Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
In Liong terangkan she dan namanya sendiri, tetapi
tampak agak berkeberatan akan menerangkan asal
usulnya.
Maka Tek Hoat yang seolah-olah telah dapat
membaca pikiran tetamunya, lalu kesampingkan
pertanyaan itu dengan pura-pura menanyakan: „Tahun
ini Cong-su masuk umur berapa?”
„Tigapuluh tahun,” sahut In Liong dengan pendek.
Kemudian Tek Hoat perintah orang-orang
sebawahannya akan menyajikan makanan dan
minuman yang paling baik untuk menjamu kepada
tamu yang baru datang itu.
In Liong kelihatan agak see-jie (sungkan), tetapi Poan
Thian lalu mendesak supaya ia suka duduk makan
minum dahulu, pada sebelum mereka mengobrol lebih
jauh.
„Kita semua adalah orang-orang sendiri,” Tek Hoat
bantu membujuk, „buat apakah mesti berlaku
sungkan?”
In Liong apa boleh buat meluluskan juga ajakan itu
dan menyampaikan terima kasihnya.
Pada waktu mereka duduk makan minum, Poan Thian
telah membicarakan banyak sekali tentang soal-soal
yang bersangkut paut dengan ilmu silat.
„Ciang-jie (dimaksudkan Kok Ciang) telah beberapa
lamanya meyakinkan ilmu silat,” kata Tek Hoat pula
sambil bersenyum, „tetapi hasilnya ternyata sangat
menyedihkan.”
„Meyakinkan ilmu silat itu memang memi nta sangat
banyak tempo, keuletan dan kesabaran,” kata Hoa In
Liong. „Banyak sekali orang yang meyakinkan ilmu itu
telah jadi kandas karena kekurangan keuletan, takut
capai dan ingin lekas pandai. Oleh sebab itu, boleh
dikata sudah bagus kalau ia kandas setengah jalan
dengan tidak menderita kerugian apa-apa. Yang
paling celaka adalah orang yang memaksakan diri
sampai melewati batas, hingga oleh kare nanya ia
telah mendapat celaka atas perbuatannya sendiri.
Badan rusak dan peryakinannya pun terbang sia-sia,
itulah yang dinamakan menyedihkan, tetapi bukan
sebagai keyakinan yang diperbuat saudara Kok Ciang
ini, harap Loo-pek jangan salah paham.”
Tek Hoat tertawa waktu mendengar omongan itu.
„Justeru karena aku sendiri hampir mirip dengan
keadaan orang yang kau tuturkan itu,” Poan Thian
menyampuri berbicara, „maka aku mohon supaya
sudilah kiranya tuan memberikan pengunjukan-
pengunjukan untuk memperbaiki cacat-cacatku itu.
Aku ini memanglah sesungguhnya sangat ingin lekas
pandai, lekas paham untuk mempergunakan segara
macam ilmu pukulan yang aku praktekkan setiap hari.
Tetapi karena pada beberapa waktu ini aku tidak
mempunyai guru untuk memimpin dan menilik
pelajaran silatku, maka aku bermaksud mengundang
tuan akan menjadi guruku. Cuma belum tahu apakah
tuan sudi meluluskan atau tidak permintaanku ini?”
In Liong tersenyum sambil kemudian berkata:
„Saudara, dalam hal ini aku sangat menyesal tidak
dapat memenuhkan permintaanmu. Karena selain aku
sedang melakukan tugas yang diberikan oleh guruku,
ilmu silatku pun masih mentah-mateng dan belum
mempunyai kecakapan buat mengajar pada orang
lain. Maka buat tidak mensia-siakan pengharapanmu
yang begitu sungguh-sungguh, aku bersedia buat
memperkenalkan kau kepada guruku Kak Seng Siang-
jin, Lo-suhu di kelenteng Liong-tam-sie. Tetapi kau
harus berjanji akan tidak menyebut-nyebut namaku
di hadapannya, karena aku bisa digusari oleh karena
berani berlaku lancang memperkenalkan dirinya
kepada orang lain. Beliau ini adalah seorang tua yang
tabiatnya agak luar biasa. Beliau tidak sembarangan
menerima orang sebagai muridnya, maka dari itu
muridnya pun tidak banyak. Beliau terlalu cerewet
dalam hal memilih murid.”
http://cerita-silat.mywapblog.com
1.03. Suka Duka Mencari Guru Sakti
Tek Hoat mengangguk-angguk dengan tidak bicara
barang sepatah katapun. Tetapi Poan Thian yang
mendengar keterangan begitu, sebaliknya jadi
semakin bernapsu buat berguru pada gurunya Hoa In
Liong yang dikatakan bertabiat aneh itu.
