Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Memburu Pengkhianat - 11

$
0
0
Cerita Silat | Memburu Pengkhianat | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Memburu Pengkhianat | Cersil Sakti | Memburu Pengkhianat pdf

Bag III Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Pendekar Rajawali Sakti 105.- Istana Gerbang Neraka Pendekar Rajawali Sakti 106.- Dewa Racun Hitam Pendekar Rajawali Sakti 110.- Sekutu Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam

6
   
   
  Rangga jadi kaget setengah mati, begitu tiba-tiba terasa hempasan angin yang begitu halus namun sangat kuat. Akibatnya, siulan Pendekar Rajawali Sakti seketika menghilang begitu saja. Hempasan angin itu datang bersama terdengarnya siulan yang dialunkan untuk memanggil Rajawali Putih.
  "Edan...! Siapa lagi yang usil menggangguku?!" dengus Rangga jadi kesal.
  Sebentar Pendekar Rajawali Sakti terdiam sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada yang dapat dilihat, selain pepohonan yang menghitam terselimut gelapnya malam yang begitu pekat. Sedangkan dari langit, awan begitu tebal menutupi cahaya bulan.
  "Hm... Akan kucoba dengan aji 'Pembeda Ge-rak dan Suara'," gumam Rangga dalam hati.
  Pendekar Rajawali Sakti langsung mengerah-kan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Sebuah ilmu kesaktian yang membuat telinganya dapat mende-ngar suara sekecil apa pun. Dan Rangga juga dapat memilih suara yang diinginkannya, dengan memilah-milah suara yang sampai ke telinganya.
  Tampak kepala Pendekar Rajawali Sakti ber-gerak-gerak ke kiri dan ke kanan. Dia berusaha mencari, kalau-kalau ada orang lain di sekitarnya yang mengganggunya tadi. Tapi sama sekali tidak terdengar sesuatu yang mencurigakan. Hanya desir angin saja yang tertangkap pendengarannya. Rangga segera menarik ajiannya dan kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling mempergunakan aji 'Tatar Netra'.
  "Hm.. "
  Saat pandangannya tertuju ke arah kiri, Rangga sempat melihat sebuah bayangan yang tersembunyi di antara lebatnya pepohonan dan gundukan batu cadas yang banyak terdapat di bukit ini. Ini memang sangat menarik perhatiannya. Tanpa berpikir panjang lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Dan..
  "Hup!"
  Wusss!
  Begitu sempurna ilmu meringankan tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga hanya sekali lesat saja, sudah lenyap bagaikan asap tersapu angina. Hanya bayangannya saja yang terlihat berkelebat begitu cepat bagai kilat. Dan tanpa menimbulkan suara sedikit pun Rangga menjejakkan kakinya di tempat yang menjadi perhatiannya tadi. Tapi...
  "Ups...!"
  Cepat Pendekar Rajawali Sakti melenting dan berputar sekali ke belakang, begitu tiba-tiba saja merasakan desir angin yang begitu halus menyambut kedatangannya. Dan manis sekali kakinya kembali menjejak tanah yang berbatu.
  "Hm..."
  Rangga jadi bergumam, begitu di depannya sudah terlihat berdiri seorang laki-laki tua berbaju jubah merah menyala. Di tangannya, tampak sebatang tongkat kayu yang tidak beraturan bentuknya.
  Walaupun usianya sudah mencapai lebih dari delapan puluh tahun, tapi orang tua itu masih tetap berdiri tegak dan gagah. Raut wajahnya terlihat bengis dengan sorot mata tajam dan memerah bagai sepasang bola api. Belahan bibirnya hampir tidak terlihat, tertutup kumis putih panjang yang menyatu dengan jenggot putihnya yang panjang sampai menutupi leher. Beberapa saat mereka terdiam dan hanya saling berpandangan saja, dengan sorotan mata tajam. Seakan-akan mereka saling mengukur tingkat kepandaian masing-masing.
  "Maaf, Ki. Aku tidak kenal denganmu. Tapi kenapa kau menggangguku tadi...?" tanya Rangga.
  "Kau yang bernama Pendekar Rajawali Sakti?" orang tua itu malah balik bertanya dengan suara ketus dan dingin menggetarkan.
  "Benar," sahut Rangga singkat.
  "Kalau begitu, kau harus mampus! Kau sudah berani mengganggu muridku!" bentak orang tua itu, semakin dingin dan garang suaranya.
  "Eh...?! Tunggu! Aku tidak tahu siapa kau, Ki. Dan apa urusanmu padaku...?!" sentak Rangga tidak mengerti.
  "Aku Ki Sancaka. Urusanmu nanti setelah kau berada di neraka, Bocah!"
  "Heh...?!"
  Rangga tidak punya kesempatan lagi untuk mencegah, begitu tiba-tiba orang tua yang mengaku Ki Sancaka itu mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan seketika itu juga, dari ujung tongkat yang kelihatan rapuh melesat sebuah benda kecil berbentuk pisau yang begitu cepat bagai kilat.
  "Ups!"
  Cepat Rangga miring ke kanan, hingga pisau kecil itu lewat hanya sedikit saja di samping tu-buhnya. Tapi belum juga tubuhnya bisa ditarik tegak kembali, orang tua itu sudah cepat melompat. Langsung tongkatnya dikebutkan ke arah kepala.
  "Haiiit...!"
  Sedikit saja Rangga mengegoskan kepala, sehingga sabetan tongkat orang tua itu tidak sampai mengenainya. Dan pada saat itu juga, Rangga sedikit memutar tubuhnya dengan bertumpu pada kaki kiri. Bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti melayangkan satu tendangan berputar yang langsung diarahkan ke dada orang tua ini.
  "Hap!"
  Bet!
  "Heh...?!"
  Lagi lagi Rangga jadi terkesiap. Cepat kaki ka-nannya ditarik, begitu Ki Sancaka mengibaskan tongkatnya ke depan dada. Dua langkah Rangga melompat ke belakang, berusaha menjaga jarak. Langsung kedua tangannya dikepalkan, tersilang di depan dada. Sementara, Ki Sancaka berdiri tegak dengan tongkat tertekan kuat pada tanah di ujung jari kakinya.
  "Pantas muridku begitu segan berhadapan denganmu. Ternyata kepandaianmu lumayan juga. Tapi aku ingin tahu. sampai di mana kau bisa menahan jurus-jurusku, Pendekar Rajawali Sakti," terdengar begitu dingin nada suara Ki Sancaka.
  "Maaf, Ki. Bukannya tidak menghormati orang tua. Tapi, aku benar-benar tidak mengerti semua ini. Kau tiba-tiiba saja muncul dan langsung menyerangku tanpa alasan. Kau punya dendam padaku, Ki?" Rangga tetap membuat suaranya lembut dan tenang.
  "Phuih! Jangan bermanis mulut denganku, Bocah! Ayo, tahan seranganku ini!" ben tak Ki Sancaka Bdak menghiraukan kata kata Rangga.
  Dan belum lagi Rangga bisa membuka suaranya orang tua itu sudah mengebutkan tongkatnya ke depan, sambil mendengus berat Seketika itu juga, berdesir angin yang sangat kuat bagai hempasan badai topan.
  "Hap!"
  Rangga cepat melenting ke belakang dan ber-putaran dua kali, sebelum serangan Ki Sancaka mencapai sasaran. Manis sekali Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di tanah. Tapi pada saat itu juga, Ki Sancaka sudah melesat cepat bagai kilat sambil mengebutkan tongkatnya yang tepat diarahkan ke kepala pemuda berbaju rompi putih ini.
  "Mampus kau! Sha.. !"
  "Ups! Gila...!"
  Hampir saja kebutan tongkat orang tua itu menghantam kepala Pendekar Rajawali Sakti, kalau saja tidak cepat merunduk. Saat itu juga, Rangga cepat memiringkan tubuhnya ke kiri, dan langsung melepaskan satu tendangan keras disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
  "Yeaaah...!"
  "Ikh!"
  Tendangan yang begitu cepat dan mengan-dung pengerahan tenaga dalam sempurna, mem-buat Ki Sancaka jadi tersentak kaget setengah mati. Namun cepat tongkatnya dikebutkan ke bawah, sehingga membuat Rangga terpaksa harus menarik kembali kakinya sebelum mencapai sasaran. Dua kali Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang, mengambil jarak untuk mengatur serangan berikut. Sementara, Ki Sancaka sendiri juga melompat ke belakang sejauh tiga langkah. Kini mereka kembali berdiri tegak saling berhadapan dengan tatapan mata yang begitu tajam menusuk, saling mengukur tingkat kepandaian masing-masing.
  "Hm.... Anak muda ini benar-benar tangguh. Pantas saja Wisanggeni sulit menghadapinya," gu-mam Ki Sancaka dalam hati, mengagumi kepandaian yang dimiliki lawannya yang masih muda ini.
  Sementara, Rangga sendiri sudah cepat me-nyadari kalau lawannya kali ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kepandaiannya begitu tinggi, hingga begitu sulit melakukan serangan. Seakan-akan orang tua yang mengaku bernama Ki Sancaka ini mengetahui semua gerakannya. Bahkan seperti sudah bisa menebak, ke mana arah serangan Pendekar Rajawali Sakti. Rangga benar-benar harus berhati-hati menghadapinya.
   
