Cerita Silat | Iblis Dunia Persilatan | by Bung AONE | Iblis Dunia Persilatan | Cersil Sakti | Iblis Dunia Persilatan pdf
Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak
ngan, runcing dan
kedudukannya sangat mantap..
Si Jerangkong Mayat doyongkan tubuh kedepan
sambil menangkis dengan gerakan keluar melalui
tangan kiri…
Tangkapan cepat pada pergelangan tangan lawan itu
dibarengi dengan memutarkan tubuh dan
berkombinasi serangan sikut tangan kanan kearah ulu
hati..
“Bukk..Ughh!”
Perlahan sekali, tubuh kekar Si Raksasa Ganas hendak
jrtuh,tapi rupanya itu bukanlah akhir, dengan tidak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk menarik
tangan kanan lawan dengan tangan kiri, belitan
pendorong kedepan dengan tangan kanan pada
lengannya dan kombinasi membungkukan tubuh
kedepan bawah..
Secara spontan,… tubuh besar Si Raksasa Ganas
terangkat dan terbanting.. tepat di ujung tajam kayu
yang telah dipersiapkan Si Jerangkong Mayat.
“Jruuubbb..Uaargghhhhhhhh!” Sebuah jeritan
melengking bergema…. Maharaja menghela nafas
panjang. Wajahnya tertunduk..
Satu Korban telah dipersembahkan…
Darah membasahi lantai…
***
Seorang Pemuda Tampan berbaju kelabu berjalan
berdampingan dengan seorang gadis desa yang jelita
berpakaian selembar kain yang dililitkan di tubuh
menampakan sebagian tonjolan kelinci mungil
berwarna putih. di sisi sungai yang sepi tanpa
penghuninya…
“Indah benar, sungai berkelok kelok laksana gadis
penari yang berlenggak lenggok, cadas menjulang
tinggi mencakar langit, gemericik air sungai menjadi
nada dalam pelaminan alam. Burung menyanyi
dengan riang seakan tiada hari esok, dank u berjalan
bersanding dengan gadis dari khayangan…!” Gardapati
bernyanyi-nyanyi kecil, ketika berjalan menaik turuni
batu cadas yang bersedrakan di sisi sungai.
“Akh, Seandainya yang menjadi suamiku itu kakang,
pasti hiddupku takan menjadi seperti ini.!” Lastri
berkata tanpa ia sadari sebelumnya, kata itu meluncur
begitu saja tanpa dapat dicegah, laksana air yang
mengalir dari hulu ke hilir…
Setetes cairan bening tertimpa sinar menttari berkilau
jatuh perlahan merayap dari pipidan dagu…
“Tikk…!” Cairan itu jatud dijari telunjuk Gardapati.
“Adik manis, mengapa kau menangis?!”
Tanya Gardapati lembut, halus merayu dalam jiwa.
Menggelitik nurani yang mau tak mau membuat Lastri
sedikit sunggingkan senyum tipis.
“Marilah kita duduk disini. Seraya menikmati indahnya
ala mini!”
Lastri menurut, ia duduk bersimpuh disamping
Gardapati. Kepalanya disandarkan dipundak. Kain
pembungkus tubuhnya sangatlah pendek, jadi ketika
bersimpuh, paha mulusnya terpampang begitu saja.
Gardapati melirik nakal, Lastri Acuh saja seolah tak
mengetahui lirikan Gradapati.
“Nimas, apa nama tempat ini?”
“Entahlah, sungai ini memang ditemukan olehku
tanpa sengaja ketika jatuh dari atas.” Kata Lasrti.
“Dengan kata lain, hanya beberapa orang yang
mengetahu tempat ini?”
Lastri mengangguk yakin. Matanya sayu.
“Bagaimana dengan pernikahanmu? Apakah kau
bahagia?”
“Akh, huhu….” Lastri kembali menangis.
“Cup…cup… ceritakanlah, barangkali kakang bisa
membantumu.”
“Dia macan ompong. Nafsu kuda tenaga ayam…!” Lirih
ucapan Lastri.
“Berbaringlah” Bisik Gardapati.
Lastri menatap Gardapati dan menurut. Gardapati
tepuk ubun-ubun, leher dada, pusar dan kemaluan
lastri secara berurutan..
Tubuh lastri gemetar, matanya terpejam, mendesis
lirih, tubuhnya mengejang….
