Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Rahasia Candi Tua - 8

$
0
0
Cerita Silat | Rahasia Candi Tua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Rahasia Candi Tua | Cersil Sakti | Rahasia Candi Tua pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 116. Datuk Muka Hitam Pendekar Rajawali Sakti - 117.Memburu Pengkhianat Pendekar Rajawali Sakti - 121. Rahasia Patung Kencana Lembah Merpati - Chung Sin Bag II Pendekar Rajawali Sakti - 123. Misteri Hantu Berkabung

. segera berangkat," sahut Rangga.
  Mereka mengayunkan kakinya memasuki hu­ tan yang tidak begitu lebat. Dan mereka berjalan perlahan tanpa harus merasa dikejar sesuatu. Hutan yang tidak begitu lebat ini, tidak banyak menimbulkan kesulitan bagi mereka bertiga untuk melaluinya. Meskipun perjalanan merambat hutan ini nampaknya tidak mengalami hambatan yang berarti, namun mereka tetap waspada.
  "Aku pernah sampai ke lereng bukit itu," kata Ki Sarpa mengisi kebisuan yang terjadi di antara mereka bertiga.
  "Terus...?" Pandan Wangi yang berjalan di sebelah laki-laki tua itu ingin tahu kelanjutannya.
  "Tidak mudah untuk mencapai puncak bukit itu. Besar sekali rintangannya. Terlebih lagi, mereka yang mencoba mendaki bukit itu, tidak akan bisa tenang meskipun mengurungkan niatnya. Orang-orang berbaju serba hitam itu selalu mengejarnya sampai dimanapun juga. Dan mereka akan terus mengejar sebelum orang itu mati," lanjut Ki Sarpa.
  "Seperti yang kau alami, Ki?" tanya Pandan Wangi lagi.
  "Benar, Nisanak. Aku sendiri sebenarnya sudah ingin kembali pulang. Tapi rupanya mereka tidak memberikan kesempatan padaku untuk bisa ke luar dari wilayah kulon ini."
  Sementara Rangga hanya diam membisu. Dia mendengarkan semua penuturan Ki Sarpa. Sedangkan Pandan Wangi semakin diliputi rasa penasaran yang amat sangat. Dari beberapa kisah yang dia dengar tentang Bukit Gandrik, membuat gadis itu jadi penasaran sekali ingin mengetahui nya. Terlebih lagi Bukit Gandrik tak bisa dilepaskan dengan keberadaan Candi Tua yang banyak menyimpan misteri yang belum terungkapkan.
  Sukar untuk dijelaskan, misteri apa yang ada di dalam candi tua itu. Karena belum ada seorangpun yang bisa mencapainya ke sana. Me­ reka yang mencoba, selalu mati. Kalaupun tidak mati di tempat, selalu mati di tempat lain. Meskipun dalam jarak yang sangat jauh dari sekitar Bukit Gandrik.
  Mereka menghentikan langkahnya begitu sampai di kaki Bukit Gandrik. Bukan hanya Rangga yang terkejut, tapi juga Ki Sarpa dan Pandan Wangi. Mereka tidak menyangka kalau begitu banyak tokoh rimba persilaian yang sudah mendengar tentang Candi tua di Puncak Bukit Gandrik itu. Bukan hanya mayat-mayat yang mereka temukan sudah membusuk ataupun yang masih baru. Tetapi mereka juga beberapa orang tokoh rimba persilatan sudah mencoba mendaki bukit yang gersang dan berbatu rapuh itu.
  "Mau apa mereka ke sana? " tanya Pandan Wangi seperti untuk dirinya sendiri.
  "Sudah menjadi watak orang- orang rimba persilatan. Tak boleh mendengar adanya suatu pusaka yang tak bertuan lagi," desah Ki Sarpa menjawab pertanyaan Pandan Wangi.
  "Apakah mereka sudah tahu tentang pusaka yang ada di sana?" tanya Pandan Wangi lagi.
  "Tak seorang pun yang mengetahui bentuknya, Nini." sahut Ki Sarpa.
  "Aku jadi curiga, jangan-jangan tidak ada apa-apa di sana," terdengar agak sinis nada suara Pandan Wangi.
  Si Kipas Maut memang tidak pernah tertarik dengan segala macam bentuk benda pusaka yang bukan miliknya. Dia sudah merasa puas dengan apa yang dimilikinya sekarang ini, meskipun gadis itu menyadari kalau apa yang dimilikinya masih kurang, dan masih perlu banyak waktu untuk bisa lebih sempurna lagi penguasaannya.
  Namun gadis itu selalu berusaha untuk menyempurnakan apa yang sudah dia miliki. Sehingga kemampuannya semakin meningkat. Dan ini dia sadar karena bimbingan Pendekar Rajawali Sakti yang terus memompa semangatnya agar lebih sempurna lagi dalam menguasai semua ilmu yang sudah dimilikinya. Rangga selalu menekankan untuk bangga dengan apa yang sudah dimiliki. Dan jangan mempunyai keinginan untuk bisa menguasai milik orang lain, kecuali orang itu memberikannya dengan senang hati.
  "Kau akan tetap ke sana, Kakang? " tanya Pandan Wangi.
  Rangga tidak langsung menyahut. Dia menatap Pandan Wangi sejenak, kemudian kembali memandang orang-orang yang terus bergerak menyusuri lereng bukit yang berbatu itu. Pandangannya beralih ke arah puncak bukit yang kelihatan rapuh dan angker sekali. Dari kaki bukit, mereka bisa melihat ada bangunan berbentuk candi kecil berdiri di sana diselimut kabut yang tipis. Bangunan batu itu terlihat angker. Kabut tipis itu bagaikan selubung misteri yang mengundang setiap orang untuk bisa menyingkapkannya.
