Cerita Misteri | Tangan Tangan Setan | by Abdullah Harahap | Tangan Tangan Setan | Cersil Sakti | Tangan Tangan Setan pdf
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
hantamku, sudah hangus mengarang!"
Tetapi akibatnya memang bukan main. Bagian
kemeja Dumadi yang dihantam potongan kayu
bakar itu, robek atau tepatnya boleh dibilang
bolong karena hangus. Kulit dadanya tampak
melepuh. juga seperti hangus dihantam bara api
menyala.
"Ambilkan kecap. Mia: keluh Dumadi menahan sakit.
Setelah luka melepuh itu dibaluri kecap oleh
ismiaty, barulah Dumadi bisa bernafas lega. "Lebih
dingin sekarang," bisiknya. 'Tadinya, seperti dipanggang saja!” Walaupun la berkata demikian
wajah Dumadi tetap memperlihatkan kebingungan. Jelas ia lihat dengan mata kepala sendiri.
bahwa ujung potongan kayu yang menghantam
dadanya berwarna hitam Iegam. berarti sudah
tidak mengandung bara api lagi. Tetapi mengapa
baju dan kulit dadanya hangus terbakar?!
Untuk membuang pikiran gundah, la bertanya
pada puterinya: "Tadinya kukira kau sudah tidur.
Nak. Bagaimana kau tiba-tiba sudah muncul didapur? Apakah kau juga melihat keanehan yang
terjadi pada tungku itu?"
"Aku melihatnya, Ayah."
'Jadi sesaat sebelum itu..." ayahnya memandang curiga.
lsmiaty tersenyum. Di bibir. Akan tetapi di balik
sinar matanya. ia menangis. Terbata-bata, ia menjelaskan 'Setelah tadi Ayah kutinggalkan, aku
masih penasaran. Akan Ayah apakankah potret
Januar. Kulihat Ayah dan ibu pergi ke dapur. Aku
http://cerita-silat.mywapblog.com
lantas nguntit diam-diam. Maafkan aku, Ayah. Aku
tak bermaksud..."
"Jadi kau juga mendengar pembicaraan kami!"
"Ah ya Sedikit-sedikit..." lsmiaty berpura-pura
dengan senyuman bibirnya. 'Benarkah Januar ada
di kampung kita sekarang ini. Ayah?”
"Itu tidak penting, Nak,'_bisik Dumadi kecut.
“Kau tentunya juga mendengar percakapan lainnya Tentang..." Dumadi tidak meneruskan kata-katanya. la melirik ke tempat tidur. dan melihat
Saniah membalikkan tubuh menghadap tembok.
Pundak istrinya tampak terguncang-guncang,
meski isak tangisnya tidak terdengar. Dumadi
menarik puterinya keluar dari kamar itu. Setelah
menutup pintu, ia ajak lsmiaty duduk. `
Beberapa saat lamanya mereka saling beradu
pandang. lsmiaty tampak tegar. sehingga Dumadi
luruh jiwanya. ia merunduk. pundaknya pun terguncang. lalu berkata menyesali diri: 'Alangkah
terkutuknya aku ini. Ayah macam apa aku ini...
sudah kubilang pada pak Santika, bahwa...”
"Itukah syarat yang harus kita jalani Ayah?”
Nada suara lsmiaty yang tenang dan datar.
membuat Dumadi semakin tersuruk semakin dalam. Ia Ingin berdalih, memberikan berbagai
alasan atau kemungkinan. Tetapi lidahnya sudah
terlalu kelu untuk berbicara. Akhirnya ia hanya
mampu diam. bernafas tersengaI-sengal menahan
gejolak perasaan jiwanya yang dibebani dosa.
'Itukah. Ayah?" ulang lsmiaty. lebih tegas.
“Kata pak Santika....'
Ismiaty memotong tak sabar: 'Kita bertiga
http://cerita-silat.mywapblog.com
telah sama-sama menaruh kepercayaan serta hidup mati kita pada beliau. Jadi, kalau syarat itu
yang beliau katakan harus kita jalani, ya Tuhan.
Mudah-mudahan dosa kita semua diampuniNyal"
'Astaga, Nak !' Dumadi mengerang. “Kau...mau?”
