Cerita Silat | Penghuni Telaga Iblis | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Penghuni Telaga Iblis | Cersil Sakti | Penghuni Telaga Iblis pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam Pendekar Rajawali Sakti - 117.Memburu Pengkhianat Pendekar Rajawali Sakti - 121. Rahasia Patung Kencana Lembah Merpati - Chung Sin Bag II Pendekar Rajawali Sakti - 123. Misteri Hantu Berkabung
4
"Yeaaa...!"
Dengan gerakan serentak, Ki Gendi dan Ki Sumarja cepat membuang diri ke depan. Mereka menduga gadis itu pasti tak akan selamat. Bahkan akan tewas terkena tebasan pedang laki-laki bertampang seram itu. Namun bukan main kagetnya kedua orang itu ketika bangkit. Tampak perempuan itu melesat keluar rumah. Sementara, laki-laki bertambang seram itu terus mengejar dengan kibasan-kibasan pedangnya. Dan ketika telah berada di halaman, perempuan cantik yang dikenali Ki Gendi sebagai Setiasih itu segera melayani serangan-serangan pedang dengan liukan-liukkan tubuhnya.
"Gila! Tapi, aaakh.... Aduh...," desis Ki Sumarja kaget.
Laki-laki tua itu tiba-tiba menggigil kedinginan. Dan sebentar saja tubuhnya berguling-gulingan sambil menjerit kesakitan.
"Marja, kenapa kau? Kenapa?!" sentak Ki Gendi sambil menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki tua itu.
Untuk sesaat, kepala desa itu menjadi kalut. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Masih un-tung Wongso serta beberapa orang jagoan desa telah berada di tempat itu. Sementara penduduk yang terjaga dari tidur juga bergegas menuju rumah Ki Sumarja.
"Cepat! Bawa dia ke tempat Ki Gringsing. Mudah-mudahan orang tua itu bisa menyembuh-kan!" perintah Ki Gendi.
"Percuma, Ki...," sahut salah seorang yang berada di dekatnya.
"Kenapa? "
"Ki Sumarja tak akan selamat. Dia telah terke-na racun jahat perempuan itu...."
"Keparat!" maki Ki Gendi.
"Beberapa orang yang dibawa berobat ke tempat Ki Gringsing tak ada yang sembuh. Dan semuanya tewas," lanjut orang tadi.
"Kalau begitu, kalian bantu dia. Dan, tangkap perempuan itu untuk dihukum!"
"Baik, Ki!"
Lima orang jagoan Desa Weton Nyelap lang¬sung melompat, hendak membantu meringkus perempuan yang tengah bertarung. Namun....
"Sial! Siapa yang menyuruh kalian mencam-puri urusanku, heh?! " bentak lelaki berwajah seram.
"Maaf, Kisanak Perempuan itu telah lama kami cari, karena telah meresahkan desa ini. Maka sudah sepatutnya kami tangkap!" sahut seorang di antara kelima jagoan desa itu.
"Phuih! Siapa peduli dengan urusan kalian. Dia telah membunuh adikku. Maka sudah sepatutnya dia mampus di tanganku!" dengus laki-laki seram itu.
"Huh! Kenapa berebutan jika ingin mampus?! Ayo, majulah kalian semua. Biar mudah aku me-ngirim kalian ke akherat! " dengus perempuan berwajah cantik itu menantang.
Begitu selesai kata-katanya, perempuan yang dikenali sebagai Setiasih itu melenting ke atas seraya berputar-putar di udara. Sementara laki-laki berwajah seram itu mengikuti dari bawah sambil mengayunkan pedang. Begitu juga kelima jagoan itu. Mereka langsung menghadang di bawah dengan golok terhunus.
"Yeaaa...!"
Mendadak Setiasih mengayunkan telapak tangan kirinya.
Wusss...!
Seketika dari telapak kiri perempuan itu me-nebar segumpal kabut berwarna hitam kemerahan yang menghalangi pandangan. Bahkan kabut itu membawa bau busuk yang amat menyengat. Begitu cepat gerakannya, sehingga tak disadari para pengeroyoknya. Maka....
"Aaa...!"
