Cerita Silat | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Cersil Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti pdf
Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga
Gadis berbaju biru yang tidak lain Pandan Wangi
alias si Kipas Maut, cepat mencelat untuk menghindari
keributan yang mulai terjadi di dalam kedai. Bersa-maan dengan itu, beberapa tokoh persilatan yang tadi
berada di kedai, ikut keluar di belakang laki- laki ber-
baju kumal itu. Bahkan mereka sudah mengepung
Pandan Wangi dengan sikap bermusuhan.
"Si Kelelawar Buduk! Jangan serakah kau! Aku
pun punya kepentingan dengannya!" teriak seorang la-ki- laki bertubuh kekar pada lelaki berbaju gembel itu.
Cambang bauk tebal tampak menghiasi wajahnya.
"Ha ha ha...! Kau dengar itu, Kipas Maut? Betul
kataku, bukan?" Ujar laki-laki yang sesungguhnya di-kenal sebagai si Kelelawar Buduk
"Kipas Maut! Kau harus tunjukkan pada kami, di
mana Pendekar Rajawali Sakti?!" teriak seorang yang
lain dengan wajah garang.
"Huh! Kalian salah alamat! Kalau memang kalian
berurusan dengan Pendekar Rajawali Sakti, seharus-nya cari sendirilah. Aku tidak tahu me-nahu di mana
dia berada!" sentak Pandan Wangi.
"Ha ha ha...! Mustahil kau tidak tahu di mana
dia berada. Jangan coba-coba membohongi kami!" sa-hut satu suara gusar.
"Sebaiknya katakan saja, di mana dia berada.
Maka kau bisa lepas dari tanggung jawab atas perbua-tan biadab yang telah dilakukannya!" timpal si Kelela-war Buduk.
"Kalian boleh percaya atau tidak Yang jelas, aku
tidak tahu di mana dia berada saat ini. Kemunculanku
pun untuk mencarinya! "
"Hm, kasihan sekali," desah si Kelelawar Buduk
sambil tertawa sinis.
Namun paras wajah si Kelelawar Buduk cepat
berubah bengis.
Tapi jangan harap kami bisa percaya begitu saja!
Kau hams memberitahukannya! Atau, kau yang akan
menggantikannya untuk menerima pembalasan kami!"
lanjut si Kelelawar Buduk.
"Si Kelelawar Buduk! Selamanya aku tidak per-nah gentar terhadap orang-orang sepertimu! Kalau kau
memaksa, maka aku terpaksa membela diri!" sahut
Pandan Wangi, tegas.
"Bagus! Nah, kau boleh terima kematianmu!" Si
Kelelawar Buduk langsung mencelat menyerang Pan-dan Wangi dengan mengibaskan tongkatnya. Namun,
tokoh-tokoh silat lainnya agaknya tidak mau ketingga-lan. Dengan dipenuhi amarah dan rasa dendam, lima
orang dari mereka langsung ikut menyerang si Kipas
Maut.
"Si Kelelawar Buduk! Jangan serakah kau! Bu-kan hanya kau yang punya urusan dengannya! " Teriak
seseorang.
Si Kelelawar Buduk agaknya tidak begitu mem-pedulikannya, apakah mereka mau mengeroyok Pan-dan Wangi atau tidak. Dia tetap menyerang gadis itu
dengan hebat.
"Setan alas!" maki Pandan Wangi dengan wajah
geram. Gadis itu cepat melompat ke belakang, lalu
membuat beberapa kali putaran. Dan langsung kedua
senjata andalannya dicabut.
Sret!
"Majulah kalian semua kalau hendak memaksa-ku!" desis si Kipas Maut dengan isi dada dipenuhi
amarah.
Kejadian ini bukan sekali atau dua kali ditemui
Pandan Wangi dalam waktu belakangan ini. Sehingga,
tidak membuatnya kaget. Dan dengan tenang, dia be-rusaha menahan serangan-serangan lawan.
Berita buruk yang didengarnya tentang Pen-dekar Rajawali Sakti terasa amat menyakitkan. Semu-la, Pandan Wangi menganggap bahwa itu se-kadar be-rita burung dari orang-orang yang tidak menyukai ke-
kasihnya. Dugaannya, berita itu tidak akan bertahan
lama dan akhirnya hilang be-gitu saja. Namun, ternya-ta dari hari ke hari, malah semakin santer. Bahkan
membuatnya terpaksa harus menyelidiki sendiri kebe-narannya. Dan hatinya semakin perih ketika mengeta-hui Kenyataan kalau berita yang didengarnya hampir
benar. Semua orang menuduh begitu. Dalam hatinya,
gadis itu masih tetap tidak percaya kalau Rangga tega
berbuat telengas. Itulah sebabnya, dia berusaha men-carinya. Dan hal ini yang membuatnya sedikit banyak
sering menemui kesulitan dari tokoh-tokoh persilatan
yang mengetahui kalau dirinya memiliki hubungan de-kat dengan Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu, pertarungan berlangsung seru
dan alot. Enam orang pengeroyok Pandan Wangi beru-saha meringkusnya dengan menyerang sangat gencar.
Namun berkat kelincahan serta kepandaian yang dimi-liki si Kipas Maut, agaknya tidak begitu mudah bagi
mereka untuk meringkusnya dalam waktu singkat.
Pandan Wangi bukannya tidak menyadari kea- daannya yang terjepit. Meski saat ini masih mampu
bertahan, namun gadis itu sendiri tidak yakin berapa
lama mampu bertahan. Kalau hal ini berlangsung be-berapa jurus lagi, bukan tidak mungkin dia bisa dija-tuhkan. Berpikir begitu, si Kipas Maut berusaha men-cari kesempatan untuk kabur. Dan ketika kesempatan
itu diperoleh, tubuhnya langsung digenjot dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah
sangat tinggi. Sebentar saja tubuhnya telah melesat
cepat, kabur dari tempat ini.
"Setan betina! Kau kira bisa kabur seenaknya?
Huh! Ke mana pun kau pergi, tidak akan selamat dari-ku!" teriak si Kelelawar Buduk seraya terus mengejar-nya diikuti yang lainnya.
***
Pandan Wangi memiliki ilmu meringankan tubuh
sudah cukup tinggi. Namun si Kelelawar Buduk pun
ternyata tidak kalah hebat. Dan dia mampu menyusul
gadis itu pada jarak cukup dekat di belakangnya. Na-mun begitu, Pandan Wangi tidak ingin berhenti. Dia te-rus berlari kencang ke arah selatan. Lima orang penge-jarnya yang lain kehilangan jejak ketika telah terpaut
beberapa puluh tombak.
Setelah menyadari bahwa mereka tidak mampu
mengejar dan menghilang entah ke mana, Pandan
Wangi menghentikan larinya. Ditunggunya si Kelelawar
Buduk di bawah sebatang pohon rindang.
"Ha ha ha...! Akhirnya kau menyerah juga, he?!"
Kata si Kelelawar Buduk, begitu tiba di depan Pandan
Wangi.
"Huh! Kau kira begitu? Aku justru menunggu ke-sempatan seperti ini. Hanya kita berdua di sini. Dan
dengan begitu aku leluasa merobek mulutmu yang
sombong!" dengus Pandan Wangi berkacak pinggang.
"Ha ha ha...! Mulutmu memang sudah terkenal
gegabah, Kipas Maut. Tapi berhadapan denganku, kau
harus tahu diri! "
"Chuih, tutup mulutmu! Kau boleh buktikan ka-ta-katamu!" sindir gadis itu, seraya melompat menye-rang laki-laki itu dengan kedua senjata terhunus.
Srak!
"Yeaaa!"