“Akkhhhh………!” Ia mendesah cukup kencang. Setelah
itu ia berbaring dengan nafas ngos-ngosan. Matanya
sayu kelelahan, dia merasakan rasa nikmat yang
berlebihan serasa tulang-tulangnya dilolosi.
“Ap…apa yang kau…lakuk…kan ka..kang? tanyanya
terbata bata.
“Aku hanya melepaskan gairahmu yang tertunda,
sepertinya setelah seminggu menikah, sama sekali
engkau meraih kepuasan. “ Jawab Gardapati seraya
tersenyum.
Lastri pejamkan matanya, setitik dua titik air mata
mengalir membasahi pipi dan jatuh membasahi batu
cadas.
“Aku memang terpuaskan tappi….!”
“Tapi?”
“Aku ingin kepuasan yang sebenarnya…!”
Gardapati menelan ludah. Jakunnya naik turun, ini
adalah sebuah lampu hijau yang seakan mengatakan
bahwa ia harus melakukan ‘sesuatu’.
“Apa maksudmu Nimas?” Tanya gardapati pura-purav
tak mengerti. Lastri, tersenyum kecil. Matanya
diarahkan kepada Gardapati. tanpa berkata apapun,
dengan lemah gemulai dia berjalan ke sungai…
Kaki mulus jenjang tanpa alas kaki itu dipermainkan
busa-busa air, dia tertawa cekikikan sambil
memainkan air, sama sekali tak menghiraukan
Gardapati yang terlolong bengong dengan mulut
terbuka hampir tak bernafas. Dia terpesona mengikuti
melihat gerak-gerik gasis cantik di hadapannya yang
amat mempesona ini.
Bebera pa saat kemudian matanya ter beliak dengan
jantung berdegup kencang. Lastri yang berdiri
menyamping membelakanginya. Perlahan namun
pasti tangannya bergerak melepaskan kain penutup
tubuh satu-satunya.
Lalu Kain itu ia simpan diatas batu cadas. I a berdiri
dengan tubuh telanjang bulat dan tak berpakaian
sama sekali. tampak gadis itu memiliki tubuh yang
semampai dan padat dengan lekuk lengkung yang
sempurna, bulu bulu tipis terawatt menghiasi bagian
intimnya. Kedua bukit kembarnya yang membusung
menantang jari jari nakal dan senjata lunak
memainkannya dengan gemas, pinggulnya yang bulat
dan indah melengkung melentik sempurna.
Tanpa memperdulikan kehadiran Gardapati, ia
melangkah perlahan menuju ke dalam air yang cukup
dalam dan tenang. meski air menutupi lehernya.
Namun kebeningan airnya tidak bisa menutupi
keindahan tubuhnya. Kemudian dia mulai berenang
sambil memekik-mekik kecil dengan senang.
Gardapati memperhatikan ulahnya dengan jakun
yang naik turun, namun wajahnya terlihat tenang.
“Plasshhh…!| Lastri menepuk air hingga memercik
menjadi ribuan butiran berkilau tertimpa mentari,
sebagian air itu mengenai wajah, dan tubuh
Gardapati, sebagiannya lagi memercik diatas batu
cadas.
“Airnya segar, apakah engkau berminat
menikmatinya?…”
“Aku rasa, orang yang berenang didalamnya lebih
segar, daripada menikmati airnya aku lebih suka
menikmati orangnya!”
Perlahan, Gardapati lepaskan ikat kepala, ikat
pinggng, dan pakaiannya hingga diatas tubuhnya tak
melekat sehelai benangpun.
Tenang ia berjalan turun keair, Lastri tidak begitu
kaget dengan keperkasaan Rajawali Gardapati. Sebab
ia pernah melihatnya, hanya wajah manisnya
tersenyum malu memerah memendam gairah.
Gardapati sentakan tubuhnya hingga tubuhnya
melayang turun ke dalam air dan melesak dengan
menimbulkan percikan gelombang air yang cukup
tinggi.
Begitu kepala Gardapati keluar dari air. Lastri
lingkarkan kedua tangannya di leher Gardapati sambil
menatapnya mesra.
“Seandainya engkau yang menjadi suamiku, Niscaya,
aku…a ku takkan menyesal menjadi milikmu…”
“Tanpa perlu menjadi suamimu pun, aku takan
menol;ak bila harus membuatmu bahagia!” Sehabis
berkata demikian kedua tangannya bergerak
menggendong tubuh bugil yang sintal itu melesat
keluar dari sungai sambil berkelebat kembali dimana
mereka tadi mengobrol gembbira.
“Akan kuajari kau Tiga puluh satu jurus Ular naga
menaklukan burung Phoenix!”
“Jurus apakah itu kakang?”
“Jurus untuk menaklukanmu” Bisik Gardapati sambil
menciumi telinga Lastri.
Lastri mendesah kecil sebelum bibirnya dilumat
dengan lembut, energik. Semakin lama semakin
ganas membuat perasaannya melayang kelangit. Tak
nyana ketika ia sedang melambung, Gardapati
melepaskannya dengan tica-tiba.
Lastri menghela nafas kecewa, tapi itu tak lama,
sebab ia merasakan sebuah kenikmatan yang lebih
dari tadi.
Sekujur tubuhnya diciumi. Membuatnya
menggelinjang kesana kemari, tak ia sadari bahwa ia
sudah berbaring, yang ia rasakan hanyalah sebuah
rasa geli yang aneh.
“Jurus Pertama! Naga Liar menciumi lava”
Kepala Gardapati tenggelam diantara jepitan paha
Lastri, lastri mengejang dengan dahsyat, jeritannya
semakin santar. Tak begitu lama, Gardapati membuka
kedua kaki Lastri dan berkata.
“Jurus kedua! Naga Sakti mengibaskan ekor!”
Gardapati mulai melaksanakan jurusnya, pertarungan
itu berlangsung seru, jurus berganti jurus, entah sudah
berapa kali Lastri menyemburkan darah dari
mulutnya., sekujur tubuhnya sudah dipenuhi peluh,
tubuhnya digguluirkan, dibalik dan dipermainkan
begitu saja…. Tak kerasa waktu sudah berjalan
dengan asyiknya.
Pagi menyingsing, Lastri tergolek lemah berbalut kain
sarung. Matanya terpejam mengingat masa-masa
semalam.
“Bangunlah Nimas, lekaslah pulang… suamimu pasti
sudah menunggumu!”
Lastri mengangguk lemah, perlahan ia bangkit dan
berjalan meninggalkan Gardapati dengan langkah
kaki yang ganjal. Gardapati tersenyum manis dan
pergi kearah lain,…!
****
Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak
ngan, runcing dan
kedudukannya sangat mantap..
Si Jerangkong Mayat doyongkan tubuh kedepan
sambil menangkis dengan gerakan keluar melalui
tangan kiri…
Tangkapan cepat pada pergelangan tangan lawan itu
dibarengi dengan memutarkan tubuh dan
berkombinasi serangan sikut tangan kanan kearah ulu
hati..
“Bukk..Ughh!”
Perlahan sekali, tubuh kekar Si Raksasa Ganas hendak
jrtuh,tapi rupanya itu bukanlah akhir, dengan tidak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk menarik
tangan kanan lawan dengan tangan kiri, belitan
pendorong kedepan dengan tangan kanan pada
lengannya dan kombinasi membungkukan tubuh
kedepan bawah..
Secara spontan,… tubuh besar Si Raksasa Ganas
terangkat dan terbanting.. tepat di ujung tajam kayu
yang telah dipersiapkan Si Jerangkong Mayat.
“Jruuubbb..Uaargghhhhhhhh!” Sebuah jeritan
melengking bergema…. Maharaja menghela nafas
panjang. Wajahnya tertunduk..
Satu Korban telah dipersembahkan…
Darah membasahi lantai…
***
Seorang Pemuda Tampan berbaju kelabu berjalan
berdampingan dengan seorang gadis desa yang jelita
berpakaian selembar kain yang dililitkan di tubuh
menampakan sebagian tonjolan kelinci mungil
berwarna putih. di sisi sungai yang sepi tanpa
penghuninya…
“Indah benar, sungai berkelok kelok laksana gadis
penari yang berlenggak lenggok, cadas menjulang
tinggi mencakar langit, gemericik air sungai menjadi
nada dalam pelaminan alam. Burung menyanyi
dengan riang seakan tiada hari esok, dank u berjalan
bersanding dengan gadis dari khayangan…!” Gardapati
bernyanyi-nyanyi kecil, ketika berjalan menaik turuni
batu cadas yang bersedrakan di sisi sungai.
“Akh, Seandainya yang menjadi suamiku itu kakang,
pasti hiddupku takan menjadi seperti ini.!” Lastri
berkata tanpa ia sadari sebelumnya, kata itu meluncur
begitu saja tanpa dapat dicegah, laksana air yang
mengalir dari hulu ke hilir…
Setetes cairan bening tertimpa sinar menttari berkilau
jatuh perlahan merayap dari pipidan dagu…
“Tikk…!” Cairan itu jatud dijari telunjuk Gardapati.
“Adik manis, mengapa kau menangis?!”
Tanya Gardapati lembut, halus merayu dalam jiwa.
Menggelitik nurani yang mau tak mau membuat Lastri
sedikit sunggingkan senyum tipis.
“Marilah kita duduk disini. Seraya menikmati indahnya
ala mini!”
Lastri menurut, ia duduk bersimpuh disamping
Gardapati. Kepalanya disandarkan dipundak. Kain
pembungkus tubuhnya sangatlah pendek, jadi ketika
bersimpuh, paha mulusnya terpampang begitu saja.
Gardapati melirik nakal, Lastri Acuh saja seolah tak
mengetahui lirikan Gradapati.
“Nimas, apa nama tempat ini?”
“Entahlah, sungai ini memang ditemukan olehku
tanpa sengaja ketika jatuh dari atas.” Kata Lasrti.
“Dengan kata lain, hanya beberapa orang yang
mengetahu tempat ini?”
Lastri mengangguk yakin. Matanya sayu.
“Bagaimana dengan pernikahanmu? Apakah kau
bahagia?”
“Akh, huhu….” Lastri kembali menangis.
“Cup…cup… ceritakanlah, barangkali kakang bisa
membantumu.”
“Dia macan ompong. Nafsu kuda tenaga ayam…!” Lirih
ucapan Lastri.
“Berbaringlah” Bisik Gardapati.
Lastri menatap Gardapati dan menurut. Gardapati
tepuk ubun-ubun, leher dada, pusar dan kemaluan
lastri secara berurutan..
Tubuh lastri gemetar, matanya terpejam, mendesis
lirih, tubuhnya mengejang….
“Akkhhhh………!” Ia mendesah cukup kencang. Setelah
itu ia berbaring dengan nafas ngos-ngosan. Matanya
sayu kelelahan, dia merasakan rasa nikmat yang
berlebihan serasa tulang-tulangnya dilolosi.
“Ap…apa yang kau…lakuk…kan ka..kang? tanyanya
terbata bata.
“Aku hanya melepaskan gairahmu yang tertunda,
sepertinya setelah seminggu menikah, sama sekali
engkau meraih kepuasan. “ Jawab Gardapati seraya
tersenyum.
Lastri pejamkan matanya, setitik dua titik air mata
mengalir membasahi pipi dan jatuh membasahi batu
cadas.
“Aku memang terpuaskan tappi….!”
“Tapi?”
“Aku ingin kepuasan yang sebenarnya…!”
Gardapati menelan ludah. Jakunnya naik turun, ini
adalah sebuah lampu hijau yang seakan mengatakan
bahwa ia harus melakukan ‘sesuatu’.
“Apa maksudmu Nimas?” Tanya gardapati pura-purav
tak mengerti. Lastri, tersenyum kecil. Matanya
diarahkan kepada Gardapati. tanpa berkata apapun,
dengan lemah gemulai dia berjalan ke sungai…
Kaki mulus jenjang tanpa alas kaki itu dipermainkan
busa-busa air, dia tertawa cekikikan sambil
memainkan air, sama sekali tak menghiraukan
Gardapati yang terlolong bengong dengan mulut
terbuka hampir tak bernafas. Dia terpesona mengikuti
melihat gerak-gerik gasis cantik di hadapannya yang
amat mempesona ini.
Bebera pa saat kemudian matanya ter beliak dengan
jantung berdegup kencang. Lastri yang berdiri
menyamping membelakanginya. Perlahan namun
pasti tangannya bergerak melepaskan kain penutup
tubuh satu-satunya.
Lalu Kain itu ia simpan diatas batu cadas. I a berdiri
dengan tubuh telanjang bulat dan tak berpakaian
sama sekali. tampak gadis itu memiliki tubuh yang
semampai dan padat dengan lekuk lengkung yang
sempurna, bulu bulu tipis terawatt menghiasi bagian
intimnya. Kedua bukit kembarnya yang membusung
menantang jari jari nakal dan senjata lunak
memainkannya dengan gemas, pinggulnya yang bulat
dan indah melengkung melentik sempurna.
Tanpa memperdulikan kehadiran Gardapati, ia
melangkah perlahan menuju ke dalam air yang cukup
dalam dan tenang. meski air menutupi lehernya.
Namun kebeningan airnya tidak bisa menutupi
keindahan tubuhnya. Kemudian dia mulai berenang
sambil memekik-mekik kecil dengan senang.
Gardapati memperhatikan ulahnya dengan jakun
yang naik turun, namun wajahnya terlihat tenang.
“Plasshhh…!| Lastri menepuk air hingga memercik
menjadi ribuan butiran berkilau tertimpa mentari,
sebagian air itu mengenai wajah, dan tubuh
Gardapati, sebagiannya lagi memercik diatas batu
cadas.
“Airnya segar, apakah engkau berminat
menikmatinya?…”
“Aku rasa, orang yang berenang didalamnya lebih
segar, daripada menikmati airnya aku lebih suka
menikmati orangnya!”
Perlahan, Gardapati lepaskan ikat kepala, ikat
pinggng, dan pakaiannya hingga diatas tubuhnya tak
melekat sehelai benangpun.
Tenang ia berjalan turun keair, Lastri tidak begitu
kaget dengan keperkasaan Rajawali Gardapati. Sebab
ia pernah melihatnya, hanya wajah manisnya
tersenyum malu memerah memendam gairah.
Gardapati sentakan tubuhnya hingga tubuhnya
melayang turun ke dalam air dan melesak dengan
menimbulkan percikan gelombang air yang cukup
tinggi.
Begitu kepala Gardapati keluar dari air. Lastri
lingkarkan kedua tangannya di leher Gardapati sambil
menatapnya mesra.
“Seandainya engkau yang menjadi suamiku, Niscaya,
aku…a ku takkan menyesal menjadi milikmu…”
“Tanpa perlu menjadi suamimu pun, aku takan
menol;ak bila harus membuatmu bahagia!” Sehabis
berkata demikian kedua tangannya bergerak
menggendong tubuh bugil yang sintal itu melesat
keluar dari sungai sambil berkelebat kembali dimana
mereka tadi mengobrol gembbira.
“Akan kuajari kau Tiga puluh satu jurus Ular naga
menaklukan burung Phoenix!”
“Jurus apakah itu kakang?”
“Jurus untuk menaklukanmu” Bisik Gardapati sambil
menciumi telinga Lastri.
Lastri mendesah kecil sebelum bibirnya dilumat
dengan lembut, energik. Semakin lama semakin
ganas membuat perasaannya melayang kelangit. Tak
nyana ketika ia sedang melambung, Gardapati
melepaskannya dengan tica-tiba.
Lastri menghela nafas kecewa, tapi itu tak lama,
sebab ia merasakan sebuah kenikmatan yang lebih
dari tadi.
Sekujur tubuhnya diciumi. Membuatnya
menggelinjang kesana kemari, tak ia sadari bahwa ia
sudah berbaring, yang ia rasakan hanyalah sebuah
rasa geli yang aneh.
“Jurus Pertama! Naga Liar menciumi lava”
Kepala Gardapati tenggelam diantara jepitan paha
Lastri, lastri mengejang dengan dahsyat, jeritannya
semakin santar. Tak begitu lama, Gardapati membuka
kedua kaki Lastri dan berkata.
“Jurus kedua! Naga Sakti mengibaskan ekor!”
Gardapati mulai melaksanakan jurusnya, pertarungan
itu berlangsung seru, jurus berganti jurus, entah sudah
berapa kali Lastri menyemburkan darah dari
mulutnya., sekujur tubuhnya sudah dipenuhi peluh,
tubuhnya digguluirkan, dibalik dan dipermainkan
begitu saja…. Tak kerasa waktu sudah berjalan
dengan asyiknya.
Pagi menyingsing, Lastri tergolek lemah berbalut kain
sarung. Matanya terpejam mengingat masa-masa
semalam.
“Bangunlah Nimas, lekaslah pulang… suamimu pasti
sudah menunggumu!”
Lastri mengangguk lemah, perlahan ia bangkit dan
berjalan meninggalkan Gardapati dengan langkah
kaki yang ganjal. Gardapati tersenyum manis dan
pergi kearah lain,…!
****