Terdengar jeritan panjang dan menyayat, yang diiringi terlemparnya beberapa orang termasuk laki-laki seram yang tadi berhadapan dengan Setiasih. Rupanya, kabut berwarna hitam kemerahan-merahan itu membawa racun yang amat mematikan. Akibatnya mereka kontan ambruk di tanah dengan dada hangus. Tampak dari mulut, hidung, dan telinga mengeluarkan darah berwarna kehitam-hitaman. Jelas, nyawa mereka telah terenggut secara mengenaskan. Sementara itu dari kelima jagoan desa itu, hanya seorang yang berhasil menyelamatkan diri, karena tadi sempat menjatuhkan diri ke tanah, langsung bergulingan menghindari serangan yang cepat dan tak terduga itu.
Melihat kejadian ini tentu saja kemarahan penduduk Desa Weton Nyelap yang sejak tadi semakin banyak berkumpul, serentak bangkit. Dan secara berbarengan mereka maju sambil mengacung acungkan senjata apa saja untuk menghajar perempuan itu.
"Hi hi hi..! Kalian pikir bisa berbuat sesuka hati seperti lima belas tahun lalu?! Hari ini adalah pembalasan yang setimpal, atas perbuatan kalian terhadapku dan anakku. Kalian akan mampus! Kalian akan mampus!" kata perempuan berwajah cantik itu dengan suara melengking.
"Heh?! Kalau demikian, benar dugaanku! Dia Setiasih. Tapi apa betul?" gumam sebuah suara.
"Huh! Siapa yang peduli?! Yang penting, perempuan laknat ini harus mampus!"
"Bunuh dia...!" teriak beberapa oang. Seperti air bah, puluhan penduduk Desa Weton Nyelap menyerbu ke arah Setiasih. Namun saat itu, pula terdengar satu suitan nyaring yang menggema di tempat itu. Kemudian, disusul melesatnya sesosok tubuh yang langsung menyerang penduduk desa.
"Bagus, Pulang Geni! Mari kita hancurkan mereka bersama- sama!" kata Setiasih sambil tertawa nyaring.
"Hiyaaa...!"
Dalam sekejap saja beberapa orang penduduk desa memekik kesakitan dan ambruk tak berdaya begitu Setiasih bersama seorang pemuda tampan membantai satu persatu penduduk desa yang tak memiliki kepandaian apa-apa. Sementara di tempat itu pun mendadak tercium bau busuk yang menyengat. Bahkan beberapa saat kemudian muncul... tengkorak-tengkorak manusia! Entah dari mana datangnya, tapi tengkorak itu yang jumlahnya mencapai puluhan langsung mengepung dan menyerang penduduk Desa Weton Nyelap. Tentu saja hal itu membuat mereka ketakutan dan berlarian ke sana kemari untuk menyelamatkan diri. Namun, sebagian lainnya melawan dengan gigih meskipun harus menemui ajal di tangan kedua orang yang memiliki kepandaian tinggi dan di tangan kerangka-kerangka manusia yang tak kenal ampun.
Dalam sekejap tempat itu berubah menjadi la-dang pembantaian, dengan mayat-mayat yang bergelimpangan. Hampir seluruh penduduk Desa Weton Nyelap tewas dengan cara amat mengerikan. Sementara beberapa orang saja yang selamat, karena telah lebih dulu kabur!
"Hi hi hi...! Kini terimalah akibat perbuatan kalian terhadap kami dulu. Hi hi hi...! Tak akan kubiarkan seorang pun yang akan menghina kami! " teriak Setiasih dengan ketawa nyaring.
Setiasih dan anaknya yang bernama Pulang Geni merayapi sekitarnya yang telah penuh dengan mayat. Lalu mereka melesat meninggalkan tempat itu dengan gerakan gesit Sementara kerangka- kerangka manusia tadi juga mengikuti, dengan melangkah perlahan-lahan. Kini Desa Weton Nyelap, kembali sunyi, sepi dan berubah menjadi kuburan penduduknya sendiri!
***
Sepasang anak muda tampak tengah memacu kudanya perlahan-lahan ketika telah memasuki batas sebuah desa. Dari papan yang terpancang di dekat sebatang pohon warna diketahui kalau desa ini bernama Kedu Halang, Sebuah desa yang cukup ramai, karena merupakan jalan pintas antara dua kerajaan yang selama ini selalu bersahabat akrab. Sehingga, tak heran bila siang dan malam tempat ini selalu ramai dikunjungi orang.
"Kakang, aku lapar. Sebaiknya kita mengisi perut dulu sebelum melanjutkan perjalanan," usul gadis berbaju biru muda itu dengan wajah berkerut. Pemuda tampan di sampingnya yang mengendarai kuda berbulu hitam itu tersenyum kecil, memandang gadis cantik berbaju biru muda di sebelahnya.
"Baiklah, Pandan kita berhenti di depan sana!" tunjuk pemuda berbaju rompi putih ketika melihat sebuah kedai makanan di depan sana.
Memang, pemuda berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung itu tak lain dari Rangga yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti Sedangkan gadis di sebelahnya tentu saja Pandan Wangi.
Sepasang pendekar dari Karang Serra itu segera menjalankan kudanya menuju kedai. Begitu sampai, mereka segera turun dan menambatkan kudanya di depan kedai ini yang kelihatan cukup ramai. Dan sebenarnya Pandan Wangi merasa enggan untuk memasukinya. Tapi di desa ini memang tak ada lagi kedai lainnya. Karena, hanya kedai ini satu satunya.
"Aku kesal kalau sudah ramai orang begini. Coba lihat, Kakang. Mereka memperhatikan, seo-lah-olah kita berasal dari dunia lain," bisik Pandan Wangj, ketika memasuki kedai. Mereka juga langsung disambut oleh seorang pelayan yang juga mencarikan meja.
Memang saat itu seisi kedai yang tadinya ramai kini mendadak sepi begitu melihat kehadiran mereka. Bahkan satu persatu pengunjung mulai meninggalkan kedai seperti ketakutan melihat Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi. Tentu saja hal itu menarik perhatian Rangga, alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Kakang! Kau melihat keanehan di tempat ini, bukan?" tanya Pandan Wangi.
Rangga mengangguk pelan, namun berusaha tak memperhatikan sekelilingnya. Tapi, mana mau Pandan Wangi bersikap begitu. Malah dibalasnya siapa saja yang menatap dengan mata mendelik tajam dan wajah tak senang. Sehingga, tindakannya mungkin membuat beberapa orang berwajah kasar merasa tak senang. Dan kini mereka sudah langsung menghampiri dan mengelilingi sepasang anak muda itu.
"He he he...! Perempuan cantik! Kudengar dari bisik-bisik orang, kalian adalah Setan
Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam Pendekar Rajawali Sakti - 117.Memburu Pengkhianat Pendekar Rajawali Sakti - 121. Rahasia Patung Kencana Lembah Merpati - Chung Sin Bag II Pendekar Rajawali Sakti - 123. Misteri Hantu Berkabung
4
"Yeaaa...!"
Dengan gerakan serentak, Ki Gendi dan Ki Sumarja cepat membuang diri ke depan. Mereka menduga gadis itu pasti tak akan selamat. Bahkan akan tewas terkena tebasan pedang laki-laki bertampang seram itu. Namun bukan main kagetnya kedua orang itu ketika bangkit. Tampak perempuan itu melesat keluar rumah. Sementara, laki-laki bertambang seram itu terus mengejar dengan kibasan-kibasan pedangnya. Dan ketika telah berada di halaman, perempuan cantik yang dikenali Ki Gendi sebagai Setiasih itu segera melayani serangan-serangan pedang dengan liukan-liukkan tubuhnya.
"Gila! Tapi, aaakh.... Aduh...," desis Ki Sumarja kaget.
Laki-laki tua itu tiba-tiba menggigil kedinginan. Dan sebentar saja tubuhnya berguling-gulingan sambil menjerit kesakitan.
"Marja, kenapa kau? Kenapa?!" sentak Ki Gendi sambil menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki tua itu.
Untuk sesaat, kepala desa itu menjadi kalut. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Masih un-tung Wongso serta beberapa orang jagoan desa telah berada di tempat itu. Sementara penduduk yang terjaga dari tidur juga bergegas menuju rumah Ki Sumarja.
"Cepat! Bawa dia ke tempat Ki Gringsing. Mudah-mudahan orang tua itu bisa menyembuh-kan!" perintah Ki Gendi.
"Percuma, Ki...," sahut salah seorang yang berada di dekatnya.
"Kenapa? "
"Ki Sumarja tak akan selamat. Dia telah terke-na racun jahat perempuan itu...."
"Keparat!" maki Ki Gendi.