„Belum tahu apakah syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh setiap orang yang hendak berguru
kepada beliau itu?” tanya Lie Poan Thian dengan laku
sungguh-sungguh. „Aku percaya tuan yang pernah
berdiam lama di kelenteng Liong-tam-sie, tentulah
mengetahui syarat-syaratnya itu.”
Tetapi Hoa In Liong yang tidak mengerti maksud Lie
Poan Thian, sudah tentu saja jadi heran dan balik
bertanya: „Saudara, pertanyaanmu itu sungguh
mengherankan hatiku. Syarat-syarat apakah itu yang
hendak kau minta keterangan dariku?”
Poan Thian yang merasa telah kelepasan omong,
sudah tentu saja jadi gugup dan menjawab:
„Maafkanlah padaku, saudara. Yang aku maksudkan
dengan kata-kata „syarat-syarat” itu, ialah selain
syarat yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang
hendak minta berguru, juga berapakah setiap murid
diharuskan membayar sebagai ongkos belajarnya?”
Mendengar omongan itu, wajahnya Hoa In Liong
mendadak jadi merah. Ia kelihatan kurang senang
dengan pertanyaan itu, yang mana dengan cara tegas
dapat dilihat oleh Poan Thian dan ayahnya.
Tetapi akhirnya ia terpaksa bersenyum getir dan
menjawab: „Saudara! Pertanyaanmu itu sebenarnya
merupakan suatu hinaan bagi nama baik guruku di
Liong-tam-sie. Tetapi karena mengingat bahwa semua
ini telah terjadi bukan karena disengaja, maka aku
hendak memperingatkan supaya selanjutnya kau
jangan menyebut-nyebut pula soal pembayaran. Guru
kami betul bukan orang beruang, tetapi kami percaya
beliau bukan seorang yang terlalu kemaruk dengan
harta dunia! Beliau menerima murid dengan tidak
mengharapkan pembayaran apa-apa. Barang siapa
yang dianggap mempunyai bakat baik dan herharga
buat dididik dengan mudah lantas diterima, tetapi
barang siapa yang ternyata tidak berharga mendapat
perhatiannya meski dia membawa „uang
pembayaran” bergudang-gudang sekalipun, niscaya
akan ditolaknya dengan secara getas! Itulah syarat
yang terutama buat orang berguru pada Kak Seng
Siang-jin Lo-suhu, yang sama sekali tidak menitik
beratkan pengajaran karena keuangan!”
Tek Hoat dan Poan Thian jadi terperanjat melihat In
Liong menjadi gusar mendengar pertanyaan tadi.
Buru-buru mereka berbangkit dan meminta maaf atas
kekeliruan dan kelancangan bicara itu.
„Ya, ya, itu aku mau percaya. Saudara Kok Ciang ini
tadinya tentu menyangka, bahwa guruku itu boleh
dipersamakan dengan guru-guru silat lain, yang mau
mengajar silat apabila mendapat pembayaran baik.
Hal ini aku harus maafkan, berhubung ia belum
mengenal banyak tentang orang-orang pandai yang
berkeliaran di kalangan Kang-ouw. Selain daripada itu,
aku mohon tanya, dahulu saudara Kok Ciang pernah
berguru dengan siapa?”
Poan Thian lalu tuturkan lelakon ia berguru dengan An
Chun San, dari bermula sehingga guru itu mabur
setelah kena dirobohkan olehnya.
„Kalau begitu,” kata Hoa In Liong, „teranglah sudah,
bahwa gurumu itu bukan seorang guru silat yang
baik. Aku bukan mencela orang karena menganggap
diri sendiri lebih pandai daripada orang lain. Aku
bukan menghinakan kepadanya ataupun kepada
dirimu sendiri. Dalam hal ini rasanya aku tidak perlu
berlaku see-jie buat mengeritik untuk kebaikanmu
sendiri, juga tidak perlu kau merasa tersinggung oleh
karenanya.”
„Itu betul, itu betul,” menyambungi Tek Hoat. „Touw-
gouw-ok-cia, sie-gouw-su: barang siapa yang
menegur kesalahan kita, orang itulah guru kita. Harap
Cong-su tidak usah merasa sungkan buat
mengajukan keritik apa-apa yang baik.”
Sementara Hoa In Liong yang diberikan kesempatan
untuk menyatakan pikirannya terhadap ilmu silat
yang dipelajari Poan Thian dari An Chun San, dengan
sabar lalu mulai membentangkan beberapa banyak
kekeliruan tentang gerakan ilmu silat yang ia telah
saksikan dipergunakan oleh Poan Thian
http://cerita-silat.mywapblog.com
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
In Liong terangkan she dan namanya sendiri, tetapi
tampak agak berkeberatan akan menerangkan asal
usulnya.
