Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - 72

$
0
0
Cerita Silat | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | by Rajakelana | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak | Kong Ciak Bi-Siucai | Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak pdf

Seindah Mata Kristalnya - Mayoko Aiko Pelangi di Sengigi - Mayoko Aiko Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Silat - Hong San Khek The Heroes of Olympus 3: The Mark of Athena (Tanda Athena) The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune (Putra Neptunus) bag I

jar pelayan dengan
  senyum ramah
  “terimakasih siauw-sicu!” sahut Han-fei-lun tersenyum,
  dua pelayan itupun undur dan berdiri disisi kasir. Han-
  fei-lun dengan perlahan menyuapi Han-ok-liang yang
  kalem dan tidak banyak tingkah, ketika ia
  mengunyah makanan matanya ikut berkedip-kedip,
  hal itu tidak luput dari perhatian para pengunjung, dan
  mereka sangat heran karena mengingat setengah
  tahun yang lalu pak-hek-iong sangat sadis dan kejam
  menebar mau di kota ini.
  Setelah Han-ok-liang kenyang, Han-fei-lun baru
  menyantap makanannya, dengan tenang ia
  mengunyah makanannya tanpa memperdulikan para
  tamu yang nyaris memperhatikan mereka, tidak lama
  kemudian Han-fei-lun selesai, lalu ia melambai pada
  dua pelayan yang siap menanti panggilannya
  “iya bengcu! apa yang dapat kami bantu!?” tanya
  pelayan dengan ramah
  “siauw-sicu! kami hendak menginap barang
  semalam , kamar masih adakan?”
  “masih…kamar ada bengcu!” sahut pelayan sigap
  “baguslah kalau begitu.” ujar Han-fei-lun sembari
  berdiri
  “apakah sekarang bengcu!?” tanya pelayan itu,
  “benar siauw-sicu antarkanlah kami!”
  “baik! Marilah bengcu!” sahut pelayan itu dan
  membawa Han-fei-lun kelantai atas, sementara
  rekannya membersihkan meja bekas makan keluarga
  Han.
  Apa yang terjadi dilikoan itu menjadi berita hangat
  keesokan harinya, hati mereka lega bahwa bengcu
  telah turun tangan dan menundukkan pak-hek-liong,
  “kira-kira kenapa yah bengcu demikian perhatian
  bahkan katanya bengcu menyuapinya makan.” ujar
  lelaki memulai pembicaraan dikedai kopi itu
  “benar! Aku juga heran Can-twako! kenapa tidak
  sekalian di bunuh saja.” sahut rekannya
  “ah..kalian kan tahu bagaimana sikap bengcu, bengcu
  itu orang arif budiman.” sela orang ketiga
  “sikap bengcu memang kita faham, hanya yang buat
  penasaran adalah melelahkan diri mengurus orang
  jahat seperti pak-hek-liong!” sahut she-Can
  “hehehe…itu artinya kamu tidak paham akan sikap
  bengcu! tentu ada sebab bengcu tidak tega
  menelantarkannya, dan saya dengar pak-hek-liong
  seperti orang bodoh atau mungkin hilang ingatan.”
  sahut orang ketiga.
  “sudah ah….aku pulang dulu mau buka toko
  kelontong! entar berabe jika terlambat, bakal diomelin
  orang rumah!” ujar she-Can bergegas pergi, dua
  temannya senyam senyum melihat kepergian she-
  Can.
  Kota Shinyang hari itu sangat sibuk sebagaimana
  biasanya, demikian pula di ditempat hek-liong-
  piauwkiok (ekpedisi naga hitam) para piauwsu sibuk
  membongkar muat barang, berselang beberapa jam
  kemudian dua rombongan piauwsu diberangkatkan,
  seorang perempuan cantik berumur dua puluh tigaan
  keluar dari kantor piauwkiok dan memberikan surat-
  surat pada dua ketua rombongan dan beberap
  wejangan.
  Setelah rombongan itu berangkat, para piauwsu yang
  lain kembali merapikan gudang, sementara wanita
  cantik yang tiada lain adalah Han-liu-ing putri dari
  Han-ok-liang masuk kembali kedalam kantor diikuti
  dua pembantu utamanya
  “bagaimana dengan barang Kao-tihu, apakah kita
  kesana yang menjemput atau mereka antar kesini!
  paman Wan!?”
  “kita menjemput barang ketempat Kao-tihu, pangcu!”
  jawab Wan-bu
  “baik kalau begitu, segeralah suruh A-cuen dan yang
  lain kesana!” perintah Han-liu-ing
  “baik pangcu!” jawab Wan-bu dan segera keluar dari
  kantor, A-cuen dan empat rekannya membawa
  kereta kuda menuju rumah Kao-tihu.
  Saat menjelang siang A-cuen sudah kembali ke
  kantor piauwkiok, lalu beberapa piauwkiok segera
  mengangkat beberapa karung beras kedalam kereta,
  Wan-bu dan Kao-ban memandori para piauwsu
  sekaligus mengkroscek barang bawaan dan
  menyesuaikan dengan surat jalannya, Han-liu-ing
  keluar dari dalamm kantor, ia baru saja selesai
  membuat kuitansi barang untuk diserahkan pada
  penerima barang ditempat tujuan, namun saat
  matanya melihat kearah jalan ia berteriak gembira
  “pek-pek…!” serunya sambil berlari mendapatkan Han-
  fei-lun, Han-fei-lun tersenyum
  “bagaimana kabarmu Ing-ji!?” sapanya dengan
  senyum menge
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)

