Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Memburu Pengkhianat - 13

$
0
0
Cerita Silat | Memburu Pengkhianat | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Memburu Pengkhianat | Cersil Sakti | Memburu Pengkhianat pdf

Bag III Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Pendekar Rajawali Sakti 105.- Istana Gerbang Neraka Pendekar Rajawali Sakti 106.- Dewa Racun Hitam Pendekar Rajawali Sakti 110.- Sekutu Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam

7
   
   
  Satu ledakan keras terdengar menggelegar bagai hendak meruntuhkan bukit yang menjadi ajang pertarungan dua tokoh persilatan tingkat tinggi, tepat di saat dua cahaya yang beradu di te-ngah-tengah.
  "Akh...!"
  Terdengar jeritan agak tertahan keluar dari mulut Ki Sancaka, begitu tubuhnya terdorong lima langkah ke belakang. Cahaya kuning keemasan yang memancar dari seluruh tubuh dan ujung tongkatnya seketika itu juga lenyap. Tapi, cahaya biru yang memancar dan kedua telapak tangan Rangga terus meluncur cepat bagai kilat ke arah orang tua ini.
  "Heh...?!"
  Ki Sancaka jadi terbeliak melihat Rangga masih terus melancarkan serangan tanpa berhenti sedikit pun. Cepat orang tua itu berusaha menghindar dengan menggeser kakinya ke samping. Tapi, gerakannya sudah terlambat. Akibatnya, dia tidak bisa lagi menghindari cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti.
  Dan...
  "Akh...!"
  Kembali Ki Sancaka memekik, begitu cahaya biru terang yang keluar dari telapak tangan Rangga menghantam tubuhnya. Dan cahaya biru itu langsung menyelimuti seluruh tubuh Ki Sancaka.
  "Ugkh...!"
  Ki Sancaka jadi mengeluh, begitu merasakan tubuhnya terselubung cahaya biru dari aji 'Cakra Buana Sukma' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti. Seketika seluruh kekuatan tenaga dalamnya dikerahkan untuk melepaskan diri dari selubung cahaya biru ini. Tapi semakin kuat mengerahkan tenaga dalamnya, semakin banyak saja cahaya biru itu menggumpal menyelimuti seluruh tubuhnya.
  "Akh...!"
  Kembali Ki Sancaka memekik, saat merasakan kekuatannya mulai mengalir keluar tanpa dapat dikendalikan lagi. Sementara, Rangga mulai melangkah menghampiri orang tua ini. Kedua tangannya masih terjulur ke depan, memancarkan cahaya biru yang terus menyelimuti seluruh tubuh Ki Sancaka.
  Dan Ki Sancaka terus menggeliat-geliat sambil berteriak, berusaha melepaskan diri dari belenggu cahaya biru yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Tapi semakin keras berusaha semakin deras pula kekuatannya tersedot keluar tanpa disadari. Tam-pak titik keringat sebesar butir-butir jagung mulai merembes membasahi tubuhnya. Sedangkan Rangga semakin dekat saja. Dan ketika jaraknya tinggal sekitar lima tindak lagi, Pendekar Rajawali Sakti berhenti melangkah.
  "Ugkh! Aaakh...!"
  Tiba-tiba saja Ki Sancaka menjerit melengking tinggi, hingga menggema ke seluruh bukit ini. Dan saat itu juga, tubuhnya jadi lemas bagai tidak memiliki kekuatan lagi. Kalau saja tubuhnya tidak terselubung cahaya biru dari aji 'Cakra Buana Sukma' pasti sudah ambruk ke tanah. Ki Sancaka sama sekali tidak mampu menggerakkan tubuhnya yang sudah lemah seperti mengalami kelumpuhan. Sementara, Rangga masih terus mengerahkan ilmunya yang sangat dahsyat.
  "Hih! Yeaaah...!"
  Mendadak Pendekar Rajawali Sakti berteriak keras menggelegar. Dan seketika itu juga tangannya dihentakkan ke depan. Dan....
  Glarrr!
  Bersamaan dengan itu, terdengar ledakan keras memekakkan telinga. Dan seketika, seluruh tubuh Ki Sancaka hancur berkeping-keping menjadi tepung, begitu kedua tangan Rangga terhentak mundur, yang mengakhiri pengerahan ilmu kesaktiannya.
  "Hhh...!"
  Rangga menghembuskan napas panjang, sambil menarik kakinya ke belakang dua langkah. Dipandanginya onggokan debu jasad Ki Sancaka yang hancur akibat aji 'Cakra Buana Sukma'. Me-mang sungguh dahsyat akibatnya jika dikerahkan sampai pada tingkat yang terakhir. Tubuh lawannya bisa menjadi debu seketika.
  Beberapa saat lamanya Rangga masih berdiri diam, memandangi jasad lawannya yang kini sudah teronggok menjadi debu tidak jauh di depannya. Dan beberapa kali dia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kuat-kuat. Kemudian kakinya mulai bergerak ke belakang beberapa langkah, lalu tubuhnya berbalik.
  "Malam ini juga aku harus menemukan Nyai Wisanggeni dan muridnya. Akan kupanggil Rajawali Putih," gumam Rangga perlahan, bicara pada diri sendiri.
  ***
   