( keenakan lo dumadi ! dah tua lagi..dasar brengsek ! mending buat pembaca cersiL... Eh ! pembaca ada yg mau nggak ?! ha..ha..ha.. )
lsmiaty menarik nafas panjang. Tubuhnya tergetar, suaranya apalagi: 'Mula-mula kudengar
percakapan kalian, Ayah, aku hampir pingsan.
Rasanya, kuingin bumi tempatku berpijak belah.
Aku terseret ke dalam, dan berakhirlah sudah
semuanya. Dalam kepanikanku itulah, mendadak
terjadi sesuatu pada tungku. Aku begitu terkesima.
Lupa pada diriku sendiri. Bahkan lupa untuk
segera bertindak. Aku terlambat untuk menyeret
ibu dari tempat duduknya. Sedang Ayah...."
"Jangan pikirkan aku, Mia!" desah Dumadi
gusar. "Pikirkanlah dirimu sendiri. Bayangkan, kalau aku harus melakukan sesuatu atas dirimu.
Melakukan... ya ampun. Alangkah hina dan terkutuknya. Menjijikkan, Mia. Andai diperkenankan,
lebih baik kubiarkan saja kau.... Oh, Nak. Daripada
harus melakukan itu, apalah artinya sebuah kematian?”
lsmialy menyahut, murung dan suram: "Aku
juga lebih suka mati, Ayah. Tetapi setelah kulihat
cara kematian adik-adikku,... Aku tak pernah melupakan apa yang pernah kulihat. Ayah. Kejadian-kejadian yang senantiasa menteror diriku. ltulah
sebabnya, ketika Ayah datang menjemputku kekota dan menceritakan sebab sebenarnya dari
kematian mereka... aku lantas pasrah. Aku... lantas, tiba-tiba takut mati...?
"Kau akan tetap hidup, Nak,” ujar Dumadi
tersendat, seraya membelai kedua belah pipi
anaknya. "Apa pun akan aku dan ibumu korbankan, demi keselamatanmu. Hanya kau satu-satunya harapan kami yang masih tersisa. Dan
pak Santika begitu yakin bahwa kau akan tertolong..." ia menarik nafas berulang-ulang, berpikir
sejenak. Lalu, berdesah bimbang: 'Mengenai syarat mengerikan itu, Nak. Kuharap pak Santika tidak
bersungguh-sungguh. Kalau tak salah. ia bilang
bahwa ia masih mencari jalan lain. Maka itu, Nak.
Berdo'alah pada Tuhanmu...”
"Tuhan kita semua Ayah !'
Dumadi menggelengkan kepala. 'Tidak, Nak.
Telah lama Tuhan berpaling dari aku dan ibumu.
Telah lama pula kami mengingkariNya. Seperti
dikatakan makhluk terkutuk di padang tandus itu.
Bahwa, aku telah mengkhianati Tuhanku. Jadi
sungguh tak pantaslah kiranya, aku memohon
ampunanNya lagi...”
'Tuhan Maha Pengampun, Ayah. Bermohonlah agar....'
'Telah kucoba beratus-ratus, bahkan ribuan
kali, Mia. Dan apa yang dilakukan Tuhan? Anak-anakku mati satu demi satu. Mati penasaran.
DibiarkanNya makhluk terkutuk itu mencabuti nyawa anak-anakku. Dengan cara sedemikian kejam
dan mengerikan..."
"Ayah !"
'Sudahlah, Nak." Dumadi menyeka air mata
yang melelehi pipi puterinya. 'Percayalah. Mia.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Entah bagaimana, aku tak tahu. Namun tertanam
dalam pikiranku, suatu keyakinan bahwa kau akan
tetap hidup, tetap selamat. Barangkali, Nak. ltu
dikarenakan kau lain dari kami. Dari aku. dari
ibumu. dari saudara-saudaramu yang telah meninggal. Kau begitu dekat dengan Tuhanmu.
Mungkin itulah sebabnya!”
'Lalu, Ayah..."
'Kau tidurlah. Biarkan Ayah sendirian Siapa
tahu, Tuhanmu masih memberi Ayah kesempatan..."
'Yakinlah. akan diberikanNya. Ayah." tukas
lsrniaty. Tegar. "Semoga aku tidak berdosa. dengan pemikiran bahwa syarat yang menakutkan
itu pun adalah juga kehendakNya!"
