Cerita Silat | Tarian Liar Naga Sakti | by Marshall | Tarian Liar Naga Sakti | Cersil Sakti | Tarian Liar Naga Sakti pdf
Cersil mwb Pedang Abadi Pendekar Rajawali Sakti - 137. Misteri Dewi Maut Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning
ie.
Tepatnya ketika mereka berdua bertemu dan
bercakap keesokan harinya:
“Amitabha ….. Ciangbundjin Sute, kelihatannya
mereka berdua sudah berangkat mengejar Susiok
Wong Jin Liu, mereka sudah tidak berada di makam
itu ……”
”Amitabha ……. Bagus jika demikian Suheng ……
karena jika benar amanat mendiang Kian Ti Hosiang
Supek, maka Thian Ki Hwesio mesti belajar sesuatu di
luar sana jauh melebihi kita. Selain itu, beban
tanggungjawab ini memang harus mereka yang
memikul dan menyelesaikannya, itupun amanat Kian
Ti Supek …….. siancay”
“Amitabha …. Tetapi ada satu hal yang lupa
kukatakan kepada Ciangbundjin Sute, anak itu, Kwi
Song akan melangsungkan pernikahan beberapa
bulan kedepan, mungkin sekitar 6 bulan ke depan.
Awalnya mereka akan merayakannya di Poh Thian,
tetapi dengan penugasan ini, menilik sifat dan
keteguhan Thian Ki Hwesio, tidak mungkin lagi
mereka melaksanakannya di Poh Thian …… siancay
…..”
”Amitabha ……. jika masih bisa diatur kembali cobalah
Suheng mengaturkan buat anak itu. Jikapun tidak,
dimanapun entah di Pulau Awan Putih atau dimana
tempat yang mereka putuskan, biarlah Suheng
mengaturnya bagi kita semua …. siancay …..”
”Amitabha …… baiklah Ciangbundjin Sute ……. Pinto
kan mencoba mengatur serta mengetahui rencana
Kwi Song ke depannya …..”
”Amitabha, sekaligus tolonglah Suheng menguruskan
siapa diantara anak murid kita yang dapat untuk
sementara menggantikan Thian Ki Hwesio di Poh
Thian. Kita tidak dapat membiarkan Siauw Lim Sie
Cabang Poh Thian tanpa pemimpin … siancay ….”
“Amitabha ….. Baik Ciangbundjin Sute, akan pinto
lakukan sebaiknya …..”
Sementara kedua pucuk pimpinan Biara Siauw Lim Sie
itu bercakap-cakap, Kong Sian Hwesio dan Kong Hian
Hwesio, jauh disana Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi
Song terus memburu dan menjejaki kemana Wong
Jin Liu pergi untuk bersembunyi setelah menggondol
dua buah kitab pusaka dari Siauw Lim Sie. Pengejaran
mereka membuat poisisi dan keadaan keduanya
menjadi sama seperti sebelum Thian Ki Hwesio belum
menjadi Pendeta Budha. Bahkan setelah penugasan
tanpa batas ini, Thian Ki Hwesio menjadi Bhiksu
pengelana dan berkeliaran di Dunia Persilatan dengan
tugas dan missi khusus yang diembankan Biara Siauw
Lim Sie baginya: Mengejar Wong Jin Liu, Susioknya
sendiri; merebut kembali kedua pusaka Siauw Lim Sie
yang dicuri paman gurunya itu; dan kemudian juga
untuk dan sekaligus atas nama Biara Siauw Lim Sie
dan Ciangbundjin Siauw Lim Sie Kong Sian Hwesio
menghukum murid pengkhianat yang sudah
diumumkan dilepaskan dan dipecat dari Siauw Lim Sie
tersebut.
