Cerita Silat | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | by Rajakelana | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | Kong Ciak Bi-Siucai | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak pdf
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
jar pelayan dengan
senyum ramah
“terimakasih siauw-sicu!” sahut Han-fei-lun tersenyum,
dua pelayan itupun undur dan berdiri disisi kasir. Han-
fei-lun dengan perlahan menyuapi Han-ok-liang yang
kalem dan tidak banyak tingkah, ketika ia
mengunyah makanan matanya ikut berkedip-kedip,
hal itu tidak luput dari perhatian para pengunjung, dan
mereka sangat heran karena mengingat setengah
tahun yang lalu pak-hek-iong sangat sadis dan kejam
menebar mau di kota ini.
Setelah Han-ok-liang kenyang, Han-fei-lun baru
menyantap makanannya, dengan tenang ia
mengunyah makanannya tanpa memperdulikan para
tamu yang nyaris memperhatikan mereka, tidak lama
kemudian Han-fei-lun selesai, lalu ia melambai pada
dua pelayan yang siap menanti panggilannya
“iya bengcu! apa yang dapat kami bantu!?” tanya
pelayan dengan ramah
“siauw-sicu! kami hendak menginap barang
semalam , kamar masih adakan?”
“masih…kamar ada bengcu!” sahut pelayan sigap
“baguslah kalau begitu.” ujar Han-fei-lun sembari
berdiri
“apakah sekarang bengcu!?” tanya pelayan itu,
“benar siauw-sicu antarkanlah kami!”
“baik! Marilah bengcu!” sahut pelayan itu dan
membawa Han-fei-lun kelantai atas, sementara
rekannya membersihkan meja bekas makan keluarga
Han.
Apa yang terjadi dilikoan itu menjadi berita hangat
keesokan harinya, hati mereka lega bahwa bengcu
telah turun tangan dan menundukkan pak-hek-liong,
“kira-kira kenapa yah bengcu demikian perhatian
bahkan katanya bengcu menyuapinya makan.” ujar
lelaki memulai pembicaraan dikedai kopi itu
“benar! Aku juga heran Can-twako! kenapa tidak
sekalian di bunuh saja.” sahut rekannya
“ah..kalian kan tahu bagaimana sikap bengcu, bengcu
itu orang arif budiman.” sela orang ketiga
“sikap bengcu memang kita faham, hanya yang buat
penasaran adalah melelahkan diri mengurus orang
jahat seperti pak-hek-liong!” sahut she-Can
“hehehe…itu artinya kamu tidak paham akan sikap
bengcu! tentu ada sebab bengcu tidak tega
menelantarkannya, dan saya dengar pak-hek-liong
seperti orang bodoh atau mungkin hilang ingatan.”
sahut orang ketiga.
“sudah ah….aku pulang dulu mau buka toko
kelontong! entar berabe jika terlambat, bakal diomelin
orang rumah!” ujar she-Can bergegas pergi, dua
temannya senyam senyum melihat kepergian she-
Can.
Kota Shinyang hari itu sangat sibuk sebagaimana
biasanya, demikian pula di ditempat hek-liong-
piauwkiok (ekpedisi naga hitam) para piauwsu sibuk
membongkar muat barang, berselang beberapa jam
kemudian dua rombongan piauwsu diberangkatkan,
seorang perempuan cantik berumur dua puluh tigaan
keluar dari kantor piauwkiok dan memberikan surat-
surat pada dua ketua rombongan dan beberap
wejangan.
Setelah rombongan itu berangkat, para piauwsu yang
lain kembali merapikan gudang, sementara wanita
cantik yang tiada lain adalah Han-liu-ing putri dari
Han-ok-liang masuk kembali kedalam kantor diikuti
dua pembantu utamanya
“bagaimana dengan barang Kao-tihu, apakah kita
kesana yang menjemput atau mereka antar kesini!
paman Wan!?”
“kita menjemput barang ketempat Kao-tihu, pangcu!”
jawab Wan-bu
“baik kalau begitu, segeralah suruh A-cuen dan yang
lain kesana!” perintah Han-liu-ing
“baik pangcu!” jawab Wan-bu dan segera keluar dari
kantor, A-cuen dan empat rekannya membawa
kereta kuda menuju rumah Kao-tihu.
