Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Alice in Wonderland - 10

$
0
0

Cerita Misteri | Alice in Wonderland | by Lewis Carroll | Alice in Wonderland | Cersil Sakti | Alice in Wonderland pdf

Vampire Academy 2 : Frostbite - Richelle Mead Lupus Kecil - Hilman Hariwijaya Anak Kos Dodol - Dewi Rieka Aku Sudah Dewasa! - And Baby Makes Two - Dyan Sheldon Anugerah Bidadari - Astrella

pat berkata lain selain, "keputusannya ada di tangan permaisuri: kalian lebih baik bertanya padanya."
"Dia ada di penjara," kata sang Ratu pada para algojo: "Bawa dia kemari." Dan algojo itu pun melesat pergi seperti panah.
Bagian kepala si kucing itu mulai mengabur saat penjaga itu pergi, dan beberapa saat kemudian, penjaga itu sudah kembali dengan membawa permaisuri. Tapi, kucing itu sudah benar-benar lenyap dari pandangan mata: sang Raja dan si algojo lari kesana kemari mencari-cari kucing itu, sementara anggota kerumunan lain berjalan kembali ke arena dan melanjutkan pertandingan.*
102
Kisah Kura-Kura Palsu
"BETAPA senangnya aku bertemu kamu lagi, sayang!" kata Permaisuri sembari merangkulkan lengannya ke tubuh Alice, dan mereka berjalan bersama menjauhi arena pertandingan itu.
Alice gembira bertemu dengan Permaisuri yang telah berubah bersikap menjadi lebih menyenangkan. Meski Alice masih menduga: Mungkin, ketika mereka bertemu di dapur, Permaisuri akan sangat tidak sopan lagi karena pengaruh lada.
"Kalau aku jadi bangsawan," Permaisuri menggumam sendiri (meski tidak dengan nada mengharap). Aku tak akan menyimpan banyak lada di dapur. Masakan soup tak akan terasa enak tanpa lada-tapi, mungkin lada yang membuat orang jadi pemarah," lanjutnya, sangat gembira menyadari penemuan pengetahuan baru itu, "dan cuka membuat mereka asam - camomile membuatnya terasa pahit dan biji gula dan semacamnyalah yang membuat anak anak bersikap manis. Aku berharap masyarakat tahu soal itu: lalu mereka tidak akan lagi pelit dengan bumbu-bumbu itu."
Alice sudah lupa bila Permaisuri di dekatnya, hingga ia agak terkejut ketika mendengar suara Permaisuri di dekat telinganya. "Kamu sedang berpikir tentang sesuatu, sayang. Dan itu membuatmu
lupa untuk berbicara. Saat ini aku tak bisa memberitahumu nilai moral dari perilaku seperti itu, tapi aku pasti akan bisa mengingatnya."
"Mungkin bisa juga tak ada nilai moralnya," Alice mengambil resiko untuk mengucapkannya.
"Alah, Dasar, anak-anak!"kata-Permaisuri. "Segala sesuatu pasti memiliki alasan dan nilai moral." Dan ia mendekap lengan Alice.
Alice tidak suka terus menerus berdekatan dengannya: pertama karena Permaisuri sangat jelek dan kedua karena dia memiliki tinggi tubuh yang pas untuk menyandarkan dagunya itu ke bahu Alice, dagu yang runcing. Tapi, ia tidak ingin bersikap kasar, jadi ia tahan sebisanya.
"Pertandingan berjalan dengan agak lebih baik sekarang," kata Alice, agar nampak tetap mau di ajak bercakap-cakap.
"Begitulah," kata Permaisuri, "dan alasan moral dibaliknya adalah - "cinta, cinta, itulah yang membuat dunia terus berjalan!"
"Seseorang pernah berkata," bisik Alice, "itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang menyembunyikan kepentingan tertentu!"
