Cerita Cinta | Ketika Barongsai Menari | by V. Lestari | Ketika Barongsai Menari | Cersil Sakti | Ketika Barongsai Menari pdf
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
Maria.
303
"Mudah-mudahan mereka benar-benar rukun. Bersama Jason tentunya," Henry berharap.
"Ya. Dan jangan ada yang aneh-aneh lagi."
Sementara itu Tom dan Kristin sudah tiba di depan pintu pagar rumah Adam. Bi Iyah sudah menunggu di balik pintu. Tom menyerahkan kereta kepada Kristin, menatap sejenak kepada Jason yang membuka mata seolah membalas tatapannya. Lalu Tom menunggu dulu sampai Kristin masuk ke dalam rumah, barulah ia berjalan pergi mencari taksi.
Adam sudah menunggu Kristin. Ia merasa puas mendengar cerita Kristin.
Malam itu Anwar tak bisa tidur. Pemakaman ayahnya sudah selesai. Dan keterangan Adam sudah menjelaskan segalanya. Ia tidak perlu penasaran lagi. Ia juga sudah memutuskan, tidak akan meributkan persoalan itu. Ia mengikhlaskan kematian ayahnya. Baginya, perbuatan ayahnya itu ibarat orang memasuki medan pertempuran, risikonya sudah jelas. Kematian harus diterima sebagai risiko.
Tetapi ia tetap saja gelisah. Sampai saat itu ia belum memeriksa pavilyun yang ditempati Harun. Situasi emosinya belum mengizinkan. Ia baru akan ke sana kalau emosinya mereda. Tapi ada suara hati yang berkata lain. Selesaikan sekarang juga! Apa pun yang dilihat dan dirasakannya di sana harus ia terima. Ia sudah cukup banyak mengeluarkan air mata. Apa artinya tambahan sedikit lagi?
Ia menuju ke pavilyun. Tak ada pintu penghubung di antara rumah utama dengan pavilyun. Jadi ia mesti keluar rumah dulu. Pintunya terkunci. Ia ter-
304
ingat, kuncinya dibawa Harun. Dan kunci itu tak ada di dalam dompet yang diserahkan polisi. Mungkin hilang tercecer. Maka ia kembali lagi ke rumah untuk mencari kunci duplikatnya. Perlu waktu cukup lama untuk menemukannya. Ia sudah capek lalu ingin mengurungkan saja niatnya. Mungkin itu pertanda buruk untuk tidak meneruskan keinginannya. Tetapi kesulitan itu malah membuatnya penasaran. Setelah kuncinya ketemu, ia sekalian membawa obeng dan gunting gembok sebagai persiapan kalau kalau ada kesulitan lain lagi. Begitu memasuki kamar ia memandang berkeliling.
Ia melihat suasana kamar yang agak berantakan. Pakaian berserakan di atas ranjang yang kusut. Lantai yang berubin keramik tampak kusam karena jarang dipel. Harun tak mau kamarnya dibersihkan pembantu. Ia membersihkan dan merapikan sendiri semau-nya. Pembantu hanya membersihkan terasnya saja.
Keharuan memang muncul, karena Anwar serasa melihat ayahnya di situ. Tetapi keharuan itu tak sampai memeras air matanya. Lalu tatapannya tertuju ke lemari satu-satunya di situ. Satu-satunya perabot yang dipasangi gembok. Tak ada kuncinya. Jelas di situ tersimpan barang-barang Harun yang dianggapnya paling bernilai hingga harus dijaga dari tangan usil. Ke situ pula perhatian Anwar tertarik.
Ia mengambil obeng dan mengutik-ngutik gembok. Tak bisa terbuka. Akhirnya ia menggunakan gunting. Ia merasa seperti maling ketika pintu lemari terbuka lebar. Dan tertegun melihat isinya yang acak-acakan. Sebagian pakaian tidak dalam keadaan terlipat, melainkan ditumpuk begitu saja. Pantas setiap mau
305
pergi ayahnya selalu menyuruh pakaiannya diseterika dulu.
