,Cerita The Broker | Sang Broker | by John Grisham | Sang Broker | Cersil Sakti | Sang Broker pdf
Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak
erbaik dengan Cina, tapi mungkin tidak
banyak."
"Begini kesepakatannya, gentlemen. Kalian berjanji akan menyingkirkan CIA
dari hidupku, dan kalian berusaha secepat mungkin meredakan ketegangan
dengan Israel dan Saudi. Lakukan apa yang bisa dilakukan dengan Cina, dan aku
mengerti bila itu tidak banyak berarti. Dan kalian memberiku dua paspor-satu
Australia dan satu Kanada. Begitu keduanya siap, siang ini bukanlah waktu yang
terlalu singkat, kalian membawa paspor-paspor itu padaku dan aku akan
menyerahkan kedua disk yang lain."
"Setuju," ujar Roland. "Namun, tentu -saja, kami perlu melihat perangkat
lunak itu."
Joel merogoh sakunya dan mengambil disk pertama dan kedua. Roland
memanggil kembali dua teknisi komputer tadi, dan kelompok itu berkerumun di
depan monitor yang lebar.
Seorang agen Mossad dengan nama. sandi Albert merasa melihat Neal
Backman memasuki lobi Marriott di 22nd Street, Ia menelepon atasannya, dan
dalam iga puluh menit dua agen lain sudah berada di dalam hotel. Albert
melihat Neal Backman lagi
saru jam kemudian, ketika ia keluar dari lift sambil membawa koper yang
tidak dibawanya masuk sebelum itu. Ia pergi ke meja resepsionis, tampak
mengisi formulir registrasi. Lalu ia mengeluarkan dompet dan memberikan
kartu kreditnya.
Neal Backman kembali masuk ke lift, tapi Albert kehilangan dia hanya
dalam selisih sekian detik.
Kemungkinan Joel Backman tinggal di Marriot di 22nd Street adalah
informasi penting, tapi juga menyuguhkan persoalan-persoalan besar. Pertama,
membunuh warga Amerika di wilayah Amerika adalah operasi yang sangat peka,
sehingga perlu dikonsultasikan dengan Perdana Menreri. Kedua, pembunuhan
itu sendiri terbentur masalah logistik yang luar biasa rumit. Hotel tersebut
memiliki enam ratus kamar, ratusan tamu, ratusan karyawan, ratusan
pengunjung, dan paling sedikit ada lima konvensi sedang berlangsung di sana.
Ribuan saksi potensial.
Namun demikian, sebuah rencana terbentuk dengan segera.
34
mereka makan siang bersama Senator di bagian belakang warung makan
Vietnam dekat Dupont Circle, yang mereka anggap bebas dari kunjungan para
pelobi dan pemain lama yang mungkin akan melihat mereka dan memulai
rumor panas yang akan menghidupkan kota ini sekaligus me-macerkannya.
Selama satu jam, sementara mereka berjuang dengan mi pedas yang terlalu
panas untuk dimakan, Joel dan Neal mendengarkan nelayan dari Ocracoke
menghujani mereka dengan kisah-kisah ranpa henti tentang masa-masa jayanya
di Wasliington. Tak cuma sekali ia mengatakan ia tidak merindukan dunia
politik, tapi kenangan-kenangannya akan hari-hari itu penuh dengan rahasia,
humor, dan persahabatan. Clayburn memulai hari itu dengan berpendapat
bahwa sebutir peluru di kepala Joel Backman masih terlalu baik baginya,
tapi ketika mereb saW mengucapkan selamat berpisah di trotoar di depan krfe
itu, ia meminta Backman mengunjung dan melihat kapalnya, sekalian mengajak
Neal juga Joel tak pernah memancing lagi sejak masa kanak-kanaknya, dan ia
tahu jalannya tak akan pernah berbelok ke Outer Banks, tapi untuk menyatakan
terima kasih ia berjanji untuk berusaha meluangkan waktu.
Tanpa sepengetahuannya, Joel sudah amat debt dengan peluru yang
dibidikkan ke kepalanya. Selagi menyusuri Connecticut Avenue sesudah makan
siang, mereka diawasi dengan ketat oleh Mossad. Penembak jitu sudah siap di
belakang panel truk sewaan. Namun lampu hijau final masih belum didapat dari
Tel Aviv. Dan trotoar itu sangat ramai.