'Karena, Ayah. Musuh yang kita hadapi, bukanlah musuh sembarangan yang dapat dihadapi
manusia biasa semacam kita. Dia itu, Ayah... setan
penghuni neraka!"
"Bagaimana kalau sebaliknya yang terjadi
Nak?"
"Sebaliknya bagaimana, Ayah...?
'Bahwa pelaksanaan syarat itu, justru adalah
kehendak dari setan itu sendiri....'
"Semoga Tuhan melaknatnya, Ayah!”
Menggigil Dumadi mendengarnya, lengan-lengannya terasa kejang. Kaku, bagai ditusuk ribuan
jarum beracun. Sakitnya, tidak kepalang. Kenyerian itu berlangsung hanya sekejap. Sebelum
Dumadi sempat merintih, gangguan itu sudah
hilang dengan sendirinya.
Sebelum Dumadi dapat memahami maknanya, puterinya sudah beralih ke pembicaraan lain:
'Mengenai abang Januar. Ayah....'
'Oh, dia," Dumadi terhenyak. "Mengapa?'
'Adalah syarat pula sejak semula, agar aku
berusaha melupakan dia. Bukankah begitu, Yah?"
'Benar, Mia.”
'Kukira aku bisa melakukannya, Ayah."
'Caranya?“
'Perkenankan aku bertemu dla. Untuk terakhir kali.”
'Apa... apa yang akan kau lakukan, mia? tanya
Dumadi, mengandung kecurigaan.
lsmialy tersenyum pahit. ”Aku tidak akan melakukan apa-apa, Ayah!”
'Jadi?“
"Aku hanya akan berbicara dengannya."
'Bicara apa?"
"Serahkan padaku, Ayah."
Dan malam itu, lsmiaty menangis sendirian ditempat tidurnya. Malam itu. ia bayangkan Januarberjalan meninggalkan dirinya. Meninggalkan lsmiaty, setelah lebih dulu meludahi mukanya.
Kemudian ia tertidur.
Demikian kuat tarikan bathinnya memikirkan
Januar, sehingga dalam tidurnya pemuda itu benar benar muncul. Januar tidak meludahinya. Januar justru tersenyum padanya. Begitu manis.
meluluhkan hati. Januar lalu mendekat, berusaha
menggapai... dan suatu sentakan mengejutkan
tiba-tiba menarik tubuh Januar. Pemuda itu berusaha melawan sekuat tenaga, sementara lsmiaty
hanya berdiri terpana tanpa kuasa berbuat se
http://cerita-silat.mywapblog.com
suatu. Lalu Januar makin hilang. Tempatnya dlgantikan Dumadi. ayahnya. Ayahnya tertawa ngakak, dari mulutnya keluar buih berbusa-busa,
baunya busuk memualkan. Wajah ayahnya berubah seperti anjing. Lidahnya terjulur panjang. .merah menjijikkan, berusaha menjilati tubuh
Ismiaty sampai ke bagian yang terlarang.
Ismiaty menjerit lalu tersentak bangun.
sekujur tubuhnya bermandikanpeluh dingin.
Lembab.
Menusuk sampai ke sumsum.
"Ya Allah!” bisiknya. terengah-engah. "Tolonglah hambamu yang malang ini...!"
Sampai pagi mendatang. matanya tidak lagi
mau terpicing. Dadanya semakin sesak dan kering
kerontang. karena sepanjang sisa malam itu ia
diganggu oleh bayangan peristiwa beberapa
bulan sebelumnya.
Waktu itu, Ismiaty baru saja meninggalkan
pacarnya yang kesekian, ketika jatuh cinta pada
Januar. Semakin intim dengan pemuda itu, semakin ia merasa bahwa lelaki mana pun selain
Januar tidaklah punya arti apa-apa dalam dirinya.
Dan. bahwa pacar-pacar nya sebelum Januar hanyalah sekedar iseng belaka. Pengisi waktu senggang dl luar jam-jam sekolah yang kadang-kadang
menjemukan.
