Cerita Misteri | Tangan Tangan Setan | by Abdullah Harahap | Tangan Tangan Setan | Cersil Sakti | Tangan Tangan Setan pdf
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
terperi.
'Anak tak tahu diri itu!” ia memaki. Potret
Januar diremas remasnya. dengan keinginan
ingin menghancurkan anak muda itu sampai lumat. belum puas, lembaran toto yang kumuh itu
ia lontarkan ke dalam tungku menyala. “Sudah
kuduga Anak itu akan datang juga akhirnya.
Benarlah apa kata orang. Cinta itu buta. Sedemikian butanya, sehingga anak itu tak sadar
bahwa kedatangannya justru dapat mencelakakan Ismiaty!"
Saniah tidak mengomentari apa-apa. la menyadari kemarahan suaminya. Dan hanya bisa
menatap ke tungku. Melihat bagaimana potret
Januar menyala dimakan api. Nyala api senantiasa
menimbulkan asap. Tetapi asap yang ditimbulkan
nyala api yang membakar potret Januar, bukanlah
asap yang biasa terlihat. Asap itu berwarna hitam
pekat. menggembung dalam satu lingkaran aneh,
lalu meliuk panjang, mengarah lurus ke atap dapur
yang tidak berpara. Liukan asap hitam itu meliuk-liuk pula setiba di atap, seakan mencari jalan
keluar dengan gerakan tak sabar. Asap itu tidak
buyar sedikit pun. manakala menyelinap lewat
celah-celah genteng dan kemudian lenyap tak
berbekas,...
Menyaksikan warna, bentuk, dan gerakan
asap itu, Saniah terkesiap. Sepasang matanya
membelaiak tajam dan berubah menjadi merah,
semakin merah, lalu mulutnya yang memperdengarkan suara erangan tajam, setelah mana terulas senyum misterius. Ia baru berpaling waktu
merasakan piring di tangannya seperti disentakkan. Rupanya Dumadi telah mengambilnya, lalu
makan dengan suapan-suapan tak sabar.
Dumadi tak sabar bukan karena ia sudah
teramat lapar. Dumadi tak sabar, karena gambaran
pemuda yang tadi sore ia lihat turun dari bis.
membuatnya sangat cemas. Entah di mana pemuda itu menginap malam ini. Yang jelas, ia akan
segera muncul di rumah mereka itu harus dicegah'. _
“Kurang ajar benar" gerutunya sambil mengunyah.
"Tenanglah, Kang..? bujuk Saniah. Sikapnya
sudah kembali seperti semula. Matanya pun bening, meski tergores juga gambaran penderitaan
yang seakan tidak berhenti melanda dirinya. la
usap pipi suaminya, dlkecup lembut dan berkata
menghibur. 'Kalau kau makan seperti itu. Kang
Madi. Kuanggap kau tidak menyukai masakanku."
Dumadi menjadi lebih tenang.
Pikirannya pun terus berjalan; "sekaranglah
saatnya. Di sini. Tak usah di luar sana. Memandang rembulan huh. Apa pula maksud Santika?
Menyuruh kami bercinta cintaan sedang bahaya
kian dekat mengancam?
Dongkol. ltulah perasaan yang mendorong
Dumadi nekat berbicara saat itu dengan isterinya.
Sebelum menghabiskan makanannya. ia sudah
berucap tanpa tedeng aling-aling:
"Aku harus memperkosa lsmiatyl'
Saniah tersentak.
Di luar. asap hitam yang aneh itu pun ter
semak-semak. Melluk liar, sebentar ke sana, sebentar ke sini. Tak lama kemudian, kepulan asap
hitam memanjang itu bergerak melewati atap
demi atap rumah. Asap itu seperti hidup. Punya
mata, punya arah tujuan. Gerakannya yang aneh,
membuat angin malam berhenti berhembus, dan
pepohonan yang dilaluinya tertegak diam. bahkan
rembulan pun tak berani beringsut...,
ENAM
PADA waktu bersamaan. dl dalam sebuah
rumah sederhana berdinding setengah tembok.
seorang laki-laki berusia lima puluhan, bersujud
tenang di atas sajadah Dalam sujudnya, ia membersihkan diri dan mensucikan jiwanya dengan
Seuntai permohonan: hendaklah aku tidak kau
jadikan manusia musyrik ya Allah. Apa pun yang
ada di tanganku sekarang ini, tak lebih dari
sekedar benda mati belaka. Benda buatan manusia, makhlukmu yang hina dina. Akan tetapi ya
Allah. Dengan kebesaran dan kemuliaan nama-Mu, aku percaya. benda mati ini kiranya dapat
membantu kami melepaskan diri dari cengkeraman syeitan yang terkutuk!”