Saat menjelang siang A-cuen sudah kembali ke
kantor piauwkiok, lalu beberapa piauwkiok segera
mengangkat beberapa karung beras kedalam kereta,
Wan-bu dan Kao-ban memandori para piauwsu
sekaligus mengkroscek barang bawaan dan
menyesuaikan dengan surat jalannya, Han-liu-ing
keluar dari dalamm kantor, ia baru saja selesai
membuat kuitansi barang untuk diserahkan pada
penerima barang ditempat tujuan, namun saat
matanya melihat kearah jalan ia berteriak gembira
“pek-pek…!” serunya sambil berlari mendapatkan Han-
fei-lun, Han-fei-lun tersenyum
“bagaimana kabarmu Ing-ji!?” sapanya dengan
senyum menge
http://cerita-silat.mywapblog.com
mbang
“aku baik-baik saja Lun-pek! eh bukankah ini ayah!?”
serunya setelah matanya memperhatikan orang
disamping pek-peknya.
“benar! ia adalah ayahmu Ing-ji.” Han-liu-ing heran
melihat tatapan ayahnya yang kosong
“mari kita kedalam pek-pek!” ujar Han-liu-ing, para
piauwsu juga berhenti bekerja memperhatikan tamu
yang datang, hati mereka juga penasaran melihat
majikan tua mereka seperti mayat berjala n.
“apa yang terjadi dengan ayahku pek-pek!?”
“Ing-ji! sebelumnya pek-pek minta maaf padamu dan
ibumu! karena kedua tangan ayahmu sudah lumpuh
dan untuk sementara hilang ingatan, dan yang
melakukan ini adalah pek-pek sendiri” Han-liu-ing
termanggu.
“hmh….mungkin memang harus begini baru ayah
dapat dikendalikan.”
“pek-pek juga berpikir demikian, bukankah sebaiknya
kita membicarakan hal ini dirumah kalian!?”
“baiklah! tapi pek-pek tunggulah sebentar, saya
selesaikan dulu urusan disini!” Han-fei-lun
mengangguk, Han-liu-ing segera keluar dan berbicara
dengan kedua pembantunya, setelah itu ia masuk
kembali dan mengajak pek-peknya keluar, lalu
mereka naik kereta kuda menuju selatan kota
dimana ia tinggal bersama ibunya.
Sesampai dirumah, Han-hujin tidak menyangka
bahwa anaknya datang bersama suaminya, hatinya
sedih dan nelangsa melihat keadaan suaminya,
namun setelah mendengar cerita tentang sepak
terjang suaminya yang semakin menjadi-jadi, hatinya
juga rela bahwa beginilah mungkin yang terbaik bagi
suaminya.
“kapan pengobatannya dilakukan kakak ipar!?” tanya
Han-hujin
“secepatnya lebih baik Lan-moi, ing-ji! pergilah panggil
tabib kemari!”
“baik pek-pek!” sahut Han-liu-ing dan iapun segera
pergi, tidak lama Han-liu-ing datang bersama Yang-
sinse, setelah Yan-sinse memeriksa keadaan Han-ok-
liang ia berkata
“Han-loya mengalami sumbatan pada syarafnya, saya
tidak pernah menangani pasien seperti ini, jadi maaf
tuan! saya tidak mampu.” Han-liu-ing dan Han-hujin
menatap Han-fei-lun
“apakah sinse tidak ada jalan atau mengetahui siapa
yang dapat kami minta tolong!?”
“hmh….cobalah Han-loya menemui Tan-sinse didesa
cinbun, mungkin dia dapat menolong!”
“baiklah Yang-sinse dan terimakasih, Ing-ji!
antarkanlah sinse!”
“baik pek-pek dan sekalian aku pergi kedesa cinbun
menemui Tan-sinse.” sahut Han-liu-ing, lalu mengajak
Yang-sinse keluar..