"Ah, benar! itu sama artinya", kata Permaisuri, sembari menekankan dagu kecil dan runcingnya ke pundak Alice, "dan nilai pesan moralnya adalah hati-hati lah dengan perasaan dan akal karena bisa digunakan seseorang untuk kepentingan diri sendiri."
"Betapa senangnya ia menemukan moralitas dibalik hal-hal itu!" pikir Alice.
"Aku berani katakan kamu pasti heran kenapa aku tidak merengkuhkan lenganku ke pingganmu," kata Permaisuri setelah terdiam beberapa saat "Alasannya adalah karena aku tak yakin dengan
105
sifat burung angsa yang kau gendong itu. Haruskah aku mencobanya?"
"Dia mungkin akan menggigitmu," Alice menjawab dengan hati-hati, sama sekali tidak merasa khawatir bila sang Ratu akan mencoba melakukannya.
"Benar sekali," kata Permaisuri: "Burung angsa dan mostar keduanya sama-sama berkaitan dengan gigitan. Dan alasannya adalah -"bangsa burung pasti punya kesamaan satu dengan yang lain."
"Tapi mostar itu bukanlah bangsa burung," bantah Alice.
"Benar, seperti biasa," kata Permaisuri: "Betapa jelas kau telah menempatkan dua hal berbeda itu dalam prinsip persamaan!"
"Mostar itu mineral, kukira," kata Alke.
"Ya, tentu saja," sahut Permaisuri, yang nampaknya siap untuk menyetujui semua yang Alice katakan; "aku punya kue mostar tak jauh dari sini. Dan nilai moral dari pernyataan itu adalah - makin banyak yang jadi milikku, maka milikmu akan makin sedikit."
"Oh, aku tahu!" seru Alice, yang tidak memperhatikan bagian akhir ucapan Permaisuri, "mostar itu adalah sayuran. Memang tidak seperti sayur, tapi itu memang sayuran."
"Aku sangat setuju denganmu," kata Permaisuri: "Dan nilai moralnya adalah: jadilah dirimu seperti apa yang mungkin bagimu-atau bila kau ingin menyatakannya dengan lebih sederhana-" jangan pernah membayangkan dirimu untuk menjadi selain seperti yang nampak di harapkan orang lain atas dirimu dan bahwa kamu tak lebih adalah apa yang kau tampakkan pada diri orang lain dan kau ingin nampak lain dihadapan orang lain."
"Kupikir aku bisa lebih memahaminya," kata Alice dengan sopan," bila saja aku mencatatnya: tapi aku benar-benar tak dapat
106
menangkap ucapanmu."
"Tak masalah apa yang aku ucapkan kalau aku bisa memilihnya salah satu," jawab Permaisuri dengan nada puas.
"Semoga saja kau tidak menyulitkan dirimu hanya untuk mengatakan kalimat yang lebih panjang dari ucapanmu tadi," kata Alice.
"Oh, jangan bicara yang sulit-sulit! Aku telah menghadiahimu dengan semua yang sudah aku katakan padamu."
"Hadiah yang tidak berharga!" pikir Alice. "Aku senang mereka tidak memberikan hadiah ulang tahun dengan hadiah seperti itu!" tapi ia tidak mengucapkannya dengan suara yang keras.
"Berpikir lagi, ya?" tanya Permaisuri, dengan menekankan lagi dagunya ke bahu Alice.
"Aku punya hak untuk berpikir," sergah Alice dengan tajam, karena ia mulai merasa agak khawatir.
"Kata-katamu sama benarnya dengan," kata Permaisuri, "babi harus bisa terbang; dan..."
Tapi di titik ini, Alice terkejut, suara Permaisuri tiba-tiba tidak terdengar, bahkan pada saat ia tengah mengucapkan kata-kata kesukaanya yakni 'alasan', lengan Permaisuri yang sedang menggandengnya itu pun mulai gemetar. Ketika Alice menengadahkan muka, sang Ratu ternyata sudah berdiri di hadapan mereka, dengan tangan bersedekap, memberengut dan menggeram seperti badai petir.