Anwar hanya mengamati tanpa menyentuh barang yang ada. Ia berpikir akan merapikannya besok saja bila ada waktu- luang. Pekerjaan itu membutuhkan waktu yang tak sedikit. Kantuk mulai terasa. Tetapi kemudian ia melihat ada benda putih menonjol di bawah tumpukan pakaian. Ia menariknya. Sebuah amplop putih panjang dan tebal. Isinya lembaran uang kertas lima puluh ribuan. Ia menghitungnya. Jumlahnya tiga juta lima ratus ribu rupiah.
Ia teringat cerita Adam. Tak susah menemukan hubungannya. Menurut Adam, ayahnya mendapat lima juta lalu memberi Adam sebanyak satu juta, maka sisanya seharusnya empat juta. Bisa disimpulkan ia membawa lima ratus ribu saat berangkat dari rumah. Jadi sebanyak itukah bagian yang diambil ayahnya untuk diri sendiri? Anwar merasa mukanya memanas karena rasa malu yang menyergap.
Selama tinggal di situ ayahnya mendapat uang hanya darinya. Tapi jumlahnya tak pernah sebesar itu. Memang mungkin saja ayahnya menabung semua penghasilannya. Tapi mustahil ia menabung di dalam lemari.
Kemudian Anwar beranjak ke mej
http://cerita-silat.mywapblog.com
a tulis. Ia duduk di kursi yang hanya satu-satunya lalu menarik laci-laci yang tidak terkunci. Ada banyak benda kecil, seperti gunting kuku, baterai, pensil, bolpen, dan entah apa lagi. Laci lain berisi kertas-kertas dan surat-surat. Ia memeriksanya sebentar. Lalu perhatiannya tertarik pada sebuah kertas yang dipenuhi coretan pada satu sisi, sedang sisi lainnya adalah hasil cetak
306
yang salah dari percetakannya. Ia mengamatinya. Pada mulanya sulit dimengerti. Tulisan Harun jelek sekali.
Coretan itu berupa catatan-catatan kejadian. Ada tanda panah. Ada tanda tanya besar. Tapi cukup lengkap disertai tanggal. Setelah memahami, Anwar terkejut. Apa yang dilakukan ayahnya adalah suatu penyelidikan terhadap kasus yang terjadi lama berselang.
Pertengahan Mei 1998: penjarahan dan pembakaran rumah Sonny. Sebelumnya aku menggedor pintu untuk mengingatkan penghuni supaya mengungsi. Sonny tidak keluar dan tidak menyahut Kukira dia pergi karena sebelumnya dari jauh kulihat seseorang keluar dari rumahnya pakai helm, pakai jaket, dan membawa motor. Cuma kelihatan belakangnya. Tapi kemudian setelah kerusuhan berakhir, Sonny ditemukan tewas terbakar bersama rumahnya. Sonny-kah itu atau salah seorang penjarah? Lalu siapa yang keluar dan membawa motor itu? Kalau Sonny yang keluar, kok dia mati di situ? Apa dia kembali lagi? Kalau kembali lagi, berarti ada di rumah, kenapa diam saja waktu pintunya digedor?
Mei 1999, setahun kemudian: aku ketemu keluarga Tan di Pantai Nyiur Melambai. Ibu Maria yang mengembalikan ingatan dan membakar semangatku untuk mengusut masalah di atas. Ketemu Adam juga, yang mengaku sobat lama. Kelihatan ingin sekali tahu.
Juli 1999: ketemu Angga di Kampung Belakang. Dapat dua informasi penting. Satu, perihal guci
307
milik Pak Bun. Langsung mendapat guci itu setelah Angga dapat persen. Angga tidak mau memberitaku siapa yang menyimpan guci Sepertinya memang si penjarah. Alasan, barang tak laku dijual dan bawa sial. Barang dibawa pulang. Informasi satu lagi p erihal Adam. Angga ketemu Adam saat kerusuhan Mei sembilan delapan, tidak jauh dari Pantai Nyiur Melamba i. Adam naik motor dan dicegat. Motornya dibakar. Ada m dibiarkan kabur. Angga bilang, motor yang dipakai A dam itu milik Sonny! Ada ciri yang dikenalinya, gambar tempel di bawah sadel. Gambarnya hati dengan tulisan Susan! Benarkah info Angga itu?