Setelah sebulan mereka mengejar Wong Jin Liu tetap
saja mereka berdua tidak mampu menemukan
dimana Wong Jin Liu bersembunyi. Terakhir mereka
menemukan jejak Susiok mereka itu justru sudah
berjarak sangat jauh dari Siauw Lim Sie. Rupanya
Wong Jin Liu menempuh jarak dengan melewati
hutan lebat hingga tiba di pemukiman Nenek Tan Li
Ceng almarhum di Pek Ciok San dan dari sana dia
kembali masuk hutan. Thian Ki Hwesio yang
mengenali Pek Ciok San tiba disana sehari setengah
hari sesudah Wong Jin Liu kembali masuk hutan dan
merat dari Siong San. Dari sana, Thian Ki Hwesio terus
mengejar hingga sebulan kemudian dia kehilangan
jejak.
”Amitabha …… Song te, sebulan lagi pibu di gelar di
Bengkauw dan tidaklah mungkin Siauw Lim Sie tanpa
wakil disana ……… bagaimana pertimbanganmu ….”?
”Toako ……. Kita menghadapi tugas yang tidak dapat
ditunda, karena itu jika memang kita harus terus
memandang penyelesaian tugas ini, maka kita harus
terus berupaya mengejar dan mencari jejak Wong
Susiok ……”
”Amitabha …… bukan hanya itu yang kupikirkan Song
te, tetapi ada urusan lain yang lebih mendesak dan
lebih penting. Sebelum meninggalkan Siauw Lim Sie,
belum sempat dan lupa kumeminta pertimbangan
Ciangbundjin mengenai tempat pernikahan antara
engkau dengan Nona Hong Li. Dan engkau dengar
sediri, kita dilarang kembali ke Siauw Lim Sie sebelum
tugas kita selesai. Karena itu, setelah dipikir-pikir,
maka sebuah surat akan kutuliskan untuk Duta Agung
memohonkan pertolongannya. Sementara untuk
urusan Pibu, mau tidak mau engkau harus mewakili
Siauw Lim Sie, karena tugas mengejar dan
menghukum Wong Susiok jelas-jelas ditujukan
untukku dan engkau hanya membantu saja Song te
…….”
”Tetapi toako ……”
“Amitabha …… kita harus menangani banyak urusan
dan menyelesaikannya satu demi satu. Untuk saat ini,
kita mesti berbagi tugas, engkau mewakili Siauw Lim
Sie di pibu dengan Persia dan tugasku melanjutkan
pengejaran terhadap Wong Susiok. Dengan demikian
tidak ada kewajiban kita yang terabaikan …….. pada
saatnya, pasti semua akan terselesaikan. Dan untuk
urusanmu, sebagai walimu maka kumintakan kelak
kesediaan dan bantuan Duta Agung untuk
menguruskan beberapa hal yang sangat penting bagi
masa depanmu ……. siancay”
”Toako, masakan engkau tidak akan hadir dalam
acara pernikahanku kelak ….”?
“Amitabha, siapa yang berkata demikian ….? Suratku
untuk Duta Agung justru akan juga menetapkan
waktu dan tanggal sehingga pada saatnya, meski
hanya untuk mengikuti acara hari bahagiamu, pasti
akan hadir ….. siancay …..”
”Baiklah toako, pilihan ini meski kurang sempurna
tetapi baik juga. Aku akan mewakili Siauw Lim Sie di
pibu tersebut dan toako terus mengejar Wong Susiok,
kelak aku dan istriku akan bergabung membantu
toako …….”
”Amitabha, baik juga jika demikian Song te …….. “
Dan demikian adanya. Hari itu juga, Thian Ki Hwesio
menuliskan sebuah surat kepada Duta Agung Kiang
ceng Liong, dan setelah menyerahkannya kepada Kwi
Song, mereka berdua, kakak beradik kembar, yang
satu sudah menjadi Bhiksu dan satunya lagi pendekar
muda perkasa di Tionggoan, kembali berpisah. Kali ini
karena mereka berdua harus berbagi tugas untuk hal-
hal penting yang mengatas namakan pintu perguruan
mereka, yakni Siauw Lim Sie.
