Cerita Misteri | The Son of Neptune (Putra Neptunus) | Serial The Heroes of Olympus | The Son of Neptune (Putra Neptunus) | Cersil Sakti | The Son of Neptune (Putra Neptunus) pdf
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
u sejak dulu. Aku datang membawa pesan dari Olympus. Jupiter
tidak suka kami berkomunikasi secara langsung dengan manusia fana, terutama dewasa ini, tapi dia memberikan perkecualian sekali ini, sebab kalian bangsa Romawi adalah pengikutku yang istimewa_
Aku hanya diizinkan bicara beberapa menit. Jadi, dengarkan."
Mars menunjuk Gwen. "Yang satu ini seharusnya sudah mati,
tapi ternyata tidak. Monster-monster yang kalian lawan tidak
lagi kembali ke Tartarus sesudah mereka dibinasakan. Sejumlah manusia fana yang sudah lama mati kini kembali menjejakkan
kaki di muka bumi."
Apakah Frank berkhayal, atau sang Dewa memang memelototi
Nico di Angelo?
"Thanatos telah dibelenggu." Mars mengumumkan. "Pintu Ajal telah dibuka paksa, dan tidak ada yang mengawasi pintu tersebut setidaknya, bukan secara tak pandang bulu. Gaea memperkenankan musuh-musuh kita tumpah ruah ke dunia manusia fana. Putra-putranya para Raksasa tengah mengerahkan pasukan untuk melawan kalian pasukan yang tidak bisa
kalian bunuh. Kecuali Maut dibebaskan sehingga bisa kembali
menjalankan tugasnya, kalian pasti kewalahan. Kalian harus
menemukan Thanatos dan membebaskannya dari tawanan para
raksasa. Hanya diet yang bisa membalikkan keadaan."
Mars menengok ke sana kemari, dan menyadari bahwa semua
orang masih berlutut sambil membisu. "Oh, kalian boleh bangun
"sekarang. Ada pertanyaan?"
Reyna bangkit dengan waswas. Dia menghampiri sang dewa
diikuti oleh Octavian, yang membungkuk-bungkuk dan
menyembah-nyembah layaknya penjilat ulung.
"Dewa Mars," kata Reyna, "kami merasa terhormat." "Lebih dari sekadar merasa terhormat," ujar Octavian, "jauh melampaui perasaan terhormat " "Lalu?" bentak Mars.
"Lalu," kata Reyna, "yang Anda maksud Thanatos sang Dewa Kematian, ajudan Pluto?"
"Benar," kata sang Dewa. "Dan barusan Anda mengatakan bahwa dia telah ditawan
oleh Raksasa."
"Betul." "Dan oleh sebab itu, orang-orang tidak akan mati?" "Tidak serta-merta," kata Mars, "tapi pemisah antara hidup dan
mati akan terus melemah. Mereka yang tahu cara memanfaatkan hal ini akan mengeksploitasinya. Monster sudah susah dihabisi.
Tidak lama lagi, akan mustahil membunuh mereka. Sejumlah
Demigod nantinya juga bisa menemukan jalan untuk kembali dari
Dania Bawah seperti teman kalian Centurion Sate."
Gwen berjengit. "Centurion Sate?" "Jika dibiarkan," lanjut Mars, "manusia biasa sekalipun takkan ati-mati. Bisakah kalian bayangkan dunia yang tak seorang pun
penghuninya bisa mati selama-lamanya?"
Octavian mengangkat tangan. "Tapi, Dewa Agung Mars yang Mahaperkasa, jika kami tidak bisa mati, bukankah itu justru bagus? Jika kami bisa hidup hingga waktu yang tak terbatas "
"Jangan bodoh, Bocah!" raung Mars. "Pembantaian tak berkesudahan? Banjir darah tak henti-henti? Musuh yang bangkit berulang kali dan tidak bisa dibunuh? Itukah yang kau inginkan?"
"Anda Dewa Perang." Percy angkat bicara. "Tidakkah Anda menginginkan banjir darah tak berkesudahan?"