Dari Halaman Kuning di kamar hotelnya, Neal menemukan toko pakaian pria
yang mengiklankan pakaian yang siap dalam semalam. Ia bersemangat ingin
membantu-ayahnya sangat membutuhkan pakaian baru. Joel membeli setelan
tiga potong berwarna biru tua, kemeja resmi putih, dwdj
dua pasang sepatu resnu h, Separu
nilai MOOdotaAn-^J^H, boling itu ditinggalkan * ^ J pujinya, pun petugas
penjualan mereka s
Tepat pukul empat sore, sambil duduk di kafe Starbucks di Massachusetts
Avenue, Neal mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor yang diberikan
oleh Mayor Roland. Ia memberikan ponsel itu kepada ayahnya.
Roland sendiri yang menjawab. "Kami dalam perjalanan," ujarnya.
"
http://cerita-silat.mywapblog.com
Kamar lima dua puluh," kata Joel, pandangannya mengamati para
pengunjung kafe yang lain. "Berapa banyak yang datang?" "Kelompok yang
cukup besar," sahut Roland. "Aku tidak peduli berapa banyak yang kaubawa,
tinggalkan semua orang lain di lobi." "Aku bisa melakukannya." Mereka
melupakan kopi mereka dan berjalan sepuluh blok kembali ke Marriott, setiap
langkah mereka diawasi agen-agen Mossad bersenjata lengkap. Masih belum
ada perintah dari Tel Aviv.
Ayah dan anak itu baru berada di kamar selama beberapa menit ketika
terdengar ketukan di pintu.
Joel melayangkan pandangan gugup pada putranya, yang langsung membeku
dan menatap ayahnya dengan panik Ini dia, batin Joel. Perjalanan panjang
penuh ketegangan yang dimulai di jalan-jalan Bologna, dengan berjalan kaki,
lalu taksi, lalu bus ke Modena, taksi lagi dalam perjalanan jauh ke Milan, lalu
jalan kaki lagi, taksi-taksi lagi, kemudian kereta yang rencananya menuju
Stuttgart namun terpaksa berhenti tak terduga di Zug, tempat sopir taksi
lain menerima uang dan mengantarnya ke Zurich, dua kali naik trem, lalu Franz
dan BMW hijau yang melesat 150 kilometer menuju Munich, di mana
kehangatan dan sambutan lengan Lufthansa mengantarnya kembali pulang. Ini
bisa jadi akhir perjalanannya.
"Siapa?" tanya Joel sambil melangkah ke pintu.
"Wes Roland."
Joel mengintip dari lubang pintu, tak melihat siapa pun. Ia menarik napas
panjang dan membuka pintu. Mayor itu sekarang mengenakan jaket sport dan
dasi, sendirian dan tidak membawa apa-apa. Setidaknya ia tampak sendirian
saja. Joel melirik lorong dan tidak melihat siapa pun yang berusaha
bersembunyi. Dengan cepat ia menutup pintu dan memperkenalkan Roland
kepada Neal.
"Ini paspor-paspornya," kata Roland, merogoh kantong mantelnya dan
mengeluarkan dua paspor yang sudah tidak baru lagi. Yang pertama bersampul
biru tua dengan tulisan AUSTRALIA dalam huruf-huruf emas. Joel membukanya
dan melihat. fotonya terlebih dulu. Para teknisi telah mengambil foto kartu
identitas Pentagon, membuat warna rambutnya terlihar lebih terang
menghilangkan kacamata dan garis-garis keriput, dan menghasilkan foto yang
lumayan bagus. Namanya Simon Wilson McAvoy. "Boleh juga," komentar Joel.
kat me
Yang kedua bersampul biru gelap, dengan canada dalam huruf-huruf emas
tertera di bagian depan. Foto yang sama, dengan nama Kanada, Ian Rex
Hatterboro. Joel mengangguk setuju dan menyodorkan kedua papsor tersebut
kepada Neal untuk diperiksa.
"Ada persoalan tentang sidang juri kasus jual-beli pengampunan hukuman,"
kata Roland. "Kita belum sempat membicarakannya."