Besoknya: ketemu Adam. Dia memberi tiga juta. Dua juta untuknya, sesuai perjanjian. Waktu info tentang motor ditanyakan, dia bilang memang itu motor Sonny, tapi sedang dia pinjam. Aneh. Padahal seingatku, sebelum tragedi Mei aku nggak pernah lihat Adam pakai motor. Kalau Adam benar, mestinya Sonny tak bisa pakai motor karena lagi dipinjam. Jadi Sonny tak mungkin keluar rumah pakai motor sebelum kerusuhan. Lantas siapa yang kulihat itu sebelum menggedor pintu rumah Sonny? Adam mengatakan tidak ke rumah Sonny waktu itu (tau be-ner, tau kagak!). Kalau memang itu tamu, kenapa Sonny tidak keluar mengantarkan tamunya? Dan kenapa Sonny tidak menyahut waktu pintunya digedor? Masa yang namanya tamu masuk-keluar rumah kosong?
Aku perlu tahu siapa si penjarah. Kenapa? Si penjarah bisa menjelaskan situasi di rumah Sonny saat dia, entah sendiri atau bersama-sama penjarah lain,
308
memasuki rumah itu. Mereka yang bunuh atau jangan-jangan Sonny sebenarnya sudah mati! Penting untuk menjawab pertanyaan di atas.
Besok aku ke Kampung Belakang....
Catatan Harun berakhir. Anwar termenung. Ia akan membaca dan mempelajarinya lagi pada saat pikirannya sedang jernih.
Malam itu Tom mengirimkan dua e-mail. Satu untuk Susan. Dan satunya lagi untuk Ron. Kepada Susan ia menceritakan situasi Jakarta dan tentu saja juga pelaksanaan pesan-pesan Susan. Sedang kepada Ron ia menceritakan pertemuannya dengan Vivian dan Debbie. Sampai larut malam baru ia tertidur.
309
X
Jakarta, bulan Juli.
Tom bangun kesiangan. Di sini tak ada weker yang membangunkannya seperti biasanya di New York. Faktor kebiasaan bangun pagi juga tidak berperan. Tubuhnya memang membutuhkan tidur yang cukup mengingat semalam ia tidur larut. Nyatanya ia bangun dengan perasaan segar.
Ketik
http://cerita-silat.mywapblog.com
Serial Dewi Ular - 32. Hantu Kesepian Sunshine Becomes You - Ilana Tan Aisyah Putri - Asma Nadia Dendam Berkarat Dalam Kubur - Abdullah Harahap Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
Maria.
303
"Mudah-mudahan mereka benar-benar rukun. Bersama Jason tentunya," Henry berharap.
"Ya. Dan jangan ada yang aneh-aneh lagi."
Sementara itu Tom dan Kristin sudah tiba di depan pintu pagar rumah Adam. Bi Iyah sudah menunggu di balik pintu. Tom menyerahkan kereta kepada Kristin, menatap sejenak kepada Jason yang membuka mata seolah membalas tatapannya. Lalu Tom menunggu dulu sampai Kristin masuk ke dalam rumah, barulah ia berjalan pergi mencari taksi.
Adam sudah menunggu Kristin. Ia merasa puas mendengar cerita Kristin.
Malam itu Anwar tak bisa tidur. Pemakaman ayahnya sudah selesai. Dan keterangan Adam sudah menjelaskan segalanya. Ia tidak perlu penasaran lagi. Ia juga sudah memutuskan, tidak akan meributkan persoalan itu. Ia mengikhlaskan kematian ayahnya. Baginya, perbuatan ayahnya itu ibarat orang memasuki medan pertempuran, risikonya sudah jelas. Kematian harus diterima sebagai risiko.
Tetapi ia tetap saja gelisah. Sampai saat itu ia belum memeriksa pavilyun yang ditempati Harun. Situasi emosinya belum mengizinkan. Ia baru akan ke sana kalau emosinya mereda. Tapi ada suara hati yang berkata lain. Selesaikan sekarang juga! Apa pun yang dilihat dan dirasakannya di sana harus ia terima. Ia sudah cukup banyak mengeluarkan air mata. Apa artinya tambahan sedikit lagi?
