Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
Cersil mwb Pedang Abadi Pendekar Rajawali Sakti - 137. Misteri Dewi Maut Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning
tersebut. Thian Ki Hwesio segera berkata tenang:
“Amitabha ……. Song te sudah datang Ciangbundjin
……”
“Masuklah Kwi Song ……….”
Dan tidak lama kemudian Kwi Songpun masuk dan
langsung memberi hormat kepada semua orang
sambil memandang ke sekeliling dan langsung dia
merasakan sesuatu yang berbeda. Pasti ada hal luar
biasa yang terjadi:
“Amitabha ….. bagaimana hasil penyelidikanmu Kwi
Song …..”? Tanya Ciangbundjin Siauw Lim Sie langsung
kepada persoalan.
”Ciangbundjin ……. Wong Susiok dapat dipastikan
sudah turun gunung, beberapa anak murid di gerbang
belakang bahkan sempat memergokinya tergesa-gesa
beberapa jam sebelumnya. Namun Wong Susiok tidak
berkata sesuatu apapun dan langsung melesat turun
gunung melalui pintu belakang dan memasuki hutan,
nampaknya beliau tidak ingin ada yang mengikuti
jejak pelariannya …….”
“Amitabha ….. siancay…. siancay …. Thian Ki Hwesio
dan engkau Souw Kwi Song, demi nama besar dan
juga kebenaran dalam rimba persilatan, maka hari ini,
selaku Ciangbundjin Siauw Lim Sie punco
membebankan tugas berat bagi kalian berdua.
Untukmu secara khusus Thian Ki Hwesio, engkau
bertugas untuk mengejar dan terus mencari
keberadaan WONG JIN LIU, merebut kem bali kedua
pit kip tersebut dan atas nama Ciangbundjin Siauw
Lim Sie menjatuhkan hukuman yang dirasa perlu bagi
pengkhianat Siauw Lim Sie tersebut. Sejak hari ini,
WONG JIN LIU punco nyatakan bukan lagi murid
Siauw Lim Sie dan engkau Thian Ki Hwesio, bertugas
untuk dan atas nama Punco mengejar dan kemudian
menjatuhkan hukuman apapun yang engkau anggap
perlu sebagai ganjaran atas dosa dosa Wong Jin Liu
.......... saat ini juga, kalian berdua berangkatlah ......“
”Amitabha ......... menerima titah dan perintah
Ciangbundjin ........ kami berdua mohon diri untuk
segera bertugas ......“
”Amitabha ...... selamat bertugas, selamat bertugas.
Kong Hian Suheng, antarkan mereka pergi ..... (sambil
melirik Kong Hian Hwesio dan nampaknya keduanya
mengerti apa yang harus dilakukan).... Punco akan
selalu menunggu kabar baik dari kalian berdua ....
siancay .... siancay .....“ sambil berkata demikian
Ciangbundjin Siauw Lim Sie kemudian bangkit berdiri
dan seterusnya berjalan mendekati Thian Ki Hwesio
dan memberinya sesuatu. Tak lama setelahnya,
diapun beranjak untuk ikut mengantarkan Thian Ki
Hwesio dan Souw Kwi Song berjalan keluar guna
langsung bertugas mengejar Wong Jin Liu yang sudah
mencuri pusaka Siauw Lim Sie.
”Amitabha ...... Thian Ki Hwesio, Souw Kwi Song, mari
........“ setelah keluar dari pintu ruangan Ciangbundjin
Siauw Lim Sie, Kong Hian Hwesio segera mengajak
Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi Song berlalu.
Keduanya awalnya heran, untuk apa mereka
diantarkan keluar dari Kuil Siauw Lim Sie oleh Kong
Hian Hwesio. Semakin heran, karena bukannya keluar
Kuil Siauw Lim Sie, tetapi sebaliknya terus berjalan
menuju ke sebuah tempat yang justru ada ”tanda
larangan masuk“. Sebuah tempat dimana tokoh tokoh
besar Siauw Lim Sie dimakamkan dan juga
berdekatan dengan tempat samadhi khusus tokoh-
tokoh sepuh Siauw Lim Sie yang sudah menyepi, dan
termasuk juga didalamnya tempat berlatih Wong Jin
Liu sebelumnya.