"Beberapa orang yang dibawa berobat ke tempat Ki Gringsing tak ada yang sembuh. Dan semuanya tewas," lanjut orang tadi.
"Kalau begitu, kalian bantu dia. Dan, tangkap perempuan itu untuk dihukum!"
"Baik, Ki!"
Lima orang jagoan Desa Weton Nyelap lang¬sung melompat, hendak membantu meringkus perempuan yang tengah bertarung. Namun....
"Sial! Siapa yang menyuruh kalian mencam-puri urusanku, heh?! " bentak lelaki berwajah seram.
"Maaf, Kisanak Perempuan itu telah lama kami cari, karena telah meresahkan desa ini. Maka sudah sepatutnya kami tangkap!" sahut seorang di antara kelima jagoan desa itu.
"Phuih! Siapa peduli dengan urusan kalian. Dia telah membunuh adikku. Maka sudah sepatutnya dia mampus di tanganku!" dengus laki-laki seram itu.
"Huh! Kenapa berebutan jika ingin mampus?! Ayo, majulah kalian semua. Biar mudah aku me-ngirim kalian ke akherat! " dengus perempuan berwajah cantik itu menantang.
Begitu selesai kata-katanya, perempuan yang dikenali sebagai Setiasih itu melenting ke atas seraya berputar-putar di udara. Sementara laki-laki berwajah seram itu mengikuti dari bawah sambil mengayunkan pedang. Begitu juga kelima jagoan itu. Mereka langsung menghadang di bawah dengan golok terhunus.
"Yeaaa...!"
Mendadak Setiasih mengayunkan telapak tangan kirinya.
Wusss...!
Seketika dari telapak kiri perempuan itu me-nebar segumpal kabut berwarna hitam kemerahan yang menghalangi pandangan. Bahkan kabut itu membawa bau busuk yang amat menyengat. Begitu cepat gerakannya, sehingga tak disadari para pengeroyoknya. Maka....
"Aaa...!"
Terdengar jeritan panjang dan menyayat, yang diiringi terlemparnya beberapa orang termasuk laki-laki seram yang tadi berhadapan dengan Setiasih. Rupanya, kabut berwarna hitam kemerahan-merahan itu membawa racun yang amat mematikan. Akibatnya mereka kontan ambruk di tanah dengan dada hangus. Tampak dari mulut, hidung, dan telinga mengeluarkan darah berwarna kehitam-hitaman. Jelas, nyawa mereka telah terenggut secara mengenaskan. Sementara itu dari kelima jagoan desa itu, hanya seorang yang berhasil menyelamatkan diri, karena tadi sempat menjatuhkan diri ke tanah, langsung bergulingan menghindari serangan yang cepat dan tak terduga itu.
Melihat kejadian ini tentu saja kemarahan penduduk Desa Weton Nyelap yang sejak tadi semakin banyak berkumpul, serentak bangkit. Dan secara berbarengan mereka maju sambil mengacung acungkan senjata apa saja untuk menghajar perempuan itu.
"Hi hi hi..! Kalian pikir bisa berbuat sesuka hati seperti lima belas tahun lalu?! Hari ini adalah pembalasan yang setimpal, atas perbuatan kalian terhadapku dan anakku. Kalian akan mampus! Kalian akan mampus!" kata perempuan berwajah cantik itu dengan suara melengking.
"Heh?! Kalau demikian, benar dugaanku! Dia Setiasih. Tapi apa betul?" gumam sebuah suara.
"Huh! Siapa yang peduli?! Yang penting, perempuan laknat ini harus mampus!"
"Bunuh dia...!" teriak beberapa oang. Seperti air bah, puluhan penduduk Desa Weton Nyelap menyerbu ke arah Setiasih. Namun saat itu, pula terdengar satu suitan nyaring yang menggema di tempat itu. Kemudian, disusul melesatnya sesosok tubuh yang langsung menyerang penduduk desa.
"Bagus, Pulang Geni! Mari kita hancurkan mereka bersama- sama!" kata Setiasih sambil tertawa nyaring.
"Hiyaaa...!"