Lantas suatu hari. Januar lupa daratan. Setelah cumbuan yang memabukkan Januar bahkan
lsmiaty sendiri, pemuda itu mulai menggerayangl
pakaian dalam Ismiaty, berusaha menanggalkannya. Ismiaty segera ingat diri dan buru-buru melepaskah pelukan Januar seraya memperingatkan
pemuda itu agar mawas diri. Saat itulah Januar
berkata: "Bukankah engkau telah memberikannya
juga pada lelaki lain sebelum aku?"
Ismiaty menampar Januar sedemikian keras.
sampai pipi Januar berbalur merah bekas sengatan telapak tangan Ismiaty. Satu minggu lsmiaty tidak mau ditemui Januar. Seminggu berikutnya, ia bersedia ditemui. Tetapi menolak dicumbu, dan bicara pun hanya seperlunya. Januar
demikian menderita. sehingga akhirnya pemuda
itu jengkel lalu berkata dengan emosional: "Aku
telah berulangkali minta maaf. Aku pun telah '
bersumpah, tidak lagi lancang mulut menuduh
yang bukan-bukan. Apalagi yang harus kuperbuat,
Mia. Supaya kau bisa diyakinkan, bahwa aku
benar-benar telah berlaku tolol?" Sembari menceracau demikian, Januar menumbukkan tinjunya
ke batang pohon tempatnya menyandar. Buku
jarinya sampai mengucurkan darah.
Ismiaty terkejut. ia ambil tangan Januar. memperhatikan darah yang terus menetes. "Kau berdarah," katanya. "Aku pun harus berdarah!” Lalu
Ismiaty melepaskan satu peniti bajunya. la tusukkan ke jari telunjuk, sampai mengucurkan darah
pula. Kemudian. telunjuknya yang berdarah itu ia
usapkan ke buku jari Januar yang berdarah. "Inilah
lambang janji setia kita. Sayangku," ia berbisik.
lembut dan bahagia.
Januar langsung merahup Ismiaty dalam pelukan mesra dan hangat. 'Aku lemah, Mia. Aku
tak berani berjanji apa-apa !' ia mengakui terus
http://cerita-silat.mywapblog.com
Siapa Ayahku ? - Azizah Attamimi The Wednesday Letters - Surat Cinta di Hari Rabu - Jason F. Wright The Chamber - Kamar Gas - John Grisham Trio Tifa - Tiga Sandera - Bung Smas Kisah Dua Kamar ~ bukanpujangga
hantamku, sudah hangus mengarang!"
Tetapi akibatnya memang bukan main. Bagian
kemeja Dumadi yang dihantam potongan kayu
bakar itu, robek atau tepatnya boleh dibilang
bolong karena hangus. Kulit dadanya tampak
melepuh. juga seperti hangus dihantam bara api
menyala.
"Ambilkan kecap. Mia: keluh Dumadi menahan sakit.
Setelah luka melepuh itu dibaluri kecap oleh
ismiaty, barulah Dumadi bisa bernafas lega. "Lebih
dingin sekarang," bisiknya. 'Tadinya, seperti dipanggang saja!” Walaupun la berkata demikian
wajah Dumadi tetap memperlihatkan kebingungan. Jelas ia lihat dengan mata kepala sendiri.
bahwa ujung potongan kayu yang menghantam
dadanya berwarna hitam Iegam. berarti sudah
tidak mengandung bara api lagi. Tetapi mengapa
baju dan kulit dadanya hangus terbakar?!
Untuk membuang pikiran gundah, la bertanya
pada puterinya: "Tadinya kukira kau sudah tidur.
Nak. Bagaimana kau tiba-tiba sudah muncul didapur? Apakah kau juga melihat keanehan yang
terjadi pada tungku itu?"
"Aku melihatnya, Ayah."
'Jadi sesaat sebelum itu..." ayahnya memandang curiga.
lsmiaty tersenyum. Di bibir. Akan tetapi di balik
sinar matanya. ia menangis. Terbata-bata, ia menjelaskan 'Setelah tadi Ayah kutinggalkan, aku
masih penasaran. Akan Ayah apakankah potret
Januar. Kulihat Ayah dan ibu pergi ke dapur. Aku
http://cerita-silat.mywapblog.com
lantas nguntit diam-diam. Maafkan aku, Ayah. Aku
tak bermaksud..."
