Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Gerhana Darah Biru - 11

$
0
0
Cerita Silat | Gerhana Darah Biru | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Gerhana Darah Biru | Cersil Sakti | Gerhana Darah Biru pdf

Cersil jepang - Shogun 1 Pendekar Rajawali Sakti - 111. Teror Si Raja Api Pendekar Rajawali Sakti - 108. Harga Sebuah Kepala Pendekar Rajawali Sakti - 112. Dendam Datuk Geni Pendekar Rajawali Sakti - 113. Pembalasan Iblis Sesat

6
   
  Sementara itu, Rangga memang sudah jauh berada dalam hutan, walaupun tidak seberapa jauh dari Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Lesatannya baru berhenti setelah merasa yakin tidak ada seorang pun yang membuntutinya. Hati-hati sekali Pendekar Rajawali Sakti meletakkan wanita berbaju hijau yang mengenakan cadar kain hijau pada wajahnya ini. Totokan yang diberikan Pendekar Rajawali Sakti memang sangat kuat, sehingga wanita itu seperti mati saja layaknya. Bahkan sedikit pun tidak bisa bergerak.
  Tuk! Tuk!
  Rangga melonggarkan totokannya, hingga bagian kepala wanita itu bisa bergerak. Wanita bercadar hijau itu langsung mendelik, begitu melihat dirinya terbaring tanpa daya. Terlebih lagi, begitu mengetahui di dekatnya duduk pemuda berbaju rompi putih yang tadi menjadi lawannya.
  "Keparat! Kubunuh kau...!" geram wanita bercadar itu memaki sengit.
  Rangga sama sekali tidak mempedulikan makian itu. Bibirnya malah tersenyum, dan tangannya menjulur ke wajah yang tertutup kain cadar berwarna hijau ini.
  "Setan! Jangan kurang ajar kau...!"
  "Maaf. Aku hanya ingin tahu, seperti apa wa-jahmu di balik cadar ini," kata Rangga kalem.
  Tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun juga, Pendekar Rajawali Sakti melepaskan cadar hijau yang menutupi wajah wanita itu. Dan seketika....
  "Pandan Wangi...."
  Rangga hampir saja tidak percaya dengan apa yang dilihatnya ini, walaupun sejak semula sudah menduga. Wanita bercadar hijau ini memang Pandan Wangi! Tapi yang membuat hati Pendekar Rajawali Sakti jadi terheran-heran, ternyata Pandan Wangi sepertinya tidak mengenalinya. Bahkan malah memaki dan mengancam dengan kata-kata kasar. Sementara, Rangga jadi terduduk lemas dengan hembusan napas panjang.
  Sudah berhari-hari Pendekar Rajawali Sakti mencari gadis ini, tapi setelah bertemu, malah tidak dikenali sama sekali. Bahkan Pandan Wangi menganggapnya musuh yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini. Sikap itu membuat Rangga jadi mengeluh. Lemas seluruh tubuhnya. Namun sebagai pendekar yang berpengalaman, Rangga cepat menyadari, pasti ada sesuatu yang membuat Pandan Wangi bersikap begitu. Maka, dipandanginya wajah wanita cantik itu beberapa saat. Dan mendadak saja....
  "Eh...?!"
  Rangga jadi tersentak, begitu tiba-tiba melihat sesuatu benda sebesar kerikil yang berkilat, terta-nam di bagian leher Pandan Wangi. Tepat dugaan Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat dihampirinya Pandan Wangi, dengan tangan langsung menjulur. Tapi, Pandan Wangi malah mencoba memberontak sambil berteriak-teriak memaki.
  Namun Rangga sama sekali tidak mempeduli-kan. Sedangkan kepala gadis itu terus bergerak-gerak, mencoba menghindari tangan pemuda ini. Terpaksa Rangga harus memberi totokan lagi, hingga kepala gadis itu terkulai tidak dapat digerakkan lagi. Bahkan makiannya juga langsung menghilang. Ce pat-cepat diangkatnya kepala gadis itu. Diperhatikanny a beberapa saat benda kecil sebesar kerikil yang tertan am di leher gadis ini.
  "Hm.... Mudah-mudahan saja dengan penya-luran hawa murni benda ini bisa keluar. Aku yakin, benda ini yang membuat Pandan Wangi jadi lupa akan dirinya sendiri," gumam Rangga perlahan, bicara pada diri sendiri.
  Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti segera menyalurkan hawa m urni ke leher Pandan Wangi melalui telapak tangannya. Hawa yang disalurkan itu semula terasa dingin, tapi la ma kelamaan berubah menjadi panas. Dan tak lama k emudian keluar asap tipis dari sela-sela jari tangan yan g menempel di leher gadis ini.
  Tampak Pandan Wangi terbeliak dengan mulut ternganga. Keringat mengucur deras membasahi sekujur tubuhnya. Tapi tidak berapa lama kemudian, tubuhnya terkulai lemas, tidak sadarkan diri. Dan Rangga segera melepaskan telapak tangannya dari leher si Kipas Maut ini. Perlahan tangannya diangkat. Kini pada telapak tangannya, terdapat sebuah batu putih berkilat seperti mutiara. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti mengamati, lalu membuangnya sambil menghembuskan napas berat.
  "Phuuuh...!"