Goggle inframerah Mars berpendar semakin terang. "Kau kurang ajar, ya? Barangkali aku memang pernah bertarung denganmu sebelumnya. Aku bisa mengerti apa sebabnya aku ingin membunuhmu. Aku Dewa Romawi, Nak. Aku ini Dewa kekuatan militer yang digunakan demi tujuan mulia. Aku melindungi legiun. Aku akan dengan senang hati menginjak-injak musuhku sampai remuk, tapi aku tidak sudi bertarung tanpa alasan. Aku tidak menginginkan perang yang tak ada habis-habisnya. Kau akan memahaminya kelak. Kau akan mengabdi kepadaku."
"Kemungkinan besar tidak," ujar Percy.
Frank lagi-lagi menunggu sang Dewa menebas Percy, tapi Mars hanya menyeringai, seakan-akan mereka berdua adalah
kawan lama yang sedang bicara kasar.
"Kuperintahkan sebuah misi!" Sang Dewa mengumumkan.
"Kalian akan pergi ke utara dan mencari Thanatos di Negeri
Nirdewa. Kalian akan membebaskannya dan membatalkan rencana para Raksasa. Hati-hatilah terhadap Gaea! Hati-hatilah terhadap
putranya, Raksasa tertua!"
Di sebelah Frank, Hazel mengeluarkan suara memekik.
"Negeri Nirdewa?"
Mars menatap Hazel, cengkeramannya di M16 makin erat
http://cerita-silat.mywapblog.com
"Benar, Hazel Levesque. Kau tahu maksudku. Semua orang di sini
masih mengingat negeri tempat legiun kehilangan kehormatannya
barangkali jika misi tersebut berhasil, dan kalian sudah kembali
pada Festival Fortuna ... barangkali kehormatan kalian akan pulih
kembali. Jika kalian tidak berhasil, perkemahan yang bisa kalian
datangi tidak akan ada lagi. Romawi akan digilas, warisannya
hilang untuk selama-lamanya. Jadi, saranku adalah: Jangan gagal."
Octavian entah bagaimana sanggup membungkuk lebih
reandah lagi. "Maaf, Dewa Mars, cuma satu perkara sepele. Misi membutuhkan sebuah ramalan, puisi mistis yang dapat memandu. Dulu kami memperolehnya dari Kitab-kitab Sybilline, tapi augurlah yang bertugas menguak para dewa. jawab Octavian. saya boleh mohon permisi sebentar saja dan mengambil sekitar sepuluh boneka isi kapuk dan mungkin sebilah pisau "
"Kau augurnya?" potong sang Dewa. "I-iya, Dewa." Mars mengambil gulungan perkamen dari sabuk perkakasnya.
"ada yang punya pulpen?"
Para legiunari menatapnya sambil melongo. Mars mendesah. "Dua ratus orang Romawi, dan tak seorang
pun punya pulpen? Sudahlah!"
Sang Dewa menyandangkan M16 ke belakang punggungnya
mengambil sebuah granat tangan. Terdengar jeritan dari
ivak pekemah Romawi. Kemudian granat itu berubah wujud
menjadi sebuah pulpen, dan Mars pun mulai menulis.
Frank memandang Percy dengan mata membelalak. Ucapnya
suara: Bisakah pedangmu berubah jadi granaat?"
Percy balas mengucap, Tidak. Diam. -Beres!" Mars selesai menulis dan melemparkan gulungan
len itu kepada Octavian. "Ramalan. Kau boleh menambah-
wa ke kitabmu, ukir di lantai, terserah."
Octavian membaca gulungan tersebut. "Bunyinya, Tergilah
ke Alaska. Cari Thanatos dan bebaskan dia. Kembalilah saat matahari
terbenam tanggal 24 Juni kalau tidak mau mati.'"
"Ya," kata Mars, "memangnya tidak jelas?"
"Tapi Dewa ... ramalan biasanya tidak jelas. Ramalan biasa
berbalut teka-teki, berima, dan ...."
Mars dengan santai mengambil sebuah granat lagi dari sabuknya. "Ya?"
"Ramalannya sudah jelas!" Octavian mengumumkan. "Sebt
misi!"
"Jawaban bagus." Mars mengetukkan granat ke daguny
"Nah, apa lagi, ya? Ada hal lain .... Oh, iya."
Dia menoleh kepada Frank. "Sini, Nak."
