Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Arok Dedes - 38

$
0
0

Cerita Jawa | Arok Dedes | by Pramoedya Ananta Toer | Arok Dedes | Cersil Sakti | Arok Dedes pdf

Hilangnya Suzumiya Haruhi - Tanigawa Nagaru Ketika Flamboyan Berbunga - Maria A Sardjono Fade into You - by Kate Dawes Fade into Me - Kate Dawes Fade into Always - Kate Dawes

eriak kekurangan garam, dan hasil laut belum juga datang sampai sekarang. Jalan air dan darat di selatan masih rusuh."
 
  "Bukankah lembah Brantas tepat pada waktu sungai membelok ke barat bukan lagi kawasan Tumapel, Yang Mulia, tetapi Kediri?" kata Arok tidak pasti.
 
  "Yang Suci, belum pernah Kediri menyatakan yang demikian."
 
  "Yang Mulia, memang belum pernah ada pernyataan yang demikian selama dua puluh tahun ini. Selama ini baik jalan air maupun darat dipergunakan oleh Tumapel dan Kediri bersama, jadi selayaknya keamanannya harus ditanggung bersama-sama. Artinya, sebagai orang yang mewakili Kediri. Yang Mulia, jalur darat, jalan negeri dan air lembah Brantas. Sebelah utara jalan negeri menjadi bagian Kediri, bagian selatan Brantas menjadi bagian Tumapel. Itu pun kalau Yang Mulia dapat menyetujui."
 
  "Apakah dengan itu Yang Suci bermaksud mengurangi kawasan Tumapel?"
 
  "Bukan. Bapa telah persembahkan, sekiranya Yang Mulia Akuwu menyetujui. Kewilayahan tergantung pada kenyataan apakah keamanannya dapat dipertahankan atau tidak. Bila tidak, dia menjadi kawasan siapa saja."
 
  "Kediri selama ini tidak pernah mengirimkan balatentara untuk mengamankannya. Tumapel sudah, sampai pada tikungan Brantas."
 
  "Jadi sampai di tikungan itu wilayah Tumapel."
 
  "Jagad Dewa!" seru Tunggul Ametung murka. "Telah aku bersihkan daerah selatan itu, dari tikungan ke barat sampai ke bendungan Sri Erlangga Ringan Sapta. Telah aku persembahkan separoh dari wilayah itu kepada Sri Kretajaya atas titahnya sendiri, karena Kediri membutuhkan daerah Ganter karena pendulangan emas yang kaya. Sekarang aku harus bertanggungjawab dari Ganter sampai tikungan itu, wilayah yang tak menghasilkan apa-apa. Apakah ini cukup adil, Yang Suci Bapa Belakangka?"
 
  "Terserahlah pada Yang Mulia, kalau Yang Mulia menghendaki dari Ganter ke Timur sampai tikungan tetap wilayah Tumapel, Yang Mulialah yang perlu turun tangan membersihkannya. Bapa telah mengusulkan kerjasama Kediri-Tumapel."
 
  "Apakah Yang Suci pasti dibenarkan oleh Kediri?"
 
  "Tak dapat diragukan. Yang Mulia."
 
  "Apakah Akuwu Tumapel ini hanya petani huma yang setiap waktu harus membabat kembali?"
 
  "Karena ladang tidak terawat, Yang Mulia."
 
  "Jagad Dewa, Jagad Pramudita!" ia berpaling pada Paramesywari dan bertanya, "Kaulah yang bicara, Paramesywari."
 
  "Bukankah itu tergantung pada kesanggupan Tumapel sendi-ri. Yang Mulia?" Dedes menjawab, "Dan bukankah kesanggupan Tumapel terletak pada para prajuritnya sendiri?"
 
  "Panggil para Kidang. Yang Suci, Bapa tidak diperlukan lagi."
 
  "Ampun."
 
  Belakangka meninggalkan sidang.
 
  Hanya tiga orang putra Tunggul Ametung yang dapat dihadap-kan. TungguI Ametung menerangkan pada mereka tentang sengketa kewilayahan dengan Kediri. Kemudian:
 
  "Apakah kalian rela wilayah dari tikungan Brantas ke barat sampai Ganter hilang dari Tumapel?"
 