Si Kelelawar Buduk tidak kalah sigap. Tongkat-nya cepat dikibaskan, menyapu serangan senjata Pan
Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga
Gadis berbaju biru yang tidak lain Pandan Wangi
alias si Kipas Maut, cepat mencelat untuk menghindari
keributan yang mulai terjadi di dalam kedai. Bersa-maan dengan itu, beberapa tokoh persilatan yang tadi
berada di kedai, ikut keluar di belakang laki- laki ber-
baju kumal itu. Bahkan mereka sudah mengepung
Pandan Wangi dengan sikap bermusuhan.
"Si Kelelawar Buduk! Jangan serakah kau! Aku
pun punya kepentingan dengannya!" teriak seorang la-ki- laki bertubuh kekar pada lelaki berbaju gembel itu.
Cambang bauk tebal tampak menghiasi wajahnya.
"Ha ha ha...! Kau dengar itu, Kipas Maut? Betul
kataku, bukan?" Ujar laki-laki yang sesungguhnya di-kenal sebagai si Kelelawar Buduk
"Kipas Maut! Kau harus tunjukkan pada kami, di
mana Pendekar Rajawali Sakti?!" teriak seorang yang
lain dengan wajah garang.
"Huh! Kalian salah alamat! Kalau memang kalian
berurusan dengan Pendekar Rajawali Sakti, seharus-nya cari sendirilah. Aku tidak tahu me-nahu di mana
dia berada!" sentak Pandan Wangi.
"Ha ha ha...! Mustahil kau tidak tahu di mana
dia berada. Jangan coba-coba membohongi kami!" sa-hut satu suara gusar.
"Sebaiknya katakan saja, di mana dia berada.
Maka kau bisa lepas dari tanggung jawab atas perbua-tan biadab yang telah dilakukannya!" timpal si Kelela-war Buduk.
"Kalian boleh percaya atau tidak Yang jelas, aku
tidak tahu di mana dia berada saat ini. Kemunculanku
pun untuk mencarinya! "
"Hm, kasihan sekali," desah si Kelelawar Buduk
sambil tertawa sinis.
Namun paras wajah si Kelelawar Buduk cepat
berubah bengis.
Tapi jangan harap kami bisa percaya begitu saja!
Kau hams memberitahukannya! Atau, kau yang akan
menggantikannya untuk menerima pembalasan kami!"
lanjut si Kelelawar Buduk.
"Si Kelelawar Buduk! Selamanya aku tidak per-nah gentar terhadap orang-orang sepertimu! Kalau kau
memaksa, maka aku terpaksa membela diri!" sahut
Pandan Wangi, tegas.
"Bagus! Nah, kau boleh terima kematianmu!" Si
Kelelawar Buduk langsung mencelat menyerang Pan-dan Wangi dengan mengibaskan tongkatnya. Namun,
tokoh-tokoh silat lainnya agaknya tidak mau ketingga-lan. Dengan dipenuhi amarah dan rasa dendam, lima
orang dari mereka langsung ikut menyerang si Kipas
Maut.
"Si Kelelawar Buduk! Jangan serakah kau! Bu-kan hanya kau yang punya urusan dengannya! " Teriak
seseorang.
Si Kelelawar Buduk agaknya tidak begitu mem-pedulikannya, apakah mereka mau mengeroyok Pan-dan Wangi atau tidak. Dia tetap menyerang gadis itu
dengan hebat.
"Setan alas!" maki Pandan Wangi dengan wajah
geram. Gadis itu cepat melompat ke belakang, lalu
membuat beberapa kali putaran. Dan langsung kedua
senjata andalannya dicabut.
Sret!
"Majulah kalian semua kalau hendak memaksa-ku!" desis si Kipas Maut dengan isi dada dipenuhi
amarah.
Kejadian ini bukan sekali atau dua kali ditemui
Pandan Wangi dalam waktu belakangan ini. Sehingga,
tidak membuatnya kaget. Dan dengan tenang, dia be-rusaha menahan serangan-serangan lawan.
