkurap dan pola gambar punggung mereka sama, sang Ratu sulit mengetahui apakah mereka itu tukang kebun, prajurit, keluarga istana atau ketiga anaknya.
"Mana aku tahu!" jawab Alice. ia merasa heran sendiri dengan keberaniannya, "toh mereka bukan urusanku!"
Muka sang Ratu memerah, geram. Setelah dengan tajam menatap Alke beberapa saat, Sang Ratu berseru dengan marah: "Penggal kepalanya! Penggal!!"
"Tidak masuk akal!" teriak Alke dengan suara keras dan mantap.
Sang Raja menggenggam tangan Sang Ratu dan berusaha mengingatkan dengan suara lembut: "Ingat Ratu, dia itu masih kecil!"
Sang Ratu memalingkan muka kemudian memerintah Jack si pembohong: "Balikkan tubuh mereka!" Jack Si pembohongpun membalikkan tubuh tukang kebun itu dengan menyepaknya.
"Bangun! Berdiri!" teriak Sang Ratu dan ketiga tukang kebun itupun serta merta berdiri. Mereka lalu membungkuk memberi hormat
93
pada sang Raja, sang Ratu, para pangeran dan anggota arak-arakkan lainnya.
"Kalian jangan bertingkah!" bentak sang Ratu, "kalian sudah membuatku pusing!" Lalu sang Ratu memandang bunga mawar itu dan bertanya dengan kesal: "Apa yang telah kalian lakukan pada bunga ini?"
"Maafkan kami, Yang Mulia," jawab si Dua sambil berjongkok,
94
"kami sedang berusaha..."
"Oh jadi begitu!" kata Sang Ratu sembari memeriksa bunga itu, "penggal kepala mereka!" perintahnya kemudian. Lalu arak-arakkan itu melanjutkan perjalanan lagi. Sedangkan tiga orang prajurit tetap tinggal di tempat untuk menghukum para tukang kebun. Tukang kebun itu berlari minta perlindungan pada Alice.
"Jangan takut, kalian tak akan dipenggal," hibur Alice sembari menyembunyikan tukang kebun itu ke dalam pot bunga besar di dekatnya. Tiga orang prajurit lalu berjalan mondar-mandir mencari tukang kebun itu. Kemudian mereka berlari mengejar arak-arakkan itu.
"Kepala mereka sudah dipenggal?" tanya sang Ratu.
"Maafkan kami, Yang Mulia. Kepala mereka sudah hilang." jawab ketiga prajurit
"Baiklah!" seru sang Ratu, "kamu bisa main kricket?"
Ketiga prajurit itu diam, mereka serentak menengok pada Alice karena nampaknya Ratu memang sedang bertanya pada gadis itu. Bukan pada mereka.
"Bisa!" jawab Alice dengan berteriak.
"Kalau begitu, ayo ikut!" balas sang Ratu.
Kemudian Alice bergabung ke dalam arak-arakkan, sambil menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Hari ini cerah sekali," terdengar suara kecil malu-malu di dekatnya. Ternyata Alice sedang berjalan di samping si Kelinci Putih. Kelinci itu menengok ke arahnya.
"Sangat cerah," sahut Alice," dimana Permaisuri?"
"Hush!" cegah si kelinci dengan berbisik dan terburu-buru, ia
95
tak henti hentinya menengok ke kiri dan ke kanan, kemudian dengan berjinjit ia berbisik pada Alice "Dia sedang menjalani hukuman." "Salah apa?"
"Apakah kau mengatakan kasihan!?"
"Tidak..," kata Alice, "kupikir hal itu bukan hal yang patut di kasihani. Aku tadi mengatakan salah apa?"
"Dia menampar telinga sang Ratu -" jelas si kelinci. Alice tertawa kecil mendengarnya. "Oh Huss!" bisik si kelinci ketakutan. "Ratu akan dengar! Kau tahu, permaisuri datang agak terlambat dan sang sang Ratu berkata -"
"Cari posisi kalian!" teriak sang Ratu dengan suara menggemuruh, dan semuanya mulai berlarian ke semua arah, saling tabrak dan tumpah tindih satu sama lain; tapi sejenak kemudian keributan itu pun selesai dan pertandingan dimulai.