Tidak, pikir Frank. Kayu bakar di saku jaketnya terasa let berat. Tungkainya menjadi lemas. Rasa ngeri melandanya, let
parah daripada hari itu, ketika tentara datang ke pintu rumahnya
Frank tahu apa yang akan terjadi, tapi dia tak
menghentikannya. Frank melangkah maju di luar kehendaknya
Mars menyeringai. "Kerja bagus tadi, Nak, berhasil mengambil
alih tembok. Siapa wasit dalam permainan barusan?"
Reyna mengangkat tangan. "Kau lihat permainan tadi, Wash?" tuntut Mars. "Itu
anakku. Yang pertama menyeberangi tembok, memena
permainan untuk timnya. Kecuali kau buta, dia layak digela
pemain terbaik. Kau tidak buta, kan?"
Dari mimik wajahnya, Reyna kelihatan seperti sedang berusaha
menelan seekor tikus. "Tidak, Dewa Mars."
"Kalau begitu, pastikan dia mendapat Mahkota Mural," tuntut
Mars, "dia anakku!" teriaknya kepada legiun, kalau-kalau ada yang
belum dengar. Ingin rasanya Frank melebur ke dalam tanah.
"Putra Emily Zhang," lanjut Mars, "dia prajurit yang baik.
Wanita yang baik. Si Frank ini membuktikan kemampuannya
malam ini. Biar sudah telat, selamat ulang tahun, Nak. Waktunya
menggunakan senjata pria sejati."
Mars melemparkan M16-nya kepada Frank. Selama sepersekian detik, Frank kira dia bakal remuk di bawah bobot senapan mahabesar itu, tapi senjata tersebut berubah bentuk di tengah udara, menjadi lebih kecil dan lebih tipis. Ketika Frank menangkapnya, senjata itu berbentuk tombak. Buluhnya dari cmas imperial, sedangkan mata anehnya yang seputih tulang memancarkan cahaya remang-remang seram.
"Ujungnya terbuat dari gigi naga," kata Mars, "kau belum
belajar menggunakan bakat ibumu, ya? Nah tombak itu akan memberimu sedikit ruang sampai kau bisa memanfaatkan bakat tersebut. Kau bisa memakainya tiga kali. Jadi, pergunakan dengan bijak."
Frank tidak mengerti, tapi
http://cerita-silat.mywapblog.com
Petualangan Tom Sawyer - Mark Twain Pendekar Rajawali Sakti - 122. Sepasang Pendekar Bertopeng Suara Dari Alam Gaib - Abdullah Harahap Sang Broker - John Grisham Sumpah Berdarah - Abdullah Harahap
u sejak dulu. Aku datang membawa pesan dari Olympus. Jupiter
tidak suka kami berkomunikasi secara langsung dengan manusia fana, terutama dewasa ini, tapi dia memberikan perkecualian sekali ini, sebab kalian bangsa Romawi adalah pengikutku yang istimewa_
Aku hanya diizinkan bicara beberapa menit. Jadi, dengarkan."
Mars menunjuk Gwen. "Yang satu ini seharusnya sudah mati,
tapi ternyata tidak. Monster-monster yang kalian lawan tidak
lagi kembali ke Tartarus sesudah mereka dibinasakan. Sejumlah manusia fana yang sudah lama mati kini kembali menjejakkan
kaki di muka bumi."
Apakah Frank berkhayal, atau sang Dewa memang memelototi
Nico di Angelo?
"Thanatos telah dibelenggu." Mars mengumumkan. "Pintu Ajal telah dibuka paksa, dan tidak ada yang mengawasi pintu tersebut setidaknya, bukan secara tak pandang bulu. Gaea memperkenankan musuh-musuh kita tumpah ruah ke dunia manusia fana. Putra-putranya para Raksasa tengah mengerahkan pasukan untuk melawan kalian pasukan yang tidak bisa
kalian bunuh. Kecuali Maut dibebaskan sehingga bisa kembali
menjalankan tugasnya, kalian pasti kewalahan. Kalian harus
menemukan Thanatos dan membebaskannya dari tawanan para
raksasa. Hanya diet yang bisa membalikkan keadaan."
Mars menengok ke sana kemari, dan menyadari bahwa semua
orang masih berlutut sambil membisu. "Oh, kalian boleh bangun
"sekarang. Ada pertanyaan?"
Reyna bangkit dengan waswas. Dia menghampiri sang dewa
diikuti oleh Octavian, yang membungkuk-bungkuk dan
menyembah-nyembah layaknya penjilat ulung.