  "Bangunan itu persis seperti apa yang kulihat di dalam mimpi," ujar Rangga setengah bergumam. Seakan-akan dia berbicara dengan diri­ nya sendiri.
  "Apa yang kau lihat di dalam bangunan itu?" tanya Ki Sarpa.
  "Hanya sebuah altar batu," sahut Rangga tanpa berpaling sedikitpun.
  "Tepat! Di dalam altar batu itulah benda- benda pusaka tersimpan," sentak Ki Sarpa agak keras nada suaranya.
  Rangga berpaling memandangi laki-laki tua itu. Sedangkan yang dipandang, buru-buru mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Sementara Pandan Wangi hanya diam saja memperhatikan Pendekar Rajawali Sakti. Pandangan Rangga yang agak tajam itu, bisa dirasakan Pandan Wangi memancarkan suatu kecurigaan pada Ki Sarpa. Pandan Wangi bisa merasakannya dengan jelas sekali.
  "Tampaknya kau banyak tahu tentang candi di Bukit Gandrik itu, Ki," kata Rangga agak datar suaranya.
  "Oh, aku hanya mendengar cerita orang-orang saja," sahut Ki Sarpa buru-buru.
  "Lihat...!" seru Pandan Wangi tiba-tiba.
  Rangga dan Ki Sarpa langsung memandang ke arah lereng bukit. Tampak sekitar empat orang meluncur jatuh bergulingan ke bawah. Sedangkan beberapa orang tampak berjumpalitan di udara. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara gemuruh disusul dengan jeritan dan pekikan melengking tinggi. Bumi yang mereka pijak jadi bergetar ketika dari puncak bukit itu meluncur batu-batu besar dan kecil.
  Bukit Gandrik bagaikan hendak runtuh. Sementara orang- orang yang mencoba mendaki bukit itu, semakin banyak yang bergulingan jatuh bersama batu-batu yang menghantam tubuh-tubuh mereka tanpa ampun lagi. Jeritan-jeritan melengking tinggi semakin sering terdengar bersamaan dengan gemuruh dari batu-batu yang longsor dengan tiba-tiba.
  "Mengerikan...," desis Pandan Wangi tanpa sadar.
  Apa yang mereka saksikan itu memang sungguh mengerikan sekali. Dalam waktu yang singkat saja, tak ada lagi orang yang hidup. Mereka semua tewas tertimpa longsoran batu-batu itu. Dan longsoran batu itu langsung berhenti men­ dadak ketika tak ada lagi orang yang hidup.
  Untuk beberapa saat lamanya, kesunyian menyelimuti sekitar Bukit Gandrik. Begitu sunyinya, sehingga desiran angin yang bertiup pelan pun dapat terdengar jelas mengusik gendang telinga. Se­ mentara ketiga orang itu terus memandangi mayat- mayat yang bergelimpangan terhimpit bebatuan. Lebih dari dua puluh orang tewas tak tersisa lagi. Satu pengorbanan yang sia-sia sekali.
  "Memang tidak mudah untuk mencapai ke sana, Kakang," kata Pandan Wangi setengah bergumam.
  Rangga melirik sedikit pada gadis itu. Meskipun suara Pandan Wangi terdengar agak bergetar, namun Rangga tidak yakin kalau gadis ini merasa gentar hanya melihat peristiwa itu. Dia sudah mengenal betul watak Pandan Wangi yang tidak pernah mengenal rasa takut. Meskipun sikapnya sekarang ini sudah mulai berubah, namun kenakalannya masih juga nampak muncul. Selama mengenalnya, Rangga belum pernah mendengar kata- kata bernada gentar. Tapi gumamannya tadi, seakan- akan Pandan Wangi gentar menghadapi tantangan yang sukar dan mengerikan ini.
  "Ki Sarpa, berapa banyak kau mengetahui tentang bukit ini?" tanya Rangga mengalihkan perhatiannya pada laki-laki tua itu.
  "Aku tidak tahu banyak. Baru sekali aku datang ke sini," sahut Ki Sarpa.
  "Apa ada jalan lain menuju ke sana, Ki?" tanya Rangga lagi.
  "Aku tidak tahu. Waktu ke sini pun aku me lewati tempat ini juga," sahut Ki Sarpa lagi.
  "Hmmm...," Rangga bergumam kecil.
  Pendekar Rajawali Sakti kembali mengarahkan pandangannya ke puncak Bukit Gandrik. Kemudian dia melirik pada Pandan Wangi dan Ki Sarpa sebentar. Seharusnya tak terlalu sukar bagi Rangga untuk mencapai puncak bukit itu. Dia bisa menggunakan Rajawali Putih Raksasa. Tapi tidak mungkin dia bisa memanggilnya, sementara ada dua orang lain di dekatnya. Mungkin dia bisa membawa Pandan Wangi sekalian. Tapi tidak mungkin dia menyertakan Ki Sarpa. Dan Rangga sendiri tidak ingin burung raksasa tunggangannya yang sekaligus menjadi gurunya diketahui oleh orang lain yang tidak dia kenal dengan baik.
  "Aku harus mencari cara untuk bisa memanggil Rajawali Putih Raksasa," bisik Rangga dalam hati.
  Pendekar Rajawali Sakti memutar otaknya untuk bisa berpisah dari kedua orang ini. Meskipun sebenarnya dia mempunyai keinginan untuk bisa mengenalkan Pandan Wangi pada Rajawali Putih tunggangannya itu. Tapi saat sekarang kurang tepat. Kembali mereka dicekam kebisuan.
 
  ***
 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>