Cersil mwb Pedang Abadi Pendekar Rajawali Sakti - 137. Misteri Dewi Maut Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning
ie.
Tepatnya ketika mereka berdua bertemu dan
bercakap keesokan harinya:
“Amitabha ….. Ciangbundjin Sute, kelihatannya
mereka berdua sudah berangkat mengejar Susiok
Wong Jin Liu, mereka sudah tidak berada di makam
itu ……”
”Amitabha ……. Bagus jika demikian Suheng ……
karena jika benar amanat mendiang Kian Ti Hosiang
Supek, maka Thian Ki Hwesio mesti belajar sesuatu di
luar sana jauh melebihi kita. Selain itu, beban
tanggungjawab ini memang harus mereka yang
memikul dan menyelesaikannya, itupun amanat Kian
Ti Supek …….. siancay”
“Amitabha …. Tetapi ada satu hal yang lupa
kukatakan kepada Ciangbundjin Sute, anak itu, Kwi
Song akan melangsungkan pernikahan beberapa
bulan kedepan, mungkin sekitar 6 bulan ke depan.
Awalnya mereka akan merayakannya di Poh Thian,
tetapi dengan penugasan ini, menilik sifat dan
keteguhan Thian Ki Hwesio, tidak mungkin lagi
mereka melaksanakannya di Poh Thian …… siancay
…..”
”Amitabha ……. jika masih bisa diatur kembali cobalah
Suheng mengaturkan buat anak itu. Jikapun tidak,
dimanapun entah di Pulau Awan Putih atau dimana
tempat yang mereka putuskan, biarlah Suheng
mengaturnya bagi kita semua …. siancay …..”
”Amitabha …… baiklah Ciangbundjin Sute ……. Pinto
kan mencoba mengatur serta mengetahui rencana
Kwi Song ke depannya …..”
”Amitabha, sekaligus tolonglah Suheng menguruskan
siapa diantara anak murid kita yang dapat untuk
sementara menggantikan Thian Ki Hwesio di Poh
Thian. Kita tidak dapat membiarkan Siauw Lim Sie
Cabang Poh Thian tanpa pemimpin … siancay ….”
“Amitabha ….. Baik Ciangbundjin Sute, akan pinto
lakukan sebaiknya …..”
Sementara kedua pucuk pimpinan Biara Siauw Lim Sie
itu bercakap-cakap, Kong Sian Hwesio dan Kong Hian
Hwesio, jauh disana Thian Ki Hwesio dan Souw Kwi
Song terus memburu dan menjejaki kemana Wong
Jin Liu pergi untuk bersembunyi setelah menggondol
dua buah kitab pusaka dari Siauw Lim Sie. Pengejaran
mereka membuat poisisi dan keadaan keduanya
menjadi sama seperti sebelum Thian Ki Hwesio belum
menjadi Pendeta Budha. Bahkan setelah penugasan
tanpa batas ini, Thian Ki Hwesio menjadi Bhiksu
pengelana dan berkeliaran di Dunia Persilatan dengan
tugas dan missi khusus yang diembankan Biara Siauw
Lim Sie baginya: Mengejar Wong Jin Liu, Susioknya
sendiri; merebut kembali kedua pusaka Siauw Lim Sie
yang dicuri paman gurunya itu; dan kemudian juga
untuk dan sekaligus atas nama Biara Siauw Lim Sie
dan Ciangbundjin Siauw Lim Sie Kong Sian Hwesio
menghukum murid pengkhianat yang sudah
diumumkan dilepaskan dan dipecat dari Siauw Lim Sie
tersebut.
Setelah sebulan mereka mengejar Wong Jin Liu tetap
saja mereka berdua tidak mampu menemukan
dimana Wong Jin Liu bersembunyi. Terakhir mereka
menemukan jejak Susiok mereka itu justru sudah
berjarak sangat jauh dari Siauw Lim Sie. Rupanya
Wong Jin Liu menempuh jarak dengan melewati
hutan lebat hingga tiba di pemukiman Nenek Tan Li
Ceng almarhum di Pek Ciok San dan dari sana dia
kembali masuk hutan. Thian Ki Hwesio yang
mengenali Pek Ciok San tiba disana sehari setengah
hari sesudah Wong Jin Liu kembali masuk hutan dan
merat dari Siong San. Dari sana, Thian Ki Hwesio terus
mengejar hingga sebulan kemudian dia kehilangan
jejak.
”Amitabha …… Song te, sebulan lagi pibu di gelar di
Bengkauw dan tidaklah mungkin Siauw Lim Sie tanpa
wakil disana ……… bagaimana pertimbanganmu ….”?
”Toako ……. Kita menghadapi tugas yang tidak dapat
ditunda, karena itu jika memang kita harus terus
memandang penyelesaian tugas ini, maka kita harus
terus berupaya mengejar dan mencari jejak Wong
Susiok ……”
”Amitabha …… bukan hanya itu yang kupikirkan Song
te, tetapi ada urusan lain yang lebih mendesak dan
lebih penting. Sebelum meninggalkan Siauw Lim Sie,
belum sempat dan lupa kumeminta pertimbangan
Ciangbundjin mengenai tempat pernikahan antara
engkau dengan Nona Hong Li. Dan engkau dengar
sediri, kita dilarang kembali ke Siauw Lim Sie sebelum
tugas kita selesai. Karena itu, setelah dipikir-pikir,
maka sebuah surat akan kutuliskan untuk Duta Agung
memohonkan pertolongannya. Sementara untuk
urusan Pibu, mau tidak mau engkau harus mewakili
Siauw Lim Sie, karena tugas mengejar dan
menghukum Wong Susiok jelas-jelas ditujukan
untukku dan engkau hanya membantu saja Song te
…….”
”Tetapi toako ……”
“Amitabha …… kita harus menangani banyak urusan
dan menyelesaikannya satu demi satu. Untuk saat ini,
kita mesti berbagi tugas, engkau mewakili Siauw Lim
Sie di pibu dengan Persia dan tugasku melanjutkan
pengejaran terhadap Wong Susiok. Dengan demikian
tidak ada kewajiban kita yang terabaikan …….. pada
saatnya, pasti semua akan terselesaikan. Dan untuk
urusanmu, sebagai walimu maka kumintakan kelak
kesediaan dan bantuan Duta Agung untuk
menguruskan beberapa hal yang sangat penting bagi
masa depanmu ……. siancay”
”Toako, masakan engkau tidak akan hadir dalam
acara pernikahanku kelak ….”?
“Amitabha, siapa yang berkata demikian ….? Suratku
untuk Duta Agung justru akan juga menetapkan
waktu dan tanggal sehingga pada saatnya, meski
hanya untuk mengikuti acara hari bahagiamu, pasti
akan hadir ….. siancay …..”
”Baiklah toako, pilihan ini meski kurang sempurna
tetapi baik juga. Aku akan mewakili Siauw Lim Sie di
pibu tersebut dan toako terus mengejar Wong Susiok,
kelak aku dan istriku akan bergabung membantu
toako …….”
”Amitabha, baik juga jika demikian Song te …….. “
Dan demikian adanya. Hari itu juga, Thian Ki Hwesio
menuliskan sebuah surat kepada Duta Agung Kiang
ceng Liong, dan setelah menyerahkannya kepada Kwi
Song, mereka berdua, kakak beradik kembar, yang
satu sudah menjadi Bhiksu dan satunya lagi pendekar
muda perkasa di Tionggoan, kembali berpisah. Kali ini
karena mereka berdua harus berbagi tugas untuk hal-
hal penting yang mengatas namakan pintu perguruan
mereka, yakni Siauw Lim Sie.