Cerita Silat | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | by Hong San Khek | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat | Cersil Sakti | Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat pdf
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
ketika tadi ia
menyerang kepadanya.
„Beruntung juga saudara Kok Ciang belum belajar
terlalu lama di bawah pimpinannya An Chun San,” ia
melanjutkan, „hingga dengan begitu masih tidak
begitu sukar untuk memperbaiki apa-apa yang telah
keliru dipelajarinya.”
Disamping mengunjukkan bagian-bagian yang keliru
dalam pelajaran-pelajaran yang Poan Thian telah
pelajari dari An Chun San itu, In Liong pun tidak lupa
memberikan petunjuk-petunjuk cara bagaimana Poan
Thian harus merubah kekeliruan-kekeliruan itu
sehingga jadi benar dan dapat dipergunakan sebaik-
baiknya.
“Dari hal kau suka mencipta ilmu-ilmu pukulan baru
dari apa yang memangnya sudah ada,” In Liong kata
pula, „itu sudah tentu saja ada juga kebaikannya,
tetapi cara itu bukannya mesti dilakukan olehmu
sekarang, dimana ilmu kepandaianmu masih belum
cukup mateng. Karena dengan mengambil cara yang
melampaui kemampuanmu itu, dikuatir cara
penciptaanmu itu akan jadi lebih kacau dan tidak
keruan macam, sehingga itu lebih banyak
mendatangkan kerugian daripada keuntungan yang
diharapkan olehmu dari di muka.”
„Itu betul, itu betul,” menimbrung Tek Hoat, walaupun
ia kurang mengerti kemana maksudnya omongan itu.
Poan Thian jadi sangat berterima kasih atas
pengunjukan-pengunjukan berharga dari Hoa In Liong,
yang telah membentangkan semua itu dengan
sejujur-jujurnya.
Maka buat melaksanakan bakat baik yang dipunyai
oleh si pemuda itu, In Liong memberi nasehat supaya
sedapat mungkin Poan Thian berangkat ke kelenteng
Liong-tam-sie, buat coba berguru pada Kak Seng
Siang-jin yang menjadi kepala kelenteng tersebut.
Poan Thian berjanji akan berbuat begitu, tetapi Tek
Hoat merasa tidak mufakat, walaupun ia tidak
menyatakan itu dengan secara terang-terangan.
Orang tua ini tampaknya berkeberatan, akan anaknya
belajar ilmu silat di suatu tempat yang terpisah dari
rumahnya sendiri, tetapi buat melarang dengan
kekerasan di hadapan tamunya, iapun merasa
sungkan dan tak berani.
Begitulah tatkala matahari hampir selam ke barat In
Liong lalu pamitan pada Tek Hoat dan Poan Thian
sambil berkata: „Hari untuk kita saling bertemu masih
banyak, tetapi sekarang kiranya sudah cukup kita
mengobrol sampai di sini saja dahulu.”
Tek Hoat dan Poan Thian coba menahan supaya ia
suka berdiam di rumah mereka sampai beberapa hari
lamanya, tetapi In Liong cuma bisa menyatakan
menyesalnya, tidak dapat mengabulkan permintaan
mereka itu, berhubung ia masih ada urusan penting
yang katanya perlu diurus selekasnya. Maka
disamping mengucapkan diperbanyak terima kasih
atas kebaikannya kedua orang ayah dan anak itu,
iapun tidak lupa bantu berdoa, agar supaya Poan
Thian bisa diterima sebagai murid oleh Kak Seng
Siang-jin di Liong-tam-sie. Dan jikalau di suatu tahun
ia kembali lagi dan mengunjungi mereka, ia percaya
akan dapat menjumpai Poan Thian dengan sudah
menjadi salah seorang ahli silat yang pandai dan
termasyhur di kalangan Kang-ouw.
Pujian itu telah membikin Poan Thian jadi semakin
besar hati dan bernapsu akan berguru pada Kak Seng
Siang-jin di Liong-tam-sie.