"Jadi kau juga mendengar pembicaraan kami!"
"Ah ya Sedikit-sedikit..." lsmiaty berpura-pura
dengan senyuman bibirnya. 'Benarkah Januar ada
di kampung kita sekarang ini. Ayah?”
"Itu tidak penting, Nak,'_bisik Dumadi kecut.
“Kau tentunya juga mendengar percakapan lainnya Tentang..." Dumadi tidak meneruskan kata-katanya. la melirik ke tempat tidur. dan melihat
Saniah membalikkan tubuh menghadap tembok.
Pundak istrinya tampak terguncang-guncang,
meski isak tangisnya tidak terdengar. Dumadi
menarik puterinya keluar dari kamar itu. Setelah
menutup pintu, ia ajak lsmiaty duduk. `
Beberapa saat lamanya mereka saling beradu
pandang. lsmiaty tampak tegar. sehingga Dumadi
luruh jiwanya. ia merunduk. pundaknya pun terguncang. lalu berkata menyesali diri: 'Alangkah
terkutuknya aku ini. Ayah macam apa aku ini...
sudah kubilang pada pak Santika, bahwa...”
"Itukah syarat yang harus kita jalani Ayah?”
Nada suara lsmiaty yang tenang dan datar.
membuat Dumadi semakin tersuruk semakin dalam. Ia Ingin berdalih, memberikan berbagai
alasan atau kemungkinan. Tetapi lidahnya sudah
terlalu kelu untuk berbicara. Akhirnya ia hanya
mampu diam. bernafas tersengaI-sengal menahan
gejolak perasaan jiwanya yang dibebani dosa.
'Itukah. Ayah?" ulang lsmiaty. lebih tegas.
“Kata pak Santika....'
Ismiaty memotong tak sabar: 'Kita bertiga
http://cerita-silat.mywapblog.com
telah sama-sama menaruh kepercayaan serta hidup mati kita pada beliau. Jadi, kalau syarat itu
yang beliau katakan harus kita jalani, ya Tuhan.
Mudah-mudahan dosa kita semua diampuniNyal"
'Astaga, Nak !' Dumadi mengerang. “Kau...mau?”
( keenakan lo dumadi ! dah tua lagi..dasar brengsek ! mending buat pembaca cersiL... Eh ! pembaca ada yg mau nggak ?! ha..ha..ha.. )
lsmiaty menarik nafas panjang. Tubuhnya tergetar, suaranya apalagi: 'Mula-mula kudengar
percakapan kalian, Ayah, aku hampir pingsan.
Rasanya, kuingin bumi tempatku berpijak belah.
Aku terseret ke dalam, dan berakhirlah sudah
semuanya. Dalam kepanikanku itulah, mendadak
terjadi sesuatu pada tungku. Aku begitu terkesima.
Lupa pada diriku sendiri. Bahkan lupa untuk
segera bertindak. Aku terlambat untuk menyeret
ibu dari tempat duduknya. Sedang Ayah...."
"Jangan pikirkan aku, Mia!" desah Dumadi
gusar. "Pikirkanlah dirimu sendiri. Bayangkan, kalau aku harus melakukan sesuatu atas dirimu.
Melakukan... ya ampun. Alangkah hina dan terkutuknya. Menjijikkan, Mia. Andai diperkenankan,
lebih baik kubiarkan saja kau.... Oh, Nak. Daripada
harus melakukan itu, apalah artinya sebuah kematian?”
lsmialy menyahut, murung dan suram: "Aku
juga lebih suka mati, Ayah. Tetapi setelah kulihat
cara kematian adik-adikku,... Aku tak pernah melupakan apa yang pernah kulihat. Ayah. Kejadian-kejadian yang senantiasa menteror diriku. ltulah
sebabnya, ketika Ayah datang menjemputku kekota dan menceritakan sebab sebenarnya dari
kematian mereka... aku lantas pasrah. Aku... lantas, tiba-tiba takut mati...?
