Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
/> “Kau tidak apa-apa anakku?” Kyai Ancala alias Ki
Lunar Binasa mendadak berada disampingnya.
Sagara Angkara terkejut dan berpaling menatap Kyai
Ancala dengan kagum.
“Saya tidak apa-apa Eyang!” JAwabnya tegar
“Haha… aku mengerti arti pandangan matamu itu!
Bukankah kau ingin bertanya ilmu apakah yang ku
gunakan?”
“Akh, Saya memang tak bisa menyembunyikan apa-
apa dari mata tajam Eyang,!” Sagara Angkara
menunduk malu.
“Seperti yang kau ketahui, sejak dahulu kala di tanah
Jawa yang tidak pernah sepi dari konflik baik berupa
intrik terbuka maupun peperangan, memaksa setiap
wong Jowo untuk mempersiapkan diri dari bahaya
baik dari dalam maupun dari luar. Banyak ksatria-
ksatria yang memperjuangkan hak-hak kemanusiaan
untuk bisa hidup damai, tentram dan bahagia namun
juga harus bersiap menghadapi segala tantangan.
Sikap nrimo dan pasrah itu perlu, namun yang juga
perlu adalah bahwa manusia Jawa adalah manusia
yang siap untuk bertahan hidup di tengah
berkecamuknya kepentingan yang berbeda-beda. Itu
sebabnya, di Jawa memiliki ilmu-ilmu kesaktian
hampir bisa dipastikan menjadi bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari hidup seseorang. Termasuk Ajian
suket Kalanjana yang eyang pergunakan.
“Ajian Suket Kalanjana?”
“Aji suket kalanjana adalah ilmu yang tercipta dari
pengaruh islam dan aliran kepercayaan masyarakat
jawa-sunda. Ajian ini pernah dikuasi oleh Prabu Kean
Santang (putra Prabu Siliwangi). Ajian ini merupakan
ilmu yang sangat tinggi dan untuk mendapatkannya
pun tidak mudah karena harus punya niat yang baik
dan tekad yang membaja. ajian ini merupakan ajian
yang langka dikuasai orang. Ia termasuk tingkatan
paling tinggi diantara ilmu kejawen lainnya. Namun
begitu, mereka yang menginginkan ajian ini bisa saja
mendapatkannya tentu dengan laku tirakat dan tahu
kunci amalan rahasianya. Beruntung Eyang Begawan
Sutrasno mau mengajarkan kuncian itu kepada kami.”
“Akh, mengapa eyang tak mau menggajarkannya
padaku?” Sagara ANgkara melamun.
“Mungkin ia lupa, kau sudah tahu sendiri berapa umur
eyangmu itu. Alas an mengapa dia membeberkannya
juga dikarenakan kami berdiskusi bersama saling
membeberkan ilmu”
“Oh,… lalu untuk apakah Ajian itu eyang?”
“Ajian ini awalnya merupakan ilmu terawangan alam
gaib, dan kemudian berkembang sebagai ilmu yang
dapat digunakan untuk meraga sukma dan
menggerakan benda tanpa menyentuh. Intinya
berfungsi mengaktifkan seluruh panca ind era. Bereaksi
terhadap gejala alam, baik alam sadar maupun alam
mimpi. ajian ini merupakan ilmu yang didasarkan
pada gerakan rumput tertiup angin. Ia bisa bergerak
kemana saja, tapi tetap pada tempatnya semula.
Artinya, orang yang menguasai ilmu ini bisa
memasuki dimensi gaib atau berada di alam lain tapi
jasadnya tetap pada tempatnya.”
“Kata Eyang, ajian ini pernah dikuaasai oleh Prabu
Kean santang, bagaimanakah cerita sejarahnya.
Apakah eyang tahu?”
“Haha… dasar, bila menyangkut sastra, sejarah dan
ilmu kau begitu melupakan segalanya. Baiklah
daripada engkau murung akan eyang ceritakan
beberapa macam sejarah ilmu yang ada di tanah
jawa.”
“Terimakasih Eyang!”