  Putra termuda mempersembahkan:
 
  "Ampun, Yang Mulia Ayahanda, sejengkal pun dari Tumapel tidak seyogianya gumpil."
 
  Kalau begitu siapa di antara kalian sanggup mengamankan daerah itu, dan memulihkan lalu lintas air dan darat?"
 
  Ketiga-tiganya menyatakan sanggup dan diperintahkan meninggalkan sidang.
 
  "Arok, kau telah dengar semua keterangan dari Yang Suci, Yang Mulia Paramesywari dan para Kidang. Wilayah itu milik Tumapel. Kau mempersembahkan telah memadamkan kerusuhan di selatan. Persembahkan sekarang, adakah Gusti Putra masih selamat? Dan di mana kau telah menjumpainya? " "Sahaya tidak mengenal Gusti Putra, Yang Mulia." "Apa kah penghalauan para perusuh itu tidak sampai ke tem pat pemahatan batu di tepi Kali Kanta?"
 
  "Sampai, Yang Mulia."
 
  "Jagad Dewa! Jadi siapa yang melakukan kerusuhan itu, hei, Arok?"
 
  "Seorang perusuh yang tertawan mengakui mereka berasal dari Lodaya. Yang Mulia, dan bergabung dengan para jajaro."
 
  "Jagad Dewa. Kalau kau tidak temui Gusti Putra, di mana orang-orang lain, laki dan perempuan, yang bekerja di tempat itu?"
 
  "Sahaya datang dan tempat itu sudah kosong." "Jagad Dewa."
 
  "Kau membikin teka-teki. Tak mungkin perempuan dan kanak-kanak itu hilang lenyap tanpa bekas."
 
  "Boleh jadi mereka semua telah bergabung dengan para perusuh."
 
  "Apakah Paramesywari bisa mempercayai persembahan seaneh itu?"
 
  "Apakah tak ada seorang pun di antara pekerja itu yang tertangkap olehmu, Arok?" tanya Ken Dedes.
 
  "Hanya seorang. Yang Mulia Paramesywari, itu pun karena luka pada telapak kakinya, seorang perempuan, bernama Rimang."
 
  "Rimang!" seru Paramesywari.
 
  Tunggul Ametung mengernyitkan dahi dan membisu. "Apakah maksudmu Rimang bekas selir pekuwuan?" "Betul, Yang Mulia."
 
  "Kau tidak diperlukan lagi," perintah Sang Akuwu.
 
 
  Arok memerintahkan anak buahnya yang dapat mengendarai kuda untuk menghubungi Tanca dan Umang, dan menanyakan apa sebabnya perintahnya untuk membuka lalu lintas darat dan air tidak juga dilaksanakan.
 
  Menjelang pagi utusan itu kembali dan melaporkan, lalu lintas itu tidak diganggu lagi. Umang d an pasukannya telah ditarik ke pendulangan. Tetapi Ha yam, yang katanya menarik pasukannya ke Gunung Ka wi, ternyata dengan tindakannya telah menentang kek uatan Arok. Dengan pasukannya ia menguasai jalur dar i tikungan ke barat sampai Ganter.
 
  Hayam telah menolak peringatan Tanca untuk menyingkir dari jalur itu. Jawaban yang diterimanya adalah tantangan untuk semua kekuatan Arok. Bahkan telah menyebarkan fitnah, bahwa Arok tak dapat dipercaya, rakus, dan menimbun emas untuk kepentingannya sendiri. Bahwa dalam penyerbuan Kali Kanta, Arok telah menyembunyikan rampasan paling sedikit tujuh puluh ribu saga emas, dan dia tidak berniat memperlihatkannya pada anak buahnya.
 
  Tanca telah membalas fitnah itu, bahwa Hayamlah yang selalu dipercayai oleh Arok untuk mengurus semua yang berbentuk emas. Bahwa sampai sekarang Arok tidak punya apa-apa kecuali sekeping mata-uang emas persembahan teman-temannya sendiri.
 
  Tetapi, bahwa pengaruh Hayam Lumang Celukan nampaknya ditampung juga oleh sementara biarawan dan petani adalah yang paling berbahaya. Ia bisa berubah sikap setiap saat, bisa tiba-tiba bergabung dengan Kediri, bisa dengan Tumapel, dengan tujuan hanya untuk menjatuhkan Arok.
 