Wajah lelaki itu tampak damai waktu ia duduk
dari sujudnya. Gagang sebilah keris tergenggam
erat di telapak tangan kirinya, sementara telapak
tangan kanan memegang lembut sebuah kitab
suci ukuran mini. Kemudian ia duduk bersila.
membaca doa suci. la telah membaca do'a
do'a yang sama ketika sore tadi la selesai membaca sepucuk surat dari Amsar. cucunya, yang
dititipkan anak itu pada salah seorang sahabat
baiknya yang mulai malam ini menjadi tamu terhormat di rumah mereka.
Dalam suratnya itu seperti biasa Amsar me
minta dengan halus; "Ikan yang ada di kolam
Kakek tentunya sudah siap dipanen. Ingin sekali
aku mencicipinya barang satu atau dua ekor saja.
Tetapi kalau ikannya di kirim tentu akan busuk
setelah tiba di tanganku. Oh ya, Kek. Minggu
depan aku harus sudah mulai membuat skripsi..."
Agaknya, Amsar telah berlagak lupa, bahwa
sekarang ini justru sedang bulannya menebar
benih ke kolam. Dan ia tahu betul, uang hasil
panen sebelumnya senantiasa disimpan kakeknya dengan apik. Selain untuk kebutuhan sehari-hari kakek nenek Amsar sampai musim panen
berikutnya, disisakan pula sebagian untuk keperluan mendadak, misalnya ya, seperti yang
dikatakan Amsar: membuat skripsi.
Waktu membaca permulaan surat cucunya itu,
tadi sore sepulang dan' sawah. lelaki itu mau tak
mau harus tersenyum simpul. Apalagi Amsar menulis pula didaalnya Kek. Kali ini aku tak berkirim
kue. Nggak sempat ke toko. Tetapi bersama surat
ini, saya kirim kakek dan nenek hadiah istimewa.
Selain hadiah itu besar dan hidup. ia juga punya
kisah yang sangat istimewa. Hadiah itu namanya
Januar"
Kakek Amsar menunggu Januar usai makan
malam, sebelum ia mengisyaratkan tentang isi
surat yang ia baca. Mereka kemudian berbincang-bincang panjang lebar. setelah mana Januar ia
persilahkan tidur karena tamunya itu tentulah
sudah letih dan mengantuk. Si kakek sendiri.
masih berbincang-bincang dengan isterinya. sampai isterinya akhirnya juga menguap lalu meninggalkanya sendirian. la pergi mengambil wudhu,
dan karena memang sudah waktunya, ia lalu
bersholat tahajjud. Setelah sholat, barulah ia ambil
keris itu dari tempatnya disimpan, mensucikannya
atas nama Tuhan. dan bermaksud untuk menyimpannya kembali sebelum tidur. Sedikit pun ia tidak
menduga, bahwa keris itu akan bertugas seketika
itu juga...,
Setelah berbaring di tempat tidur, Januar
justru tidak bisa terpejam. Merasa dirinya telah
semakin dekat dengan lsmiaty, pikirannya menerawang tidak menentu. la betul-betul keki karena
gadis itu minggat dari tempat oomnya tanpa pamit
pada Januar. Kecuali kalau ia meninggalkan sepucuk surat walau hanya berisi sebaris dua kalimat
sebagai petunjuk. Januar akan maafkan keteledoran lsmiaty. la betul-betul sangat emosi, kalau
tak keburu disabarkan Amsar: "Coba temui omnya. lsmiaty tak akan pergi begitu saja kalau tidak
ada apa-apanya."