  Sebentar Rangga memandangi wajah Pandan Wangi yang seperti sedang tertidur pulas. Kemu-dian, dibukanya totokan pada aliran jalan darah gadis ini. Namun Pandan Wangi tetap tergeletak seperti mati. Hanya gerakan halus di dadanya yang menandakan gadis itu masih hidup. Rangga menggeser duduknya ke bawah pohon. Punggungnya disandarkan ke batang pohon yang cukup besar dan rindang, melindungi dirinya dari sengatan cahaya matahari.
  Cukup lama juga Rangga menunggu, sambil mengisi waktu dengan bersemadi. Paling tidak untuk memulihkan tenaganya yang sudah cukup banyak terkuras hari ini. Pendekar Rajawali Sakti baru membuka matanya begitu telinganya mendengar rintihan lirih. Langsung ditatapnya Pandan Wangi yang mulai sadar dari pingsannya. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala sambil merintih kecil yang begitu lirih.
  "Oh...?!"
  Namun tiba-tiba saja gadis yang dikenal ber-juluk si Kipas Maut itu tersentak seperti baru ter-bangun dari tidur yang panjang. Langsung tubuhnya menggerinjang dan duduk. Tatapan matanya langsung tertuju pada Rangga yang duduk bersila di bawah pohon. Kemudian dipandangi dirinya sendiri, lalu kembali menatap Rangga yang masih tetap duduk bersila memandanginya dengan bibir tersenyum.
  "Kakang...," terdengar agak mendesah suara Pandan Wangi.
  "Kau sudah sadar, Pandan...?" lembut sekali suara Rangga.
  "A..., apa yang terjadi pada diriku, Kakang?" tanya Pandan Wangi, agak tersedak suaranya. "Di mana ini...?"
  "Tidak jauh dari kota Jalaraja," sahut Rangga kalem.
  "Jalaraja...? Bukankah kita berada di...?" Pandan Wangi tidak meneruskan kata-katanya. "Ohhh...."
  Gadis itu memegangi kepalanya yang masih terasa pening. Sebentar keningnya sendiri dipijat-pijat, kemudian pandangannya beredar ke sekeliling.
  Lalu, tatapannya kembali tertumbuk pada wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti yang dudukbersila tidak jauh di depannya.
  "Kau ingat sesuatu, Pandan?" tanya Rangga.
  "Entahlah.... Aku..., aku seperti bermimpi, Kakang," sahut Pandan Wangi ragu-ragu.
  "Kau terkena ilmu yang bisa menghilangkan ingatan, Pandan. Aku sendiri tidak tahu, ilmu apa itu. Dan aku juga tidak tahu, apa saja yang telah kau lakukan dalam beberapa hari ini. Bahkan, kau sama sekali tidak mengenaliku tadi," jelas Rangga, lembut.
  Pandan Wangi hanya diam saja. Kembali dia-matinya keadaan dirinya. Gadis itu baru sadar kalau sekarang tidak mengenakan pakaiannya sendiri, yang biasa dipakai dalam pengembaraan bersama Pendekar Rajawali Sakti. Dan pedangnya pun sudah lenyap. Sementara, warangka yang bukan miliknya tampak masih menempel di pinggangnya. Tapi senjata kipasnya masih ada, menggeletak di sampingnya. Pandan Wangi melepaskan sarung pedang di pinggang. Kemudian, kipas mautnya diselipkan ke balik ikat pinggang. Sedangkan Rangga hanya mengamati saja dengan mata tak berkedip.
  "Kakang, apakah Iblis Racun Hitam yang membuatku jadi lupa ingatan...?" tanya Pandan Wangi, setelah cukup lama terdiam.
  "Mungkin," sahut Rangga agak mendesah.
  "Kau ingat sesuatu, Pandan?"
  "Aku.... Aku hanya ingat, ketika kalah bertarung melawan Iblis Racun Hitam. Aku tidak tahu apa-apa lagi, setelah dia memukulku sampai pingsan. Sepertinya aku sudah mati, Kakang," sahut Pandan Wangi dengan suara pelan dan agak tersendat.
  "Kau sama sekali tidak ingat sesuatu, Pandan?" desak Rangga lagi.
  Pandan Wangi hanya menggeleng saja. Sedangkan Rangga menghembuskan napas panjang yang terasa begitu berat. Memang tidak mungkin terus mendesak, sedangkan Pandan Wangi sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya. Walaupun masih penasaran, tapi Rangga sudah senang karena bisa bersama lagi dengan gadis ini.
  Perlahan Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Sementara, Pandan Wangi masih tetap duduk memandangi pemuda ini. Dan untuk beberapa saat lamanya mereka hanya membisu saja, sibuk dengan pikiran masing-masing. Saat mereka terdiam itu, tiba-tiba saja....
  'Tolooong...!"
  "Heh...?!"
  "Apa itu...?"
  Pandan Wangi langsung menggerinjang bangkit berdiri. Sesaat kedua pendekar muda dari Karang Setra itu saling melempar pandangan. Dan teriakan itu kembali terdengar di telinga mereka. Maka tanpa banyak bicara lagi, mereka langsung saja berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh ke arah datangnya teriakan yang terdengar tadi. Begitu tinggi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga dalam waktu sebentar saja mereka sudah lenyap tidak terlihat lagi, tertelan lebatnya pepohonan di dalam hutan ini. Dan jeritan itu kembali terdengar semakin jelas.
   
