Cerita Silat | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti | Cersil Sakti | Bunuh Pendekar Rajawali Sakti pdf
Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga
e-tiga tokoh tua itu tidak mengejar. Karena saat itu juga,
menderu hujan anak panah menyambar Pendekar Ra-jawali Sakti.
Set! Set!
"Hiiih!"
Tras!
Kembali Rangga mengibaskan pedang sambil
bergerak gesit menghindari hujan anak panah itu. Na-mun, luka dalam yang diderita, serta rasa nyeri di
punggung, membuat gerakannya terganggu. Dan....
Crab! Crab!
"Aaakh! "
Pendekar Rajawali Sakti mengeluh tertahan be
gitu pinggang kirinya tertancap anak panah. Se-mentara sebatang anak panah lainnya menancap di
betis kanan.
"Hiiih!"
Sambil berkerut menahan rasa sakit, Rangga
mencabut kedua batang anak panah itu. Darah men-gucur deras dari kedua lukanya. Namun dengan tegar,
Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak sambil meman-dang ketiga tokoh lawannya dengan sorot mata tajam.
"Huh! Kalian kira mudah menjatuhkan aku de-ngan cara seperti ini?!"
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau tidak perlu som-bong. Kematianmu hanya soal waktu. Tidak ada yang
bisa kau lakukan saat ini. Kini, kami tahu bagaimana
harus menaklukkan mu," sahut Ki Walang Ijo tenang.
Apa yang dikatakan Ki Walang Ijo memang be-nar. Cara mereka menghadapi Pendekar Rajawali Sak-ti, kalau diperhatikan secara teliti, memang berbeda
seperti biasanya. Mereka lebih mengutamakan kekom-pakan penyerangan, dan tidak pernah berusaha saling
menonjolkan diri dalam menjatuhkan si Pendekar Ra-jawali Sakti. Sebab, hal itu hanya akan merusak per-tahanan mereka. Sebelum Pendekar Rajawali Sakti ti-ba, itu memang telah disepakati bersama. Bila salah
seorang di antara mereka ada yang ceroboh dan ber-nafsu, maka pertahanan akan rusak. Maka, bisa di- perkirakan korban akan banyak, meskipun akhirnya si
Pendekar Rajawali Sakti masih bisa diringkus.
Ketiga tokoh tua itu juga tidak begitu diburu naf-su dalam menjatuhkan Pendekar Rajawali Sakti sece-patnya, meski melihat ada peluang. Dan kalau diper-hatikan seksama, justru mereka tidak memulai suatu
serangan. Melainkan, menunggu pemuda itu untuk
menyerang lebih dulu. Mereka terus memberi kesem-patan, jika pemuda itu terlihat mulai keteter.
"Ketahuilah, Pendekar Rajawali Sakti. Di atas
langit masih ada langit Begitu juga dengan kehebatan.
Tidak ada sesuatu yang hebat di kolong jagad ini. Jika
mereka berbuat kejahatan dan menyebar malapetaka,
maka mereka akan hancur dengan sendirinya," timpal
Ki Gempar Persada.
"Sayang sekali. Seorang pendekar hebat yang
namanya selalu disamakan dengan malaikat kebena-ran, bisa berbuat telengas. Apa yang kau tuju dan apa
yang kau inginkan? Apakah kau terperosok dalam ke-kayaan atau wanita? Huh! Segalanya sudah terlambat
Kini kau akan mengalami hukuman seumur hidup-mu! " Desis Nyai Kami.
"Huh! Apa pun yang kalian ocehkan, jangan ha-rap akan menyurutkan niatku! Kalian harus mati!"
Ujar pemuda itu menggeram.
Kemudian terlihat Pendekar Rajawali Sakti me-
musatkan pikiran dengan batang pedang melintang ke
wajah sampai dada. Kemudian tubuhnya berputar ce-pat bagai gasing. Dan....
"Hiyaaa!"
Tubuh Rangga mencelat ringan bagaikan kilat
menyambar ketiga lawan. Agaknya, pemuda itu tengah
mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' pada
tingkat tertinggi untuk membuyarkan pertahanan la-wan.