"Mayor, kau dan aku sama-sama tahu aku tidak terlibat dalam skandal itu.
Kuharap CIA akan meyakinkan bocah-bocah di Hoover bahwa aku bersih. Aku
tidak tahu-menahu akan ada pengampunan hukuman. Itu bukan skandalku."
"Anda mungkin akan dipanggil menghadap juri."
"Baiklah. Aku akan mengajukan diri. Toh tidak akan lama."
Roland tampak puas. Ia hanya pembawa pesan. Ia mulai membicarakan
kepentingannya sendiri dalam tawar-men awar tersebut. "Sekarang, tentang
perangkat lunaknya," ujarnya.
"Tidak ada di sini," sahut Joel, dengan sentuhan dramatis yang tak perlu. Ia
mengangguk pada Neal, yang lalu keluar dari ruangan. "Tunggu sebentar,"
katanya pada Roland, yang alisnya mengernyit sementara matanya menyipit.
'Ada masalah?" Roland bertanya.
"Tidak. Paket itu ada di kamar lain. Maaf, masalahnya cukup lama aku
bertingkah seperti mata-mata."
"Bukan tindakan yang buruk untuk orang dalam posisi Anda."
"Kurasa itu sudah menjadi gaya hidupku sekarang."
"Teknisi-teknisi kami masih bermain-main dengan dua disk pertama. Benar-benar karya yang luar biasa."
"Klienku memang anak-anak pintar, dan baik. Hanya jadi terlalu serakah,
kurasa. Seperu beberapa orang lain."
Terdengar ketukan di pintu, dan Neal kembali masuk. Ia menyerahkan
amplop kepada Joel, yang mengambil kedua disk tersebut, lalu memberikannya
kepada Roland. "Terima kasih," ujar Roland. "Perlu nyali besar untuk
melakukannya."
"Kurasa beberapa orang nyalinya lebih besar daripada otaknya."
Pertukaran itu pun berakhir. Tak ada lagi yang perlu dikatakan. Roland
berjalan ke pintu. Ia
http://cerita-silat.mywapblog.com
Mahkota Cinta - Habiburrahman El-Shirazy Josep Sang Mualaf - Fajar Agustanto Namaku Izrail ! - Atmonadi Keluarga Flood - Tetangga Menyebalkan - Colin Thomphson Kumpulan Dongeng Anak
erbaik dengan Cina, tapi mungkin tidak
banyak."
"Begini kesepakatannya, gentlemen. Kalian berjanji akan menyingkirkan CIA
dari hidupku, dan kalian berusaha secepat mungkin meredakan ketegangan
dengan Israel dan Saudi. Lakukan apa yang bisa dilakukan dengan Cina, dan aku
mengerti bila itu tidak banyak berarti. Dan kalian memberiku dua paspor-satu
Australia dan satu Kanada. Begitu keduanya siap, siang ini bukanlah waktu yang
terlalu singkat, kalian membawa paspor-paspor itu padaku dan aku akan
menyerahkan kedua disk yang lain."
"Setuju," ujar Roland. "Namun, tentu -saja, kami perlu melihat perangkat
lunak itu."
Joel merogoh sakunya dan mengambil disk pertama dan kedua. Roland
memanggil kembali dua teknisi komputer tadi, dan kelompok itu berkerumun di
depan monitor yang lebar.
Seorang agen Mossad dengan nama. sandi Albert merasa melihat Neal
Backman memasuki lobi Marriott di 22nd Street, Ia menelepon atasannya, dan
dalam iga puluh menit dua agen lain sudah berada di dalam hotel. Albert
melihat Neal Backman lagi
saru jam kemudian, ketika ia keluar dari lift sambil membawa koper yang
tidak dibawanya masuk sebelum itu. Ia pergi ke meja resepsionis, tampak
mengisi formulir registrasi. Lalu ia mengeluarkan dompet dan memberikan
kartu kreditnya.
Neal Backman kembali masuk ke lift, tapi Albert kehilangan dia hanya
dalam selisih sekian detik.
