Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - 6

$
0
0
Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf

Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap

Demikianlah pada pikirnya anak muda itu, yang
  seolah-olah anak kerbau yang baru bertanduk itu, tak
  takut akan harimau, juga berani menghadapi segala
  sesuatu dengan sikap yang angkuh, sehingga ia lupa
  bahwa orang gagah di kolong langit ini bukan hanya
  dia seorang saja.
  Itulah cacadnya orang yang baru mengerti ilmu silat
  dengan serba sedikit!
  Sebulan telah lewat semenjak An Chun San
  meninggalkan rumah keluarga Lie.
  Pada suatu pagi hari selagi Poan Thian melatih diri
  seperti biasa, banyak orang telah berdiri menonton ia
  bersilat dari kejauhan.
  Di setiap waktu ia selesai bersilat, mereka itu tentulah
  menyambut dengan tampik sorak yang riuh, hingga
  hatinya Poan Thian jadi sangat gembira dan lambat
  laun berpendapat bahwa dirinya „Thian He Tee It”,
  nomor wahid di kolong langit.
  Tetapi, apa mau, tengah orang banyak bertampik
  sorak, mendadak ia mendengar ada seorang yang
  mengejek kepadanya sambil tertawa-tawa, hingga
  Poan Thian yang mendengar begitu, sudah tentu saja
  merasa kurang senang dan lalu bercelingukan buat
  melihat siapa adanya orang yang telah mengejeknya
  itu. Dan tatkala ia memandang kian-kemari sekian
  lamanya, akhirnya barulah diketahui bahwa orang itu
  kira-kira berumur tigapuluh tahun, pakaiannya
  sederhana. Orangnya tidak besar, tetapi badannya
  tegap, ia berhidung mancung, bermulut lebar, dan apa
  yang terutama paling menarik perhatiannya Poan
  Thian, ialah sepasang matanya yang jeli dan seakan-
  akan mengeluarkan sinar yang bisa menusuk
  penglihatan orang yang diamat-amatinya. Kepada ia
  ini Poan Thian lalu menghampiri, memberi hormat
  serta menanyakan sebagai berikut:
  „Oleh karena barusan aku mendengar kau mengejek
  sambil tertawa-tawa, maka aku berpendapat bahwa
  kau ini tentulah ada seorang yang paham ilmu silat.
  Aku sendiri harus mengaku, bahwa ilmu
  kepandaianku belum sempurna dan masih perlu
  diperbaiki di bawah pimpinannya seorang yang ahli.
  Maka apabila tuan sesungguhnya paham ilmu silat,
  sudikah kiranya tuan memberikan petunjuk-petunjuk
  yang berharga kepadaku?”
  Orang itu kembali tertawa, tetapi mula-mula tidak
  mau berkata apa-apa. Ia bersikap „masa bodoh”. Dan
  tatkala Poan Thian mendesak akan minta
  jawabannya, ia lalu menggelengkan kepalanya. Ia
  menjawab: „Tidak, aku tidak pandai ilmu silat.”
  Poan Thian jadi semakin tidak senang mendengar
  jawaban itu.
  „Apabila kau tidak pandai ilmu silat,” katanya, „perlu
  apakah kau mesti mentertawai orang lain?”
  „Semua orang adalah bebas buat tertawa,” sahut
  orang itu sambil bersenyum. „Aku tertawa dengan
  mulutku sendiri, seperti juga kau bersilat dengan kaki
  tanganmu sendiri! Ada apakah hubungannya antara
  mulutku dan kaki tanganmu?”
  „Ah, kurang ajar benar orang ini!” pikir Lie Poan Thian
  di dalam hatinya. „Jikalau aku selalu mengunjukkan
  sikap yang mengalah, tidak mustahil orang
  menganggap aku pengecut. Maka buat
  mengunjukkan bahwa aku ini bukan seorang yang
  penakut, aku perlu ajar sedikit adat kepada si
  congkak ini.”
  Kemudian dengan sikap gusar dan mata mendelik,
  Poan Thian menuding pada orang itu sambil
  membentak: „Hai, orang desa! Kau harus ketahui
  bahwa ejekan terhadap seorang yang mengerti ilmu
  silat, itulah berarti suatu hinaan yang bisa
  dipersamakan dengan suatu tantangan berkelahi!
  Tetapi karena mengingat bahwa kau tidak mengerti
  ilmu silat, maka aku mau sudahi saja urusan ini,
  apabila kau suka meminta maaf dengan berlutut di
  tanah di hadapanku!”
  „Apa, berlutut?” Orang itu jadi tertawa tergelak-gelak.
  Suara tertawanya itu ada begitu nyaring, sehingga
  menerbitkan gema yang telah mendatangkan rasa
  herannya semua orang.
  “Aku tidak biasa berlutut di hadapan sembarangan
  orang,” katanya, „apalagi-anak yang baru lepas pupuk
  seperti kau ini!”
  Mendengar omongan itu. Lie Poan Thian bukan main
  marahnya, hingga dengan tidak banyak bicara lagi ia
  menjotos orang itu dengan menggunakan siasat
  Song-twie-ciang, hingga orang banyak yang setiap
  hari menyaksikan tenaga si pemuda yang
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