Selama hidupnya, Alice belum pernah melihat arena kricket seaneh sekarang ini. Semuanya tersusun seperti undak-undakkan sebuah bukit. Dan bolanya berupa burung Angsa hidup. Tongkat pemukulnya burung Unta yang juga masih hidup. Para prajurit diperintahkan memanjangkan tubuh mereka dua kali lipat dan harus berdiri membuat lengkungan, dengan bertumpu pada tangan dan kaki mereka.
Kesulitan utama yang Alice hadapi awalnya adalah ia harus bisa membawa burung Unta itu dan menggunakannya sebagai tongkat pemukul. Terpaksa ia selipkan burung Unta itu di sela ketiak. Dan pada saat yang sama ia juga harus meluruskan leher burung itu agar bisa digunakan memukul. Sayangnya, burung Unta itu tetap saja berusaha memutar lehernya dan bingung menatap wajah Alice. Alice
96
tak bisa menahan diri untuk tertawa. Ketika Alice hendak menurunkan kepala burung itu dan bersiap memulai permainan, si Landak telah menggulung tubuhnya dan siap merangkak pergi. Alice kebingungan. Selain itu, ternyata juga sudah ada bubungan dan kerutan di seluruh jalan yang akan ia lewati. Alice akhirnya tak tahu kemana harus melemparkan si Landa k. Apalagi lengkungan gawang para prajurit itu selalu s aja berdiri kokoh dan berpindah-pindah ke seluruh bagi an arena. Alice kesulitan untuk bisa bermain.
Semua pemain langsung bermain di arena tanpa menunggu giliran, sesekali bertengkar dan saling memperebutkan landak. Dan dalam waktu singkat saja, emosi sang Ratu sudah terpancing. Sang Ratu melangkah, ikut bergabung ke arena seraya berteriak: "Penggal kepalanya! Penggal kepalanya!"
Alice mulai merasa khawatir: memang ia tak pernah punya perselihan dengan sang Ratu, tapi ia tahu itu bisa terjadi kapan saja, "lalu," pikirnya, "apa jadinya aku ini? mereka dengan mengerikan suka memenggal kepala siapa saja disini; masalah yang paling besar adalah tak akan ada siapapun yang akan tetap hidup disini!"
Dia mencari-cari cara untuk bisa melarikan diri, dan berpikir apakah ia bisa menyelinap keluar tanpa terlihat, lalu ia melihat sesuatu yang aneh muncul; pada awalnya hal itu membuat Alice menebak-nebak, tapi, setelah memperhatikannya beberapa saat, ia memastikan itu adalah seringaian, dan ia berkata pada dirinya sendiri, "kucing Chesire; kini aku punya teman untuk di ajak bicara."
"Bagaiamana kabarmu?" Tanya si kucing, tak lama setelah bagian mulutnya cukup terlihat dan bisa digunakan untuk berbicara.
Alice menunggu hingga mata kucing itu nampak, dan
97
kemudian mengangguk. "Tak ada gunanya menjawabnya," pikirnya, "sebelum telinga kucing itu terlihat, setidaknya salah satu dari telinga itu." Lalu seluruh bagian kepala kucing itu pun nampak, kemudian Alice menurunkan burung angsa di gendongannya, dan mulai cerita mengenai permainan itu, ia merasa sangat gembira telah mendapatkan teman yang akan mendengarkan ceritanya. Tapi Si kucing beranggapan bahwa kemunculannya kali ini sudah cukup, dan tubuh kucing itupun tak lama kemudian menghilang lagi.
"Kupikir mereka sama sekali tidak adil," kata Alice dengan nada agak mengeluh, "dan mereka semua saling berselisih dengan mengerikan dan gaduh, sehingga tidak akan bisa mendengar seseorang yang sedang bicara- dan sepertinya mereka tak punya aturan permainan; setidaknya, bila aturan itu ada, toh tak seorangpun mematuhinya - dan kau pasti tak bisa bayangkan betapa membingungkan. Alat pertandingannya semuanya adalah mahluk hidup; misalnya, ada gawang yang mestinya bisa aku lewati berikutnya, tapi gawang itu tiba tiba berjalan-jalan di sisi tepi lain dari arena lapangan itu - dan mestinya aku juga sudah bisa memasukan trenggiling sang Ratu, tapi trenggiling itu malah lari ketika melihat bola trenggilingku muncul?"
"Apa kau suka dengan sang Ratu?" Tanya si kucing dengan suara pelan.