Kemungkinan Joel Backman tinggal di Marriot di 22nd Street adalah
informasi penting, tapi juga menyuguhkan persoalan-persoalan besar. Pertama,
membunuh warga Amerika di wilayah Amerika adalah operasi yang sangat peka,
sehingga perlu dikonsultasikan dengan Perdana Menreri. Kedua, pembunuhan
itu sendiri terbentur masalah logistik yang luar biasa rumit. Hotel tersebut
memiliki enam ratus kamar, ratusan tamu, ratusan karyawan, ratusan
pengunjung, dan paling sedikit ada lima konvensi sedang berlangsung di sana.
Ribuan saksi potensial.
Namun demikian, sebuah rencana terbentuk dengan segera.
34
mereka makan siang bersama Senator di bagian belakang warung makan
Vietnam dekat Dupont Circle, yang mereka anggap bebas dari kunjungan para
pelobi dan pemain lama yang mungkin akan melihat mereka dan memulai
rumor panas yang akan menghidupkan kota ini sekaligus me-macerkannya.
Selama satu jam, sementara mereka berjuang dengan mi pedas yang terlalu
panas untuk dimakan, Joel dan Neal mendengarkan nelayan dari Ocracoke
menghujani mereka dengan kisah-kisah ranpa henti tentang masa-masa jayanya
di Wasliington. Tak cuma sekali ia mengatakan ia tidak merindukan dunia
politik, tapi kenangan-kenangannya akan hari-hari itu penuh dengan rahasia,
humor, dan persahabatan. Clayburn memulai hari itu dengan berpendapat
bahwa sebutir peluru di kepala Joel Backman masih terlalu baik baginya,
tapi ketika mereb saW mengucapkan selamat berpisah di trotoar di depan krfe
itu, ia meminta Backman mengunjung dan melihat kapalnya, sekalian mengajak
Neal juga Joel tak pernah memancing lagi sejak masa kanak-kanaknya, dan ia
tahu jalannya tak akan pernah berbelok ke Outer Banks, tapi untuk menyatakan
terima kasih ia berjanji untuk berusaha meluangkan waktu.
Tanpa sepengetahuannya, Joel sudah amat debt dengan peluru yang
dibidikkan ke kepalanya. Selagi menyusuri Connecticut Avenue sesudah makan
siang, mereka diawasi dengan ketat oleh Mossad. Penembak jitu sudah siap di
belakang panel truk sewaan. Namun lampu hijau final masih belum didapat dari
Tel Aviv. Dan trotoar itu sangat ramai.
Dari Halaman Kuning di kamar hotelnya, Neal menemukan toko pakaian pria
yang mengiklankan pakaian yang siap dalam semalam. Ia bersemangat ingin
membantu-ayahnya sangat membutuhkan pakaian baru. Joel membeli setelan
tiga potong berwarna biru tua, kemeja resmi putih, dwdj
dua pasang sepatu resnu h, Separu
nilai MOOdotaAn-^J^H, boling itu ditinggalkan * ^ J pujinya, pun petugas
penjualan mereka s
Tepat pukul empat sore, sambil duduk di kafe Starbucks di Massachusetts
Avenue, Neal mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor yang diberikan
oleh Mayor Roland. Ia memberikan ponsel itu kepada ayahnya.
Roland sendiri yang menjawab. "Kami dalam perjalanan," ujarnya.
"
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sang Broker - John Grisham
Kamar lima dua puluh," kata Joel, pandangannya mengamati para
pengunjung kafe yang lain. "Berapa banyak yang datang?" "Kelompok yang
cukup besar," sahut Roland. "Aku tidak peduli berapa banyak yang kaubawa,
tinggalkan semua orang lain di lobi." "Aku bisa melakukannya." Mereka
melupakan kopi mereka dan berjalan sepuluh blok kembali ke Marriott, setiap
langkah mereka diawasi agen-agen Mossad bersenjata lengkap. Masih belum
ada perintah dari Tel Aviv.
Ayah dan anak itu baru berada di kamar selama beberapa menit ketika
terdengar ketukan di pintu.