  Arok menggeleng-geleng mendengar laporan itu. Dari pengalamannya selama ini ia telah menghadapi beberapa orang yang tak berpendirian, kecuali pada keuntungan dirinya sendiri, dan berpihak pada siapa saja yang dapat memuaskan kerakusannya. Dan Hayam yang paling berbahaya: dia membawa satu pasukan utuh.
 
  "Ingat-ingat kejadian ini," ia memperingatkan utusannya, "bahwa setiap orang yang berlaku demikian akan mendapatkan keadilan sebagaimana dia sendiri sudah tahu sebelumnya. Untuk menghindari pengadilan itu dia berlindung di balik anak buahnya. Siapa pun boleh mencoba, dan keadilan itu takkan dapat dihindarinya, karena dia adalah tumit manusia sendiri."
 
  ia keluar dari asrama dan mendapatkan Dadung Sungging di hadapannya, berbisik:
 
  "Tuan, marilah berjalan-jalan, karena ada pesan sangat penting."
 
  Arok mengawasi prajurit pengawal itu dengan mata curiga, dan ia berjalan di sampingnya menuju ke belakang asrama. Ia tak mencoba bertanya.
 
  "Dari Yang Mulia Paramesywari ..."
 
  Arok menangkap lengan Dadung Sungging.
 
  "Ampun, terserah pada Tuan hendak percaya atau tidak."
 
  "Tak mungkin Yang Mulia Paramesywari berpesan sesuatu padaku. Kau pemancing Yang Suci?"
 
  "Apakah sahaya harus mati terjepit antara dua gajah?"
 
  "Siapa kau?"
 
  "Dadung Sungging sahaya."
 
  "Bagaimana Yang Mulia Paramesywari bisa mempercayai orang seperti kau?"
 
  Ia bercerita tentang peristiwa meletusnya Kelud
 
  "Kau orang Syiwa?"
 
  "Sahaya."
 
  "Bagaimana kau bisa dipercaya?"
 
  "Siapakah yang tahu rahasia para dewa kalau bukan kaum brahmana? Dengarkan pesan Yang Mulia, Tuan."
 
  "Tidak. Tak ada sesuatu persekutuan menghubungkan aku dengan Yang Mulia. Pergi kau."
 
  "Sahaya tidak akan pergi dari hadapan Tuan. Tuan harus dengarkan," Dadung Sungging memaksa. Arok berbalik, dan ia mengikuti. "Yang Mulia Akuwu akan saksikan sendiri pekerjaan Tuan di selatan."
 
  Arok menyambar ikat pinggang Dadung Sungging:
 
  "Dan kau bilang itu pesan dari Yang Mulia."
 
  "Demi Hyang Mahadewa."
 
  "Apa urusanmu dengan Yang Mulia Paramesywari."
 
  "Hanya kepercayaan, Tuan."
 
  "Siapa lagi yang mendapat pesannya selama ini?"
 
  "Sekali, hanya Tuan."
 
  "Kau anggota kelompok rahasia?"
 
  Dadung Sungging tak menjawab dan Arok mengguncangnya.
 
  "Terserah hendak diapakan sahaya ini, hanya pesan Yang Mulia agar Tuan bercepat-cepat mendahului."
 
  "Selatan telah aku bersihkan. Sang Akuwu dapat saksikan."
 
  "Telah sahaya persembahkan pada Yang Mulia Paramesywari, ada sesuatu yang tidak beres di selatan."
 
  "Apa yang kau maksudkan tidak beres?"
 
  "Bukan tidak beres untuk Tuan, hanya untuk Sang Akuwu."
 
  Arok melepas ikat pinggang Dadung Sungging dan mulai memperhatikan prajurit itu lebih teliti.
 
  "Apa yang kau ketahui tentang selatan?"
 
  "Bagi Sang Akuwu yang penting adalah emas. Sahaya hanya meneruskan pesan: Bercepat-cepatlah Tuan."
 
  "Aku tidak percaya padamu. Pergi kau."
 