Maka Tek Hoat yang seolah-olah telah dapat
membaca pikiran tetamunya, lalu kesampingkan
pertanyaan itu dengan pura-pura menanyakan: „Tahun
ini Cong-su masuk umur berapa?”
„Tigapuluh tahun,” sahut In Liong dengan pendek.
Kemudian Tek Hoat perintah orang-orang
sebawahannya akan menyajikan makanan dan
minuman yang paling baik untuk menjamu kepada
tamu yang baru datang itu.
In Liong kelihatan agak see-jie (sungkan), tetapi Poan
Thian lalu mendesak supaya ia suka duduk makan
minum dahulu, pada sebelum mereka mengobrol lebih
jauh.
„Kita semua adalah orang-orang sendiri,” Tek Hoat
bantu membujuk, „buat apakah mesti berlaku
sungkan?”
In Liong apa boleh buat meluluskan juga ajakan itu
dan menyampaikan terima kasihnya.
Pada waktu mereka duduk makan minum, Poan Thian
telah membicarakan banyak sekali tentang soal-soal
yang bersangkut paut dengan ilmu silat.
„Ciang-jie (dimaksudkan Kok Ciang) telah beberapa
lamanya meyakinkan ilmu silat,” kata Tek Hoat pula
sambil bersenyum, „tetapi hasilnya ternyata sangat
menyedihkan.”
„Meyakinkan ilmu silat itu memang memi nta sangat
banyak tempo, keuletan dan kesabaran,” kata Hoa In
Liong. „Banyak sekali orang yang meyakinkan ilmu itu
telah jadi kandas karena kekurangan keuletan, takut
capai dan ingin lekas pandai. Oleh sebab itu, boleh
dikata sudah bagus kalau ia kandas setengah jalan
dengan tidak menderita kerugian apa-apa. Yang
paling celaka adalah orang yang memaksakan diri
sampai melewati batas, hingga oleh kare nanya ia
telah mendapat celaka atas perbuatannya sendiri.
Badan rusak dan peryakinannya pun terbang sia-sia,
itulah yang dinamakan menyedihkan, tetapi bukan
sebagai keyakinan yang diperbuat saudara Kok Ciang
ini, harap Loo-pek jangan salah paham.”
Tek Hoat tertawa waktu mendengar omongan itu.
„Justeru karena aku sendiri hampir mirip dengan
keadaan orang yang kau tuturkan itu,” Poan Thian
menyampuri berbicara, „maka aku mohon supaya
sudilah kiranya tuan memberikan pengunjukan-
pengunjukan untuk memperbaiki cacat-cacatku itu.
Aku ini memanglah sesungguhnya sangat ingin lekas
pandai, lekas paham untuk mempergunakan segara
macam ilmu pukulan yang aku praktekkan setiap hari.
Tetapi karena pada beberapa waktu ini aku tidak
mempunyai guru untuk memimpin dan menilik
pelajaran silatku, maka aku bermaksud mengundang
tuan akan menjadi guruku. Cuma belum tahu apakah
tuan sudi meluluskan atau tidak permintaanku ini?”
In Liong tersenyum sambil kemudian berkata:
„Saudara, dalam hal ini aku sangat menyesal tidak
dapat memenuhkan permintaanmu. Karena selain aku
sedang melakukan tugas yang diberikan oleh guruku,
ilmu silatku pun masih mentah-mateng dan belum
mempunyai kecakapan buat mengajar pada orang
lain. Maka buat tidak mensia-siakan pengharapanmu
yang begitu sungguh-sungguh, aku bersedia buat
memperkenalkan kau kepada guruku Kak Seng Siang-
jin, Lo-suhu di kelenteng Liong-tam-sie. Tetapi kau
harus berjanji akan tidak menyebut-nyebut namaku
di hadapannya, karena aku bisa digusari oleh karena
berani berlaku lancang memperkenalkan dirinya
kepada orang lain. Beliau ini adalah seorang tua yang
tabiatnya agak luar biasa. Beliau tidak sembarangan
menerima orang sebagai muridnya, maka dari itu
muridnya pun tidak banyak. Beliau terlalu cerewet
dalam hal memilih murid.”
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
1.03. Suka Duka Mencari Guru Sakti
Tek Hoat mengangguk-angguk dengan tidak bicara
barang sepatah katapun. Tetapi Poan Thian yang
mendengar keterangan begitu, sebaliknya jadi
semakin bernapsu buat berguru pada gurunya Hoa In
Liong yang dikatakan bertabiat aneh itu.
