Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - 5

$
0
0
Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf

Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III

an jatuh
  jumpalitan di tanah dengan kepala benjut dan
  mengeluarkan darah!
  Poan Thian sendiri tak pernah menyangka bahwa
  persoalan bakal terjadi begitu rupa, tak pernah ia
  impikan, bahwa akibat daripada tendangannya itu,
  sang guru bisa kejadian terlempar sejauh itu. Dari itu,
  buru-buru ia berlari-lari, menghampiri dan
  mengangkatnya bangun sambil meminta maaf
  berulang-ulang.
  „Aku mohon beribu-ribu maaf atas kelancanganku itu,”
  kata Lie Poan Thian dengan laku gugup. „Tendangan
  tadi ternyata telah dilakukan terlalu cepat, sehingga
  aku tak menyangka sama sekali bakal menerbitkan
  luka kepada guruku.”
  Sambil berkata begitu, Poan Thian cepat
  membungkukkan diri buat menolong kepada sang
  guru, tetapi Chun San yang telah keburu berbangkit,
  dengan muka merah karena malu dan gusar lalu
  menuding pada sang murid sambil berkata: „Bagus
  benar perbuatanmu ini! Engkau telah berani
  menyerang guru sendiri dengan sungguh-sungguh dan
  selagi aku tidak bersedia!”
  Poan Thian yang mendengar omongan itu, dengan tak
  tertahan lagi jadi tertawa geli. Sebab pada pikirnya,
  apakah gunanya orang meyakinkan ilmu silat, apabila
  dalam hal melakukan penyerangan orang mesti
  memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak lain
  yang menjadi musuhnya? Maka berhubung dengan
  peristiwa yang telah dialaminya pada kali ini, lambat-
  laun Poan Thian jadi mendusin, kalau-kalau
  kepandaian silat sang guru itu hanyalah terbatas
  sampai di situ saja, sedangkan omongan-omongan
  tekebur yang pernah diucapkannya dahulu, itulah
  melulu merupakan khayal-khayal yang tidak ada
  buktinya sama sekali. Dari itu, tidaklah heran jika ia
  jadi tertawa geli.
  Chun San yang ditertawai jadi sengit dan merasa
  sangat penasaran, biarpun Poan Thian meminta-minta
  maaf dan menyatakan penyesalannya telah
  kelepasan tangan, tetapi tidak urung dengan tidak
  pikir panjang lagi ia segera mengeluarkan suara
  bentakan keras yang dibarengi dengan serangan Go-
  houw-kim-yo (harimau lapar menubruk kambing)
  untuk menerjang kepada sang murid itu.
  Syukur juga Poan Thian yang terlebih siang telah
  menduga peristiwa apa yang bakal dialami, sudah
  lantas mengerti tindakan apa yang harus diambilnya
  seketika itu. Maka sebegitu lekas ia melihat gurunya
  menyerang, buru-buru ia mempergunakan siasat Pek-
  kee-tian-cie (Ayam putih membentangkan sayap)
  membentangkan kedua tangannya buat
  menyingkirkan pukulannya sang guru, sambil
  kemudian melanjutkan gerakannya dengan
  mengegos ke samping, hingga dengan cara ini ia bisa
  terluput dan lompat ke suatu jurusan sambil mulutnya
  tidak berhenti-henti berkaok-kaok. „Suhu, tahan dulu!
  Sabar! Maafkanlah atas kelancangan Tee-cu!”
  Tetapi Chun San tidak menghiraukannya dan terus
  menggerakkan kaki tangannya buat memukul pada
  sang murid yang dianggapnya sangat kurang ajar itu.
  Lama-lama peristiwa ini telah dapat dilihat oleh
  seorang bujang tua keluarga Lie yang bernama Ong
  Kiu, ia jadi sangat terkejut dan buru-buru berlari-lari
  masuk ke dalam rumah sambil tidak henti-hentinya
  berkaok: „Celaka! Celaka! An Kauw-su berkelahi
  dengan tuan muda kita!”
  Mula-mula Tek Hoat tidak mau percaya dengan
  keterangan itu, bahkan mengomel pada si bujang tua
  itu yang dikatakan „edan”. Tetapi ketika ia dikasih
  keterangan lebih jauh dengan sikap yang tergopoh-
  gopoh, orang tua itu jadi percaya juga dan terus
  berlari-lari dengan diiringi oleh beberapa bujang yang
  lain-lainnya.
  Dan ketika Tek Hoat sampai di pelataran halaman
  rumah, betul saja ia melihat Chun San menerjang
  pada anaknya dengan berulang-ulang, tetapi syukur
  juga Poan Thian bisa meluputkan diri sambil berkaok-
  kaok minta dimaafkan atas segala kekhilafannya.
  Tek Hoat yang merasa kuatir atas keselamatan diri
  anaknya, buru-buru berlari menghampiri kepada An
  Chun San sambil membujuk dan meminta maaf atas
  kelancangan dan kekhilafan anaknya itu.
  Oleh karena mendengar omongan orang tua itu, Chun
  San jadi mendusin dari perbuatannya yang
  semberono dan lekas-lekas balas memberi
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