  Arok bercepat-cepat balik ke asrama dan memerintahkan seorang anak buahnya untuk berkuda ke selatan, menghubungi Tanca dan Umang. Ia tahu pasukan biarawan dan biarawati telah ditarik ke sebelah timur maka ia tidak perlu menghubungi.
 
  ia sebarkan beberapa orang anak buahnya untak mengetahui adanya persiapan dari Tunggul Ametung atau tidak. Empat orang ia perintahkan untuk menyelidiki Dadung Sungging. Untuk pertama kali ia mengetahui, bahwa ia belum banyak tahu tentang Kutaraja.
 
  Tunggul Ametung ternyata mempunyai persiapan untuk berangkat ke selatan. Ia menunggu-nunggu barangkali mendapat panggilan untuk mengawal. Dan dari seorang yang ditempatkan di pabrik senjata diketahuinya Dadung Sungging sering datang ke pabrik, juga ke rumah Empu Gandring.
 
  Ia tak mendapat panggilan untuk mengawal. Tunggul Ametung diiringkan oleh para Kidang dan pasukannya.
 
  Ia datang pada Pangalasan dan memberinya libur selama dua hari dan mengambil alih penjagaan. Pada kesempatan itu ia latih anak buahnya untuk melakukan pembelaan atas pekuwuan sehingga menggemparkan para penghuni. Suara sorak dan aba-aba bergema-gema seakan ada serbuan sesungguhnya sedang terjadi. Dan yang demikian tidak pernah dilakukan sebelumnya.
 
  Ken Dedes keluar dari pekuwuan dan memerintahkan memanggil Arok, yang segera datang dan duduk mengangkat sembah.
 
  "Apa yang sedang terjadi, Arok?"
 
  "Ampun,Yang Mulia, dengan banyaknya kerusuhan belakangan ini sahaya menganggap penting adanya latihan mempertahankan pekuwuan."
 
  Ken Dedes tinggal berdiri di pendopo. Kemudian mencangkung dan berbisik:
 
  "Adakah telah Kakanda persiapkan di selatan sana?"
 
  "Sepenuhnya sudah. Siapa sesungguhnya Dadung Sungging?"
 
  "Sahaya hanya hendak mencoba adakah dia bisa dipercaya."
 
  "Aku tidak percaya padanya."
 
  "Kalau begitu sahaya akan hentikan."
 
  "Kembalilah ke tempatmu, anak Mpu Parwa!"
 
  "Tiadakah sahaya dapat menemui Kakanda nanti di Taman larangan'"
 
  "Sayang tidak, Akuwu akan segera kembali."
 
  "Beritahulah sahaya siapa Dadung Sungging sesungguhnya." "Akan kau dapatkan."
 
  Dedes menegakkan badan, mengangkat tangan memberi isyarat agar Arok pergi. Dan ia pun mengangkat sembah kemudian menyingkir pergi
 
  Latihan itu diteruskan. Para penghuni pekuwuan kini pada keluar untuk menonton.
 
 
  Dedes menduga Sang Akuwu akan murka bila mengetahui adanya ladhan tanpa perintah dan tanpa sepengetahuannya. Tetapi ia menyerahkan segalanya pada kebijaksanaan Arok.
 
  Waktu Tunggul Ametung datang pada malam hari segera diperintahkan Arok menghadap.
 
  "Aku mengerti alasanmu dengan membikin latihan sewaktu aku tiada. Kewajibanmu adalah memadamkan kerusuhan," suaranya dingin.
 
  Arok dapat merasa kekecewaan Sang Akuwu karena lenyapnya para budak dan Gusti Putra. Sumber emasnya binasa.
 
  "Apakah kau berpendapat kerusuhan bisa pada suatu kali menjamah pekuwuan?"
 
  "Latihan itu justru peringatan bagi para perusuh. Yang Mulia, agar melepaskan niat sekiranya mereka mempunyai rencana. Sahaya tidak tahu hati orang lain, Yang Mulia."
 
  "Jadi benar dugaanku: kau tidak yakin kerusuhan telah kau padamkan."
 
  "Mereka belum seluruhnya tumpas dari muka bumi."
 
  Dedes mendengarkan semua percakapan dari Bilik Agung. Kadang suara suaminya tidak terdengar. Tetapi sua


Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>