"Tidak sama sekali," kata Alice: "Dia amat sangat -" tapi kemudian ia menyadari sang Ratu berada tak jauh di belakangnya, mendengarkan, lalu ia melanjutkan, "punya kesempatan untuk menang, meski sebenarnya sangat sulit memenangkan pertandingan itu."
98
Sang Ratu tersenyum dan menghampiri, kemudian berlalu.
"Kau sedang bicara dengan siapa?" Tanya sang Raja, mendatangi Alice, dan kemudian menatap kepala si kucing dengan sangat penasaran.
"Dia temanku - kucing Chesire," jawab Alice; "ijinkan aku memperkenalkannya."
"Aku sama sekali tidak suka dengan penampakkan rupa kucing itu," kata sang Raja: "Tapi, dia boleh mencium tanganku bila dia mau."
"Aku pilih untuk tidak melakukannya," ucap si kucing. "Jangan kurang ajar," kata sang Raja, "dan jangan menatapku seperti itu!" dia bersembunyi di belakang Alice.
"Kucing boleh menatap Raja," kata si Alice, "aku pernah
99
membacanya di sejumlah buku, tapi aku tak ingat buku apa."
"Kalau begitu, buku-buku itu harus dilenyapkan," putus sang Raja, dan dia memanggil sang Ratu, yang saat itu sedang melintas. "Sayang, kuharap kau melenyapkan kucing ini !"
Sang Ratu hanya punya satu cara untuk menyelesaikan semua kesulitan, tak perduli besar atau kecil. "Penggal kepalanya!"
100
perintahnya kemudian dengan tak acuh.
"Aku akan panggil sendiri algojo itu," kata sang Raja dengan menggebu-gebu, dan dia bergegas pergi.
Alice berpikir lebih baik kembali saja dan melihat jalannya pertandingan, saat ia mendengar suara sang Ratu di kejauhan, berteriak dengan penuh nafsu, ia telah mendengar sang Ratu itu telah menjatuhkan hukuman pada tiga pemain karena mereka melewatkan giliran mereka, dan Alice tidak suka dengan hal itu, karena pertandingan itu berjalan dengan membingungkan sehingga ia pun tidak tahu itu gilirannya atau bukan. Lalu Alice pergi mencari landaknya.
Landak itu sedang terlibat perkelahian dengan landak lain, dan Alice melihat sebuah kesempatan yang baik untuk memasukan salah satu dari landak itu; satu -satunya kesulitan adalah tongkat pemukul burung ang sanya telah pergi ke sisi lain arena, Alice melihat burun g angsa itu sedang berusaha terbang ke sebuah pohon.
Ketika ia sudah berhasil menangkap burung angsa itu dan membawanya kembali ke arena, pertengkaran si landak sudah selesai, dan kedua landak itu sudah sama-sama menghilang: "Tapi tak masalah", pikir Alice, "karena gawang-gawangnya juga sudah tidak ada di arena lagi." Lalu ia menyelipkan burung angsa itu diantara lengannya, menjaganya agar tidak terlepas lagi, dan melangkah kembali untuk bercakap-cakap dengan temannya.
Ketika ia kembali menemui si kucing Chesire, ia terkejut kucing itu sudah dikelilingi oleh kerumunan; sedang terjadi perselisihan yang melibatkan para algojo, sang Raja dan sang Ratu, ketiganya saling berbicara bersamaan, sementara yang lain terdiam dan melihat dengan cemas.
101
Saat Alice muncul, ia diminta oleh ketiganya untuk menyelesaikan persoalan itu, dan mereka kembali mengulangi alasan masing-masing. Karena mereka berbicara serentak, Alice kesulitan untuk bisa menangkap omongan mereka.
Alasan para algojo adalah bahwa ia tidak bisa begitu saja memenggal kepala seseorang bila seseorang itu tak punya tubuh: karena para algojo itu tak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya.
Alasan sang Raja adalah bahwa semua yang punya kepala pasti bisa dipenggal, dan algojo itu dianggapnya tidak masuk akal.
Alasan sang Ratu adalah bila hal itu tidak segera dilaksanakan, ia akan menghukum semua yang ada di situ, semua yang ada di lingkaran itu (ucapannya ini membuat semua yang ada dalam kerumunan itu sangat gelisah dan ngeri).
Alice tak da
↧
Alice in Wonderland - 9
↧