Cerita Misteri | The Mark of Athena (Tanda Athena) | Serial The Heroes of Olympus | The Mark of Athena (Tanda Athena) | Cersil Sakti | The Mark of Athena (Tanda Athena) pdf
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
lang.
Annabeth mundur sambil terperanjat. "Ibu Ibu adalah Minerva?" "Jangan panggil aku dengan nama itu!" Mata kelabu sang dewi berkilat-kilat marah. "Dahulu aku membawa tombak dan perisai. Aku memegang kejayaan di telapak tanganku. Aku lebih dari sekadar ini." "Bu." Suara Annabeth bergetar. "Ini aku, Annabeth. Putri Ibu." "Putriku ...," ulang Athena, "ya, anak-anakku akan menu -balaskan dendamku. Mereka harus menghabisi bangsa Romawi.
Bangsa Romawi terkutuk, hina, peniru. Hera mengemukakan bahwa kami harus memisahkan kedua kubu. Kataku, Tidak, biarkan mereka bertarung. Biarkan anak-anakku membinasakan bangsa kacangan itu." Telinga Annabeth menangkap detak jantungnya yang makin kencang. "Ibu menginginkan itu? Tapi Ibu bijaksana. Ibulah yang paling memahami peperangan " "Dulu!" kata sang dewi, "digantikan. Dirampas. Dijarah bagai pampasan dan dibawa pergi jauh dari kampung halamanku tercinta. Aku kehilangan begitu banyak. Aku bersumpah takkan pernah memaafkan. Begitu pula anak-anakku." Dia memfokuskan perhatian lebih saksama pada Annabeth. "Kau putriku?" "Ya." Sang dewi mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja token kereta bawah tanah dan menempelkannya ke tangan Annabeth. "Ikuti Tanda Athena," kata sang dewi, "balaskan dendamku." Annabeth memandangi koin itu. Selagi dia memerhatikan, koin tersebut berubah dari token kereta bawah tanah New York jadi drachma perak kuno, jenis yang dahulu digunakan warga Athena. Koin tersebut bergambar burung hantu, hewan keramat Athena, dengan ranting zaitun di satu sisi dan huruf Yunani di sisi lainnya. Tanda Athena. Pada waktu itu, Annabeth tidak punya bayangan apa maksudnya. Dia tidak mengerti apa sebabnya ibunya bertingkah seperti ini. Minerva atau bukan, dia seharusnya tidak sekacau itu. "Bu ...." Annabeth berusaha membuat nada bicaranya setenang mungkin. "Percy hilang. Aku butuh bantuan Ibu." Dia mulai menjelaskan rencana Hera menyatukan kedua kubu imtuk melawan Gaea dan bangsa raksasa, tapi sang dewi malah mengetukkan tongkatnya ke lantai marmer.
"Jangan sampai!" kata sang dewi, "siapa pun yang memban Roma harus binasa. Jika kau nekat bergabung dengan mereka, ka bukan lagi anakku. Kau sudah mengecewakanku." "Ibu!" "Aku tidak peduli pada si Percy ini. Jika dia sudah mendatangi bangsa Romawi, biarkan dia mati. Bunuh dia. Bunuh semua orang Romawi. Cari Tanda itu, ikuti hingga ke sumbernya. Saksikan betapa Roma telah mempermalukanku, dan bersumpahlah kau akan membalaskan dendamku." "Athena bukan dewi pembalasan." Kuku Annabeth menusuk telapak tangannya. Koin perak seolah bertambah hangat di tangannya. "Percy adalah segalanya bagiku." "Dan pembalasan dendam adalah segalanya bagiku," sergah sang dewi, "manakah di antara kita yang lebih bijaksana?" "Ada yang salah pada diri Ibu. Ibu kenapa?" "Roma penyebabnya!" kata sang dewi dengan getir, "lihat apa yang telah mereka lakukan, menjadikan aku Romawi. Mereka ingin aku jadi dewi mereka? Kalau begitu, biar mereka rasakan kejahatan mereka sendiri. Bunuh mereka, Nak." "Tidak!" "Kalau begitu, kau bukan siapa-siapa." Sang dewi berpaling ke peta jalur bawah tanah. Ekspresinya melembut jadi seperti melamun dan tidak fokus. "Jika saja aku bisa menemukan rutenya jalan pulang, maka barangkali Tapi, tidak. Balaskan dendamku atau tinggalkan aku. Kau bukan anakku." Mata Annabeth pedih. Dia memikirkan ribuan hal pedal yang ingin diucapkannya, tapi dia tak bisa. Dia malah membalikkan badan dan lari. Annabeth sudah berusaha membuang koin perak itu, tapi benda tersebut muncul lagi di sakunya, seperti Riptide milik Percy. Sayangnya, drachma Annabeth tidak memiliki kekuatan magis
tidak ada manfaatnya. Koin tersebut hanya memberinya mimpi buruk, dan tak peduli sekeras apa usahanya, Annabeth tak dapat menyingkirkan koin tersebut. Kini, selagi duduk dalam kabinnya di Argo 2, Annabeth bisa merasakan koin itu bertambah hangat di sakunya. Ditatapnya maket Parthenon di layar komputer dan dipikirkannya perteng-karan dengan Athena. Kata-kata yang dia dengar beberapa hari belakangan ini berputar-putar da lam kepalanya: Kawan kita yang berbakat, sudah siap menerima tamu.