"Awas! Jangan sampai terpecah! Ingat! Apa pun
yang terjadi, kita tidak boleh berpencar!" teriak Ki Wa-lang Ijo, memperingatkan kedua kawan-nya.
Trang!
"Heaaa!"
Pedang Pendekar Rajawali Sakti menyambar ke
arah Ki Walang Ijo sambil menghindari kedua senjata
Nyai Kami dan Ki Gempar Persada. Serangan Rangga
terpusat pada orang tua itu. Dan ketika melihat Ki Wa-lang Ijo mulai terdesak, mendadak dia merubah seran-gan. Dan kali ini, sasarannya pada Nyai Kami. Wanita
itu menjadi kaget, sungguh tidak disangka kalau di-rinya akan diserang secara bertubi-tubi. Bahkan le-hernya nyaris putus dibabat pedang pemuda itu, kalau
saja tidak mencelat jauh ke belakang. Namun, Pende-kar Rajawali Sakti terus mengejarnya.
Apa yang dilakukan Rangga memang suatu ge-brakan hebat. Serangannya dipusatkan pada satu
orang, tanpa melupakan untuk menghindari serangan
kedua lawannya. Lalu ketika lawan mulai terdesak, ti-ba-tiba lawan yang lain diserang. Begitu seterusnya,
tanpa beraturan. Sehingga, ketiga lawannya menjadi
bingung. Dan mereka takut-takut untuk balas menye-rang, karena tidak tahu siapa berikutnya yang akan
diserang Pendekar Rajawali Sakti. Gerakan pemuda itu
masih terlihat gesit. Dan salah sedikit saja mengelak,
maka ujung pedangnya akan menyambar tanpa am-pun. Sehingga, terlihat dalam beberapa jurus saja, ke-tiganya mulai keteter.
"Munduuur...!" teriak Ki Walang Ijo memberi pe-rintah pada kedua kawannya.
Dengan gerakan gesit, ketiga tokoh tua itu men-celat bersamaan ke belakang untuk mengatur jarak,
sekaligus memberi kesempatan pada barisan pemanah
untuk melepaskan anak panahnya.
"Seraaang!" teriak Ki Polong memberi perintah.
"Yeaaa! "
Set! Set!
Trak! Tras!
"Kurang ajar!"
Pendekar Rajawali Sakti menggeram hebat, se-raya menghindari hujan anak panah.
"Aaa...! "
Pendekar Rajawali Sakti menjerit keras. Tubuh-nya langsung tersungkur ketika beberapa batang anak
panah menancap di tubuhnya. Pada saat itu juga, ke-tiga tokoh tua yang menjadi lawannya telah mencelat
dan siap menghabisinya.
"Yeaaa...!"
***
"Kebakaran...! Kebakaran...!" Terdengar teriakan
beberapa orang ketika terlihat kobaran api tiba-tiba sa-ja menyala dan menjalar cepat, membakar barak-barak
tempat tinggal para murid. Dan api pun menjalar cepat
ke bangunan utama.
Semua orang yang berada di tempat itu terkejut.
Dan yang lainnya langsung bergerak hendak mema-
damkan api, meski belum ada perintah dari Ki Polong.
Sementara yang lain sibuk mengamankan barang-barangnya.
Set!
Pada saat itu sekelebat benda-benda tajam me-nyambar ke arah Ki Walang Ijo, Ki Gempar Persada
dan Nyai Kami. Dengan kalang kabut ketiga tokoh tua
itu berusaha menghindarinya dengan bergulingan di
tanah. Sesosok bayangan itu menyerang dengan hebat.
Dan baru saja mereka bangkit bayangan itu telah le-nyap bersama tubuh si Pendekar Rajawali Sakti! Maka
kekagetan me-reka pun semakin bertambah.