"Kau akan tetap hidup, Nak,” ujar Dumadi
tersendat, seraya membelai kedua belah pipi
anaknya. "Apa pun akan aku dan ibumu korbankan, demi keselamatanmu. Hanya kau satu-satunya harapan kami yang masih tersisa. Dan
pak Santika begitu yakin bahwa kau akan tertolong..." ia menarik nafas berulang-ulang, berpikir
sejenak. Lalu, berdesah bimbang: 'Mengenai syarat mengerikan itu, Nak. Kuharap pak Santika tidak
bersungguh-sungguh. Kalau tak salah. ia bilang
bahwa ia masih mencari jalan lain. Maka itu, Nak.
Berdo'alah pada Tuhanmu...”
"Tuhan kita semua Ayah !'
Dumadi menggelengkan kepala. 'Tidak, Nak.
Telah lama Tuhan berpaling dari aku dan ibumu.
Telah lama pula kami mengingkariNya. Seperti
dikatakan makhluk terkutuk di padang tandus itu.
Bahwa, aku telah mengkhianati Tuhanku. Jadi
sungguh tak pantaslah kiranya, aku memohon
ampunanNya lagi...”
'Tuhan Maha Pengampun, Ayah. Bermohonlah agar....'
'Telah kucoba beratus-ratus, bahkan ribuan
kali, Mia. Dan apa yang dilakukan Tuhan? Anak-anakku mati satu demi satu. Mati penasaran.
DibiarkanNya makhluk terkutuk itu mencabuti nyawa anak-anakku. Dengan cara sedemikian kejam
dan mengerikan..."
"Ayah !"
'Sudahlah, Nak." Dumadi menyeka air mata
yang melelehi pipi puterinya. 'Percayalah. Mia.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Entah bagaimana, aku tak tahu. Namun tertanam
dalam pikiranku, suatu keyakinan bahwa kau akan
tetap hidup, tetap selamat. Barangkali, Nak. ltu
dikarenakan kau lain dari kami. Dari aku. dari
ibumu. dari saudara-saudaramu yang telah meninggal. Kau begitu dekat dengan Tuhanmu.
Mungkin itulah sebabnya!”
'Lalu, Ayah..."
'Kau tidurlah. Biarkan Ayah sendirian Siapa
tahu, Tuhanmu masih memberi Ayah kesempatan..."
'Yakinlah. akan diberikanNya. Ayah." tukas
lsrniaty. Tegar. "Semoga aku tidak berdosa. dengan pemikiran bahwa syarat yang menakutkan
itu pun adalah juga kehendakNya!"
'Karena, Ayah. Musuh yang kita hadapi, bukanlah musuh sembarangan yang dapat dihadapi
manusia biasa semacam kita. Dia itu, Ayah... setan
penghuni neraka!"
"Bagaimana kalau sebaliknya yang terjadi
Nak?"
"Sebaliknya bagaimana, Ayah...?
'Bahwa pelaksanaan syarat itu, justru adalah
kehendak dari setan itu sendiri....'
"Semoga Tuhan melaknatnya, Ayah!”
Menggigil Dumadi mendengarnya, lengan-lengannya terasa kejang. Kaku, bagai ditusuk ribuan
jarum beracun. Sakitnya, tidak kepalang. Kenyerian itu berlangsung hanya sekejap. Sebelum
Dumadi sempat merintih, gangguan itu sudah
hilang dengan sendirinya.
Sebelum Dumadi dapat memahami maknanya, puterinya sudah beralih ke pembicaraan lain:
'Mengenai abang Januar. Ayah....'
'Oh, dia," Dumadi terhenyak. "Mengapa?'
'Adalah syarat pula sejak semula, agar aku
berusaha melupakan dia. Bukankah begitu, Yah?"
'Benar, Mia.”
'Kukira aku bisa melakukannya, Ayah."
'Caranya?“
'Perkenankan aku bertemu dla. Untuk terakhir kali.”
'Apa... apa yang akan kau lakukan, mia? tanya
Dumadi, mengandung kecurigaan.
lsmialy tersenyum pahit. ”Aku tidak akan melakukan apa-apa, Ayah!”
'Jadi?“
"Aku hanya akan berbicara dengannya."
'Bicara apa?"
"Serahkan padaku, Ayah."
Dan malam itu, lsmiaty menangis sendirian ditempat tidurnya. Malam itu. ia bayangkan Januarberjalan meninggalkan dirinya. Meninggalkan lsmiaty, setelah lebih dulu meludahi mukanya.