Tetapi, Kong Hian Hwesio bungkam selama dalam
perjalanan dan sedikitpun tidak bicara. Sik apnya
membuat Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi Song juga
menjadi tidak berkeinginan untuk banyak bertanya.
Barulah ketika mereka tiba di dekat makam Kian Ti
Hosiang terdengar Kong Hian Hwesio berkata:
”Amitabha ... kalian berdua silahkan berdiam disini dan
setelah ada yang menghubungi dan menyelesaikan
urusannya, itu tandanya kalian berdua siap turun
gunung. Tidak perlu lagi menemui pinto dan
Ciangbundjin Siauw Lim Sie tetapi langsung saja turun
gunung. Tempat ini adalah tempat terlarang, tetapi
sebagai murid-murid Susiok Kian Ti Hosiang yang akan
melaksanakan tugas berat, maka kalian berdua
dimintakan datang kemari terlebih dahulu oleh
Ciangbundjin Sute. Sebelum pinto pergi, Ciangbundjin
Sute menitipkan dua hal penting bagi kalian berdua,
pertama jika tugas kalian ini memakan waktu lama,
maka Ciangbundjin Sute akan mengirim seorang
Bhiksu senior dari Siong San untuk menangani
sementara Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian. Dan
persoalan yang satunya lagi adalah, untuk alasan
apapun, jangan pernah mengunjungi pulang dan
datang kembali ke Biara Siauw Lim Sie di Siong San
sebelum tugas tersebut kalian tuntaskan ......... siancay
..... siancay .....“ setelah berkata demikian tanpa
menunggu pertanyaan atau perkataan Thian Ki
Hwesio dan Kwi Song, Pendeta tua itupun berlalu dari
sana tanpa menoleh ke belakang sedikitpun.
Sementara itu, Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi Song
tanpa diminta sudah memberi hormat dan kemudian
duduk dengan sangat khusyuk di dekat makam Kian
Ti Hosiang. Keduanya tahu bahwa di tempat terlarang
seperti ini, mereka dilarang untuk sedikitpun
mengeluarkan suara. Karena itu, mereka tidak
berbicara satu dengan yang lainnya tetapi
memutuskan untuk bersamadhi dan melakukannya
tepat di dalam lokasi makam Kian Ti Hosiang, suhu
mereka berdua almarhum. Meski kurang paham
dengan instruksi Kong Hian Hwesio tadi, tetapi
sebagai insan Siauw Lim Sie, keduanya paham agar
tidak usah bertanya tetapi mencoba mencerna dan
mencoba mencari tahu makna dari apa yang
dipesankan untuk mereka tadi. Maka merekapun
tenggelam dalam samadhi agar tidak banyak berkata-
kata.
Sudah lebih dari setengah harian mereka berada
disana dan belum ada tanda-tanda orang yang
menghubungi mereka mendekat. Dan kini, malampun
menjelang datang. Keduanya tetap dalam sikap
samadhi dan terus menunggu karena memang
demikian pesan dari Kong Hian Hwesio. Anehnya
meskipun terus menerus menunggu, mereka berdua
tidak merasa sedikitpun tersiksa karena mereka
memang berada di kompleks makam SUHU mereka
berdua almarhum. Karenanya, mereka seperti merasa
sedang bernostalgia dan sedang menemui SUHU yang
sangat mereka hormati dan kasihi itu. Bahkan
menjelang malam, mereka tanpa berkata-kata seperti
memperoleh inspirasi baru untuk berlatih dan
memperkuat ilmu yang dilatihkan dan diajarkan SUHU
mereka almarhum, Kian Ti Hosiang.