http://cerita-silat.mywapblog.com
Takkan ada yang memindahkan patung itu. Putri sang Bijak berjalan sendiri. Annabeth takut dia sudah memahami segalanya. Dia berdoa kepada dewa-dewi semoga dia keliru. Ketukan di pintu membuat Annabeth terlompat. Dia berharap yang datang Percy, tapi justru Frank Zhang yang menyembulkan kepala. "Sori," kata Frank, "bolehkah aku ?" Annabeth tercengang sekali melihat Frank sampai-sampai butuh waktu untuk menyadari bahwa dia ingin masuk. "Tentu saja," kata Annabeth, "ya." Frank melangkah masuk sambil memandang ke sepenjuru kabin. Tak banyak yang bisa dilihat. Di meja terdapat tumpukan buku, catatan harian, pulpen, foto ayah Annabeth yang tengah menerbangkan pesawat Sopwith Camel bersayap ganda sambil menyeringai dan angkat jempol. Annabeth suka foto itu. Foto tersebut mengingatkan Annabeth pada masa lalu, masa ketika dia merasa paling dekat dengan ayahnya, ketika ayahnya menembaki sepasukan monster dengan senapan mesin perunggu langit hanya demi melindungi Annabeth hadiah terbaik yang diimpi-impikan seorang anak perempuan. Pada kait di dinding tergantung topi New York Yankees-nya, harta paling berharga pemberian ibunya. Dulu, topi itu punya
kekuatan untuk menjadikan pemakainya tak kasat mata. Sejak Annabeth bertengkar dengan Athena, topi itu kehilangan sihirnya, Annabeth tidak tahu pasti apa sebabnya, tapi dengan keras kepala dia tetap saja membawa serta topi itu dalam misi ini. Tiap pagl Annabeth mencobanya, berharap semoga topi itu berfungsi lagi. Sejauh ini, topi tersebut hanya mengingatkan Annabeth aka ti amarah ibunya. Selain isinya yang hanya sedikit itu, kabin Annabeth kosong. Dia sengaja membiarkan kabinnya polos dan sederhana, supayi memudahkannya berpikir. Percy tidak percaya karena nilai-nilai Annabeth selalu bagus, tapi seperti kebanyakan demigod, Annabeth juga mengidap GPPH. Kalau ada terlalu banyak gangguan di ruang pribadinya, dia tidak bisa fokus. "Jadi, ... Frank." Annabeth angkat bicara. "Ada yang bisa kubantu?" Di antara semua anak di kapal itu, Annabeth paling tidak menyangka bahwa Frank-lah yang mengunjunginya. Kebingung-annya tidak berkurang ketika Frank merona dan mengeluarkan Chinese handcuff dari saku. "Aku tak mau tidak mengerti," gumam Frank, "bisakah kau tunjuki aku triknya? Aku tidak enak menanyai orang lain selain kau." Annabeth agak lamban memproses kata-kata Frank. Tunggu sebentar ... Frank minta bantuan Annabeth? Kemudian, tersadar olehnya: Tentu saja, Frank malu. Leo telah mengejeknya habis-habisan. Tak ada yang suka jadi bahan tertawaan. Ekspresi Frank yang penuh tekad menyiratkan bahwa dia tak ingin hal itu terjadi lagi. Dia ingin memahami teka-teki tersebut, tanpa metode iguana. Annabeth anehnya merasa terhormat. Frank percaya Annabeth takkan mengolok-oloknya. Lagi pula, Annabeth menaruh simpati