  ***
   
  Pendekar Rajawali Sakti yang sudah menguasai ilmu meringankan tubuh lebih sempurna, memang terlalu sulit dikejar Pandan Wangi. Sedangkan Rangga sendiri sepertinya lupa, dan terus berlari kencang menerobos hutan yang semakin lebat ini. Dan mereka baru berhenti, begitu tiba di tempat yang agak lapang. Di sana terlihat seorang gadis terikat di pohon dengan baju koyak di sana-sini dan tidak beraturan letaknya. Sehingga, beberapa bagian tubuhnya terlihat jelas menyembul. Dan tidak jauh di depannya tampak seekor harimau yang sangat besar menggerung-gerung, siap hendak menerkam.
  "Oh, tolong...! Tolong aku, Kisanak...!" rintih gadis itu begitu melihat Rangga muncul.
  'Tenanglah. Jangan banyak bergerak," ujarRangga seraya melangkah perlahan-lahan mende-kati.
  Tapi belum juga Pendekar Rajawali Sakti dekat dengan gadis yang terikat di pohon itu, mendadak saja harimau yang sebesar anak kerbau itu mengaum keras sambil mengangkat kepala sedikit ke atas. Rangga agak terkejut juga mendengar raungan yang begitu keras menggetarkan ini. Langkahnya langsung dihentikan. Dan saat itu, Pandan Wangi muncul dengan napas agak tersengal. Dia juga terkejut sekali, melihat seekor harimau sudah siap hendak mengoyak tubuh seorang gadis yang terikat di pohon.
  "Pandan! Carilah jalan. Bebaskan gadis itu. Akan kucoba untuk menjauhkan harimau ini," kata Rangga tanpa berpaling sedikit pun juga.
  "Baik, Kakang. Hati-hati...,

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>