"Dewa Mars," kata Reyna, "kami merasa terhormat." "Lebih dari sekadar merasa terhormat," ujar Octavian, "jauh melampaui perasaan terhormat " "Lalu?" bentak Mars.
"Lalu," kata Reyna, "yang Anda maksud Thanatos sang Dewa Kematian, ajudan Pluto?"
"Benar," kata sang Dewa. "Dan barusan Anda mengatakan bahwa dia telah ditawan
oleh Raksasa."
"Betul." "Dan oleh sebab itu, orang-orang tidak akan mati?" "Tidak serta-merta," kata Mars, "tapi pemisah antara hidup dan
mati akan terus melemah. Mereka yang tahu cara memanfaatkan hal ini akan mengeksploitasinya. Monster sudah susah dihabisi.
Tidak lama lagi, akan mustahil membunuh mereka. Sejumlah
Demigod nantinya juga bisa menemukan jalan untuk kembali dari
Dania Bawah seperti teman kalian Centurion Sate."
Gwen berjengit. "Centurion Sate?" "Jika dibiarkan," lanjut Mars, "manusia biasa sekalipun takkan ati-mati. Bisakah kalian bayangkan dunia yang tak seorang pun
penghuninya bisa mati selama-lamanya?"
Octavian mengangkat tangan. "Tapi, Dewa Agung Mars yang Mahaperkasa, jika kami tidak bisa mati, bukankah itu justru bagus? Jika kami bisa hidup hingga waktu yang tak terbatas "
"Jangan bodoh, Bocah!" raung Mars. "Pembantaian tak berkesudahan? Banjir darah tak henti-henti? Musuh yang bangkit berulang kali dan tidak bisa dibunuh? Itukah yang kau inginkan?"
"Anda Dewa Perang." Percy angkat bicara. "Tidakkah Anda menginginkan banjir darah tak berkesudahan?"
Goggle inframerah Mars berpendar semakin terang. "Kau kurang ajar, ya? Barangkali aku memang pernah bertarung denganmu sebelumnya. Aku bisa mengerti apa sebabnya aku ingin membunuhmu. Aku Dewa Romawi, Nak. Aku ini Dewa kekuatan militer yang digunakan demi tujuan mulia. Aku melindungi legiun. Aku akan dengan senang hati menginjak-injak musuhku sampai remuk, tapi aku tidak sudi bertarung tanpa alasan. Aku tidak menginginkan perang yang tak ada habis-habisnya. Kau akan memahaminya kelak. Kau akan mengabdi kepadaku."
"Kemungkinan besar tidak," ujar Percy.
Frank lagi-lagi menunggu sang Dewa menebas Percy, tapi Mars hanya menyeringai, seakan-akan mereka berdua adalah
kawan lama yang sedang bicara kasar.
"Kuperintahkan sebuah misi!" Sang Dewa mengumumkan.
"Kalian akan pergi ke utara dan mencari Thanatos di Negeri
Nirdewa. Kalian akan membebaskannya dan membatalkan rencana para Raksasa. Hati-hatilah terhadap Gaea! Hati-hatilah terhadap
putranya, Raksasa tertua!"
Di sebelah Frank, Hazel mengeluarkan suara memekik.
"Negeri Nirdewa?"
Mars menatap Hazel, cengkeramannya di M16 makin erat
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 2: The Son Of Neptune (Putra Neptunus)
"Benar, Hazel Levesque. Kau tahu maksudku. Semua orang di sini
masih mengingat negeri tempat legiun kehilangan kehormatannya
barangkali jika misi tersebut berhasil, dan kalian sudah kembali
pada Festival Fortuna ... barangkali kehormatan kalian akan pulih
kembali. Jika kalian tidak berhasil, perkemahan yang bisa kalian
datangi tidak akan ada lagi. Romawi akan digilas, warisannya
hilang untuk selama-lamanya. Jadi, saranku adalah: Jangan gagal."
Octavian entah bagaimana sanggup membungkuk lebih
reandah lagi. "Maaf, Dewa Mars, cuma satu perkara sepele. Misi membutuhkan sebuah ramalan, puisi mistis yang dapat memandu. Dulu kami memperolehnya dari Kitab-kitab Sybilline, tapi augurlah yang bertugas menguak para dewa. jawab Octavian. saya boleh mohon permisi sebentar saja dan mengambil sekitar sepuluh boneka isi kapuk dan mungkin sebilah pisau "
"Kau augurnya?" potong sang Dewa. "I-iya, Dewa." Mars mengambil gulungan perkamen dari sabuk perkakasnya.