Dan begitu mendengar cara ganjil yang ditempuh lsmiaty dan ayahnya untuk bergegas
pulang kampung. Januar menjadi tak sabar dan
memutuskan akan segera menjemput gadis itu.
Paling tidak melihat bahwa gadis itu selamat
sampai di kampung. Lalu muncullah gangguan-gangguan misterius itu. Tekana tekanan syarat
yang aneh sehingga Januar seakan bermimpi
padahal ia dalam keadaan sadar, sepenuh-penuhnya sadar. Wajahnya yang kuyu menarik perhatian ajengan Zakaria waktu suatu hari mereka
selesai menunaikan sholat Jum'at di masjid. Kuatir
ia terpengaruh hal-hal mistik, Januar lantas mengakui terus terang pengalamannya dengan ketiga
ekor bangkai ular itu. Dan apa kata ajengan
Zakaria: "Tiada hal-hal yang musykil di dunia ini.
selama Tuhan masih menghendaki-Nya.”
la telah teringat dalam persoalan lsmiaty. Persoalan apa, Januar masih buta sama sekali. Namun bagaimana sampai ia dilibatkan. ajengan
Zakaria juga yang memberi petunjuk: "Cinta yang
tulus dan dalam, dapat mempersatukan dua sosok
tubuh, meski satu sama lain terpisah cukup jauh.
Tubuh itu, menyatu dalam rohani mereka."
Dan itu berarti, meski minggat tanpa kabar
berita, lsmiaty tetap berharap Januar memaafkannya, lsmiaty tetap mengingatnya, mencintainya,
dan sadar atau tidak. membutuhkan pertolongannya. Kini, Januar telah datang. Tetapi pertolongan
apa yang harus ia berikan? Sedang untuk bertemu
lsmiaty saja tidak mudah. Amsar telah mengingatkan: "Jangan menganggap dirimu di kota, kalau
kau nanti tiba di Ciasem. Berkunjung ke rumah
keluarga seorang gadis tak boleh sendirian, kalau
itu merupakan kunjungan pertama. Membawanya
ke luar rumah, lebih repot lagi!"
Syukurlah, nenek Amsar telah menawarkan
diri untuk mendampingi Januar berkunjung ke
rumah keluarga lsmiaty. Keluarga gadis itu bukan
orang asing di mata keluarga Nnsar, begitu pula
sebaliknya. Jalan untuk itu sudah terbuka. Tinggal
memikirkan jalan. bagaimana Januar dapat mengajak lsmiaty meninggalkan rumah orangtuanya?
Kalau terpaksa. biarlah hanya beberapa menit
saja. Menit-menit yang sangat berharga untuk
sepasang kekasih dapat melepas rindu. tanpa
kehadiran orang lain...
Tengah menyusun siasat cara bertemu itulah,
Januar mendengar daun jendela kamar tidurnya
diketuk-ketuk dari sebelah luar. Pemuda itu sampai terloncat kaget dari tempat tidurnya. Siapa pula
orang yang mengetahui ia ada di rumah ini, dan
ingin bertemu tengah malam buta begini? Mengapa pula harus lewat jendela? Ataukah diam-diam Amsar telah mengirim kurir. Amsar ingin
menciptakan surprises, dan diam-diam mengatur
pertemuan kilat dengan lsmiaty setiba Januar di
kampung gadis itu.
Januar tak percaya dengan ide itu. Lebih tak percaya lagi kalau lsmiaty berani nekad meninggalkan rumahnya tengah malam buta begini. Kalau
itu yang terjadi, sungguh bertentangan dengan
bualan Amsar mengenai tata tertib berpacaran di
kampung mereka. Pasti ada orang lain. Orang
yang mengetuk jendela yang salah..
Ketukan itu pun telah berhenti. sesaat Januar
turun dari ranjang. Di luar tak terdengar suara apapun Sunyi sepi. Lengang, mencekam. Sungguh
aneh, kalau tiada terdengar suara hembusan
angin yang menggerakkan dedaunan pohon besar dan rimbun di luar jendela kamar tidur yang ditempati Januar. Padahal beberapa saat sebelumnya. desau angin di luar sana begitu berisik
dan menggetarkan hati
Hem. Apakah tadi ia ada mendengar lolongan
anjing di kejauhan. Lolong memilukan, panjang
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
terperi.