“Cerita mengenai ajian suket kalanjana ini terdapat
berbagai versi. Diyakini ajian ini sudah adal sebelum
islam masuk ke tanah jawa. Sumber kontroversinya
mengatakan ajian ini ada ketika islam masuk ke
tanah pasundan. Tepatnya pada pemerintahan Prabu
Siliwangi, Raja Pajajaran. Dan konon, dari sinilah ajian
ini bermula. Pada masa itu memang pengaruh islam di
kerajaan pajajaran belum meluas, sehingga ilmu-ilmu
kesaktian para pendekan jaman pajajaran
merupakan ilmu yang tiada banding dan banyak
jenisnya. Ada yang mampu terbang, menghilang dan
lainnya. Mitos yang berkaitan dengan kegaiban pun
terbukti. Misal, sampai kini makam prabu siliwangi
tidak pernah ditemukan. Itu sebabnya masyarakat
pasundan mempercayai bahwa prabu siliwangi moksa
(menghilang) dari bumi dan berubah wujud menjadi
harimau. Hal ini bisa dilacak dari cerita rakyat di
daerah Jawa bagian barat. Konon prabu siliwangi
tidak mau masuk islam. Ia lebih baik keluar dari
keraton daripada mengikuti ajakan prabu kean
santang, anaknya untuk masuk agama islam. Prabu
siliwangi akhirnya lari menuju hutan sancang. Maka
untuk menjaga hal-hal yang akan terjadi prabu kean
santang membendung larinya prabu siliwangi beserta
pengikutnya yang telah menjadi harimau. Dan
harimau jejadian itu kemudian digiring menuju
sebuah gua di pantai selatan kawasan hutan sancang.
Ketika itulah prabu kean santang mengerahkan aji
suket kalanjana dan berhasil mengalahkan ayahnya
yang juga terkenal sakti itu. Kemudian prabu siliwangi
akhirnya mendapat hidayah dari Allah dan masuk
islam. Namun sampai sekarang ilmu sakti ini
mengalami perkembangan seiring banyaknya minat
kalangan keraton pajajaran menuntut ilmu. Dan prabu
kean santang adalah orang yang paling suka
mempelajari segala macam ilmu agama, kesatriaan
maupun ilmu gaib.”
“Bagaimana cara menguasainya eyang?”
“Sabar, apakah kau ingin mulut tua eyang ini
berbusa…”
“Hahaha…” Sagara Angkara tertawa kecil saja.
“Ajian suket kalanjana dapat dikuasai siapa saja
sepanjang orang tersebut mampu mensucikan dirinya
dan mampu melakoni apa yang dipersyaratkan,
antara lain harus mampu menjalani puasa 40 hari dan
makan hanya boleh dilakukan jam 12 malam. Selain
itu juga harus ngrowot (hanya makan umbi-umbian)
dan tidak boleh makan jenis lainnya selama 40 hari.
Hal lain yang harus dilakukan adalah menjalankan
tapa kungkum (berendam) di dalam suangi selama 7
malam berturu-turut, dan yang paling berat harus pati
geni yaitu tidak makan,minum,tidur dan bersemedi di
ruang gelap selama 7 hari 7 malam. Selama ritual itu
pula harus membaca mantra khusus yang harus
dihapalnya. Bila ingin melihat alam gaib, mantra ini
dibaca tiga kali sambil membuka telapak tangan lalu
diusap ke mata.
“Mantranya?”
Kemudian Kyai Ancala mengajarkan bagaimana cara
mempelajari ilmu itu dengan teliti dan seksama.
Sampai Sagara Angkara dapat menghapalnya diluar
kepala.
“Eyang, Eyang mengatakan akan menceritakan
pelbagai macam kesaktian yang diciptakan dari
dahulu kala. Mengapa eyang diam saja.”
“Akh, setan kecil kau memang tak sabaran, Eyangmu
ini sedang memilah mmana saja yang harus
diceritakan.”
Lalu melanjutkan…
“Salah satu orang Jawa yang terkenal kesaktiannya
adalah Raden Rangga.”
“Siapa dia?”
“Berhenti memotong ucapanku!” Bentak Kyai Ancala.
Sagara Angkara meleletkan lidah tanpa berkata apa-
apa.
“Raden Rangga adalah anak satu-satunya
Panembahan Senopati dan Ratu Kali Nyamat. Sejak
kecil hingga remaja, Raden Rangga sudah bakat
menjadi pendekar sakti dan tangguh. Sayangnya, dia
memiliki watak buruk yaitu pemarah dan suka
memukul. Suatu ketika seorang pendekar pilih tanding
dari Banten datang untuk menantang adu kesaktian
Panembahan Senopati, sang ayah yang juga pendiri
dinasti Mataram ini. Raden Rangga tahu kedatangan
pendekar Banten ini dan meminta pada Panembahan
Senopati agar dirinya saja yang menghadapi.
Permintaan dari sang anak pun dituruti sekaligus
untuk mengetahui sampai seberapa hebat ilmu
kesaktian Raden Rangga. Adu kekuatan pun terjadi
antara Raden Rangga melawan Pendekar Banten.
Mulai menggunakan tenaga biasa hingga tenaga
dalam tingkat tinggi. Akhirnya, dengan pukulan
tenaga dalam, sang pendekar Banten tewas
berkalang tanah.
