Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Ketika Barongsai Menari - 15

$
0
0
Cerita Cinta | Ketika Barongsai Menari | by V. Lestari | Ketika Barongsai Menari | Cersil Sakti | Ketika Barongsai Menari pdf

Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I

itu. Ia ingin menjenguk orangtuanya dan melihat semangat itu pada diri mereka. Mereka pasti lebih berbahagia daripada saat berada bersamanya. Bukan karena me-
  98
  reka merasa kesempitan tinggal bersamanya di apartemen kecil, tetapi karena mereka lebih merasa sebagai pengungsi!
  Di Jakarta mereka bertandang ke sana kemari, mengunjungi kerabat dan kenalan. Mengobrol panjang-lebar, berbagi cerita dan melepas kerinduan. Mereka merasa bebas dan lepas, terbiasa dengan segala sesuatu. Sementara di New York hal-hal seperti itu tidak diperoleh. Tentunya ada perbedaan besar antara perasaan sebagai turis dan sebagai "pengungsi"!
  Jadi menurut rencana ia akan ke Jakarta dalam waktu dekat. Mungkin awal bulan depan. Rencana itu sudah disampaikannya kepada Susan lewat e-mail. Apakah Susan mau ikut serta? Bila Susan mau, ia akan menjemputnya di Wellington, ibu kota Selandia Baru, kota tempat Susan tinggal. Mengenai ongkos perjalanan tak usah dipikirkan. Ia akan mengaturnya. Kerepotannya tidak jadi masalah bila dibandingkan dengan kebahagiaan orangtua Susan bisa bertemu dengan putrinya. Lagi pula ia belum pernah berkunjung ke Selandia Baru dan sangat ingin ke sana. Tetapi seperti diduganya, Susan menolak meskipun berterima kasih. Belum saatnya, Tom!
  Tom tidak bisa memahami kekerasan hati Susan. Kepada siapakah sebenarnya dendam dan kemarahan Susan itu ditujukan? Kepada para perusuh atau negara? Logikanya, Sonny telah menjadi korban secara acak. Jadi bisa siapa saja, tergantung situasi. Apalagi bukan cuma Sonny yang menjadi korban, melainkan juga banyak orang lain. Apakah Susan akan bersikap seperti itu juga bila Sonny tidak apa-apa?
  99
  Tetapi ia menyimpan pertanyaan itu. Ia tidak sampai hati mengajukannya. Itu terlalu peka. Susan terlalu mencintai Sonny. Pasti itu sebabnya. Ia merasa sayang kalau orang secerdas Susan bisa keras kepala seperti itu. Sedalam apa pun cinta kepada orang yang sudah meninggal, seharusnya tidak sampai mengorbankan diri sendiri atau orang lain yang juga dicintai dan mencintai. Susan harus ingat juga kepada orangtua-nya.
  Bagi Tom, cinta tak ubahnya sampah. Itu cuma emosi kepentingan. Dia sudah merasakan dan mengalaminya juga. Lalu mengubah cara pandangnya. Tentu dia masih seorang lelaki normal dengan ketertarikan yang wajar kepada lawan jenis. Tetapi dia tidak akan segampang dulu lagi untuk jatuh cinta. Pendeknya dia tidak akan "jatuh"!
  Tom menyandang status duda cerai. Dalam usia menjelang empat puluh, karier mapan dan cemerlang sebagai ahli bedah di rumah sakit terkemuka negara super, cerdas, dan berwawasan, serta memiliki fisik yang sehat, tidak jelek, ia bisa memperoleh pasangan hidup baru dengan gampang. Tetapi ia sudah bertekad untuk tidak "jatuh" untuk kedua kalinya.
  Cinta pertamanya adalah Vivian, gadis Tionghoa warga negara Indonesia yang juga bersekolah di Amerika. Mereka sudah berpacaran sejak ia masih menjadi mahasiswa di Columbia University. Vivian sendiri kuliah di sebuah perguruan yang tergolong "gurem" untuk mencari gelar MBA. Ketika itu gelar MBA dari luar negeri khususnya Amerika, tak peduli status perguruan tingginya, sedang populer di Indo-
  100
  nesia. Vivian disuruh orangtuanya yang kaya untuk memperoleh gelar itu demi gengsi. Hal itu diakuinya sendiri kepada Tom.
  Mereka berkenalan dalam pertemuan yang dilakukan secara berkala antara para mahasiswa Indonesia di Amerika. Berada jauh dari negeri sendiri, mereka memang harus kompak bila ingin punya kekuatan. Selanjurnya perkenalan itu berkembang lebih jauh. Keduanya merasa cocok. Tak ada pula hambatan latar belakang, agama, maupun budaya. Orangtua kedua belah pihak sama-sama setuju. Maka setelah Tom lulus sebagai dokter, mereka menikah. Tom merasa berbahagia. Kehidupan telah dijalaninya dengan mulus. Apalagi setahun kemudian Vivian melahirkan. Mestinya ia tambah berbahagia. Tapi ternyata tidak demikian.
  Syok berat dialaminya. Kengerian tak terhingga menerpanya. Bukan cuma dia yang mengalami seperti itu, tapi juga orangtuanya dan orangtua Vivian yang ikut mendampingi Vivian saat melahirkan. Bagi mereka si bayi adalah cucu pertama, jadi ditunggu kehadi
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari

  rannya dengan penuh perhatian dan ketegangan. Tapi yang didapat bukanlah klimaks menyenangkan dari penantian panjang. Perasaan mencekam muncul. Tidak disebabkan karena si bayi berwujud monster. Sebaliknya, bayi itu sangat cantik dengan fisik yang sehat sempurna. Tapi dia berkulit putih, berambut lebat dan pirang! Tiga hari kemudian matanya yang semula terpejam terbuka lebar. Tampak indah sekali, besar dan berwarna biru! Sebegitu cantiknya bayi itu hingga dia menangis tersedu-sedu. Untuk pertama kali dalam hidu pnya.
  101
  Ternyata kehidupannya tidaklah mulus. Ada juga kerikil tajamnya. Ada juga jatuhnya.
  Ia tidak bisa memaafkan pengkhianatan. Apalagi ia menganggap Vivian curang dengan sikap spekulatifnya. Untung-untungan dengan kehamilannya. Mudah-mudahan si bayi berwajah Asia. Tapi kalau tidak, ya sudah risiko. Jadi ia merasa dipermainkan.
  Tom tidak pernah tahu atau diberitahu siapa lelaki yang menjadi ayah anak itu. Vivian membiarkannya menduga-duga sendiri, berprasangka dalam kemarahan. Apakah lelaki itu salah satu dari teman-temannya yang suka datang berkunjung ke apartemen mereka? Ataukah dia teman Vivian yang tidak dikenalnya? Vivian tutup mulut.
  Yang pasti ayah si bayi berkulit putih, berambut pirang, dan bermata biru. Apakah itu John Rowe, Danny Martin, atau Peter Rogers? Tapi, di samping ketiga orang itu, yang punya ciri fisik sama, tentunya masih ada teman-teman Viv sendiri. Jadi, yang mana?
  Anak itu menyandang namanya. Deborah Lee. Panggilannya Debbie. Kelak dia akan menjadi gadis yang cantik. Tom yakin akan hal itu. Di Indonesia gadis Indo yang cantik laris sebagai fotomodel atau bintang film. Tom berharap tidak akan bertemu lagi dengannya. Mungkin Vivian sendiri punya harapan yang sama. Apakah kelak Debbie akan menanyakan perihal ayahnya? Atau menyatakan kerinduan untuk bertemu? Bila suatu saat nasib mempertemukan mereka, pasti Viv tidak akan mengenalkan dirinya sebagai si ayah. Entah kapan Viv akan berterus terang. Bila tidak kepadanya, tentu kepada Debbie. Viv punya tanggung jawab itu.
  102
  Tetapi seiring berjalannya waktu, lima tahun kemudian, ia tidak peduli lagi. Yang tersisa dan mengendap mungkin cuma sekadar rasa ingin tahu saja.
  ***
  Rumah sakit itu bernama Columbia Presbyterian Medical Center, salah satu dari rumah sakit yang tertua, terbesar dan terbaik di Amerika. Luasnya lebih dari sembilan hektar, berdiri di sepanjang tepian Sungai Hudson. Di situ bekerja ribuan dokter, paramedis, dan karyawan dalam berbagai bidang. Mereka melayani puluhan ribu pasien. Masih ada lagi para mahasiswa kedokteran dari Columbia University. Sebuah institusi yang luar biasa dan membuat Tom takjub. Di situ dia tidak perlu merasa minder karena di tempat itu bercampur baur berbagai ras dan warna kulit, baik yang sehat maupun yang sakit. Setiap hari terdengar bahasa Inggris dalam berbagai aksen. Yang penting bisa dipahami dan memahami. Pendeknya, Tom tidak pernah merasa dirinya minoritas bila berada di dalamnya. Tetapi bukan cuma segi kebesaran itu yang membuatnya takjub. Ada sesuatu yang lain yang membuatnya amat terkesan.
  Di atas pintu masuk, terukir pada lapisan semen, kata-kata sebagai berikut, "For the Poor of New York without Regard to Race, Creed, or Color." Kata-kata itu jelas mengungkapkan prinsip fundamental rumah sakit tersebut, yaitu bertujuan menolong kaum miskin di New York tanpa memandang ras, kepercayaan, atau warna kulit.
  103
  Pada kenyataannya memang demikian. Banyak kaum gelandangan yang berpura-pura sakit, terkapar di jalanan supaya diangkut polisi ke sana, tempat mereka bisa mendapat makanan, tempat berteduh yang nyaman dan perlakuan yang ramah. Tak ada orang sakit yang ditolak karena dia tak bisa membayar uang muka atau tak punya asuransi. Betapapun dekil dan kumuh penampilannya, dia tetap ditolong dan diperlakukan sama seperti halnya yang berpenampilan mewah.
  Di sana ada rasa kemanusiaan yang tinggi.
  Tetapi tak selamanya Tom mendapat perlakuan yang wajar. Dalam perjalanan kariernya, sebelum atau sesudah menjadi dokter, beberapa kali ia menerima perlakuan rasialis. Bukan dari sesama mahasiswa atau rekan sek
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>