„Belum tahu apakah syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh setiap orang yang hendak berguru
kepada beliau itu?” tanya Lie Poan Thian dengan laku
sungguh-sungguh. „Aku percaya tuan yang pernah
berdiam lama di kelenteng Liong-tam-sie, tentulah
mengetahui syarat-syaratnya itu.”
Tetapi Hoa In Liong yang tidak mengerti maksud Lie
Poan Thian, sudah tentu saja jadi heran dan balik
bertanya: „Saudara, pertanyaanmu itu sungguh
mengherankan hatiku. Syarat-syarat apakah itu yang
hendak kau minta keterangan dariku?”
Poan Thian yang merasa telah kelepasan omong,
sudah tentu saja jadi gugup dan menjawab:
„Maafkanlah padaku, saudara. Yang aku maksudkan
dengan kata-kata „syarat-syarat” itu, ialah selain
syarat yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang
hendak minta berguru, juga berapakah setiap murid
diharuskan membayar sebagai ongkos belajarnya?”
Mendengar omongan itu, wajahnya Hoa In Liong
mendadak jadi merah. Ia kelihatan kurang senang
dengan pertanyaan itu, yang mana dengan cara tegas
dapat dilihat oleh Poan Thian dan ayahnya.
Tetapi akhirnya ia terpaksa bersenyum getir dan
menjawab: „Saudara! Pertanyaanmu itu sebenarnya
merupakan suatu hinaan bagi nama baik guruku di
Liong-tam-sie. Tetapi karena mengingat bahwa semua
ini telah terjadi bukan karena disengaja, maka aku
hendak memperingatkan supaya selanjutnya kau
jangan menyebut-nyebut pula soal pembayaran. Guru
kami betul bukan orang beruang, tetapi kami percaya
beliau bukan seorang yang terlalu kemaruk dengan
harta dunia! Beliau menerima murid dengan tidak
mengharapkan pembayaran apa-apa. Barang siapa
yang dianggap mempunyai bakat baik dan herharga
buat dididik dengan mudah lantas diterima, tetapi
barang siapa yang ternyata tidak berharga mendapat
perhatiannya meski dia membawa „uang
pembayaran” bergudang-gudang sekalipun, niscaya
akan ditolaknya dengan secara getas! Itulah syarat
yang terutama buat orang berguru pada Kak Seng
Siang-jin Lo-suhu, yang sama sekali tidak menitik
beratkan pengajaran karena keuangan!”
Tek Hoat dan Poan Thian jadi terperanjat melihat In
Liong menjadi gusar mendengar pertanyaan tadi.
Buru-buru mereka berbangkit dan meminta maaf atas
kekeliruan dan kelancangan bicara itu.
„Ya, ya, itu aku mau percaya. Saudara Kok Ciang ini
tadinya tentu menyangka, bahwa guruku itu boleh
dipersamakan dengan guru-guru silat lain, yang mau
mengajar silat apabila mendapat pembayaran baik.
Hal ini aku harus maafkan, berhubung ia belum
mengenal banyak tentang orang-orang pandai yang
berkeliaran di kalangan Kang-ouw. Selain daripada itu,
aku mohon tanya, dahulu saudara Kok Ciang pernah
berguru dengan siapa?”
Poan Thian lalu tuturkan lelakon ia berguru dengan An
Chun San, dari bermula sehingga guru itu mabur
setelah kena dirobohkan olehnya.
„Kalau begitu,” kata Hoa In Liong, „teranglah sudah,
bahwa gurumu itu bukan seorang guru silat yang
baik. Aku bukan mencela orang karena menganggap
diri sendiri lebih pandai daripada orang lain. Aku
bukan menghinakan kepadanya ataupun kepada
dirimu sendiri. Dalam hal ini rasanya aku tidak perlu
berlaku see-jie buat mengeritik untuk kebaikanmu
sendiri, juga tidak perlu kau merasa tersinggung oleh
karenanya.”
„Itu betul, itu betul,” menyambungi Tek Hoat. „Touw-
gouw-ok-cia, sie-gouw-su: barang siapa yang
menegur kesalahan kita, orang itulah guru kita. Harap
Cong-su tidak usah merasa sungkan buat
mengajukan keritik apa-apa yang baik.”
Sementara Hoa In Liong yang diberikan kesempatan
untuk menyatakan pikirannya terhadap ilmu silat
yang dipelajari Poan Thian dari An Chun San, dengan
sabar lalu mulai membentangkan beberapa banyak
kekeliruan tentang gerakan ilmu silat yang ia telah
saksikan dipergunakan oleh Poan Thian
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek