Cerita Silat | Memburu Pengkhianat | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Memburu Pengkhianat | Cersil Sakti | Memburu Pengkhianat pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 111. Teror Si Raja Api Pendekar Rajawali Sakti - 108. Harga Sebuah Kepala Pendekar Rajawali Sakti - 112. Dendam Datuk Geni Pendekar Rajawali Sakti - 113. Pembalasan Iblis Sesat Pendekar Rajawali Sakti - 114. Gerhana Darah Biru
ah, dan hanya bisa menggeliat sedikit saja. Tampak dari mulutnya mengalir darah segar yang agak kental. Kedua bola matanya terbeliak lebar. Sedikit tubuhnya mengejang, lalu diam tdak bergerak-gerak lagi. Seketika, nyawa panglima itu melayang dengan tulang-tulang dada remuk, akibat terkena tendangan Pendekar Rajawali Sakti yang begitu keras mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Bocah keparat...! Kau harus membayar mahal nyawa muridku!" bentak Nyai Wisanggeni geram, begitu melihat muridnya tewas hanya dalam dua kali gebrakan saja.
"Hhh!"
Rangga hanya sedikit menghembuskan napas-nya saja. Lalu kakinya cepat digeser ke kanan dua langkah, begitu Nyai Wisanggeni sudah memutar tongkatnya yang berbentuk ular di depan dada. Kemudian perempuan tua itu menancapkan ujung tongkatnya ke tanah, tepat di ujung jari-jari kakinya. Sementara, tatapan matanya terlihat begitu tajam, bagai hendak melumat seluruh tubuh pemuda yang berada sekitar satu batang tombak di depannya.
***
Entah berapa lama mereka terdiam saling berpandangan dengan tajam, seakan-akan sedang mengukur tingkat kepandaian masing-masing. Dan secara bersamaan, mereka saling bergerak menggeser kakinya ke samping. Sementara. Nyai Wisanggeni sudah menyilangkan tongkatnya di depan dada. Dan Rangga masih tetap dengan tangan kosong yang berada di samping pinggangnya. Tapi kedua bola matanya tidak berkedip sedikit pun memperhatikan setiap gerak si Setan Perempuan Penghisap Darah itu.
Entah sudah berapa lama mereka terdiam saling berpandangan tajam. Sementara di ufuk timur, semburat cahaya merah jingga mulai terlihat. Dan kicauan burung pun mulai terdengar, pertanda sebentar lagi pagi akan datang menjelang. Keadaan di puncak bukit ini pun sudah mulai tersiram cahaya matahari. Dan udara yang semula terasa begitu perlahan mulai menghangat.
Rangga berpaling sedikit, melirik Rajawali Putih yang masih tetap mendekam memperhatikannya. Burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu kelihatannya agak gelisah dengan datangnya pagi.
"Kau boleh pergi, Rajawali," kata Rangga seakan bisa mengetahui arti kegelisahan tunggangannya
"Khrrr...!"
Rajawali Putih langsung mengembangkan sa-yapnya. Dan.
"Khraaagkh...!"
Sambil berseru nyaring, Rajawali Putih menge-pakkan sayapnya yang besar. Bagaikan kilat, dia melesat tinggi ke angkasa. Begitu cepatnya, sehingga dalam waktu sekejap saja sudah lenyap dari pandangan, hilang tertelan awan yang masih cukup tebal menggumpal di angkasa.
"Sahabatku sudah pergi. Kau tidak perlu takut sekarang, Nyai Wisanggeni. Hanya aku dan kau yang ada di sini," dingin dan datar sekali suara Rangga.
"Phuih!"
Nyai Wisanggeni hanya menyemburkan ludah-nya saja dengan sengit. Sedikit kepalanya mendo-ngak ke atas. Memang sudah tidak terlihat lagi burung rajawali raksasa yang membuat hatinya tadi jadi gentar juga melihatnya. Sedangkan Rangga hanya tersenyum sedikit melihat bakal lawannya ingin memastikan kalau Rajawali Putih sudah pergi dari puncak bukit ini.
Bet!
Merasa pasti kalau Rajawali Putih sudah tidak ada lagi, Nyai Wisanggeni langsung saja mengebutkan tongkatnya yang berbentuk ular ke depan. Dan seketika itu juga, dari ujung kepala tongkatnya melesat puluhan benda kecil seperti jarum berwarna kuning keemasan yang begitu cepat.
"Hap!"
Namun Rangga yang sejak tadi sudah siap, dengan gerakan yang begitu manis berhasil menghindari semua benda kecil itu. Tubuhnya meliuk-liuk bagaikan seekor ular tanpa menggeser kakinya sedikit pun. Pendekar Rajawali Sakti kembali tegak, begitu tidak ada lagi jarum-jarum senjata rahasia si Setan Perempuan Penghisap Darah.
"Hanya itukah yang kau miliki, Nyai Wisanggeni.?" Sengaja Rangga memanasi perempuan tua itu, karena ingin memancing kemarahannya.
"Bocah keparat! Cabut senjatamu...I" bentak Nyai Wisanggeni geram.
Rangga hanya tersenyum saja. Hatinya senang, karena pancingannya ternyata membawa hasil. Nyai Wisanggeni kelihatan geram sekali merasa diremehkan pemuda lawannya.
Wut!
Kembali Nyai Wisanggeni mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan kali ini, berulang-ulang. Maka dari ujung kepala tongkat yang berbentuk ular itu melesat puluhan jarum halus berwarna kuning keemasan.
"Hup! Hiyaaa...!"
Kali ini. Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindari serangan-serangan yang dilancarkan Nyai Wisanggeni. Jarum-jarum halus yang sangat berbahaya itu meluncur deras, menghujani Pendekar Rajawali Sakti. Sepertinya perempuan tua itu tidak sudi memberi kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti untuk balas menyerang.
"Hiyaaa...!"
Nyai Wisanggeni berlompatan, memutari tubuh Pendekar Rajawali Sakti sambil cepat mengebutkan tongkatnya secara berulang-ulang. Dan ujung kepala tongkatnya terus ditujukan pada lawannya.
"Hih! Yeaaah...!"
Sambil melenting tinggi-tinggi ke atas, Rangga berputaran dengan tubuh meliuk menghindari serangan si Setan Perempuan Penghisap Darah itu.
'Yeaaah...!"
Diiringi teriakan keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti meluncur deras dengan kedua kaki bergerak begitu cepat bagai berputar. Saat itu juga, jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' dikerahkannya
"Ikh...?!"
Nyai Wisanggeni jadi tersentak kaget, melihat serangan Rangga yang begitu cepat dan dahsyat tanpa diduga sama sekali. Cepat kakinya ditarik ke belakang, seraya mengebutkan tongkatnya ke atas kepala.
Tapi pada saat itu juga, Rangga sudah memutar tubuhnya hingga kepalanya berada di bawah. Dan bagaikan kilat, dilepaskannya satu pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Hiyaaa...!"
"Hih..!"
Bet!
Nyai Wisanggeni jadi kaget setengah mati. Cepat tongkatnya dikebutkan ke depan dada, sambil melompat ke belakang sejauh tiga langkah. Maka pukulan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti tidak sampai menghantam tubuhnya.
"Hap!"
Manis sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali ke tanah, dan langsung mengembangkan kedua tangannya ke samping, bagaikan sepasang sayap rajawali yang sedang mengembang. Sementara, Nyai Wisanggeni sudah menyilangkan lagi tongkatnya di depan dada.
"Phuih!"
Sambil menyemburkan ludahnya dengan sengit, Nyai Wisanggeni menggeser kakinya perlahan ke kanan. Sementara, Rangga sudah mulai menggerakkan tangannya, bagaikan burung hendak terbang meninggalkan bumi. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata perempuan tua berjubah putih kumal itu.
"Hup! Hiyaaa...!"
"Haiiit...!"
Pendekar Rajawali Sakti - 111. Teror Si Raja Api Pendekar Rajawali Sakti - 108. Harga Sebuah Kepala Pendekar Rajawali Sakti - 112. Dendam Datuk Geni Pendekar Rajawali Sakti - 113. Pembalasan Iblis Sesat Pendekar Rajawali Sakti - 114. Gerhana Darah Biru
ah, dan hanya bisa menggeliat sedikit saja. Tampak dari mulutnya mengalir darah segar yang agak kental. Kedua bola matanya terbeliak lebar. Sedikit tubuhnya mengejang, lalu diam tdak bergerak-gerak lagi. Seketika, nyawa panglima itu melayang dengan tulang-tulang dada remuk, akibat terkena tendangan Pendekar Rajawali Sakti yang begitu keras mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Bocah keparat...! Kau harus membayar mahal nyawa muridku!" bentak Nyai Wisanggeni geram, begitu melihat muridnya tewas hanya dalam dua kali gebrakan saja.
"Hhh!"
Rangga hanya sedikit menghembuskan napas-nya saja. Lalu kakinya cepat digeser ke kanan dua langkah, begitu Nyai Wisanggeni sudah memutar tongkatnya yang berbentuk ular di depan dada. Kemudian perempuan tua itu menancapkan ujung tongkatnya ke tanah, tepat di ujung jari-jari kakinya. Sementara, tatapan matanya terlihat begitu tajam, bagai hendak melumat seluruh tubuh pemuda yang berada sekitar satu batang tombak di depannya.
***
Entah berapa lama mereka terdiam saling berpandangan dengan tajam, seakan-akan sedang mengukur tingkat kepandaian masing-masing. Dan secara bersamaan, mereka saling bergerak menggeser kakinya ke samping. Sementara. Nyai Wisanggeni sudah menyilangkan tongkatnya di depan dada. Dan Rangga masih tetap dengan tangan kosong yang berada di samping pinggangnya. Tapi kedua bola matanya tidak berkedip sedikit pun memperhatikan setiap gerak si Setan Perempuan Penghisap Darah itu.
Entah sudah berapa lama mereka terdiam saling berpandangan tajam. Sementara di ufuk timur, semburat cahaya merah jingga mulai terlihat. Dan kicauan burung pun mulai terdengar, pertanda sebentar lagi pagi akan datang menjelang. Keadaan di puncak bukit ini pun sudah mulai tersiram cahaya matahari. Dan udara yang semula terasa begitu perlahan mulai menghangat.
Rangga berpaling sedikit, melirik Rajawali Putih yang masih tetap mendekam memperhatikannya. Burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu kelihatannya agak gelisah dengan datangnya pagi.
"Kau boleh pergi, Rajawali," kata Rangga seakan bisa mengetahui arti kegelisahan tunggangannya
"Khrrr...!"
Rajawali Putih langsung mengembangkan sa-yapnya. Dan.
"Khraaagkh...!"
Sambil berseru nyaring, Rajawali Putih menge-pakkan sayapnya yang besar. Bagaikan kilat, dia melesat tinggi ke angkasa. Begitu cepatnya, sehingga dalam waktu sekejap saja sudah lenyap dari pandangan, hilang tertelan awan yang masih cukup tebal menggumpal di angkasa.
"Sahabatku sudah pergi. Kau tidak perlu takut sekarang, Nyai Wisanggeni. Hanya aku dan kau yang ada di sini," dingin dan datar sekali suara Rangga.
"Phuih!"
Nyai Wisanggeni hanya menyemburkan ludah-nya saja dengan sengit. Sedikit kepalanya mendo-ngak ke atas. Memang sudah tidak terlihat lagi burung rajawali raksasa yang membuat hatinya tadi jadi gentar juga melihatnya. Sedangkan Rangga hanya tersenyum sedikit melihat bakal lawannya ingin memastikan kalau Rajawali Putih sudah pergi dari puncak bukit ini.
Bet!
Merasa pasti kalau Rajawali Putih sudah tidak ada lagi, Nyai Wisanggeni langsung saja mengebutkan tongkatnya yang berbentuk ular ke depan. Dan seketika itu juga, dari ujung kepala tongkatnya melesat puluhan benda kecil seperti jarum berwarna kuning keemasan yang begitu cepat.
"Hap!"
Namun Rangga yang sejak tadi sudah siap, dengan gerakan yang begitu manis berhasil menghindari semua benda kecil itu. Tubuhnya meliuk-liuk bagaikan seekor ular tanpa menggeser kakinya sedikit pun. Pendekar Rajawali Sakti kembali tegak, begitu tidak ada lagi jarum-jarum senjata rahasia si Setan Perempuan Penghisap Darah.
"Hanya itukah yang kau miliki, Nyai Wisanggeni.?" Sengaja Rangga memanasi perempuan tua itu, karena ingin memancing kemarahannya.
"Bocah keparat! Cabut senjatamu...I" bentak Nyai Wisanggeni geram.
Rangga hanya tersenyum saja. Hatinya senang, karena pancingannya ternyata membawa hasil. Nyai Wisanggeni kelihatan geram sekali merasa diremehkan pemuda lawannya.
Wut!
Kembali Nyai Wisanggeni mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan kali ini, berulang-ulang. Maka dari ujung kepala tongkat yang berbentuk ular itu melesat puluhan jarum halus berwarna kuning keemasan.
"Hup! Hiyaaa...!"
Kali ini. Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindari serangan-serangan yang dilancarkan Nyai Wisanggeni. Jarum-jarum halus yang sangat berbahaya itu meluncur deras, menghujani Pendekar Rajawali Sakti. Sepertinya perempuan tua itu tidak sudi memberi kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti untuk balas menyerang.
"Hiyaaa...!"
Nyai Wisanggeni berlompatan, memutari tubuh Pendekar Rajawali Sakti sambil cepat mengebutkan tongkatnya secara berulang-ulang. Dan ujung kepala tongkatnya terus ditujukan pada lawannya.
"Hih! Yeaaah...!"
Sambil melenting tinggi-tinggi ke atas, Rangga berputaran dengan tubuh meliuk menghindari serangan si Setan Perempuan Penghisap Darah itu.
'Yeaaah...!"
Diiringi teriakan keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti meluncur deras dengan kedua kaki bergerak begitu cepat bagai berputar. Saat itu juga, jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' dikerahkannya
"Ikh...?!"
Nyai Wisanggeni jadi tersentak kaget, melihat serangan Rangga yang begitu cepat dan dahsyat tanpa diduga sama sekali. Cepat kakinya ditarik ke belakang, seraya mengebutkan tongkatnya ke atas kepala.
Tapi pada saat itu juga, Rangga sudah memutar tubuhnya hingga kepalanya berada di bawah. Dan bagaikan kilat, dilepaskannya satu pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Hiyaaa...!"
"Hih..!"
Bet!
Nyai Wisanggeni jadi kaget setengah mati. Cepat tongkatnya dikebutkan ke depan dada, sambil melompat ke belakang sejauh tiga langkah. Maka pukulan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti tidak sampai menghantam tubuhnya.
"Hap!"
Manis sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali ke tanah, dan langsung mengembangkan kedua tangannya ke samping, bagaikan sepasang sayap rajawali yang sedang mengembang. Sementara, Nyai Wisanggeni sudah menyilangkan lagi tongkatnya di depan dada.
"Phuih!"
Sambil menyemburkan ludahnya dengan sengit, Nyai Wisanggeni menggeser kakinya perlahan ke kanan. Sementara, Rangga sudah mulai menggerakkan tangannya, bagaikan burung hendak terbang meninggalkan bumi. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata perempuan tua berjubah putih kumal itu.
"Hup! Hiyaaa...!"
"Haiiit...!"