Cersil mwb Pedang Abadi Pendekar Rajawali Sakti - 137. Misteri Dewi Maut Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning
tersebut. Thian Ki Hwesio segera berkata tenang:
“Amitabha ……. Song te sudah datang Ciangbundjin
……”
“Masuklah Kwi Song ……….”
Dan tidak lama kemudian Kwi Songpun masuk dan
langsung memberi hormat kepada semua orang
sambil memandang ke sekeliling dan langsung dia
merasakan sesuatu yang berbeda. Pasti ada hal luar
biasa yang terjadi:
“Amitabha ….. bagaimana hasil penyelidikanmu Kwi
Song …..”? Tanya Ciangbundjin Siauw Lim Sie langsung
kepada persoalan.
”Ciangbundjin ……. Wong Susiok dapat dipastikan
sudah turun gunung, beberapa anak murid di gerbang
belakang bahkan sempat memergokinya tergesa-gesa
beberapa jam sebelumnya. Namun Wong Susiok tidak
berkata sesuatu apapun dan langsung melesat turun
gunung melalui pintu belakang dan memasuki hutan,
nampaknya beliau tidak ingin ada yang mengikuti
jejak pelariannya …….”
“Amitabha ….. siancay…. siancay …. Thian Ki Hwesio
dan engkau Souw Kwi Song, demi nama besar dan
juga kebenaran dalam rimba persilatan, maka hari ini,
selaku Ciangbundjin Siauw Lim Sie punco
membebankan tugas berat bagi kalian berdua.
Untukmu secara khusus Thian Ki Hwesio, engkau
bertugas untuk mengejar dan terus mencari
keberadaan WONG JIN LIU, merebut kem bali kedua
pit kip tersebut dan atas nama Ciangbundjin Siauw
Lim Sie menjatuhkan hukuman yang dirasa perlu bagi
pengkhianat Siauw Lim Sie tersebut. Sejak hari ini,
WONG JIN LIU punco nyatakan bukan lagi murid
Siauw Lim Sie dan engkau Thian Ki Hwesio, bertugas
untuk dan atas nama Punco mengejar dan kemudian
menjatuhkan hukuman apapun yang engkau anggap
perlu sebagai ganjaran atas dosa dosa Wong Jin Liu
.......... saat ini juga, kalian berdua berangkatlah ......“
”Amitabha ......... menerima titah dan perintah
Ciangbundjin ........ kami berdua mohon diri untuk
segera bertugas ......“
”Amitabha ...... selamat bertugas, selamat bertugas.
Kong Hian Suheng, antarkan mereka pergi ..... (sambil
melirik Kong Hian Hwesio dan nampaknya keduanya
mengerti apa yang harus dilakukan).... Punco akan
selalu menunggu kabar baik dari kalian berdua ....
siancay .... siancay .....“ sambil berkata demikian
Ciangbundjin Siauw Lim Sie kemudian bangkit berdiri
dan seterusnya berjalan mendekati Thian Ki Hwesio
dan memberinya sesuatu. Tak lama setelahnya,
diapun beranjak untuk ikut mengantarkan Thian Ki
Hwesio dan Souw Kwi Song berjalan keluar guna
langsung bertugas mengejar Wong Jin Liu yang sudah
mencuri pusaka Siauw Lim Sie.
”Amitabha ...... Thian Ki Hwesio, Souw Kwi Song, mari
........“ setelah keluar dari pintu ruangan Ciangbundjin
Siauw Lim Sie, Kong Hian Hwesio segera mengajak
Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi Song berlalu.
Keduanya awalnya heran, untuk apa mereka
diantarkan keluar dari Kuil Siauw Lim Sie oleh Kong
Hian Hwesio. Semakin heran, karena bukannya keluar
Kuil Siauw Lim Sie, tetapi sebaliknya terus berjalan
menuju ke sebuah tempat yang justru ada ”tanda
larangan masuk“. Sebuah tempat dimana tokoh tokoh
besar Siauw Lim Sie dimakamkan dan juga
berdekatan dengan tempat samadhi khusus tokoh-
tokoh sepuh Siauw Lim Sie yang sudah menyepi, dan
termasuk juga didalamnya tempat berlatih Wong Jin
Liu sebelumnya.