Menjelang malam Han-liu-ing tiba bersama Tan-sinse,
Tan-sinse segera dibawa kekamar dan memeriksa
Han-ok-liang, Tan-sinse termanggu meneliti bagian
kepala Han-ok-liang
“Han-loya dapat pulih kembali, hanya saja ramuan
obatnya tidak ada pada saya, kita harus ke changcun
dulu untuk mendapatkannya.” ujar Tan-sinse
“apakah ramuannya Tan-sinse!?” tanya Han-fei-lun
“untuk meracik obatnya, saya butuh akar bunga
bulan.”
“bagaimanakah bentuk bunga bulan ini?”
“bunga bulan ini batangnya sebesar lengan dan paling
tinggi hanya satu meter, daunnya seperti daun sirih
hanya saja ada bercak bulat putih di bagian belakang
daunnya.”
“apakah penduduk kota changcun kenal dengan
bunga bulan ini?” tanya Han-fei-lun
“orang kebanyakan mungkin tidak, tapi kalau penjual
obat pasti tahu.” jawab Tan-sinse
“baiklah sinse, saya akan kesana untuk mengambil
bunga itu.” ujar Han-fei-lun
“baiklah kalau begitu Han-loya, dan setelah bunga itu
didapatkan, sebaiknya diantar ketempatku, dan aku
akan meraciknya dirumah.”
“baik sinse dan terimakasih.” sahut Han-fei-lun, lalu
Tan-sinse dajak makan bersama, setelah itu Tan-sinse
dibawa kekamar tamu untuk istirahat.
“sebaiknya saya saja yang pergi kekota changcun,
pek-pek!” Han-fei-lun meraih cangkir teh diatas meja
dan menyeruputnya perlahan, lalu kemudian
meletakkannya kembali
“biar pek-pek saja, kamu tetaplah disini dan
mengurus pekerjaanmu!” Han-liu-ing tidak
membantah lagi, karena suara pek-peknya demikian
kuat dan hatinya harus tunduk.
“bagaimanakah kabar adik ipar sian-hui!?” sela Han-
hujin mengalihkan pembicaraan
http://cerita-silat.mywapblog.com
Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I
jar pelayan dengan
senyum ramah
“terimakasih siauw-sicu!” sahut Han-fei-lun tersenyum,
dua pelayan itupun undur dan berdiri disisi kasir. Han-
fei-lun dengan perlahan menyuapi Han-ok-liang yang
kalem dan tidak banyak tingkah, ketika ia
mengunyah makanan matanya ikut berkedip-kedip,
hal itu tidak luput dari perhatian para pengunjung, dan
mereka sangat heran karena mengingat setengah
tahun yang lalu pak-hek-iong sangat sadis dan kejam
menebar mau di kota ini.
Setelah Han-ok-liang kenyang, Han-fei-lun baru
menyantap makanannya, dengan tenang ia
mengunyah makanannya tanpa memperdulikan para
tamu yang nyaris memperhatikan mereka, tidak lama
kemudian Han-fei-lun selesai, lalu ia melambai pada
dua pelayan yang siap menanti panggilannya
“iya bengcu! apa yang dapat kami bantu!?” tanya
pelayan dengan ramah
“siauw-sicu! kami hendak menginap barang
semalam , kamar masih adakan?”
“masih…kamar ada bengcu!” sahut pelayan sigap
“baguslah kalau begitu.” ujar Han-fei-lun sembari
berdiri
“apakah sekarang bengcu!?” tanya pelayan itu,
“benar siauw-sicu antarkanlah kami!”
“baik! Marilah bengcu!” sahut pelayan itu dan
membawa Han-fei-lun kelantai atas, sementara
rekannya membersihkan meja bekas makan keluarga
Han.