pada siapa pun yang mencari pengetahuan walaupun mengenai perkara sepele seperti mainan. Annabeth menepuk-nepuk kasurnya. "Boleh. Sini duduk." Frank duduk di tepi kasur, seakan tengah bersiap untuk kabur cepat-cepat. Annabeth mengambil mainan itu dan memeganginya disamping komputer. Annabeth memencet tombol untuk pemindaian inframerah. berapakali detik kemudian model 3-D Chinese handcuffmuncul di layar. Diputarnya laptop agar Frank bisa melihat. "Bagaimana kau melakukan itu?" tanya Frank kagum. "Teknologi canggih Yunani Kuno," kata Annabeth, "oke, lihat ya Bangun ruang ini berbentuk anyaman silindris biaksial. Jadi,sifatnya lentur." Annabeth memanipulasi citra sehingga mulur dan mengempis seperti akordeon. "Ketika kita masukkan jari ke dalamnya, ia jadi longgar. Tetapi ketika kita mencoba mengeluarkan jari, kelilingnya menciut karena anyamannya bertambah kencang. tidak mungkin kita bisa melepaskan jari secara paksa." Frank menatap Annabeth sambil bengong. "Terus jawabannya Apa?" II"Nah, ...." Annabeth menunjuki Frank perhitungannya bagaimana borgol jari itu tidak robek ketika ditarik keras-keras, bergantung pada bahan pembuatnya. "Hebat juga, kan?! Padahal ini cuma anyaman. Dokter menggunakannya untuk traksi, sedangkan kontraktor listrik " "Eh, tapi jawabannya apa?" Annabeth tertawa. "Benda ini
http://cerita-silat.mywapblog.com
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
lang.
Annabeth mundur sambil terperanjat. "Ibu Ibu adalah Minerva?" "Jangan panggil aku dengan nama itu!" Mata kelabu sang dewi berkilat-kilat marah. "Dahulu aku membawa tombak dan perisai. Aku memegang kejayaan di telapak tanganku. Aku lebih dari sekadar ini." "Bu." Suara Annabeth bergetar. "Ini aku, Annabeth. Putri Ibu." "Putriku ...," ulang Athena, "ya, anak-anakku akan menu -balaskan dendamku. Mereka harus menghabisi bangsa Romawi.
Bangsa Romawi terkutuk, hina, peniru. Hera mengemukakan bahwa kami harus memisahkan kedua kubu. Kataku, Tidak, biarkan mereka bertarung. Biarkan anak-anakku membinasakan bangsa kacangan itu." Telinga Annabeth menangkap detak jantungnya yang makin kencang. "Ibu menginginkan itu? Tapi Ibu bijaksana. Ibulah yang paling memahami peperangan " "Dulu!" kata sang dewi, "digantikan. Dirampas. Dijarah bagai pampasan dan dibawa pergi jauh dari kampung halamanku tercinta. Aku kehilangan begitu banyak. Aku bersumpah takkan pernah memaafkan. Begitu pula anak-anakku." Dia memfokuskan perhatian lebih saksama pada Annabeth. "Kau putriku?" "Ya." Sang dewi mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja token kereta bawah tanah dan menempelkannya ke tangan Annabeth. "Ikuti Tanda Athena," kata sang dewi, "balaskan dendamku." Annabeth memandangi koin itu. Selagi dia memerhatikan, koin tersebut berubah dari token kereta bawah tanah New York jadi drachma perak kuno, jenis yang dahulu digunakan warga Athena. Koin tersebut bergambar burung hantu, hewan keramat Athena, dengan ranting zaitun di satu sisi dan huruf Yunani di sisi lainnya. Tanda Athena. Pada waktu itu, Annabeth tidak punya bayangan apa maksudnya. Dia tidak mengerti apa sebabnya ibunya bertingkah seperti ini. Minerva atau bukan, dia seharusnya tidak sekacau itu. "Bu ...." Annabeth berusaha membuat nada bicaranya setenang mungkin. "Percy hilang. Aku butuh bantuan Ibu." Dia mulai menjelaskan rencana Hera menyatukan kedua kubu imtuk melawan Gaea dan bangsa raksasa, tapi sang dewi malah mengetukkan tongkatnya ke lantai marmer.