Tetapi sebegitu lekas In Liong berlalu, Tek Hoat lalu
menyatakan ketidak setujuannya akan sang anak
mempelajari ilmu silat di Liong-tam-sie.
Karena jikalau semula ia telah mengundang An Chun
San untuk mengajari ilmu silat kepadanya, bukanlah
mengingini supaya Poan Thian menjadi ahli silat yang
jempolan, hanyalah sekedar buat melatih diri sang
anak sehingga menjadi seorang yang kuat dan sehat.
Maka setelah sekarang ia berhasil memperoleh
kesehatan dan kekuatan yang diharapkan itu, perlu
apakah mesti capaikan hati lagi untuk memperdalam
ilmu itu dengan meninggalkan rumah tangga sendiri?
Tetapi Poan Thian tetap pada pendiriannya dan
hendak pergi juga, hingga kedua orang ayah anak itu
akhirnya jadi bercekcokan dan berdeging untuk
membelakan pendirian masing-masing.
Syukur juga selagi percekcokan itu hampir sampai di
puncaknya ketegangan, tiba-tiba ada seorang tetamu
yang dat
http://cerita-silat.mywapblog.com
ang berkunjung dan lalu memisahkan
kepada mereka sambil berkata: „Sabar, sabar! Kamu
berdua ada soal apakah sehingga mesti bercekcokan
satu sama lain?”
Tek Hoat merasa tidak enak buat bercekcokan lebih
jauh dengan anaknya sendiri, karena orang yang baru
datang itupun bukan lain daripada sahabat karibnya
sendiri Cek Kong Giok, yang telah sekian tahun
lamanya tidak tahu bertemu.
Maka orang tua itu yang melihat kunjungan
sahabatnya yang sangat sekonyong-konyong itu
sudah tentu saja lantas mengunjukkan roman yang
girang sekali dan berkata: „Eh, eh, angin manakah ini
yang telah meniup kau datang ke Cee-lam?”
„Itulah sebab aku dari kejauhan telah petang-petangi
akan menonton pertunjukkan bapak dan anak
berebut pepesan kosong!” kata Cek Kong Giok sambil
tertawa terbahak-bahak.
Sementara Tek Hoat yang kenal baik Kong Giok
seperti saudara sekandung, bukan saja tidak menjadi
gusar malah sebaliknya lantas jabat tangan sang
sahabat buat dipersilahkan duduk.
Kemudian ia panggil Poan Thian buat memberi hormat
pada Kong Giok yang memang dikenal baik oleh
segenap keluarga Lie.
“Kau ini memang sedari masih anak-anak mempunyai
kenakalan seperti Sun Go Kong,” kata Kong Giok pada
pemuda itu sambil tertawa. „Belum tahu hari ini ada
soal apa yang telah membikin kau mengacau di
Keraton Langit?” (Kong Giok yang suka memain sering
menamakan Tek Hoat: Lie Thian-ong, karena pada
dahi orang tua itu tampak bekas luka yang hampir
menyerupai sebuah mata tambahan seperti matanya
Tok-tha Lie Thian-ong yang ada tiga buah. Sedang Tek
Hoat membalas „memoyoki” Kong Giok: Bie Lek Hud,
berhubung perawakannya Kong Giok tromok dan
suka tertawa).
Poan Thian jadi tertawa geli, karena dengan tiada
angin atau hujan mendadak telah dinaikkan
“pangkat” dengan gelaran Sun Gouw Kong. Kemudian
ia tuturkan apa sebabnya ia telah bercekcok tadi.
„Ah, itulah ternyata ada suatu perkara kecil saja,” kata
Cek Kong Giok, „buat apakah mesti tarik urat sampai
begitu? Engkau sebagai anak sebenarnya tidak patut
berbantahan kepada perintah orang tua. Engkau
belum kenal banyak tentang asam garam dunia,
sehingga engkau belum bisa menjajaki bagaimana
kesukarannya orang memelihara dan mendidik anak
sebagai ayahmu ini. Ia sebenarnya sangat mencintai
kau, maka dari itu ia kuatir kau mendapat kesusahan
apa-apa jikalau mesti berdiam jauh dari rumah
sendiri.”