  mbang
  “aku baik-baik saja Lun-pek! eh bukankah ini ayah!?”
  serunya setelah matanya memperhatikan orang
  disamping pek-peknya.
  “benar! ia adalah ayahmu Ing-ji.” Han-liu-ing heran
  melihat tatapan ayahnya yang kosong
  “mari kita kedalam pek-pek!” ujar Han-liu-ing, para
  piauwsu juga berhenti bekerja memperhatikan tamu
  yang datang, hati mereka juga penasaran melihat
  majikan tua mereka seperti mayat berjala n.
  “apa yang terjadi dengan ayahku pek-pek!?”
  “Ing-ji! sebelumnya pek-pek minta maaf padamu dan
  ibumu! karena kedua tangan ayahmu sudah lumpuh
  dan untuk sementara hilang ingatan, dan yang
  melakukan ini adalah pek-pek sendiri” Han-liu-ing
  termanggu.
  “hmh….mungkin memang harus begini baru ayah
  dapat dikendalikan.”
  “pek-pek juga berpikir demikian, bukankah sebaiknya
  kita membicarakan hal ini dirumah kalian!?”
  “baiklah! tapi pek-pek tunggulah sebentar, saya
  selesaikan dulu urusan disini!” Han-fei-lun
  mengangguk, Han-liu-ing segera keluar dan berbicara
  dengan kedua pembantunya, setelah itu ia masuk
  kembali dan mengajak pek-peknya keluar, lalu
  mereka naik kereta kuda menuju selatan kota
  dimana ia tinggal bersama ibunya.
  Sesampai dirumah, Han-hujin tidak menyangka
  bahwa anaknya datang bersama suaminya, hatinya
  sedih dan nelangsa melihat keadaan suaminya,
  namun setelah mendengar cerita tentang sepak
  terjang suaminya yang semakin menjadi-jadi, hatinya
  juga rela bahwa beginilah mungkin yang terbaik bagi
  suaminya.
  “kapan pengobatannya dilakukan kakak ipar!?” tanya
  Han-hujin
  “secepatnya lebih baik Lan-moi, ing-ji! pergilah panggil
  tabib kemari!”
  “baik pek-pek!” sahut Han-liu-ing dan iapun segera
  pergi, tidak lama Han-liu-ing datang bersama Yang-
  sinse, setelah Yan-sinse memeriksa keadaan Han-ok-
  liang ia berkata
  “Han-loya mengalami sumbatan pada syarafnya, saya
  tidak pernah menangani pasien seperti ini, jadi maaf
  tuan! saya tidak mampu.” Han-liu-ing dan Han-hujin
  menatap Han-fei-lun
  “apakah sinse tidak ada jalan atau mengetahui siapa
  yang dapat kami minta tolong!?”
  “hmh….cobalah Han-loya menemui Tan-sinse didesa
  cinbun, mungkin dia dapat menolong!”
  “baiklah Yang-sinse dan terimakasih, Ing-ji!
  antarkanlah sinse!”
  “baik pek-pek dan sekalian aku pergi kedesa cinbun
  menemui Tan-sinse.” sahut Han-liu-ing, lalu mengajak
  Yang-sinse keluar..
  Menjelang malam Han-liu-ing tiba bersama Tan-sinse,
  Tan-sinse segera dibawa kekamar dan memeriksa
  Han-ok-liang, Tan-sinse termanggu meneliti bagian
  kepala Han-ok-liang
  “Han-loya dapat pulih kembali, hanya saja ramuan
  obatnya tidak ada pada saya, kita harus ke changcun
  dulu untuk mendapatkannya.” ujar Tan-sinse
  “apakah ramuannya Tan-sinse!?” tanya Han-fei-lun
  “untuk meracik obatnya, saya butuh akar bunga
  bulan.”
  “bagaimanakah bentuk bunga bulan ini?”
  “bunga bulan ini batangnya sebesar lengan dan paling
  tinggi hanya satu meter, daunnya seperti daun sirih
  hanya saja ada bercak bulat putih di bagian belakang
  daunnya.”
  “apakah penduduk kota changcun kenal dengan
  bunga bulan ini?” tanya Han-fei-lun
  “orang kebanyakan mungkin tidak, tapi kalau penjual
  obat pasti tahu.” jawab Tan-sinse
  “baiklah sinse, saya akan kesana untuk mengambil
  bunga itu.” ujar Han-fei-lun
  “baiklah kalau begitu Han-loya, dan setelah bunga itu
  didapatkan, sebaiknya diantar ketempatku, dan aku
  akan meraciknya dirumah.”
  “baik sinse dan terimakasih.” sahut Han-fei-lun, lalu
  Tan-sinse dajak makan bersama, setelah itu Tan-sinse
  dibawa kekamar tamu untuk istirahat.
  “sebaiknya saya saja yang pergi kekota changcun,
  pek-pek!” Han-fei-lun meraih cangkir teh diatas meja
  dan menyeruputnya perlahan, lalu kemudian
  meletakkannya kembali
  “biar pek-pek saja, kamu tetaplah disini dan
  mengurus pekerjaanmu!” Han-liu-ing tidak
  membantah lagi, karena suara pek-peknya demikian
  kuat dan hatinya harus tunduk.
  “bagaimanakah kabar adik ipar sian-hui!?” sela Han-
  hujin mengalihkan pembicaraan
  http://cerita-silat.mywapblog.com
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak - Rajakelana (Kong Ciak Bi-Siucai)

 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>