Apa yang terjadi dilikoan itu menjadi berita hangat
keesokan harinya, hati mereka lega bahwa bengcu
telah turun tangan dan menundukkan pak-hek-liong,
“kira-kira kenapa yah bengcu demikian perhatian
bahkan katanya bengcu menyuapinya makan.” ujar
lelaki memulai pembicaraan dikedai kopi itu
“benar! Aku juga heran Can-twako! kenapa tidak
sekalian di bunuh saja.” sahut rekannya
“ah..kalian kan tahu bagaimana sikap bengcu, bengcu
itu orang arif budiman.” sela orang ketiga
“sikap bengcu memang kita faham, hanya yang buat
penasaran adalah melelahkan diri mengurus orang
jahat seperti pak-hek-liong!” sahut she-Can
“hehehe…itu artinya kamu tidak paham akan sikap
bengcu! tentu ada sebab bengcu tidak tega
menelantarkannya, dan saya dengar pak-hek-liong
seperti orang bodoh atau mungkin hilang ingatan.”
sahut orang ketiga.
“sudah ah….aku pulang dulu mau buka toko
kelontong! entar berabe jika terlambat, bakal diomelin
orang rumah!” ujar she-Can bergegas pergi, dua
temannya senyam senyum melihat kepergian she-
Can.
Kota Shinyang hari itu sangat sibuk sebagaimana
biasanya, demikian pula di ditempat hek-liong-
piauwkiok (ekpedisi naga hitam) para piauwsu sibuk
membongkar muat barang, berselang beberapa jam
kemudian dua rombongan piauwsu diberangkatkan,
seorang perempuan cantik berumur dua puluh tigaan
keluar dari kantor piauwkiok dan memberikan surat-
surat pada dua ketua rombongan dan beberap
wejangan.
Setelah rombongan itu berangkat, para piauwsu yang
lain kembali merapikan gudang, sementara wanita
cantik yang tiada lain adalah Han-liu-ing putri dari
Han-ok-liang masuk kembali kedalam kantor diikuti
dua pembantu utamanya
“bagaimana dengan barang Kao-tihu, apakah kita
kesana yang menjemput atau mereka antar kesini!
paman Wan!?”
“kita menjemput barang ketempat Kao-tihu, pangcu!”
jawab Wan-bu
“baik kalau begitu, segeralah suruh A-cuen dan yang
lain kesana!” perintah Han-liu-ing
“baik pangcu!” jawab Wan-bu dan segera keluar dari
kantor, A-cuen dan empat rekannya membawa
kereta kuda menuju rumah Kao-tihu.
Saat menjelang siang A-cuen sudah kembali ke
kantor piauwkiok, lalu beberapa piauwkiok segera
mengangkat beberapa karung beras kedalam kereta,
Wan-bu dan Kao-ban memandori para piauwsu
sekaligus mengkroscek barang bawaan dan
menyesuaikan dengan surat jalannya, Han-liu-ing
keluar dari dalamm kantor, ia baru saja selesai
membuat kuitansi barang untuk diserahkan pada
penerima barang ditempat tujuan, namun saat
matanya melihat kearah jalan ia berteriak gembira
“pek-pek…!” serunya sambil berlari mendapatkan Han-
fei-lun, Han-fei-lun tersenyum
“bagaimana kabarmu Ing-ji!?” sapanya dengan
senyum menge
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)
mbang
“aku baik-baik saja Lun-pek! eh bukankah ini ayah!?”
serunya setelah matanya memperhatikan orang
disamping pek-peknya.
“benar! ia adalah ayahmu Ing-ji.” Han-liu-ing heran
melihat tatapan ayahnya yang kosong
“mari kita kedalam pek-pek!” ujar Han-liu-ing, para
piauwsu juga berhenti bekerja memperhatikan tamu
yang datang, hati mereka juga penasaran melihat
majikan tua mereka seperti mayat berjala n.
“apa yang terjadi dengan ayahku pek-pek!?”
“Ing-ji! sebelumnya pek-pek minta maaf padamu dan
ibumu! karena kedua tangan ayahmu sudah lumpuh
dan untuk sementara hilang ingatan, dan yang
melakukan ini adalah pek-pek sendiri” Han-liu-ing
termanggu.
“hmh….mungkin memang harus begini baru ayah
dapat dikendalikan.”
“pek-pek juga berpikir demikian, bukankah sebaiknya
kita membicarakan hal ini dirumah kalian!?”
“baiklah! tapi pek-pek tunggulah sebentar, saya
selesaikan dulu urusan disini!” Han-fei-lun
mengangguk, Han-liu-ing segera keluar dan berbicara
dengan kedua pembantunya, setelah itu ia masuk
kembali dan mengajak pek-peknya keluar, lalu
mereka naik kereta kuda menuju selatan kota
dimana ia tinggal bersama ibunya.
Sesampai dirumah, Han-hujin tidak menyangka
bahwa anaknya datang bersama suaminya, hatinya
sedih dan nelangsa melihat keadaan suaminya,
namun setelah mendengar cerita tentang sepak
terjang suaminya yang semakin menjadi-jadi, hatinya
juga rela bahwa beginilah mungkin yang terbaik bagi
suaminya.
“kapan pengobatannya dilakukan kakak ipar!?” tanya
Han-hujin
“secepatnya lebih baik Lan-moi, ing-ji! pergilah panggil
tabib kemari!”
“baik pek-pek!” sahut Han-liu-ing dan iapun segera
pergi, tidak lama Han-liu-ing datang bersama Yang-
sinse, setelah Yan-sinse memeriksa keadaan Han-ok-
liang ia berkata
“Han-loya mengalami sumbatan pada syarafnya, saya
tidak pernah menangani pasien seperti ini, jadi maaf
tuan! saya tidak mampu.” Han-liu-ing dan Han-hujin
menatap Han-fei-lun
“apakah sinse tidak ada jalan atau mengetahui siapa
yang dapat kami minta tolong!?”
“hmh….cobalah Han-loya menemui Tan-sinse didesa
cinbun, mungkin dia dapat menolong!”
“baiklah Yang-sinse dan terimakasih, Ing-ji!
antarkanlah sinse!”
“baik pek-pek dan sekalian aku pergi kedesa cinbun
menemui Tan-sinse.” sahut Han-liu-ing, lalu mengajak
Yang-sinse keluar..
Menjelang malam Han-liu-ing tiba bersama Tan-sinse,
Tan-sinse segera dibawa kekamar dan memeriksa
Han-ok-liang, Tan-sinse termanggu meneliti bagian
kepala Han-ok-liang
“Han-loya dapat pulih kembali, hanya saja ramuan
obatnya tidak ada pada saya, kita harus ke changcun
dulu untuk mendapatkannya.” ujar Tan-sinse
“apakah ramuannya Tan-sinse!?” tanya Han-fei-lun
“untuk meracik obatnya, saya butuh akar bunga
bulan.”
“bagaimanakah bentuk bunga bulan ini?”
“bunga bulan ini batangnya sebesar lengan dan paling
tinggi hanya satu meter, daunnya seperti daun sirih
hanya saja ada bercak bulat putih di bagian belakang
daunnya.”
“apakah penduduk kota changcun kenal dengan
bunga bulan ini?” tanya Han-fei-lun
“orang kebanyakan mungkin tidak, tapi kalau penjual
obat pasti tahu.” jawab Tan-sinse
“baiklah sinse, saya akan kesana untuk mengambil
bunga itu.” ujar Han-fei-lun
“baiklah kalau begitu Han-loya, dan setelah bunga itu
didapatkan, sebaiknya diantar ketempatku, dan aku
akan meraciknya dirumah.”
“baik sinse dan terimakasih.” sahut Han-fei-lun, lalu
Tan-sinse dajak makan bersama, setelah itu Tan-sinse
dibawa kekamar tamu untuk istirahat.
“sebaiknya saya saja yang pergi kekota changcun,
pek-pek!” Han-fei-lun meraih cangkir teh diatas meja
dan menyeruputnya perlahan, lalu kemudian
meletakkannya kembali
“biar pek-pek saja, kamu tetaplah disini dan
mengurus pekerjaanmu!” Han-liu-ing tidak
membantah lagi, karena suara pek-peknya demikian
kuat dan hatinya harus tunduk.
“bagaimanakah kabar adik ipar sian-hui!?” sela Han-
hujin mengalihkan pembicaraan
http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)