„Itu benar, itu benar,” mencampuri Tek Hoat, „tetapi
dia tak mau dengar omonganku. Dia mau bawa
kehendaknya sendiri!”
„Bukan begitu,” akhirnya Poan Thian pun mencampuri
bicara juga, „bukan aku hendak membantah perintah
orang tua. Aku cintai ayahku lebih besar daripada
diriku sendiri. Tetapi orang jangan lupa, bahwa jaman
pemerintahan Boan-ciu sekarang ini agak berlainan
dengan pemerintah-pemerintah di jaman lalu. Aku
bukan ahli nujum atau seorang yang pan dai melihat
gelagat, tetapi kenyataan mengunjukkan tegas sekali,
bahwa barang siapa yang hidup di jaman ini dengan
berada di pihak lemah, tidak mustahil ia akan ditindas
oleh pihak yang kuat. Oleh sebab itu, aku telah
mengambil suatu ketetapan untuk menjadikan diriku
seorang kuat yang tak akan menyerah mentah-
mentah ditindas orang! Sie-siok ada seorang yang
sudah kenyang mencicipi asam garam dunia, maka
dari itu tentu bisa menimbang dengan sebaik-baiknya
omonganku ini.”
Tetapi Tek Hoat lantas membantah dengan
mengatakan: „Salah, salah! Itu aku tidak mufakat. Kita
orang baik-baik selalu memperlakukan orang lain
dengan baik pula, cara bagaimanakah orang bisa
menindas pada kita? Kau jangan lupa, bahwa di atas
kita masih ada Thian yang melindungi kita, sedangkan
di muka bumi ada pengadilan negeri yang akan
menjamin dan mengurus urusan kita, apabila nanti
kita sampai ditindas atau diperlakukan sewenang-
wenang oleh orang lain!”
Mendengar omongan ini, Poan Thian jadi tersenyum.
Tetapi pada sebelum ia membuka mulut buat
membantah omongan itu, Kong Giok telah menyelak
sambil berkata: „Sudah, sudah
http://cerita-silat.mywapblog.com
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
ketika tadi ia
menyerang kepadanya.
„Beruntung juga saudara Kok Ciang belum belajar
terlalu lama di bawah pimpinannya An Chun San,” ia
melanjutkan, „hingga dengan begitu masih tidak
begitu sukar untuk memperbaiki apa-apa yang telah
keliru dipelajarinya.”
Disamping mengunjukkan bagian-bagian yang keliru
dalam pelajaran-pelajaran yang Poan Thian telah
pelajari dari An Chun San itu, In Liong pun tidak lupa
memberikan petunjuk-petunjuk cara bagaimana Poan
Thian harus merubah kekeliruan-kekeliruan itu
sehingga jadi benar dan dapat dipergunakan sebaik-
baiknya.
“Dari hal kau suka mencipta ilmu-ilmu pukulan baru
dari apa yang memangnya sudah ada,” In Liong kata
pula, „itu sudah tentu saja ada juga kebaikannya,
tetapi cara itu bukannya mesti dilakukan olehmu
sekarang, dimana ilmu kepandaianmu masih belum
cukup mateng. Karena dengan mengambil cara yang
melampaui kemampuanmu itu, dikuatir cara
penciptaanmu itu akan jadi lebih kacau dan tidak
keruan macam, sehingga itu lebih banyak
mendatangkan kerugian daripada keuntungan yang
diharapkan olehmu dari di muka.”
„Itu betul, itu betul,” menimbrung Tek Hoat, walaupun
ia kurang mengerti kemana maksudnya omongan itu.
Poan Thian jadi sangat berterima kasih atas
pengunjukan-pengunjukan berharga dari Hoa In Liong,
yang telah membentangkan semua itu dengan
sejujur-jujurnya.
Maka buat melaksanakan bakat baik yang dipunyai
oleh si pemuda itu, In Liong memberi nasehat supaya
sedapat mungkin Poan Thian berangkat ke kelenteng
Liong-tam-sie, buat coba berguru pada Kak Seng
Siang-jin yang menjadi kepala kelenteng tersebut.