  hormat
  kepada Tek Hoat sambil memaksakan diri buat
  mengunjuk muka manis.
  „Semua ini sebetulnya cuma merupakan suatu
  permainan saja,” katanya, „karena Kok Ciang
  memang perlu diajar tabah disamping dilatih dalam
  hal ilmu pelajaran silatnya. Karena jikalau ia tidak
  diajarkan berlaku tabah dari sekarang, bagaimanakah
  ia bisa berhadapan dengan musuh, jikalau di
  kemudian hari ia sampai benar-benar bertempur
  dengan orang lain?”
  Tek Hoat mengangguk-angguk sambil membenarkan
  omongan guru silat itu, kemudian ia menanyakan
  mengapa dahi Chun San berlumuran darah dan
  tampak berjendul?
  Atas pertanyaan ini. Chun San lalu tuturkan segala
  sesuatu yang telah terjadi tadi, tetapi sifatnya ia
  sengaja perlunak buat menutup perasaan malunya.
  Sementara Tek Hoat yang mendengar begitu, segera
  memberikan comelan pada sang anak. „Kau ini
  sungguh amat tidak patut telah berani melukai guru
  sendiri,” katanya. „Maka setelah melakukan perbuatan
  yang begitu kurang ajar, mengapakah kau tidak lekas
  berlutut di hadapan An Lo-suhu buat meminta maaf?”
  Poan Thian menurut dan lekas menjura di hadapan An
  Chun San sambil menyoja dan meminta maaf hingga
  Chun San yang menerima permintaan maaf itu
  dengan perasaan hati tidak enak, lalu banguni Poan
  Thian sambil melanjutkan pembicaraannya dengan
  sang majikan tua.
  „Perkara kecelakaan dalam waktu melatih ilmu silat,”
  kata guru silat itu, „memanglah ada suatu hal lumrah
  yang tidak perlu banyak direcoki. Demikian juga
  dengan halnya kejadian sekarang ini. Perlu apakah
  Lo-ya mesti kuatirkan sampai begitu?”
  Tek Hoat kelihatan puas dengan jawaban An Chun
  San itu. Tetapi karena melihat dahi sang guru
  bercucuran darah, maka ia telah tawarkan Chun San
  buat berobat dengan segala ongkos-ongkosnya
  ditanggung oleh orang tua itu.
  Tetapi Chun San yang merasa bahwa sendirinya ada
  seorang guru silat, ia pikir sangat memalukan apabila
  ia luka sedikit saja mesti diobati orang lain. Lagi pula
  ia sendiripun mengerti sedikit tentang obat-obatan,
  hingga dengan secara getas ia telah menampik
  tawaran Tek Hoat sambil berkata: „Oh, itu tidak perlu,
  karena aku di sini pun ada sedia obat luka yang
  manjur sekali, yang akan dapat menyembuhkan
  segala macam luka-luka dalam tempo hanya
  beberapa saat saja lamanya.”
  Kemudian ia pergi mengambil obat yang
  dikatakannya itu, yang ternyata benar manjur dan
  telah dapat menahan darah yang mengucur di
  dahinya hampir di saat itu juga.
  Ketika di hari esoknya Poan Thian bangun tidur dan
  hendak pergi melatih ilmu silat di halaman pelataran
  rumahnya seperti biasa, ia menampak keadaan di situ
  agak berlainan dengan hari-hari yang telah lampau,
  karena Chun San yang telah dapat malu oleh karena
  telah dirobohkan oleh muridnya sendiri, ternyata
  dengan tak meminta diri lagi telah meninggalkan
  rumah itu buat selama-lamanya. Hal mana, sedikit
  banyak telah menerbitkan sesalan juga di dalam hati
  pemuda itu, yang tetap menghargai jasa-jasanya
  Chun San yang telah mendidiknya sehingga dapat
  membuka jalan akan ia menjadi seorang jago silat
  dan ahli menendang dengan ilmu Lian-hwan Sauw-
  tong-tui yang telah diciptakannya dan di kemudian
  hari sangat disegani oleh sekian orang-orang gagah di
  kalangan Kang-ouw.
  Maka seperginya Chun San dari rumah keluarga Lie,
  Poan Thian telah kerap meminta pada ayahnya
  supaya dicarikan guru silat lain untuk memberikan
  pelajaran kepadanya, tetapi orang tua itu selalu
  menolak dan memberikan comelan, hingga
  selanjutnya ia tidak bisa berbuat lain daripada melatih
  diri dengan ilmu-ilmu pelajaran yang telah didapatinya
  dari An Chun San, disamping memperbaiki ilmu
  tendangan ciptaannya, dengan mana ia telah berhasil
  dapat merobohkan gurunya sendiri.
  Setiap hari di waktu Poan Thian berlatih dengan giat
  di halaman pelataran rumahnya, banyak orang yang
  kebetulan melewat telah pada berhenti menonton
  dengan sorot mata yang menandakan kagum atas
  kekuatannya pemuda itu. Karena disaban waktu ia
  memukul atau menendang pohon liu yang sebesar
  pelukan itu, tentulah pohon itu bergoncang keras
  dengan daun-daunnya pada rontok dan jatuh terserak
  ke muka bumi. Sedang Poan Thian sendiri yang sedikit
  demi sedikit telah menyaksikan tentang kemajuan
  dan kekuatan dirinya, sudah tentu saja jadi kagum
  dan sering berkata pada diri sendiri: „Apabila pohon
  yang besar ini bisa bergoncang karena pukulan atau
  tendanganku, maka pastilah pukulan atau
  tendanganku ini akan bikin orang mati atau patah
  tulang, apabila nanti kucoba dalam pertempuran.”
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>