Ia menuju ke pavilyun. Tak ada pintu penghubung di antara rumah utama dengan pavilyun. Jadi ia mesti keluar rumah dulu. Pintunya terkunci. Ia ter-
304
ingat, kuncinya dibawa Harun. Dan kunci itu tak ada di dalam dompet yang diserahkan polisi. Mungkin hilang tercecer. Maka ia kembali lagi ke rumah untuk mencari kunci duplikatnya. Perlu waktu cukup lama untuk menemukannya. Ia sudah capek lalu ingin mengurungkan saja niatnya. Mungkin itu pertanda buruk untuk tidak meneruskan keinginannya. Tetapi kesulitan itu malah membuatnya penasaran. Setelah kuncinya ketemu, ia sekalian membawa obeng dan gunting gembok sebagai persiapan kalau kalau ada kesulitan lain lagi. Begitu memasuki kamar ia memandang berkeliling.
Ia melihat suasana kamar yang agak berantakan. Pakaian berserakan di atas ranjang yang kusut. Lantai yang berubin keramik tampak kusam karena jarang dipel. Harun tak mau kamarnya dibersihkan pembantu. Ia membersihkan dan merapikan sendiri semau-nya. Pembantu hanya membersihkan terasnya saja.
Keharuan memang muncul, karena Anwar serasa melihat ayahnya di situ. Tetapi keharuan itu tak sampai memeras air matanya. Lalu tatapannya tertuju ke lemari satu-satunya di situ. Satu-satunya perabot yang dipasangi gembok. Tak ada kuncinya. Jelas di situ tersimpan barang-barang Harun yang dianggapnya paling bernilai hingga harus dijaga dari tangan usil. Ke situ pula perhatian Anwar tertarik.
Ia mengambil obeng dan mengutik-ngutik gembok. Tak bisa terbuka. Akhirnya ia menggunakan gunting. Ia merasa seperti maling ketika pintu lemari terbuka lebar. Dan tertegun melihat isinya yang acak-acakan. Sebagian pakaian tidak dalam keadaan terlipat, melainkan ditumpuk begitu saja. Pantas setiap mau
305
pergi ayahnya selalu menyuruh pakaiannya diseterika dulu.
Anwar hanya mengamati tanpa menyentuh barang yang ada. Ia berpikir akan merapikannya besok saja bila ada waktu- luang. Pekerjaan itu membutuhkan waktu yang tak sedikit. Kantuk mulai terasa. Tetapi kemudian ia melihat ada benda putih menonjol di bawah tumpukan pakaian. Ia menariknya. Sebuah amplop putih panjang dan tebal. Isinya lembaran uang kertas lima puluh ribuan. Ia menghitungnya. Jumlahnya tiga juta lima ratus ribu rupiah.
Ia teringat cerita Adam. Tak susah menemukan hubungannya. Menurut Adam, ayahnya mendapat lima juta lalu memberi Adam sebanyak satu juta, maka sisanya seharusnya empat juta. Bisa disimpulkan ia membawa lima ratus ribu saat berangkat dari rumah. Jadi sebanyak itukah bagian yang diambil ayahnya untuk diri sendiri? Anwar merasa mukanya memanas karena rasa malu yang menyergap.
Selama tinggal di situ ayahnya mendapat uang hanya darinya. Tapi jumlahnya tak pernah sebesar itu. Memang mungkin saja ayahnya menabung semua penghasilannya. Tapi mustahil ia menabung di dalam lemari.
Kemudian Anwar beranjak ke mej
http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari
a tulis. Ia duduk di kursi yang hanya satu-satunya lalu menarik laci-laci yang tidak terkunci. Ada banyak benda kecil, seperti gunting kuku, baterai, pensil, bolpen, dan entah apa lagi. Laci lain berisi kertas-kertas dan surat-surat. Ia memeriksanya sebentar. Lalu perhatiannya tertarik pada sebuah kertas yang dipenuhi coretan pada satu sisi, sedang sisi lainnya adalah hasil cetak
306
yang salah dari percetakannya. Ia mengamatinya. Pada mulanya sulit dimengerti. Tulisan Harun jelek sekali.
Coretan itu berupa catatan-catatan kejadian. Ada tanda panah. Ada tanda tanya besar. Tapi cukup lengkap disertai tanggal. Setelah memahami, Anwar terkejut. Apa yang dilakukan ayahnya adalah suatu penyelidikan terhadap kasus yang terjadi lama berselang.