"ada yang punya pulpen?"
Para legiunari menatapnya sambil melongo. Mars mendesah. "Dua ratus orang Romawi, dan tak seorang
pun punya pulpen? Sudahlah!"
Sang Dewa menyandangkan M16 ke belakang punggungnya
mengambil sebuah granat tangan. Terdengar jeritan dari
ivak pekemah Romawi. Kemudian granat itu berubah wujud
menjadi sebuah pulpen, dan Mars pun mulai menulis.
Frank memandang Percy dengan mata membelalak. Ucapnya
suara: Bisakah pedangmu berubah jadi granaat?"
Percy balas mengucap, Tidak. Diam. -Beres!" Mars selesai menulis dan melemparkan gulungan
len itu kepada Octavian. "Ramalan. Kau boleh menambah-
wa ke kitabmu, ukir di lantai, terserah."
Octavian membaca gulungan tersebut. "Bunyinya, Tergilah
ke Alaska. Cari Thanatos dan bebaskan dia. Kembalilah saat matahari
terbenam tanggal 24 Juni kalau tidak mau mati.'"
"Ya," kata Mars, "memangnya tidak jelas?"
"Tapi Dewa ... ramalan biasanya tidak jelas. Ramalan biasa
berbalut teka-teki, berima, dan ...."
Mars dengan santai mengambil sebuah granat lagi dari sabuknya. "Ya?"
"Ramalannya sudah jelas!" Octavian mengumumkan. "Sebt
misi!"
"Jawaban bagus." Mars mengetukkan granat ke daguny
"Nah, apa lagi, ya? Ada hal lain .... Oh, iya."
Dia menoleh kepada Frank. "Sini, Nak."
Tidak, pikir Frank. Kayu bakar di saku jaketnya terasa let berat. Tungkainya menjadi lemas. Rasa ngeri melandanya, let
parah daripada hari itu, ketika tentara datang ke pintu rumahnya
Frank tahu apa yang akan terjadi, tapi dia tak
menghentikannya. Frank melangkah maju di luar kehendaknya
Mars menyeringai. "Kerja bagus tadi, Nak, berhasil mengambil
alih tembok. Siapa wasit dalam permainan barusan?"
Reyna mengangkat tangan. "Kau lihat permainan tadi, Wash?" tuntut Mars. "Itu
anakku. Yang pertama menyeberangi tembok, memena
permainan untuk timnya. Kecuali kau buta, dia layak digela
pemain terbaik. Kau tidak buta, kan?"
Dari mimik wajahnya, Reyna kelihatan seperti sedang berusaha
menelan seekor tikus. "Tidak, Dewa Mars."
"Kalau begitu, pastikan dia mendapat Mahkota Mural," tuntut
Mars, "dia anakku!" teriaknya kepada legiun, kalau-kalau ada yang
belum dengar. Ingin rasanya Frank melebur ke dalam tanah.
"Putra Emily Zhang," lanjut Mars, "dia prajurit yang baik.
Wanita yang baik. Si Frank ini membuktikan kemampuannya
malam ini. Biar sudah telat, selamat ulang tahun, Nak. Waktunya
menggunakan senjata pria sejati."
Mars melemparkan M16-nya kepada Frank. Selama sepersekian detik, Frank kira dia bakal remuk di bawah bobot senapan mahabesar itu, tapi senjata tersebut berubah bentuk di tengah udara, menjadi lebih kecil dan lebih tipis. Ketika Frank menangkapnya, senjata itu berbentuk tombak. Buluhnya dari cmas imperial, sedangkan mata anehnya yang seputih tulang memancarkan cahaya remang-remang seram.
"Ujungnya terbuat dari gigi naga," kata Mars, "kau belum
belajar menggunakan bakat ibumu, ya? Nah tombak itu akan memberimu sedikit ruang sampai kau bisa memanfaatkan bakat tersebut. Kau bisa memakainya tiga kali. Jadi, pergunakan dengan bijak."
Frank tidak mengerti, tapi
http://cerita-silat.mywapblog.com
The Heroes Of Olympus 2: The Son Of Neptune (Putra Neptunus)