"Kurang ajar! Siapa yang melakuk
Cersil mwb Pendekar Kembar Pendekar Rajawali Sakti - 139. Hantu Putih Mata Elang Cersil mwb Naga Sakti Sungai Kuning Pendekar Rajawali Sakti - 143. Iblis Tangan Tujuh Cersil indo Jamur Sisik Naga
e-tiga tokoh tua itu tidak mengejar. Karena saat itu juga,
menderu hujan anak panah menyambar Pendekar Ra-jawali Sakti.
Set! Set!
"Hiiih!"
Tras!
Kembali Rangga mengibaskan pedang sambil
bergerak gesit menghindari hujan anak panah itu. Na-mun, luka dalam yang diderita, serta rasa nyeri di
punggung, membuat gerakannya terganggu. Dan....
Crab! Crab!
"Aaakh! "
Pendekar Rajawali Sakti mengeluh tertahan be
gitu pinggang kirinya tertancap anak panah. Se-mentara sebatang anak panah lainnya menancap di
betis kanan.
"Hiiih!"
Sambil berkerut menahan rasa sakit, Rangga
mencabut kedua batang anak panah itu. Darah men-gucur deras dari kedua lukanya. Namun dengan tegar,
Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak sambil meman-dang ketiga tokoh lawannya dengan sorot mata tajam.
"Huh! Kalian kira mudah menjatuhkan aku de-ngan cara seperti ini?!"
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau tidak perlu som-bong. Kematianmu hanya soal waktu. Tidak ada yang
bisa kau lakukan saat ini. Kini, kami tahu bagaimana
harus menaklukkan mu," sahut Ki Walang Ijo tenang.
Apa yang dikatakan Ki Walang Ijo memang be-nar. Cara mereka menghadapi Pendekar Rajawali Sak-ti, kalau diperhatikan secara teliti, memang berbeda
seperti biasanya. Mereka lebih mengutamakan kekom-pakan penyerangan, dan tidak pernah berusaha saling
menonjolkan diri dalam menjatuhkan si Pendekar Ra-jawali Sakti. Sebab, hal itu hanya akan merusak per-tahanan mereka. Sebelum Pendekar Rajawali Sakti ti-ba, itu memang telah disepakati bersama. Bila salah
seorang di antara mereka ada yang ceroboh dan ber-nafsu, maka pertahanan akan rusak. Maka, bisa di- perkirakan korban akan banyak, meskipun akhirnya si
Pendekar Rajawali Sakti masih bisa diringkus.
Ketiga tokoh tua itu juga tidak begitu diburu naf-su dalam menjatuhkan Pendekar Rajawali Sakti sece-patnya, meski melihat ada peluang. Dan kalau diper-hatikan seksama, justru mereka tidak memulai suatu
serangan. Melainkan, menunggu pemuda itu untuk
menyerang lebih dulu. Mereka terus memberi kesem-patan, jika pemuda itu terlihat mulai keteter.
"Ketahuilah, Pendekar Rajawali Sakti. Di atas
langit masih ada langit Begitu juga dengan kehebatan.
Tidak ada sesuatu yang hebat di kolong jagad ini. Jika
mereka berbuat kejahatan dan menyebar malapetaka,
maka mereka akan hancur dengan sendirinya," timpal
Ki Gempar Persada.
"Sayang sekali. Seorang pendekar hebat yang
namanya selalu disamakan dengan malaikat kebena-ran, bisa berbuat telengas. Apa yang kau tuju dan apa
yang kau inginkan? Apakah kau terperosok dalam ke-kayaan atau wanita? Huh! Segalanya sudah terlambat
Kini kau akan mengalami hukuman seumur hidup-mu! " Desis Nyai Kami.
"Huh! Apa pun yang kalian ocehkan, jangan ha-rap akan menyurutkan niatku! Kalian harus mati!"
Ujar pemuda itu menggeram.
Kemudian terlihat Pendekar Rajawali Sakti me-
musatkan pikiran dengan batang pedang melintang ke
wajah sampai dada. Kemudian tubuhnya berputar ce-pat bagai gasing. Dan....
"Hiyaaa!"