Pertengahan Mei 1998: penjarahan dan pembakaran rumah Sonny. Sebelumnya aku menggedor pintu untuk mengingatkan penghuni supaya mengungsi. Sonny tidak keluar dan tidak menyahut Kukira dia pergi karena sebelumnya dari jauh kulihat seseorang keluar dari rumahnya pakai helm, pakai jaket, dan membawa motor. Cuma kelihatan belakangnya. Tapi kemudian setelah kerusuhan berakhir, Sonny ditemukan tewas terbakar bersama rumahnya. Sonny-kah itu atau salah seorang penjarah? Lalu siapa yang keluar dan membawa motor itu? Kalau Sonny yang keluar, kok dia mati di situ? Apa dia kembali lagi? Kalau kembali lagi, berarti ada di rumah, kenapa diam saja waktu pintunya digedor?
Mei 1999, setahun kemudian: aku ketemu keluarga Tan di Pantai Nyiur Melambai. Ibu Maria yang mengembalikan ingatan dan membakar semangatku untuk mengusut masalah di atas. Ketemu Adam juga, yang mengaku sobat lama. Kelihatan ingin sekali tahu.
Juli 1999: ketemu Angga di Kampung Belakang. Dapat dua informasi penting. Satu, perihal guci
307
milik Pak Bun. Langsung mendapat guci itu setelah Angga dapat persen. Angga tidak mau memberitaku siapa yang menyimpan guci Sepertinya memang si penjarah. Alasan, barang tak laku dijual dan bawa sial. Barang dibawa pulang. Informasi satu lagi p erihal Adam. Angga ketemu Adam saat kerusuhan Mei sembilan delapan, tidak jauh dari Pantai Nyiur Melamba i. Adam naik motor dan dicegat. Motornya dibakar. Ada m dibiarkan kabur. Angga bilang, motor yang dipakai A dam itu milik Sonny! Ada ciri yang dikenalinya, gambar tempel di bawah sadel. Gambarnya hati dengan tulisan Susan! Benarkah info Angga itu?
Besoknya: ketemu Adam. Dia memberi tiga juta. Dua juta untuknya, sesuai perjanjian. Waktu info tentang motor ditanyakan, dia bilang memang itu motor Sonny, tapi sedang dia pinjam. Aneh. Padahal seingatku, sebelum tragedi Mei aku nggak pernah lihat Adam pakai motor. Kalau Adam benar, mestinya Sonny tak bisa pakai motor karena lagi dipinjam. Jadi Sonny tak mungkin keluar rumah pakai motor sebelum kerusuhan. Lantas siapa yang kulihat itu sebelum menggedor pintu rumah Sonny? Adam mengatakan tidak ke rumah Sonny waktu itu (tau be-ner, tau kagak!). Kalau memang itu tamu, kenapa Sonny tidak keluar mengantarkan tamunya? Dan kenapa Sonny tidak menyahut waktu pintunya digedor? Masa yang namanya tamu masuk-keluar rumah kosong?
Aku perlu tahu siapa si penjarah. Kenapa? Si penjarah bisa menjelaskan situasi di rumah Sonny saat dia, entah sendiri atau bersama-sama penjarah lain,
308
memasuki rumah itu. Mereka yang bunuh atau jangan-jangan Sonny sebenarnya sudah mati! Penting untuk menjawab pertanyaan di atas.
Besok aku ke Kampung Belakang....
Catatan Harun berakhir. Anwar termenung. Ia akan membaca dan mempelajarinya lagi pada saat pikirannya sedang jernih.
Malam itu Tom mengirimkan dua e-mail. Satu untuk Susan. Dan satunya lagi untuk Ron. Kepada Susan ia menceritakan situasi Jakarta dan tentu saja juga pelaksanaan pesan-pesan Susan. Sedang kepada Ron ia menceritakan pertemuannya dengan Vivian dan Debbie. Sampai larut malam baru ia tertidur.
309
X
Jakarta, bulan Juli.
Tom bangun kesiangan. Di sini tak ada weker yang membangunkannya seperti biasanya di New York. Faktor kebiasaan bangun pagi juga tidak berperan. Tubuhnya memang membutuhkan tidur yang cukup mengingat semalam ia tidur larut. Nyatanya ia bangun dengan perasaan segar.
Ketik
http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketika Barongsai Menari - V. Lestari