'Anak tak tahu diri itu!” ia memaki. Potret
Januar diremas remasnya. dengan keinginan
ingin menghancurkan anak muda itu sampai lumat. belum puas, lembaran toto yang kumuh itu
ia lontarkan ke dalam tungku menyala. “Sudah
kuduga Anak itu akan datang juga akhirnya.
Benarlah apa kata orang. Cinta itu buta. Sedemikian butanya, sehingga anak itu tak sadar
bahwa kedatangannya justru dapat mencelakakan Ismiaty!"
Saniah tidak mengomentari apa-apa. la menyadari kemarahan suaminya. Dan hanya bisa
menatap ke tungku. Melihat bagaimana potret
Januar menyala dimakan api. Nyala api senantiasa
menimbulkan asap. Tetapi asap yang ditimbulkan
nyala api yang membakar potret Januar, bukanlah
asap yang biasa terlihat. Asap itu berwarna hitam
pekat. menggembung dalam satu lingkaran aneh,
lalu meliuk panjang, mengarah lurus ke atap dapur
yang tidak berpara. Liukan asap hitam itu meliuk-liuk pula setiba di atap, seakan mencari jalan
keluar dengan gerakan tak sabar. Asap itu tidak
buyar sedikit pun. manakala menyelinap lewat
celah-celah genteng dan kemudian lenyap tak
berbekas,...
Menyaksikan warna, bentuk, dan gerakan
asap itu, Saniah terkesiap. Sepasang matanya
membelaiak tajam dan berubah menjadi merah,
semakin merah, lalu mulutnya yang memperdengarkan suara erangan tajam, setelah mana terulas senyum misterius. Ia baru berpaling waktu
merasakan piring di tangannya seperti disentakkan. Rupanya Dumadi telah mengambilnya, lalu
makan dengan suapan-suapan tak sabar.
Dumadi tak sabar bukan karena ia sudah
teramat lapar. Dumadi tak sabar, karena gambaran
pemuda yang tadi sore ia lihat turun dari bis.
membuatnya sangat cemas. Entah di mana pemuda itu menginap malam ini. Yang jelas, ia akan
segera muncul di rumah mereka itu harus dicegah'. _
“Kurang ajar benar" gerutunya sambil mengunyah.
"Tenanglah, Kang..? bujuk Saniah. Sikapnya
sudah kembali seperti semula. Matanya pun bening, meski tergores juga gambaran penderitaan
yang seakan tidak berhenti melanda dirinya. la
usap pipi suaminya, dlkecup lembut dan berkata
menghibur. 'Kalau kau makan seperti itu. Kang
Madi. Kuanggap kau tidak menyukai masakanku."
Dumadi menjadi lebih tenang.
Pikirannya pun terus berjalan; "sekaranglah
saatnya. Di sini. Tak usah di luar sana. Memandang rembulan huh. Apa pula maksud Santika?
Menyuruh kami bercinta cintaan sedang bahaya
kian dekat mengancam?
Dongkol. ltulah perasaan yang mendorong
Dumadi nekat berbicara saat itu dengan isterinya.
Sebelum menghabiskan makanannya. ia sudah
berucap tanpa tedeng aling-aling:
"Aku harus memperkosa lsmiatyl'
Saniah tersentak.
Di luar. asap hitam yang aneh itu pun ter
semak-semak. Melluk liar, sebentar ke sana, sebentar ke sini. Tak lama kemudian, kepulan asap
hitam memanjang itu bergerak melewati atap
demi atap rumah. Asap itu seperti hidup. Punya
mata, punya arah tujuan. Gerakannya yang aneh,
membuat angin malam berhenti berhembus, dan
pepohonan yang dilaluinya tertegak diam. bahkan
rembulan pun tak berani beringsut...,
ENAM
PADA waktu bersamaan. dl dalam sebuah
rumah sederhana berdinding setengah tembok.
seorang laki-laki berusia lima puluhan, bersujud
tenang di atas sajadah Dalam sujudnya, ia membersihkan diri dan mensucikan jiwanya dengan
Seuntai permohonan: hendaklah aku tidak kau
jadikan manusia musyrik ya Allah. Apa pun yang
ada di tanganku sekarang ini, tak lebih dari
sekedar benda mati belaka. Benda buatan manusia, makhlukmu yang hina dina. Akan tetapi ya
Allah. Dengan kebesaran dan kemuliaan nama-Mu, aku percaya. benda mati ini kiranya dapat
membantu kami melepaskan diri dari cengkeraman syeitan yang terkutuk!”
Wajah lelaki itu tampak damai waktu ia duduk
dari sujudnya. Gagang sebilah keris tergenggam
erat di telapak tangan kirinya, sementara telapak
tangan kanan memegang lembut sebuah kitab
suci ukuran mini. Kemudian ia duduk bersila.
membaca doa suci. la telah membaca do'a
do'a yang sama ketika sore tadi la selesai membaca sepucuk surat dari Amsar. cucunya, yang
dititipkan anak itu pada salah seorang sahabat
baiknya yang mulai malam ini menjadi tamu terhormat di rumah mereka.
Dalam suratnya itu seperti biasa Amsar me
minta dengan halus; "Ikan yang ada di kolam
Kakek tentunya sudah siap dipanen. Ingin sekali
aku mencicipinya barang satu atau dua ekor saja.
Tetapi kalau ikannya di kirim tentu akan busuk
setelah tiba di tanganku. Oh ya, Kek. Minggu
depan aku harus sudah mulai membuat skripsi..."
Agaknya, Amsar telah berlagak lupa, bahwa
sekarang ini justru sedang bulannya menebar
benih ke kolam. Dan ia tahu betul, uang hasil
panen sebelumnya senantiasa disimpan kakeknya dengan apik. Selain untuk kebutuhan sehari-hari kakek nenek Amsar sampai musim panen
berikutnya, disisakan pula sebagian untuk keperluan mendadak, misalnya ya, seperti yang
dikatakan Amsar: membuat skripsi.
Waktu membaca permulaan surat cucunya itu,
tadi sore sepulang dan' sawah. lelaki itu mau tak
mau harus tersenyum simpul. Apalagi Amsar menulis pula didaalnya Kek. Kali ini aku tak berkirim
kue. Nggak sempat ke toko. Tetapi bersama surat
ini, saya kirim kakek dan nenek hadiah istimewa.
Selain hadiah itu besar dan hidup. ia juga punya
kisah yang sangat istimewa. Hadiah itu namanya
Januar"
Kakek Amsar menunggu Januar usai makan
malam, sebelum ia mengisyaratkan tentang isi
surat yang ia baca. Mereka kemudian berbincang-bincang panjang lebar. setelah mana Januar ia
persilahkan tidur karena tamunya itu tentulah
sudah letih dan mengantuk. Si kakek sendiri.
masih berbincang-bincang dengan isterinya. sampai isterinya akhirnya juga menguap lalu meninggalkanya sendirian. la pergi mengambil wudhu,
dan karena memang sudah waktunya, ia lalu
bersholat tahajjud. Setelah sholat, barulah ia ambil
keris itu dari tempatnya disimpan, mensucikannya
atas nama Tuhan. dan bermaksud untuk menyimpannya kembali sebelum tidur. Sedikit pun ia tidak
menduga, bahwa keris itu akan bertugas seketika
itu juga...,
Setelah berbaring di tempat tidur, Januar
justru tidak bisa terpejam. Merasa dirinya telah
semakin dekat dengan lsmiaty, pikirannya menerawang tidak menentu. la betul-betul keki karena
gadis itu minggat dari tempat oomnya tanpa pamit
pada Januar. Kecuali kalau ia meninggalkan sepucuk surat walau hanya berisi sebaris dua kalimat
sebagai petunjuk. Januar akan maafkan keteledoran lsmiaty. la betul-betul sangat emosi, kalau
tak keburu disabarkan Amsar: "Coba temui omnya. lsmiaty tak akan pergi begitu saja kalau tidak
ada apa-apanya."
Dan begitu mendengar cara ganjil yang ditempuh lsmiaty dan ayahnya untuk bergegas
pulang kampung. Januar menjadi tak sabar dan
memutuskan akan segera menjemput gadis itu.