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
/> “Kau tidak apa-apa anakku?” Kyai Ancala alias Ki
Lunar Binasa mendadak berada disampingnya.
Sagara Angkara terkejut dan berpaling menatap Kyai
Ancala dengan kagum.
“Saya tidak apa-apa Eyang!” JAwabnya tegar
“Haha… aku mengerti arti pandangan matamu itu!
Bukankah kau ingin bertanya ilmu apakah yang ku
gunakan?”
“Akh, Saya memang tak bisa menyembunyikan apa-
apa dari mata tajam Eyang,!” Sagara Angkara
menunduk malu.
“Seperti yang kau ketahui, sejak dahulu kala di tanah
Jawa yang tidak pernah sepi dari konflik baik berupa
intrik terbuka maupun peperangan, memaksa setiap
wong Jowo untuk mempersiapkan diri dari bahaya
baik dari dalam maupun dari luar. Banyak ksatria-
ksatria yang memperjuangkan hak-hak kemanusiaan
untuk bisa hidup damai, tentram dan bahagia namun
juga harus bersiap menghadapi segala tantangan.
Sikap nrimo dan pasrah itu perlu, namun yang juga
perlu adalah bahwa manusia Jawa adalah manusia
yang siap untuk bertahan hidup di tengah
berkecamuknya kepentingan yang berbeda-beda. Itu
sebabnya, di Jawa memiliki ilmu-ilmu kesaktian
hampir bisa dipastikan menjadi bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari hidup seseorang. Termasuk Ajian
suket Kalanjana yang eyang pergunakan.
“Ajian Suket Kalanjana?”
“Aji suket kalanjana adalah ilmu yang tercipta dari
pengaruh islam dan aliran kepercayaan masyarakat
jawa-sunda. Ajian ini pernah dikuasi oleh Prabu Kean
Santang (putra Prabu Siliwangi). Ajian ini merupakan
ilmu yang sangat tinggi dan untuk mendapatkannya
pun tidak mudah karena harus punya niat yang baik
dan tekad yang membaja. ajian ini merupakan ajian
yang langka dikuasai orang. Ia termasuk tingkatan
paling tinggi diantara ilmu kejawen lainnya. Namun
begitu, mereka yang menginginkan ajian ini bisa saja
mendapatkannya tentu dengan laku tirakat dan tahu
kunci amalan rahasianya. Beruntung Eyang Begawan
Sutrasno mau mengajarkan kuncian itu kepada kami.”
“Akh, mengapa eyang tak mau menggajarkannya
padaku?” Sagara ANgkara melamun.
“Mungkin ia lupa, kau sudah tahu sendiri berapa umur
eyangmu itu. Alas an mengapa dia membeberkannya
juga dikarenakan kami berdiskusi bersama saling
membeberkan ilmu”
“Oh,… lalu untuk apakah Ajian itu eyang?”
“Ajian ini awalnya merupakan ilmu terawangan alam
gaib, dan kemudian berkembang sebagai ilmu yang
dapat digunakan untuk meraga sukma dan
menggerakan benda tanpa menyentuh. Intinya
berfungsi mengaktifkan seluruh panca ind era. Bereaksi
terhadap gejala alam, baik alam sadar maupun alam
mimpi. ajian ini merupakan ilmu yang didasarkan
pada gerakan rumput tertiup angin. Ia bisa bergerak
kemana saja, tapi tetap pada tempatnya semula.
Artinya, orang yang menguasai ilmu ini bisa
memasuki dimensi gaib atau berada di alam lain tapi
jasadnya tetap pada tempatnya.”
“Kata Eyang, ajian ini pernah dikuaasai oleh Prabu
Kean santang, bagaimanakah cerita sejarahnya.
Apakah eyang tahu?”
“Haha… dasar, bila menyangkut sastra, sejarah dan
ilmu kau begitu melupakan segalanya. Baiklah
daripada engkau murung akan eyang ceritakan
beberapa macam sejarah ilmu yang ada di tanah
jawa.”
“Terimakasih Eyang!”