Poan Thian berjanji akan berbuat begitu, tetapi Tek
Hoat merasa tidak mufakat, walaupun ia tidak
menyatakan itu dengan secara terang-terangan.
Orang tua ini tampaknya berkeberatan, akan anaknya
belajar ilmu silat di suatu tempat yang terpisah dari
rumahnya sendiri, tetapi buat melarang dengan
kekerasan di hadapan tamunya, iapun merasa
sungkan dan tak berani.
Begitulah tatkala matahari hampir selam ke barat In
Liong lalu pamitan pada Tek Hoat dan Poan Thian
sambil berkata: „Hari untuk kita saling bertemu masih
banyak, tetapi sekarang kiranya sudah cukup kita
mengobrol sampai di sini saja dahulu.”
Tek Hoat dan Poan Thian coba menahan supaya ia
suka berdiam di rumah mereka sampai beberapa hari
lamanya, tetapi In Liong cuma bisa menyatakan
menyesalnya, tidak dapat mengabulkan permintaan
mereka itu, berhubung ia masih ada urusan penting
yang katanya perlu diurus selekasnya. Maka
disamping mengucapkan diperbanyak terima kasih
atas kebaikannya kedua orang ayah dan anak itu,
iapun tidak lupa bantu berdoa, agar supaya Poan
Thian bisa diterima sebagai murid oleh Kak Seng
Siang-jin di Liong-tam-sie. Dan jikalau di suatu tahun
ia kembali lagi dan mengunjungi mereka, ia percaya
akan dapat menjumpai Poan Thian dengan sudah
menjadi salah seorang ahli silat yang pandai dan
termasyhur di kalangan Kang-ouw.
Pujian itu telah membikin Poan Thian jadi semakin
besar hati dan bernapsu akan berguru pada Kak Seng
Siang-jin di Liong-tam-sie.
Tetapi sebegitu lekas In Liong berlalu, Tek Hoat lalu
menyatakan ketidak setujuannya akan sang anak
mempelajari ilmu silat di Liong-tam-sie.
Karena jikalau semula ia telah mengundang An Chun
San untuk mengajari ilmu silat kepadanya, bukanlah
mengingini supaya Poan Thian menjadi ahli silat yang
jempolan, hanyalah sekedar buat melatih diri sang
anak sehingga menjadi seorang yang kuat dan sehat.
Maka setelah sekarang ia berhasil memperoleh
kesehatan dan kekuatan yang diharapkan itu, perlu
apakah mesti capaikan hati lagi untuk memperdalam
ilmu itu dengan meninggalkan rumah tangga sendiri?
Tetapi Poan Thian tetap pada pendiriannya dan
hendak pergi juga, hingga kedua orang ayah anak itu
akhirnya jadi bercekcokan dan berdeging untuk
membelakan pendirian masing-masing.
Syukur juga selagi percekcokan itu hampir sampai di
puncaknya ketegangan, tiba-tiba ada seorang tetamu
yang dat
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek
ang berkunjung dan lalu memisahkan
kepada mereka sambil berkata: „Sabar, sabar! Kamu
berdua ada soal apakah sehingga mesti bercekcokan
satu sama lain?”
Tek Hoat merasa tidak enak buat bercekcokan lebih
jauh dengan anaknya sendiri, karena orang yang baru
datang itupun bukan lain daripada sahabat karibnya
sendiri Cek Kong Giok, yang telah sekian tahun
lamanya tidak tahu bertemu.
Maka orang tua itu yang melihat kunjungan
sahabatnya yang sangat sekonyong-konyong itu
sudah tentu saja lantas mengunjukkan roman yang
girang sekali dan berkata: „Eh, eh, angin manakah ini
yang telah meniup kau datang ke Cee-lam?”
„Itulah sebab aku dari kejauhan telah petang-petangi
akan menonton pertunjukkan bapak dan anak
berebut pepesan kosong!” kata Cek Kong Giok sambil
tertawa terbahak-bahak.