Berita buruk yang didengarnya tentang Pen-dekar Rajawali Sakti terasa amat menyakitkan. Semu-la, Pandan Wangi menganggap bahwa itu se-kadar be-rita burung dari orang-orang yang tidak menyukai ke-
kasihnya. Dugaannya, berita itu tidak akan bertahan
lama dan akhirnya hilang be-gitu saja. Namun, ternya-ta dari hari ke hari, malah semakin santer. Bahkan
membuatnya terpaksa harus menyelidiki sendiri kebe-narannya. Dan hatinya semakin perih ketika mengeta-hui Kenyataan kalau berita yang didengarnya hampir
benar. Semua orang menuduh begitu. Dalam hatinya,
gadis itu masih tetap tidak percaya kalau Rangga tega
berbuat telengas. Itulah sebabnya, dia berusaha men-carinya. Dan hal ini yang membuatnya sedikit banyak
sering menemui kesulitan dari tokoh-tokoh persilatan
yang mengetahui kalau dirinya memiliki hubungan de-kat dengan Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu, pertarungan berlangsung seru
dan alot. Enam orang pengeroyok Pandan Wangi beru-saha meringkusnya dengan menyerang sangat gencar.
Namun berkat kelincahan serta kepandaian yang dimi-liki si Kipas Maut, agaknya tidak begitu mudah bagi
mereka untuk meringkusnya dalam waktu singkat.
Pandan Wangi bukannya tidak menyadari kea- daannya yang terjepit. Meski saat ini masih mampu
bertahan, namun gadis itu sendiri tidak yakin berapa
lama mampu bertahan. Kalau hal ini berlangsung be-berapa jurus lagi, bukan tidak mungkin dia bisa dija-tuhkan. Berpikir begitu, si Kipas Maut berusaha men-cari kesempatan untuk kabur. Dan ketika kesempatan
itu diperoleh, tubuhnya langsung digenjot dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah
sangat tinggi. Sebentar saja tubuhnya telah melesat
cepat, kabur dari tempat ini.
"Setan betina! Kau kira bisa kabur seenaknya?
Huh! Ke mana pun kau pergi, tidak akan selamat dari-ku!" teriak si Kelelawar Buduk seraya terus mengejar-nya diikuti yang lainnya.
***
Pandan Wangi memiliki ilmu meringankan tubuh
sudah cukup tinggi. Namun si Kelelawar Buduk pun
ternyata tidak kalah hebat. Dan dia mampu menyusul
gadis itu pada jarak cukup dekat di belakangnya. Na-mun begitu, Pandan Wangi tidak ingin berhenti. Dia te-rus berlari kencang ke arah selatan. Lima orang penge-jarnya yang lain kehilangan jejak ketika telah terpaut
beberapa puluh tombak.
Setelah menyadari bahwa mereka tidak mampu
mengejar dan menghilang entah ke mana, Pandan
Wangi menghentikan larinya. Ditunggunya si Kelelawar
Buduk di bawah sebatang pohon rindang.
"Ha ha ha...! Akhirnya kau menyerah juga, he?!"
Kata si Kelelawar Buduk, begitu tiba di depan Pandan
Wangi.
"Huh! Kau kira begitu? Aku justru menunggu ke-sempatan seperti ini. Hanya kita berdua di sini. Dan
dengan begitu aku leluasa merobek mulutmu yang
sombong!" dengus Pandan Wangi berkacak pinggang.
"Ha ha ha...! Mulutmu memang sudah terkenal
gegabah, Kipas Maut. Tapi berhadapan denganku, kau
harus tahu diri! "
"Chuih, tutup mulutmu! Kau boleh buktikan ka-ta-katamu!" sindir gadis itu, seraya melompat menye-rang laki-laki itu dengan kedua senjata terhunus.
Srak!
"Yeaaa!"
Si Kelelawar Buduk tidak kalah sigap. Tongkat-nya cepat dikibaskan, menyapu serangan senjata Pan