Tubuh Rangga mencelat ringan bagaikan kilat
menyambar ketiga lawan. Agaknya, pemuda itu tengah
mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' pada
tingkat tertinggi untuk membuyarkan pertahanan la-wan.
"Awas! Jangan sampai terpecah! Ingat! Apa pun
yang terjadi, kita tidak boleh berpencar!" teriak Ki Wa-lang Ijo, memperingatkan kedua kawan-nya.
Trang!
"Heaaa!"
Pedang Pendekar Rajawali Sakti menyambar ke
arah Ki Walang Ijo sambil menghindari kedua senjata
Nyai Kami dan Ki Gempar Persada. Serangan Rangga
terpusat pada orang tua itu. Dan ketika melihat Ki Wa-lang Ijo mulai terdesak, mendadak dia merubah seran-gan. Dan kali ini, sasarannya pada Nyai Kami. Wanita
itu menjadi kaget, sungguh tidak disangka kalau di-rinya akan diserang secara bertubi-tubi. Bahkan le-hernya nyaris putus dibabat pedang pemuda itu, kalau
saja tidak mencelat jauh ke belakang. Namun, Pende-kar Rajawali Sakti terus mengejarnya.
Apa yang dilakukan Rangga memang suatu ge-brakan hebat. Serangannya dipusatkan pada satu
orang, tanpa melupakan untuk menghindari serangan
kedua lawannya. Lalu ketika lawan mulai terdesak, ti-ba-tiba lawan yang lain diserang. Begitu seterusnya,
tanpa beraturan. Sehingga, ketiga lawannya menjadi
bingung. Dan mereka takut-takut untuk balas menye-rang, karena tidak tahu siapa berikutnya yang akan
diserang Pendekar Rajawali Sakti. Gerakan pemuda itu
masih terlihat gesit. Dan salah sedikit saja mengelak,
maka ujung pedangnya akan menyambar tanpa am-pun. Sehingga, terlihat dalam beberapa jurus saja, ke-tiganya mulai keteter.
"Munduuur...!" teriak Ki Walang Ijo memberi pe-rintah pada kedua kawannya.
Dengan gerakan gesit, ketiga tokoh tua itu men-celat bersamaan ke belakang untuk mengatur jarak,
sekaligus memberi kesempatan pada barisan pemanah
untuk melepaskan anak panahnya.
"Seraaang!" teriak Ki Polong memberi perintah.
"Yeaaa! "
Set! Set!
Trak! Tras!
"Kurang ajar!"
Pendekar Rajawali Sakti menggeram hebat, se-raya menghindari hujan anak panah.
"Aaa...! "
Pendekar Rajawali Sakti menjerit keras. Tubuh-nya langsung tersungkur ketika beberapa batang anak
panah menancap di tubuhnya. Pada saat itu juga, ke-tiga tokoh tua yang menjadi lawannya telah mencelat
dan siap menghabisinya.
"Yeaaa...!"
***
"Kebakaran...! Kebakaran...!" Terdengar teriakan
beberapa orang ketika terlihat kobaran api tiba-tiba sa-ja menyala dan menjalar cepat, membakar barak-barak
tempat tinggal para murid. Dan api pun menjalar cepat
ke bangunan utama.
Semua orang yang berada di tempat itu terkejut.
Dan yang lainnya langsung bergerak hendak mema-
damkan api, meski belum ada perintah dari Ki Polong.
Sementara yang lain sibuk mengamankan barang-barangnya.
Set!
Pada saat itu sekelebat benda-benda tajam me-nyambar ke arah Ki Walang Ijo, Ki Gempar Persada
dan Nyai Kami. Dengan kalang kabut ketiga tokoh tua
itu berusaha menghindarinya dengan bergulingan di
tanah. Sesosok bayangan itu menyerang dengan hebat.
Dan baru saja mereka bangkit bayangan itu telah le-nyap bersama tubuh si Pendekar Rajawali Sakti! Maka
kekagetan me-reka pun semakin bertambah.
"Kurang ajar! Siapa yang melakuk