"Jangan sampai!" kata sang dewi, "siapa pun yang memban Roma harus binasa. Jika kau nekat bergabung dengan mereka, ka bukan lagi anakku. Kau sudah mengecewakanku." "Ibu!" "Aku tidak peduli pada si Percy ini. Jika dia sudah mendatangi bangsa Romawi, biarkan dia mati. Bunuh dia. Bunuh semua orang Romawi. Cari Tanda itu, ikuti hingga ke sumbernya. Saksikan betapa Roma telah mempermalukanku, dan bersumpahlah kau akan membalaskan dendamku." "Athena bukan dewi pembalasan." Kuku Annabeth menusuk telapak tangannya. Koin perak seolah bertambah hangat di tangannya. "Percy adalah segalanya bagiku." "Dan pembalasan dendam adalah segalanya bagiku," sergah sang dewi, "manakah di antara kita yang lebih bijaksana?" "Ada yang salah pada diri Ibu. Ibu kenapa?" "Roma penyebabnya!" kata sang dewi dengan getir, "lihat apa yang telah mereka lakukan, menjadikan aku Romawi. Mereka ingin aku jadi dewi mereka? Kalau begitu, biar mereka rasakan kejahatan mereka sendiri. Bunuh mereka, Nak." "Tidak!" "Kalau begitu, kau bukan siapa-siapa." Sang dewi berpaling ke peta jalur bawah tanah. Ekspresinya melembut jadi seperti melamun dan tidak fokus. "Jika saja aku bisa menemukan rutenya jalan pulang, maka barangkali Tapi, tidak. Balaskan dendamku atau tinggalkan aku. Kau bukan anakku." Mata Annabeth pedih. Dia memikirkan ribuan hal pedal yang ingin diucapkannya, tapi dia tak bisa. Dia malah membalikkan badan dan lari. Annabeth sudah berusaha membuang koin perak itu, tapi benda tersebut muncul lagi di sakunya, seperti Riptide milik Percy. Sayangnya, drachma Annabeth tidak memiliki kekuatan magis
tidak ada manfaatnya. Koin tersebut hanya memberinya mimpi buruk, dan tak peduli sekeras apa usahanya, Annabeth tak dapat menyingkirkan koin tersebut. Kini, selagi duduk dalam kabinnya di Argo 2, Annabeth bisa merasakan koin itu bertambah hangat di sakunya. Ditatapnya maket Parthenon di layar komputer dan dipikirkannya perteng-karan dengan Athena. Kata-kata yang dia dengar beberapa hari belakangan ini berputar-putar da lam kepalanya: Kawan kita yang berbakat, sudah siap menerima tamu.