Dalam sekejap saja beberapa orang penduduk desa memekik kesakitan dan ambruk tak berdaya begitu Setiasih bersama seorang pemuda tampan membantai satu persatu penduduk desa yang tak memiliki kepandaian apa-apa. Sementara di tempat itu pun mendadak tercium bau busuk yang menyengat. Bahkan beberapa saat kemudian muncul... tengkorak-tengkorak manusia! Entah dari mana datangnya, tapi tengkorak itu yang jumlahnya mencapai puluhan langsung mengepung dan menyerang penduduk Desa Weton Nyelap. Tentu saja hal itu membuat mereka ketakutan dan berlarian ke sana kemari untuk menyelamatkan diri. Namun, sebagian lainnya melawan dengan gigih meskipun harus menemui ajal di tangan kedua orang yang memiliki kepandaian tinggi dan di tangan kerangka-kerangka manusia yang tak kenal ampun.
Dalam sekejap tempat itu berubah menjadi la-dang pembantaian, dengan mayat-mayat yang bergelimpangan. Hampir seluruh penduduk Desa Weton Nyelap tewas dengan cara amat mengerikan. Sementara beberapa orang saja yang selamat, karena telah lebih dulu kabur!
"Hi hi hi...! Kini terimalah akibat perbuatan kalian terhadap kami dulu. Hi hi hi...! Tak akan kubiarkan seorang pun yang akan menghina kami! " teriak Setiasih dengan ketawa nyaring.
Setiasih dan anaknya yang bernama Pulang Geni merayapi sekitarnya yang telah penuh dengan mayat. Lalu mereka melesat meninggalkan tempat itu dengan gerakan gesit Sementara kerangka- kerangka manusia tadi juga mengikuti, dengan melangkah perlahan-lahan. Kini Desa Weton Nyelap, kembali sunyi, sepi dan berubah menjadi kuburan penduduknya sendiri!
***
Sepasang anak muda tampak tengah memacu kudanya perlahan-lahan ketika telah memasuki batas sebuah desa. Dari papan yang terpancang di dekat sebatang pohon warna diketahui kalau desa ini bernama Kedu Halang, Sebuah desa yang cukup ramai, karena merupakan jalan pintas antara dua kerajaan yang selama ini selalu bersahabat akrab. Sehingga, tak heran bila siang dan malam tempat ini selalu ramai dikunjungi orang.
"Kakang, aku lapar. Sebaiknya kita mengisi perut dulu sebelum melanjutkan perjalanan," usul gadis berbaju biru muda itu dengan wajah berkerut. Pemuda tampan di sampingnya yang mengendarai kuda berbulu hitam itu tersenyum kecil, memandang gadis cantik berbaju biru muda di sebelahnya.
"Baiklah, Pandan kita berhenti di depan sana!" tunjuk pemuda berbaju rompi putih ketika melihat sebuah kedai makanan di depan sana.
Memang, pemuda berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung itu tak lain dari Rangga yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti Sedangkan gadis di sebelahnya tentu saja Pandan Wangi.
Sepasang pendekar dari Karang Serra itu segera menjalankan kudanya menuju kedai. Begitu sampai, mereka segera turun dan menambatkan kudanya di depan kedai ini yang kelihatan cukup ramai. Dan sebenarnya Pandan Wangi merasa enggan untuk memasukinya. Tapi di desa ini memang tak ada lagi kedai lainnya. Karena, hanya kedai ini satu satunya.
"Aku kesal kalau sudah ramai orang begini. Coba lihat, Kakang. Mereka memperhatikan, seo-lah-olah kita berasal dari dunia lain," bisik Pandan Wangj, ketika memasuki kedai. Mereka juga langsung disambut oleh seorang pelayan yang juga mencarikan meja.
Memang saat itu seisi kedai yang tadinya ramai kini mendadak sepi begitu melihat kehadiran mereka. Bahkan satu persatu pengunjung mulai meninggalkan kedai seperti ketakutan melihat Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi. Tentu saja hal itu menarik perhatian Rangga, alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Kakang! Kau melihat keanehan di tempat ini, bukan?" tanya Pandan Wangi.
Rangga mengangguk pelan, namun berusaha tak memperhatikan sekelilingnya. Tapi, mana mau Pandan Wangi bersikap begitu. Malah dibalasnya siapa saja yang menatap dengan mata mendelik tajam dan wajah tak senang. Sehingga, tindakannya mungkin membuat beberapa orang berwajah kasar merasa tak senang. Dan kini mereka sudah langsung menghampiri dan mengelilingi sepasang anak muda itu.
"He he he...! Perempuan cantik! Kudengar dari bisik-bisik orang, kalian adalah Setan