  Hati Rangga jadi merasa lega setelah menge-tahui dari Rajawali Putih kalau keadaan Pandan Wangi tidak perlu dikhawatirkan lagi. Dalam beberapa hari ini, Pandan Wangi bisa kembali bersamanya. Dan malam ini Rangga tidak bisa terus-menerus menanyakan keadaan Pandan Wangi, karena harus secepatnya bisa menemukan Nyai Wisanggeni dan muridnya. Terutama menemukan Setan Perempuan Penghisap Darah yang telah membuat Pandan Wangi dan Danupaksi jadi celaka. Kemarahan Pendekar Rajawali Sakti memang tidak bisa dibendung lagi.
  Dengan menunggang Rajawali Putih, Rangga bisa menjelajahi seluruh wilayah Kerajaan Pakuan dalam waktu singkat. Bahkan sampai memeriksa ke daerah perbatasan antara Pakuan dan Karang Setra. Namun sampai tengah malam, belum juga ditemukan tanda-tanda, di mana adanya Nyai Wisanggeni yang selama ini dikenal berjuluk Setan Perempuan Penghisap Darah.
  "Kembali ke bukit Rajawali," pinta Rangga pada burung rajawali raksasa yang menjadi tung-gangannya.
  "Khraaagkh...!"
  Rajawali Putih langsung melesat cepat bagai kilat menuju bukit, tempat Rangga memanggilnya tadi dengan siulan saktinya. Dalam waktu sekejap mata saja, Rajawali Putih sudah berada di atas bukit itu lagi. Namun saat Rangga hendak memintanya turun, mendadak saja kedua bola matanya jadi terbeliak lebar.
  "Tunggu, Rajawali...! Kau lihat di bawah Sana...?" terdengar agak bergetar suara Rangga.
  "Khrrr...!"
  Tampaknya Rajawali Putih juga sudah melihat. Dan burung itu mengkirik perlahan sambil menjulurkan kepala ke bawah. Sehingga Rangga yang berada di punggungnya dapat melihat lebih jelas lagi. Dengan menggunakan aji 'Tatar Netra', Pendekar Rajawali Sakti semakin dapat melihat lebih jelas lagi apa yang ada di bawahnya. Padahal saat ini malam begitu gelap tanpa sedikit pun terlihat cahaya bintang maupun bulan. Langit malam juga terselimut awan tebal menghitam.
  "Benar, Rajawali. Ternyata mereka masih ada di sini. Hhh...! Kalian tidak akan lolos dari tanganku sekarang!" gumam Rangga agak menggeram suaranya begitu bisa memastikan kalau dua orang yang dilihatnya di puncak bukit itu adalah Nyai Wisanggeni dan muridnya, Panglima Widura dari Kerajaan Pakuan.
  Dari angkasa, Rangga melihat jelas kalau perempuan tua itu bersama muridnya tengah berdiri tidak jauh dari tumpukan debu dari tubuh Ki Sancaka yang tewas akibat terkena aji 'Cakra Buana Sukma' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti dalam pertempurannya tadi.
  "Ayo, Rajawali. Kita kejutkan mereka," ajak Rangga.
  "Khraaagkh...!"
  Sambil berseru keras menggelegar, Rajawali Putih langsung saja menukik cepat bagai kilat menuju puncak bukit yang tidak begitu lebat di-tumbuhi pepohonan. Teriakan Rajawali Putih yang begitu keras bagai guntur membelah angkasa, sudah membuat Nyai Wisanggeni dan Widura jadi tersentak kaget setengah mati. Dan saat mendongak ke atas, kedua bola mata mereka jadi terbeliak lebar, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
  Belum lagi hilang rasa keterkejutan mereka, tahu-tahu Rajawali Putih sudah mendarat tepat sekitar satu batang tombak di depan mereka, membuat kedua bola mata semakin lebar terbeliak. Terlebih lagi, saat dari punggung burung rajawali raksasa itu melompat seorang pemuda berbaju rompi putih yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda itu berdiri tegak di depan burung rajawali raksasa tunggangannya.
  "Jangan harap bisa sembunyi dariku...," terasa begitu dingin nada suara Rangga.
  Kebencian begitu nyata tersirat dalam tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti. Kebencian yang sudah tidak bisa terbendung lagi, karena ulah kedua orang ini yang menyebabkan Pandan Wangi dan Danupaksi jadi menderita. Padahal orang-orang itu sudah teramat dekat dengan hati Pendekar Rajawali Sakti.
  "Malam ini kalian berdua harus menerima ganjaran yang setimpal!" desis Rangga dingin menggetarkan.
  "Kau yang akan mampus, Pendekar Rajawali Sakti!" bentak Widura begitu lenyap dari keter-panaannya.
  Sret!
  Tanpa membuang waktu lagi, Widura langsung saja mencabut pedangnya. Dan
  "Mampus kau! Hiyaaat...!"
  Sambil membentak nyaring, Widura langsung saja melompat sambil membabatkan pedangnya, tepat mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
  "Haiiit...!"
  Namun hanya sedikit saja Rangga mengegos kan kepala, tebasan pedang Widura dapat dihindari. Bahkan dengan kecepatan mengagumkan, Rangga menghentakkan tangan kirinya diikuti egosan tubuh yang begitu manis. Begitu cepat sodokan tangannya, sehingga membuat Widura tiidak sempat lagi berkelit menghindarinya. Dan.
  Begkh!
  "Akh...!"
  Widura jadi terpekik begitu sodokan tangan kiri Rangga mendarat telak di dadanya. Dan di saat tubuhnya terhuyung, cepat Rangga melepaskan satu tendangan keras menggeledek, disertai pengerahan tenaga dalam tingkat sempurna.
  "Hiyaaat...!"
  Des!
  "Aaa...!"
  Widura menjerit melengking tinggi, begitu tendangan yang dilepaskan Rangga berhasil mendarat keras sekali di dadanya. Akibatnya seketika tubuhnya terpental sejauh dua batang tombak ke belakang.
  Bruk!
  Keras sekali tubuh Widura terbanting ke tan

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>