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 3: The Mark Of Athena (Tanda Athena)
Takkan ada yang memindahkan patung itu. Putri sang Bijak berjalan sendiri. Annabeth takut dia sudah memahami segalanya. Dia berdoa kepada dewa-dewi semoga dia keliru. Ketukan di pintu membuat Annabeth terlompat. Dia berharap yang datang Percy, tapi justru Frank Zhang yang menyembulkan kepala. "Sori," kata Frank, "bolehkah aku ?" Annabeth tercengang sekali melihat Frank sampai-sampai butuh waktu untuk menyadari bahwa dia ingin masuk. "Tentu saja," kata Annabeth, "ya." Frank melangkah masuk sambil memandang ke sepenjuru kabin. Tak banyak yang bisa dilihat. Di meja terdapat tumpukan buku, catatan harian, pulpen, foto ayah Annabeth yang tengah menerbangkan pesawat Sopwith Camel bersayap ganda sambil menyeringai dan angkat jempol. Annabeth suka foto itu. Foto tersebut mengingatkan Annabeth pada masa lalu, masa ketika dia merasa paling dekat dengan ayahnya, ketika ayahnya menembaki sepasukan monster dengan senapan mesin perunggu langit hanya demi melindungi Annabeth hadiah terbaik yang diimpi-impikan seorang anak perempuan. Pada kait di dinding tergantung topi New York Yankees-nya, harta paling berharga pemberian ibunya. Dulu, topi itu punya
kekuatan untuk menjadikan pemakainya tak kasat mata. Sejak Annabeth bertengkar dengan Athena, topi itu kehilangan sihirnya, Annabeth tidak tahu pasti apa sebabnya, tapi dengan keras kepala dia tetap saja membawa serta topi itu dalam misi ini. Tiap pagl Annabeth mencobanya, berharap semoga topi itu berfungsi lagi. Sejauh ini, topi tersebut hanya mengingatkan Annabeth aka ti amarah ibunya. Selain isinya yang hanya sedikit itu, kabin Annabeth kosong. Dia sengaja membiarkan kabinnya polos dan sederhana, supayi memudahkannya berpikir. Percy tidak percaya karena nilai-nilai Annabeth selalu bagus, tapi seperti kebanyakan demigod, Annabeth juga mengidap GPPH. Kalau ada terlalu banyak gangguan di ruang pribadinya, dia tidak bisa fokus. "Jadi, ... Frank." Annabeth angkat bicara. "Ada yang bisa kubantu?" Di antara semua anak di kapal itu, Annabeth paling tidak menyangka bahwa Frank-lah yang mengunjunginya. Kebingung-annya tidak berkurang ketika Frank merona dan mengeluarkan Chinese handcuff dari saku. "Aku tak mau tidak mengerti," gumam Frank, "bisakah kau tunjuki aku triknya? Aku tidak enak menanyai orang lain selain kau." Annabeth agak lamban memproses kata-kata Frank. Tunggu sebentar ... Frank minta bantuan Annabeth? Kemudian, tersadar olehnya: Tentu saja, Frank malu. Leo telah mengejeknya habis-habisan. Tak ada yang suka jadi bahan tertawaan. Ekspresi Frank yang penuh tekad menyiratkan bahwa dia tak ingin hal itu terjadi lagi. Dia ingin memahami teka-teki tersebut, tanpa metode iguana. Annabeth anehnya merasa terhormat. Frank percaya Annabeth takkan mengolok-oloknya. Lagi pula, Annabeth menaruh simpati
pada siapa pun yang mencari pengetahuan walaupun mengenai perkara sepele seperti mainan. Annabeth menepuk-nepuk kasurnya. "Boleh. Sini duduk." Frank duduk di tepi kasur, seakan tengah bersiap untuk kabur cepat-cepat. Annabeth mengambil mainan itu dan memeganginya disamping komputer. Annabeth memencet tombol untuk pemindaian inframerah. berapakali detik kemudian model 3-D Chinese handcuffmuncul di layar. Diputarnya laptop agar Frank bisa melihat. "Bagaimana kau melakukan itu?" tanya Frank kagum. "Teknologi canggih Yunani Kuno," kata Annabeth, "oke, lihat ya Bangun ruang ini berbentuk anyaman silindris biaksial. Jadi,sifatnya lentur." Annabeth memanipulasi citra sehingga mulur dan mengempis seperti akordeon. "Ketika kita masukkan jari ke dalamnya, ia jadi longgar. Tetapi ketika kita mencoba mengeluarkan jari, kelilingnya menciut karena anyamannya bertambah kencang. tidak mungkin kita bisa melepaskan jari secara paksa." Frank menatap Annabeth sambil bengong. "Terus jawabannya Apa?" II"Nah, ...." Annabeth menunjuki Frank perhitungannya bagaimana borgol jari itu tidak robek ketika ditarik keras-keras, bergantung pada bahan pembuatnya. "Hebat juga, kan?! Padahal ini cuma anyaman. Dokter menggunakannya untuk traksi, sedangkan kontraktor listrik " "Eh, tapi jawabannya apa?" Annabeth tertawa. "Benda ini
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 3: The Mark Of Athena (Tanda Athena)