Paling tidak melihat bahwa gadis itu selamat
sampai di kampung. Lalu muncullah gangguan-gangguan misterius itu. Tekana tekanan syarat
yang aneh sehingga Januar seakan bermimpi
padahal ia dalam keadaan sadar, sepenuh-penuhnya sadar. Wajahnya yang kuyu menarik perhatian ajengan Zakaria waktu suatu hari mereka
selesai menunaikan sholat Jum'at di masjid. Kuatir
ia terpengaruh hal-hal mistik, Januar lantas mengakui terus terang pengalamannya dengan ketiga
ekor bangkai ular itu. Dan apa kata ajengan
Zakaria: "Tiada hal-hal yang musykil di dunia ini.
selama Tuhan masih menghendaki-Nya.”
la telah teringat dalam persoalan lsmiaty. Persoalan apa, Januar masih buta sama sekali. Namun bagaimana sampai ia dilibatkan. ajengan
Zakaria juga yang memberi petunjuk: "Cinta yang
tulus dan dalam, dapat mempersatukan dua sosok
tubuh, meski satu sama lain terpisah cukup jauh.
Tubuh itu, menyatu dalam rohani mereka."
Dan itu berarti, meski minggat tanpa kabar
berita, lsmiaty tetap berharap Januar memaafkannya, lsmiaty tetap mengingatnya, mencintainya,
dan sadar atau tidak. membutuhkan pertolongannya. Kini, Januar telah datang. Tetapi pertolongan
apa yang harus ia berikan? Sedang untuk bertemu
lsmiaty saja tidak mudah. Amsar telah mengingatkan: "Jangan menganggap dirimu di kota, kalau
kau nanti tiba di Ciasem. Berkunjung ke rumah
keluarga seorang gadis tak boleh sendirian, kalau
itu merupakan kunjungan pertama. Membawanya
ke luar rumah, lebih repot lagi!"
Syukurlah, nenek Amsar telah menawarkan
diri untuk mendampingi Januar berkunjung ke
rumah keluarga lsmiaty. Keluarga gadis itu bukan
orang asing di mata keluarga Nnsar, begitu pula
sebaliknya. Jalan untuk itu sudah terbuka. Tinggal
memikirkan jalan. bagaimana Januar dapat mengajak lsmiaty meninggalkan rumah orangtuanya?
Kalau terpaksa. biarlah hanya beberapa menit
saja. Menit-menit yang sangat berharga untuk
sepasang kekasih dapat melepas rindu. tanpa
kehadiran orang lain...
Tengah menyusun siasat cara bertemu itulah,
Januar mendengar daun jendela kamar tidurnya
diketuk-ketuk dari sebelah luar. Pemuda itu sampai terloncat kaget dari tempat tidurnya. Siapa pula
orang yang mengetahui ia ada di rumah ini, dan
ingin bertemu tengah malam buta begini? Mengapa pula harus lewat jendela? Ataukah diam-diam Amsar telah mengirim kurir. Amsar ingin
menciptakan surprises, dan diam-diam mengatur
pertemuan kilat dengan lsmiaty setiba Januar di
kampung gadis itu.
Januar tak percaya dengan ide itu. Lebih tak percaya lagi kalau lsmiaty berani nekad meninggalkan rumahnya tengah malam buta begini. Kalau
itu yang terjadi, sungguh bertentangan dengan
bualan Amsar mengenai tata tertib berpacaran di
kampung mereka. Pasti ada orang lain. Orang
yang mengetuk jendela yang salah..
Ketukan itu pun telah berhenti. sesaat Januar
turun dari ranjang. Di luar tak terdengar suara apapun Sunyi sepi. Lengang, mencekam. Sungguh
aneh, kalau tiada terdengar suara hembusan
angin yang menggerakkan dedaunan pohon besar dan rimbun di luar jendela kamar tidur yang ditempati Januar. Padahal beberapa saat sebelumnya. desau angin di luar sana begitu berisik
dan menggetarkan hati
Hem. Apakah tadi ia ada mendengar lolongan
anjing di kejauhan. Lolong memilukan, panjang