  ***
   
  "Aku bosan bermain-main denganmu, Pendekar Rajawali Sakti. Sebaiknya, kita selesaikan saja urusan ini," terasa begitu dingin nada suara Ki Sancaka.
  "Hm...," Rangga hanya menggumam saja sedikit.
  Sementara, tongkat Ki Sancaka sudah tersilang di depan dada dan perlahan-lahan diputar. Kemudian ujung tongkatnya ditancapkan ke tanah sambil memperdengarkan suara mendengus yang begitu berat.
  "Hep!"
  Cepat sekali Ki Sancaka melakukan gerakan-gerakan dengan kedua tangannya, diimbangi gerakan tubuh yang meliuk-liuk seperti seekor ular. Sementara, Rangga masih tetap tegak berdiri memperhatikan setiap gerak laki-laki tua itu. Tidak la ma Ki Sancaka membuat beberapa gerakan yang begit u indah dengan liukan tubuh seperti ular. Dan ketika be rhenti, tampak kedua tangannya sudah berwarna mera h membara seperti besi terbakar dalam tungku.
  "Heh...?!"
  Rangga jadi tersentak kaget, ketika melihat kedua tangan Ki Sancaka menjadi merah membara seperti terbakar. Keadaan seperti itu tentu saja membuatnya agak terperangah, karena kedua tangan Ki Sancaka yang merah begitu sama dengan saat Rangga mengeluarkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Tanpa disadari, Rangga jadi melangkah mundur beberapa tindak. Malah kedua bola matanya jadi terbelalak seperti tidak percaya dengan

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>