Kemudian ia tertidur.
Demikian kuat tarikan bathinnya memikirkan
Januar, sehingga dalam tidurnya pemuda itu benar benar muncul. Januar tidak meludahinya. Januar justru tersenyum padanya. Begitu manis.
meluluhkan hati. Januar lalu mendekat, berusaha
menggapai... dan suatu sentakan mengejutkan
tiba-tiba menarik tubuh Januar. Pemuda itu berusaha melawan sekuat tenaga, sementara lsmiaty
hanya berdiri terpana tanpa kuasa berbuat se
http://cerita-silat.mywapblog.com
suatu. Lalu Januar makin hilang. Tempatnya dlgantikan Dumadi. ayahnya. Ayahnya tertawa ngakak, dari mulutnya keluar buih berbusa-busa,
baunya busuk memualkan. Wajah ayahnya berubah seperti anjing. Lidahnya terjulur panjang. .merah menjijikkan, berusaha menjilati tubuh
Ismiaty sampai ke bagian yang terlarang.
Ismiaty menjerit lalu tersentak bangun.
sekujur tubuhnya bermandikanpeluh dingin.
Lembab.
Menusuk sampai ke sumsum.
"Ya Allah!” bisiknya. terengah-engah. "Tolonglah hambamu yang malang ini...!"
Sampai pagi mendatang. matanya tidak lagi
mau terpicing. Dadanya semakin sesak dan kering
kerontang. karena sepanjang sisa malam itu ia
diganggu oleh bayangan peristiwa beberapa
bulan sebelumnya.
Waktu itu, Ismiaty baru saja meninggalkan
pacarnya yang kesekian, ketika jatuh cinta pada
Januar. Semakin intim dengan pemuda itu, semakin ia merasa bahwa lelaki mana pun selain
Januar tidaklah punya arti apa-apa dalam dirinya.
Dan. bahwa pacar-pacar nya sebelum Januar hanyalah sekedar iseng belaka. Pengisi waktu senggang dl luar jam-jam sekolah yang kadang-kadang
menjemukan.
Lantas suatu hari. Januar lupa daratan. Setelah cumbuan yang memabukkan Januar bahkan
lsmiaty sendiri, pemuda itu mulai menggerayangl
pakaian dalam Ismiaty, berusaha menanggalkannya. Ismiaty segera ingat diri dan buru-buru melepaskah pelukan Januar seraya memperingatkan
pemuda itu agar mawas diri. Saat itulah Januar
berkata: "Bukankah engkau telah memberikannya
juga pada lelaki lain sebelum aku?"
Ismiaty menampar Januar sedemikian keras.
sampai pipi Januar berbalur merah bekas sengatan telapak tangan Ismiaty. Satu minggu lsmiaty tidak mau ditemui Januar. Seminggu berikutnya, ia bersedia ditemui. Tetapi menolak dicumbu, dan bicara pun hanya seperlunya. Januar
demikian menderita. sehingga akhirnya pemuda
itu jengkel lalu berkata dengan emosional: "Aku
telah berulangkali minta maaf. Aku pun telah '
bersumpah, tidak lagi lancang mulut menuduh
yang bukan-bukan. Apalagi yang harus kuperbuat,
Mia. Supaya kau bisa diyakinkan, bahwa aku
benar-benar telah berlaku tolol?" Sembari menceracau demikian, Januar menumbukkan tinjunya
ke batang pohon tempatnya menyandar. Buku
jarinya sampai mengucurkan darah.
Ismiaty terkejut. ia ambil tangan Januar. memperhatikan darah yang terus menetes. "Kau berdarah," katanya. "Aku pun harus berdarah!” Lalu
Ismiaty melepaskan satu peniti bajunya. la tusukkan ke jari telunjuk, sampai mengucurkan darah
pula. Kemudian. telunjuknya yang berdarah itu ia
usapkan ke buku jari Januar yang berdarah. "Inilah
lambang janji setia kita. Sayangku," ia berbisik.
lembut dan bahagia.
Januar langsung merahup Ismiaty dalam pelukan mesra dan hangat. 'Aku lemah, Mia. Aku
tak berani berjanji apa-apa !' ia mengakui terus
http://cerita-silat.mywapblog.com