"Hari yang cerah, yang mulia!" sapa Permaisuri dengan suara pelan dan rendah.
"Sekarang, aku peringatkan kamu," teriak sang Ratu seraya
107
menghentakkan kakinya ke tanah; "tubuhmu atau kepalamu yang dipenggal, dan akan dilakukan secepatnya! Cepat pilih!"
Permaisuri memilih dan ia pergi saat itu juga.
"Mari kita ke pertandingan saja," ajak sang Ratu pada Alice; dan Alice terlalu takut untuk mengucapkan sesuatu. Perlahan ia pun hanya mengikuti sang Ratu kembali ke arena pertandingan kriket
Peserta lain telah mengambil kesempatan karena ketidakhadiran sang Ratu, dengan beristirahat dan bert eduh, tapi ketika melihat sang Ratu muncul, mereka ber gegas kembali ke pertandingan, dan sang Ratu hanya b erucap bahwa penundaan waktu itu harus dibayar den gan nyawa mereka.
Selama pertandingan itu sang Ratu tidak pernah berhenti berselisih dengan pemain lain dan berteriak, "penggal kepalanya!" atau, "penggal kepala gadis itu!" Mereka yang terkena hukuman dibawa ke tahanan oleh para prajurit Para prajurit itu tentu saja mesti berhenti menjadi gawang untuk bisa melaksanakan tugas itu. Hingga ketika akhir separuh babak pertandingan tak ada gawang lagi yang tersisa di arena, dan semua pemain, kecuali sang Raja, sang Ratu dan Alice, telah berada di tahanan dan terkena hukuman penggal kepala.
"Kemudian sang Ratu berhenti, kehabisan nafas dan berkata pada Alice, "pernahkah kamu bertemu dengan kura-kura palsu?"
"Belum," kata Alice, "aku bahkan tak tahu mahluk apa si kura-kura palsu itu."
"Mahluk itu adalah bahan untuk membuat sup kura-kura,"
108
kata sang Ratu
"Aku belum pernah melihat atau mendengar hal itu sebelumnya," kata Alice.
"Kalo begitu, ayo ikut aku," kata sang Ratu, "dan dia akan menceritakan sejarah hidupnya."
Saat mereka berjalan bersama, Alice mendengar sang Raja berbisik pelan pada seluruh pemain: "Kalian semua akan diampuni."
"Nah, begitu. Itu lebih bijaksana," Alice berucap dalam hati. ia merasa ngeri bila membayangkan jumlah hukuman yang telah diperintahkan oleh sang Ratu.
Sejenak kemudian merekapun akhirnya sampai di tempat seekor binatang bernama Griphon. Saat itu Griphon sedang tidur terlentang di bawah terik matahari, (kalau ingin tahu bentuk binatang ini, lihat saja gambarnya). "Ayo bangun, pemalas !", perintah sang Ratu, "dan antar gadis kecil ini menemui si kura-kura palsu untuk mendengar riwayatnya. Aku harus kembali memeriksa pelaksanaan hukuman yang kuperintahkan," - beliau pun lalu pergi, meninggalkan mereka berdua. Alice merasa tidak suka dengan tatapan mata si Griphon. Tapi ia pikir, pasti akan lebih aman bersama Griphon daripada ikut Ratu yang kejam itu. Akhirnya ia pun hanya menunggu.
Tak lama kemudian, si Griphon mulai duduk sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, menatap kepergian sang Ratu. ia pun kemudian tertawa kecil: "lucu," gumamnya kemudian.
"Apanya yang lucu?" tanya Alice tak mengerti.
"Apa yang lucu? Ya, beliau itu yang lucu!" jelas si Griphon, "semua itu beliau lakukan hanya untuk kesenangan saja. Dia tidak pernah tidak membunuh siapapun. Sudahlah!"
109
"Semuanya disini selalu mengatakan sudahlah? pikir Alice ketika ia melangkah mengikuti si Gryphon: "Dalam hidupku aku tak akan mau diperintah-perintah! Tidak akan!"