  begitu kuat,
  rata-rata jadi pada kuatir atas nasibnya orang itu, dan
  pernyataan itu menjadi semakin kuat lagi, ketika
  orang banyak pada mengatakan: „Celaka! Celaka!
  Orang itu sesungguhnya tak berbeda dengan seekor
  ular yang mencari pentungan!”
  ◄Y►
  Tetapi sikapnya orang itu tinggal tenang-tenang saja,
  walaupun Poan Thian menerjang bagaikan harimau
  kelaparan. Ia kelihatan tersenyum sedikit, dan
  sebegitu lekas kepalannya Lie Poan Thian mendekati
  dadanya, lalu ia merangkapkan kedua tangannya
  sambil menggunakan tipu-tipu Hun-sui-ciang, hingga
  ketika ia menggerakkan tangan itu dengan kecepatan
  seperti kilat, Poan Thian rasakan dari pihak orang itu
  telah keluar semacam tenaga penolak yang telah
  memaksa ia mundur ke belakang sehingga beberapa
  tindak jauhnya. Maka dengan adanya sedikit
  pengalaman ini, Poan Thian segera ketahui, bahwa
  orang ini tentunya ada seorang ahli silat yang ilmu
  lweekangnya sangat tinggi, tetapi oleh karena sudah
  ketelanjuran ia memulai membuka penyerangan, apa
  boleh buat ia hendak menjajal juga sampai dimana
  kepandaiannya orang itu.
  Begitulah ketika ia maju menerjang buat kedua
  kalinya, Poan Thian telah berlaku jauh lebih hati-hati
  daripada tadi, karena selain ia tidak menggunakan
  kepalan lagi, iapun tidak mau „menyeruduk” dengan
  sekenanya saja. Lalu ia menendang dengan
  menggunakan tipu Tan-hui-tui, semacam ilmu
  menendang yang ia biasa praktekkan setiap hari.
  Maksud daripada mempergunakan ilmu tendangan ini,
  ialah untuk memancing supaya orang itu berkelit atau
  menghindarkan tendangan itu dengan jalan
  berjongkok, hingga di waktu orang itu berbuat
  demikian, ia segera akan merangsek dan menendang
  pula dengan ilmu tendangan yang sangat
  dibanggakannya itu, ialah ilmu tendangan Lian-hwan
  Sauw-tong-tui yang dahulu telah dipakai merobohkan
  gurunya sendiri.
  Tetapi, lebih cepat daripada kilat yang menyamber,
  Poan Thian sama sekali tak menduga, kalau-kalau
  perhitungannya itu meleset semua. Ia sendiri tidak
  melihat cara bagaimana pihak lawannya telah
  menyingkirkan diri dari tendangannya, seperti juga ia
  tidak melihat cara bagaimana pihak lawannya telah
  membalas menyerang kepadanya. Karena tahu-tahu
  ketika ia menendang dengan sepenuhnya tenaga, ia
  merasakan dirinya seperti juga dilemparkan ke udara,
  hingga pada sebelum ia bisa mengucap sepatah kata
  „Celaka!” ia sudah terbanting ke suatu tempat yang
  terpisah kira-kira beberapa belas kaki jauhnya dari
  tempat ia semula melakukan penyerangan tadi!
  Orang banyak jadi bertampik sorak dengan riuh
  sekali. Mereka sama sekali tak menyangka, kalau
  orang itu bisa merobohkan Poan Thian dalam tempo
  hanya sekejapan saja lamanya!
  Tetapi Poan Thian yang lekas insyaf akan
  kekeliruannya, bukan saja tidak jadi gusar mengalami
  kekalahan itu, malah sebaliknya lekas berbangkit dan
  membungkukkan badan memberi hormat pada orang
  itu sambil berkata: „Tuan, nyatalah bahwa aku ini ada
  seorang yang tak bisa mengenali seorang pandai,
  hingga jikalau kau tidak memberikan sedikit
  pengunjukkan ini, niscaya aku akan tetap buta buat
  menganggap bahwa diri sendiri „Thian He Tee It”,
  paling jago dan tidak ada lawannya di kolong langit
  ini!”
  „Itu di muka adalah rumahku sendiri,” Poan Thian
  melanjutkan omongannya, „sudikah kiran ya tuan
  mampir sebentar buat beromong-omong dan
  memberikan sedikit petunjuk berharga kepada diriku
  yang bodoh ini?”
  Orang itu nampaknya tidak berkeberatan buat
  mengabulkan permintaan pemuda itu.
  „Aku yang rendah bernama Lie Kok Ciang,” begitulah
  Poan Thian perkenalkan dirinya sendiri. „Tetapi belum
  tahu apakah aku punya itu kehormatan akan
  mengetahui she dan nama tuan yang mulia?”
  „Aku bernama Hoa In Liong,” menerangkan orang
  yang ditanya itu.
  Poan Thian jadi girang dan lalu dengan berpimpin
  tangan ia mengajak sahabat baru itu akan
  berkunjung ke rumahnya.
  Di sana In Liong telah diperkenalkan pada ayahnya
  Lie Poan Thian, yang telah menanyakan she, nama
  dan asal usulnya.
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>