Tetapi, Kong Hian Hwesio bungkam selama dalam
perjalanan dan sedikitpun tidak bicara. Sik apnya
membuat Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi Song juga
menjadi tidak berkeinginan untuk banyak bertanya.
Barulah ketika mereka tiba di dekat makam Kian Ti
Hosiang terdengar Kong Hian Hwesio berkata:
”Amitabha ... kalian berdua silahkan berdiam disini dan
setelah ada yang menghubungi dan menyelesaikan
urusannya, itu tandanya kalian berdua siap turun
gunung. Tidak perlu lagi menemui pinto dan
Ciangbundjin Siauw Lim Sie tetapi langsung saja turun
gunung. Tempat ini adalah tempat terlarang, tetapi
sebagai murid-murid Susiok Kian Ti Hosiang yang akan
melaksanakan tugas berat, maka kalian berdua
dimintakan datang kemari terlebih dahulu oleh
Ciangbundjin Sute. Sebelum pinto pergi, Ciangbundjin
Sute menitipkan dua hal penting bagi kalian berdua,
pertama jika tugas kalian ini memakan waktu lama,
maka Ciangbundjin Sute akan mengirim seorang
Bhiksu senior dari Siong San untuk menangani
sementara Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian. Dan
persoalan yang satunya lagi adalah, untuk alasan
apapun, jangan pernah mengunjungi pulang dan
datang kembali ke Biara Siauw Lim Sie di Siong San
sebelum tugas tersebut kalian tuntaskan ......... siancay
..... siancay .....“ setelah berkata demikian tanpa
menunggu pertanyaan atau perkataan Thian Ki
Hwesio dan Kwi Song, Pendeta tua itupun berlalu dari
sana tanpa menoleh ke belakang sedikitpun.
Sementara itu, Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi Song
tanpa diminta sudah memberi hormat dan kemudian
duduk dengan sangat khusyuk di dekat makam Kian
Ti Hosiang. Keduanya tahu bahwa di tempat terlarang
seperti ini, mereka dilarang untuk sedikitpun
mengeluarkan suara. Karena itu, mereka tidak
berbicara satu dengan yang lainnya tetapi
memutuskan untuk bersamadhi dan melakukannya
tepat di dalam lokasi makam Kian Ti Hosiang, suhu
mereka berdua almarhum. Meski kurang paham
dengan instruksi Kong Hian Hwesio tadi, tetapi
sebagai insan Siauw Lim Sie, keduanya paham agar
tidak usah bertanya tetapi mencoba mencerna dan
mencoba mencari tahu makna dari apa yang
dipesankan untuk mereka tadi. Maka merekapun
tenggelam dalam samadhi agar tidak banyak berkata-
kata.
Sudah lebih dari setengah harian mereka berada
disana dan belum ada tanda-tanda orang yang
menghubungi mereka mendekat. Dan kini, malampun
menjelang datang. Keduanya tetap dalam sikap
samadhi dan terus menunggu karena memang
demikian pesan dari Kong Hian Hwesio. Anehnya
meskipun terus menerus menunggu, mereka berdua
tidak merasa sedikitpun tersiksa karena mereka
memang berada di kompleks makam SUHU mereka
berdua almarhum. Karenanya, mereka seperti merasa
sedang bernostalgia dan sedang menemui SUHU yang
sangat mereka hormati dan kasihi itu. Bahkan
menjelang malam, mereka tanpa berkata-kata seperti
memperoleh inspirasi baru untuk berlatih dan
memperkuat ilmu yang dilatihkan dan diajarkan SUHU
mereka almarhum, Kian Ti Hosiang.