Joel melayangkan pandangan gugup pada putranya, yang langsung membeku
dan menatap ayahnya dengan panik Ini dia, batin Joel. Perjalanan panjang
penuh ketegangan yang dimulai di jalan-jalan Bologna, dengan berjalan kaki,
lalu taksi, lalu bus ke Modena, taksi lagi dalam perjalanan jauh ke Milan, lalu
jalan kaki lagi, taksi-taksi lagi, kemudian kereta yang rencananya menuju
Stuttgart namun terpaksa berhenti tak terduga di Zug, tempat sopir taksi
lain menerima uang dan mengantarnya ke Zurich, dua kali naik trem, lalu Franz
dan BMW hijau yang melesat 150 kilometer menuju Munich, di mana
kehangatan dan sambutan lengan Lufthansa mengantarnya kembali pulang. Ini
bisa jadi akhir perjalanannya.
"Siapa?" tanya Joel sambil melangkah ke pintu.
"Wes Roland."
Joel mengintip dari lubang pintu, tak melihat siapa pun. Ia menarik napas
panjang dan membuka pintu. Mayor itu sekarang mengenakan jaket sport dan
dasi, sendirian dan tidak membawa apa-apa. Setidaknya ia tampak sendirian
saja. Joel melirik lorong dan tidak melihat siapa pun yang berusaha
bersembunyi. Dengan cepat ia menutup pintu dan memperkenalkan Roland
kepada Neal.
"Ini paspor-paspornya," kata Roland, merogoh kantong mantelnya dan
mengeluarkan dua paspor yang sudah tidak baru lagi. Yang pertama bersampul
biru tua dengan tulisan AUSTRALIA dalam huruf-huruf emas. Joel membukanya
dan melihat. fotonya terlebih dulu. Para teknisi telah mengambil foto kartu
identitas Pentagon, membuat warna rambutnya terlihar lebih terang
menghilangkan kacamata dan garis-garis keriput, dan menghasilkan foto yang
lumayan bagus. Namanya Simon Wilson McAvoy. "Boleh juga," komentar Joel.
kat me
Yang kedua bersampul biru gelap, dengan canada dalam huruf-huruf emas
tertera di bagian depan. Foto yang sama, dengan nama Kanada, Ian Rex
Hatterboro. Joel mengangguk setuju dan menyodorkan kedua papsor tersebut
kepada Neal untuk diperiksa.
"Ada persoalan tentang sidang juri kasus jual-beli pengampunan hukuman,"
kata Roland. "Kita belum sempat membicarakannya."
"Mayor, kau dan aku sama-sama tahu aku tidak terlibat dalam skandal itu.
Kuharap CIA akan meyakinkan bocah-bocah di Hoover bahwa aku bersih. Aku
tidak tahu-menahu akan ada pengampunan hukuman. Itu bukan skandalku."
"Anda mungkin akan dipanggil menghadap juri."
"Baiklah. Aku akan mengajukan diri. Toh tidak akan lama."
Roland tampak puas. Ia hanya pembawa pesan. Ia mulai membicarakan
kepentingannya sendiri dalam tawar-men awar tersebut. "Sekarang, tentang
perangkat lunaknya," ujarnya.
"Tidak ada di sini," sahut Joel, dengan sentuhan dramatis yang tak perlu. Ia
mengangguk pada Neal, yang lalu keluar dari ruangan. "Tunggu sebentar,"
katanya pada Roland, yang alisnya mengernyit sementara matanya menyipit.
'Ada masalah?" Roland bertanya.
"Tidak. Paket itu ada di kamar lain. Maaf, masalahnya cukup lama aku
bertingkah seperti mata-mata."
"Bukan tindakan yang buruk untuk orang dalam posisi Anda."
"Kurasa itu sudah menjadi gaya hidupku sekarang."
"Teknisi-teknisi kami masih bermain-main dengan dua disk pertama. Benar-benar karya yang luar biasa."
"Klienku memang anak-anak pintar, dan baik. Hanya jadi terlalu serakah,
kurasa. Seperu beberapa orang lain."
Terdengar ketukan di pintu, dan Neal kembali masuk. Ia menyerahkan
amplop kepada Joel, yang mengambil kedua disk tersebut, lalu memberikannya
kepada Roland. "Terima kasih," ujar Roland. "Perlu nyali besar untuk
melakukannya."
"Kurasa beberapa orang nyalinya lebih besar daripada otaknya."
Pertukaran itu pun berakhir. Tak ada lagi yang perlu dikatakan. Roland
berjalan ke pintu. Ia
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sang Broker - John Grisham