Belum jauh mereka berjalan, sudah nampak di depan mereka si kura-kura palsu, ia sedang duduk bersedih, menyendiri di tepian batu karang. Saat mereka mendekat, Alice mendengar kura-kura itu terisak-isak seolah sudah hancur hatinya. Alice sangat kasihan melihatnya.
"Kenapa ia bersedih?" tanya Alice pada si Griphori. Si Griphon menjawabnya dengan kata-kata yang hampir sama dengan jawaban sebelumnya: "Semua itu demi kesenanganya. Sebenarnya ia tak punya alasan untuk bersedih. Kamu pasti sudah mengerti hal ini. Sudahlah!"
Mereka berdua lalu mendaki batu karang, menemui si kura-kura palsu yang sedang mengawasi mereka dengan bola matanya yang besar dan penuh air mata. Si kura-kura hanya diam saja, tak
110
mengucapkan sepatah katapun.
"Nona kecil ini datang kemari ingin mendengar riwayatmu" kata si Griphon.
"Aku akan menceritakannya," sambut si kura-kura,'"duduklah dan diamlah sampai ceritaku selesai."
Maka duduklah mereka berdua dan tak ada seorangpun berani bicara untuk beberapa saat. Alice hanya sibuk berpikir sendiri: "Bagaimana ceritanya bisa selesai bila tidak segera dimulai?" Alice mulai tidak sabar, tapi ia berusaha menahan diri.
"Saat itu," kata si kura-kura memulai cerita, "aku kura-kura asli." Kemudian ketiganya sama-sama menunggu dalam kediaman yang panjang, diselingi dengkur si Griphon: "herg..!" Dan juga isakan si kura-kura berulang-ulang. -
Alice hampir saja tak sabar untuk berdiri dan berkata: "Terima kasih untuk kisah yang menarik ini!" Tapi ia mengurungkan niat karena ia masih berharap ta hu kelanjutannya.
"Saat kami masih kecil," lanjut si kura-kura. Suaranya makin pelan, sambil sesekali terisak," kami pergi ke sekolah di laut. Saat itu guru kami adalah seekor kura-kura yang sudah tua. Kami biasa memanggilnya dengan Pak Tortoise - alias Tarto atau Pak Kura-Kura."
"Kenapa kalian memanggilnya begitu ?" tanya Alice.
"Kami memanggilnya begitu karena dia mengajari kami begitu," jawab si kura-kura, "dasar kamu bodoh!"
"Mestinya kamu malu bertanya hal sepele seperti itu," tambah si Griphon. Kemudian keduanya duduk terdiam, menatap Alice. Alice seolah mau terbenam ke dasar bumi oleh hinaan itu. Dan berkatalah
111
si Griphon pada si kura-kura: "Cepat lanjutkan, kawan! Kalau tidak, ceritamu nanti bisa seharian tak selesai" Si kura-kura pun melanjutkan kisahnya.
"Ya saat itu kita pergi ke sekolah di dalam laut, meski kau tidak akan percaya-"
"Aku tidak pernah mengatakan begitu!" sela Alice.
"Kau mengatakan begitu tadi!" kata si kura-kura.
"Diam!" lanjut si Gryphon, sebelum Alice mampu melanjutkan
112
ucapannya. Si kura-kura kemudian melanjutkan.
"Kita telah mendapatkan pendidikan terbaik-sebenarnya, kita setiap hari pergi ke sekolah itu -"
"Aku juga sudah sekolah," kata Alice; "kau tak perlu begitu membanggakannya."
"Dengan pelajaran tambahan?" kata si kura-kura dengan agak gelisah.
"Ya," kata Alice, "kami mempelajari juga bahasa Perancis dan musik."
"Mencuci juga?" Tanya si kura-kura.
"Pasti tidak!" jawab Alice jengkel.
"Ah, kalau begitu sekolahmu itu tidak bermutu," kata si kura-kura dengan nada sangat lega. "Di sekolah kami pada


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>