“Cerita mengenai ajian suket kalanjana ini terdapat
berbagai versi. Diyakini ajian ini sudah adal sebelum
islam masuk ke tanah jawa. Sumber kontroversinya
mengatakan ajian ini ada ketika islam masuk ke
tanah pasundan. Tepatnya pada pemerintahan Prabu
Siliwangi, Raja Pajajaran. Dan konon, dari sinilah ajian
ini bermula. Pada masa itu memang pengaruh islam di
kerajaan pajajaran belum meluas, sehingga ilmu-ilmu
kesaktian para pendekan jaman pajajaran
merupakan ilmu yang tiada banding dan banyak
jenisnya. Ada yang mampu terbang, menghilang dan
lainnya. Mitos yang berkaitan dengan kegaiban pun
terbukti. Misal, sampai kini makam prabu siliwangi
tidak pernah ditemukan. Itu sebabnya masyarakat
pasundan mempercayai bahwa prabu siliwangi moksa
(menghilang) dari bumi dan berubah wujud menjadi
harimau. Hal ini bisa dilacak dari cerita rakyat di
daerah Jawa bagian barat. Konon prabu siliwangi
tidak mau masuk islam. Ia lebih baik keluar dari
keraton daripada mengikuti ajakan prabu kean
santang, anaknya untuk masuk agama islam. Prabu
siliwangi akhirnya lari menuju hutan sancang. Maka
untuk menjaga hal-hal yang akan terjadi prabu kean
santang membendung larinya prabu siliwangi beserta
pengikutnya yang telah menjadi harimau. Dan
harimau jejadian itu kemudian digiring menuju
sebuah gua di pantai selatan kawasan hutan sancang.
Ketika itulah prabu kean santang mengerahkan aji
suket kalanjana dan berhasil mengalahkan ayahnya
yang juga terkenal sakti itu. Kemudian prabu siliwangi
akhirnya mendapat hidayah dari Allah dan masuk
islam. Namun sampai sekarang ilmu sakti ini
mengalami perkembangan seiring banyaknya minat
kalangan keraton pajajaran menuntut ilmu. Dan prabu
kean santang adalah orang yang paling suka
mempelajari segala macam ilmu agama, kesatriaan
maupun ilmu gaib.”
“Bagaimana cara menguasainya eyang?”
“Sabar, apakah kau ingin mulut tua eyang ini
berbusa…”
“Hahaha…” Sagara Angkara tertawa kecil saja.
“Ajian suket kalanjana dapat dikuasai siapa saja
sepanjang orang tersebut mampu mensucikan dirinya
dan mampu melakoni apa yang dipersyaratkan,
antara lain harus mampu menjalani puasa 40 hari dan
makan hanya boleh dilakukan jam 12 malam. Selain
itu juga harus ngrowot (hanya makan umbi-umbian)
dan tidak boleh makan jenis lainnya selama 40 hari.
Hal lain yang harus dilakukan adalah menjalankan
tapa kungkum (berendam) di dalam suangi selama 7
malam berturu-turut, dan yang paling berat harus pati
geni yaitu tidak makan,minum,tidur dan bersemedi di
ruang gelap selama 7 hari 7 malam. Selama ritual itu
pula harus membaca mantra khusus yang harus
dihapalnya. Bila ingin melihat alam gaib, mantra ini
dibaca tiga kali sambil membuka telapak tangan lalu
diusap ke mata.
“Mantranya?”
Kemudian Kyai Ancala mengajarkan bagaimana cara
mempelajari ilmu itu dengan teliti dan seksama.
Sampai Sagara Angkara dapat menghapalnya diluar
kepala.
“Eyang, Eyang mengatakan akan menceritakan
pelbagai macam kesaktian yang diciptakan dari
dahulu kala. Mengapa eyang diam saja.”
“Akh, setan kecil kau memang tak sabaran, Eyangmu
ini sedang memilah mmana saja yang harus
diceritakan.”
Lalu melanjutkan…
“Salah satu orang Jawa yang terkenal kesaktiannya
adalah Raden Rangga.”
“Siapa dia?”
“Berhenti memotong ucapanku!” Bentak Kyai Ancala.
Sagara Angkara meleletkan lidah tanpa berkata apa-
apa.
“Raden Rangga adalah anak satu-satunya
Panembahan Senopati dan Ratu Kali Nyamat. Sejak
kecil hingga remaja, Raden Rangga sudah bakat
menjadi pendekar sakti dan tangguh. Sayangnya, dia
memiliki watak buruk yaitu pemarah dan suka
memukul. Suatu ketika seorang pendekar pilih tanding
dari Banten datang untuk menantang adu kesaktian
Panembahan Senopati, sang ayah yang juga pendiri
dinasti Mataram ini. Raden Rangga tahu kedatangan
pendekar Banten ini dan meminta pada Panembahan
Senopati agar dirinya saja yang menghadapi.
Permintaan dari sang anak pun dituruti sekaligus
untuk mengetahui sampai seberapa hebat ilmu
kesaktian Raden Rangga. Adu kekuatan pun terjadi
antara Raden Rangga melawan Pendekar Banten.
Mulai menggunakan tenaga biasa hingga tenaga
dalam tingkat tinggi. Akhirnya, dengan pukulan
tenaga dalam, sang pendekar Banten tewas
berkalang tanah.