Sementara Tek Hoat yang kenal baik Kong Giok
seperti saudara sekandung, bukan saja tidak menjadi
gusar malah sebaliknya lantas jabat tangan sang
sahabat buat dipersilahkan duduk.
Kemudian ia panggil Poan Thian buat memberi hormat
pada Kong Giok yang memang dikenal baik oleh
segenap keluarga Lie.
“Kau ini memang sedari masih anak-anak mempunyai
kenakalan seperti Sun Go Kong,” kata Kong Giok pada
pemuda itu sambil tertawa. „Belum tahu hari ini ada
soal apa yang telah membikin kau mengacau di
Keraton Langit?” (Kong Giok yang suka memain sering
menamakan Tek Hoat: Lie Thian-ong, karena pada
dahi orang tua itu tampak bekas luka yang hampir
menyerupai sebuah mata tambahan seperti matanya
Tok-tha Lie Thian-ong yang ada tiga buah. Sedang Tek
Hoat membalas „memoyoki” Kong Giok: Bie Lek Hud,
berhubung perawakannya Kong Giok tromok dan
suka tertawa).
Poan Thian jadi tertawa geli, karena dengan tiada
angin atau hujan mendadak telah dinaikkan
“pangkat” dengan gelaran Sun Gouw Kong. Kemudian
ia tuturkan apa sebabnya ia telah bercekcok tadi.
„Ah, itulah ternyata ada suatu perkara kecil saja,” kata
Cek Kong Giok, „buat apakah mesti tarik urat sampai
begitu? Engkau sebagai anak sebenarnya tidak patut
berbantahan kepada perintah orang tua. Engkau
belum kenal banyak tentang asam garam dunia,
sehingga engkau belum bisa menjajaki bagaimana
kesukarannya orang memelihara dan mendidik anak
sebagai ayahmu ini. Ia sebenarnya sangat mencintai
kau, maka dari itu ia kuatir kau mendapat kesusahan
apa-apa jikalau mesti berdiam jauh dari rumah
sendiri.”
„Itu benar, itu benar,” mencampuri Tek Hoat, „tetapi
dia tak mau dengar omonganku. Dia mau bawa
kehendaknya sendiri!”
„Bukan begitu,” akhirnya Poan Thian pun mencampuri
bicara juga, „bukan aku hendak membantah perintah
orang tua. Aku cintai ayahku lebih besar daripada
diriku sendiri. Tetapi orang jangan lupa, bahwa jaman
pemerintahan Boan-ciu sekarang ini agak berlainan
dengan pemerintah-pemerintah di jaman lalu. Aku
bukan ahli nujum atau seorang yang pan dai melihat
gelagat, tetapi kenyataan mengunjukkan tegas sekali,
bahwa barang siapa yang hidup di jaman ini dengan
berada di pihak lemah, tidak mustahil ia akan ditindas
oleh pihak yang kuat. Oleh sebab itu, aku telah
mengambil suatu ketetapan untuk menjadikan diriku
seorang kuat yang tak akan menyerah mentah-
mentah ditindas orang! Sie-siok ada seorang yang
sudah kenyang mencicipi asam garam dunia, maka
dari itu tentu bisa menimbang dengan sebaik-baiknya
omonganku ini.”
Tetapi Tek Hoat lantas membantah dengan
mengatakan: „Salah, salah! Itu aku tidak mufakat. Kita
orang baik-baik selalu memperlakukan orang lain
dengan baik pula, cara bagaimanakah orang bisa
menindas pada kita? Kau jangan lupa, bahwa di atas
kita masih ada Thian yang melindungi kita, sedangkan
di muka bumi ada pengadilan negeri yang akan
menjamin dan mengurus urusan kita, apabila nanti
kita sampai ditindas atau diperlakukan sewenang-
wenang oleh orang lain!”
Mendengar omongan ini, Poan Thian jadi tersenyum.
Tetapi pada sebelum ia membuka mulut buat
membantah omongan itu, Kong Giok telah menyelak
sambil berkata: „Sudah, sudah
http://cerita-silat.mywapblog.com
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek