Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Seducing Cinderella - 24

$
0
0
Cerita Romantis | Seducing Cinderella | by Gina L. Maxwell | Seducing Cinderella | Cersil Sakti | Seducing Cinderella pdf

Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga

bahwa kau pantas untuk dicintai oleh pria yang baik? Kau adalah orang yang sangat cantik yang aku tahu, luar dan dalam. Dia bodoh jika dia tidak jatuh cinta padamu,"
  Lucie mengambil gelasnya dan menenggak beberapa tegukan. Apakah Vanessa benar? Apakah Reid benar-benar mempunyai perasaan padanya? Ia memikirkan kembali apa yang telah terjadi selama beberapa minggu terakhir ini, benaknya menyusun katalog dalam kolom-kolom. Hal yang akan dilakukan teman versus hal yang akan dilakukan kekasih. Kolom kekasih dengan cepat terisi sedangkan kolom teman tak beranjak dengan statistik rendah yang menyedihkan. Kupu-kupu menyebar di dasar perutnya saat ia mendongak menemukan senyum sombong di wajah Nessie. Ia menggelengkan kepalanya.
  "Bahkan jika kau benar, bagaimana itu bisa terjadi? Kami benar-benar bertolak belakang. Aku sudah melakukannya dulu, ingat?"
  "Tidak," katanya mencondongkan badannya kedepan untuk menekankan, "apa yang kau lakukan adalah terjebak dengan pengecut yang tidak benar-benar menyukai siapapun selain dirinya sendiri. Hubungan itu gagal karena pengecut itu tidak dapat menyimpan kemaluannya di didalam celananya, Lucie, bukan karena dia bisa menyimpan sapi dan kau suka memakannya."
  "Amin, Red!" Fritz mengantarkan bir baru dan menaruhnya dengan keras dan menahan tangan di meja. "Aku tidak tahan dengan banci dan orang yang hanya memikirkan kepuasannya sendiri." Ia menggoyangkan jari yang rapuh saat dia berbicara kepada mereka berdua. "Jangan pernah percaya pada pria yang tidak minum bir. Seorang pria yang hanya meminum minuman yang hanya akan membuat dirinya berakhir menjadi manja bukanlah seorang lelaki. Dia mungkin seperti memberitahu ukuran buah zakarnya saat dia sedang memesan minuman,jka kalian mengerti maksudku."
  Para gadis tertawa dan berterima kasih padanya untuk menyuarakan nasihatnya, meyakinkannya bahwa mereka akan memegang kebijakan itu untuk tiap pria mulai sekarang.
  "Well, baiklah. Yang satu ini aku yang traktir asalkan kalian memberikanku sesuatu manis." Pria tua itu membungkuk membuat mereka tertawa, mereka lalu memberi ciuman di pipinya yang tertutupi janggut pendek putih. Frizt lalu berdiri dan berkata, "Itu adalah cara yang sempurna untuk mengakhiri malam ini. Aku akan naik keatas dan membiarkan michelle berjaga sampai tutup malam ini. Kalian harus berlaku baik, kalian dengar?"
  Setelah mereka berjanji dan mengucapkan selamat malam, Lucie berpaling pada Vanessa dengan kegembiraan yang sama, ketakutan juga tekad." Oke, katakan padaku apa yang harus kulakukan."
  Mata hijau Vanessa terlihat benar-benar berbinar dengan nakal dan seringai di mulutnya. "Dia sudah memberikanmu pelajaran menggoda, benar?"
  "Ya," jawab Lucie waspada.
  "Mudah saja." Vanessa meletakkan lengannya dimeja di depannya dan bersandar. " Kau pulang ke rumah, gunakan pelajaran itu dengan baik, dan tunjukkan pada guru bagaimana kau telah menjadi murid yang baik."
  ***
  Reid membuka pintu gym lamanya dan berjalan pelan. Emosi yang campur aduk dari bau yang familiar dan suara yang membawanya ke masa lalu. Masa ketika ia masih muda dan berada dalam kuasa ayahnya. "Ada masalah apa denganmu? Untuk terakhir kalinya kukatakan, angkat tanganmu!"
  Gema suara ayahnya di ruangan besar dan terbuka seperti asam laktat yang memenuhi otot-ototnya, membuatnya tegang dan nyeri. Ia mengikuti suara yang keluar dari anak SMA di atas ring, sedang berlatih dengan seorang pria yang sudah menjadi angota tim football di kampusnya.
  "Perhatikan cara menjatuhkannya! Dia akan me " pria yang lebih besar melempar tubuh bagian bawah anak itu, membelitkan tangannya diseputar pinggulnya, dan mentakelnya sampai jatuh. Stan Andrews menyuarakan waktu habis dan para petarung memisahkan diri, yang satu menghirup nafas dengan susah payah, yang lain tampak bosan.
  "demi Tuhan Peterson, kenapa aku bahkan repot-repot denganmu?"
  "Maaf, Pelatih," katanya, merendahkan tatapannya ke bawah.
  "Masih menggertak anak-anak kulihat," Reid berkata dengan rahang kaku.
  Kepala pria tua itu tidak bergerak banyak, tapi matanya menatap dan menyipit pada anak lelaki satu-satunya seperti sedang mengukur musuhnya sebelum akhirnya ia tegak dan menyilangkan tangannya di dada. "Well,well, jika itu bukan anak yang hilang."
  "Sudah lama sejak kau membaca Alkitab, Pop. Anak yang hilang kembali ke rumah setelah tersesat dalam hidupnya dan meminta pengampunan ayahnya. Aku tidak kembali. Hanya berkunjung. Dan semua yang sudah kulakukan adalah untuk menjalani hidup yang sudah kau ajarkan kepadaku jadi tidak ada alasan untuk meminta maaf."
  "Oh, kau tidak, begitu? Bagaimana dengan meminta maaf atas apa yang telah kuberikan padamu semua pengetahuan, semua latihan, semua dedikasi dan meninggalkanku diam-diam saat kau hidup di kehidupan mewahmu di liga besar."
  "Aku tidak meninggalkanmu," bentak qReid. Aku menawarimu untuk keluar bersamaku. Aku punya rumah besar yang bisa kau gunakan untuk dirimu sendiri. Kau menolaknya."
  Stan mendengus. "hidup disana menjadi apa? Seorang mantan petarung yang hidup dengan kemurahan hati anaknya? Tidak terima kasih. Aku seharusnya menjadi manajermu."
  Reid menggeretakkan rahangnya dan mengulang mantra di kepalanya beberapa kali sebelum bebas berbicara lagi. "Dengar, aku tidak datang kesini untuk berdebat. Aku sedang disekitar sini dan kupikir akan menyapa bicara tapi jika kau terlalu sibuk tidak apa-apa."
  Setelah beberapa saat saling menatap, ayahnya akhirnya mememecah kebisuan.
  "Perteson. Grady. Pukul karung dulu. Kau," katanya menunjuk Reid, "Ikut denganku."
  Reid mengikuti ayahnya masuk ke kantor kecil yang terdiri dari meja besi usang dan beberapa meja lipat di depannya. Stan duduk di balik meja di kursi vinyl penyok dengan beberapa lakban perak untuk menambal pinggirannya yang sudah robek. Reid memutar salah satu kursi dan menungganginya, menyandarkan tangannya ke belakang. Dirinya mengatakan pada diri sendiri untuk bangkit dan pergi. Ia tahu ia tidak akan mendapatkan kehangatan dan kelembutan dari ayahnya. Setidaknya, itulah yang terjadi beberapa tahun silam. Mungkin ayahnya akan melembut setelah bertahun-tahun.
  Yah, dan mungkin ibunya akan melewati pintu dan berkata seharusnya ia tidak meninggalkan mereka seperti sepasang sepatu yang sudah tidak ia pedulikan lagi.
  Salah satu hal yang ayahnya ajarkan pada Reid adalah untuk membaca bahasa tubuh orang.Jika kau memperhatikannya apakah di pertarungan atau diluar kau nyaris bisa mengantisipasi gerakan lawan atau reaksi mereka padamu.
  Pria tua itu bersandar di belakang kursinya dan menyilangkan tangannya di dadanya yang rata. Ia waspada dan tidak senang dengan kejutan kunjungan anaknya. "Jadi kenapa kau kesini? Aku yakin kau tidak menginginkan petunjuk dengan semua pelatih fantastis yang kau miliki di Vegas. Kau datang untuk memamerkan kesuksesanmu?"
  "Astaga, Pop, tidak bisakah kau menyingkirkan kebencianmu satu menit saja?" Ketika yang di yang dilakukannya oleh ayahnya hanya mendengus, Reid bernafas dalam dan mencoba untuk sopan. "Aku akan ada pertarungan. Itu adalah pertarungan untuk memenangkan kembali sabukku dari Diaz."
  "Yah, aku tahu itu semua." Stan menunjuk lengan Reid. "Bahumu sudah sembuh?"
  Kenyataan bahwa ayahnya tahu tentang pertarungannya dan lukanya tidak seharusnya mengejutkannya. Apabila ia menjadi pelatih yang aktif itu masuk akal bahwa ia tetap mengikuti berita olahraga. Tapi jika sialan anak kecil di dalam Reid tidak membumbung karena bangga mengetahui ayahnya tahu tentang kehidupannya. Anak bodoh.
  "Yah, hampir seratus persen. Aku sudah bekerja dengan PT yang terbaik. Ia mengerjakan di setiap otot. Sebenarnya, kau tahu siapa dia. Lucie, adik Jackson Maris. Kau ingat?"
  Reid sengaja membawa nama keluarga Maris pada ayahnya untuk sebuah alasan. Saat Reid meluangkan waktu ia berada di rumah jackson, hubungan antara orang tua sudah menegang.
  Ayahnya menggosok rahangnya dengan satu tangan mencoba mengingat kembali. Lalu mendengus. "Sedikit. Agak kurus dan canggung kalau ingatanku benar."
  "Tidak lagi," kata Reid dengan senyum simpul. "Dia sangat cantik, tidak perlu disebutkan bahwa dia luar biasa. Tapi, yah, salah satunya."
  Stan membungkuk, matanya menyipit, "Kau mencintainya atau semacam itu?"
  "Tidak, bukan seperti itu. Maksudku, yah, aku sangat peduli padanya " Reid mengumpat saat menghembuskan nafasnya. "Aku berpikir tentang kemungkinan mencoba untuk memulai sebuah hubungan. Lihat saja kemana arahnya."
  Stan menunjuk dengan jarinya. "Sekarang dengarkan aku, anak muda. Kau mungkin sedang berada di puncak karirmu, tapi aku akan dikutuk jika kau tidak bisa menjamin untuk tetap berada di atas selama yang kau bisa dengan usia yang kau miliki. Kau bodoh sekali untuk membuang semuanya hanya untuk seorang wanita."
  Reid menatap pria tua di hadapannya dan menggertakkan rahangnya untuk mencegah dirinya berteriak dan membuat drama. "Aku tidak membuang apapun. Banyak yang tetap berada diatas dan mempunyai hubungan sementara berkarir di UFC. Beberapa malah ada yang menikah."
  "Dan berapa dari" Stand berhenti untuk membuat catatan di setiap kata berikutnya "hubungan mereka yang bisa bertahan? Aku akan memberitahumu sekarang, disana hanya ada dua macam wanita. Tipe yang menyukai gaya hidup, ketenaran, dan suka berpergian. Itu yang mereka bangun dan itu sesuai dengan semua hal yang mereka inginkan untuk memilikinya. Tapi segera setelah semuanya yang kau miliki mengilang, mereka pun akan pergi meninggalkanmu."
  "Jadi kau memiliki wanita yang yang tidak menginginkan kehidupan itu. Mulanya mereka mungkin memang tidak menginkannya, namun kemudian mereka akan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa keadaan akan membaik dan hubungan itu membutuhkan pengorbanan.Tapi kemudian mereka meyadari mereka pantas memiliki lebih dari pada apa yang yang bisa kita berikan, dan kemudian mereka pergi, juga."
  Reid berdiri dan mendorong kursi menjauh. "Dengar, hanya karena istrimu meninggalkanmu, bukan berarti seluruh dunia dihukum dengan takdir yang sama. Lucie bukan orang seperti itu."
  Stan menggebrak mejanya saat beranjak, membabi buta, dan berdiri tepat di wajah Reid. "Itu yang kau pikir! Kau berfikikir kau mengenalnya. Mencintainya dengan seluruh yang kau punya dan kemudian mereka memutuskan bahwa mereka lebih baik tanpamu dan mereka pergi. Itu kenyataan, Nak! Jadi jangan berpikir kau spesial dan aturan itu tidak berlaku untukmu."
  Kemarahan Reid tersulut dan ia menaikkan suaranya menyamai. "Berpikir aku spesial? Darimana aku pernah memiliki ide seperti itu? Tentu saja bukan darimu. Kau tidak pernah membuatku melupakan aku hanya sebaik kemenanganku selanjutnya."
  "Karena itu benar! Kita petarung, Reid! Itulah kita, yang membedakan kita dengan yang lain."
  Reid kalah dalam pertarungan untuk mengendalikan dirinya dan membiarkan emosinya tak terkontrol. Berteriak, seperti saat ia masih muda, katanya, "Aku menyukai bertarung, tapi aku bukan hanya menjadi petarung! Bukan hanya itu yang bisa aku lakukan!"
  "Oh benarkah?" Suara Stan akhirnya datar, tapi hanya karena dia tidak berteriak bukan berarti tanggapannya tidak tajam. "Aku duga maksudmu adalah sketsa dan patung konyolmu. Seperti yang diinginkan wanita hanyalah seorang pria yang bermain dengan tanah liat setiap hari.Tidak bisa di percaya."
  Perasaan lama yang terpendam seakan ingin naik ke permukaan, mengancam untuk mencekik nafas dari tubuhnya. Reid tahu ia sudah melupakan kata-kata ayahnya bertahun-tahun yang lalu, tapi untuk alasan apapun, ketika dia harus berurusan dengan pria tua ini, Reid merasa ia kembali lagi menjadi anak kecil yang ketakutan.
  Ayahnya mengumpat, tenggelam dalam kursi vynil lagi, dan menyeret kedua tangannya pada wajahnya yang lelah. "Kau lakukan apa yang kau mau. Itu hidupmu. Tapi jika kau datang untuk mendapatkan nasihat dariku, ini yang bisa kukatakan: kau memiliki kehidupan dari nyalimu, Nak. Kau mendapat ketenaran, keberuntungan, dan kau bisa mendapatkan semua yang kau inginkan tanpa embel-embel. Tetaplah seperti itu...jauhkan dirimu dari sakit hati."
  Reid mendengus dan membuka pintu kantor, menggelengkan kepalanya. Ia tahu kunjungannya tidak akan berjalan baik, tapi hati nuraninya tidak ingin melupakan ayahnya. Kadang ia berharap hati nuraninya seperti belalang di dalam cerita Pinocchio. Dengan begitu ketika hati nuraninya melakukan hal yang bodoh

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>