Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Orang-Orang Atas Angin - 2

$
0
0
Cerita Silat | Orang-Orang Atas Angin | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Orang-Orang Atas Angin | Cersil Sakti | Orang-Orang Atas Angin pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 147. Tongkat Sihir Dewa Api Cersil indo Tawanan Datuk Sesat Cersil mwb Kelelawar Hijau Pendekar Seratus Hari - S.D Liong Cersil indo Raja Iblis Tanpa Tanding

armayang keras dan bingung.
  Belum sempat Sekarmayang berbuat apa-apa, nyala api itu berkelebat dan menyambar ubun- ubunnya. Tubuh gadis itu kontan menggeliat, seperti cacing kepanasan. Dia bergulingan sambil berteriak tidak karuan. Namun tidak lama, teriakannya terhenti. Tubuhnya tergolek lemah. Dan tak lama perlahan-lahan, dia bangkit dan duduk di pinggir tempat tidur sambil memandang ke seluruh ruangan kamar. Tiba-tiba...
  Bruak!
  Pintu kamar Sekarmayang hancur dijebol ke-kuatan dari luar. Gadis itu langsung mengarahkan pandangannya ke pintu yang dijebol. Tampak lima orang pengawal menerobos masuk. Salah seorang mendekatinya. Sementara, yang lainnya memeriksa seluruh ruangan.
  "Ampun, Gusti Ayu. Kami mendengar teriakan dari luar. Apakah Gusti Ayu baik-baik saja...?" tanya pengawal yang mendekati seraya menjura hormat.
  Sekarmayang tersenyum.
  "Kau lihat? Aku baik-baik saja, bukan...?"
  "Tapi..., teriakan tadi?" tanya pengawal itu, seraya memandang ke arah rekan- rekannya. Seo-lah, dia minta dukungan.
  "Oh, itu. Aku hanya mimpi. Tidak ada apa-apa...," kata Sekarmayang, disertai senyum manis. Namun sorot matanya seperti menyimpan sesuatu.
  Sedangkan Kelima pengawal itu kini mengha-turkan sembah.
  "Baiklah... Kalau memang tidak ada apa-apa, kami mohon diri. Maafkan, kami terpaksa mendo-brak pintu...," ucap si pengawal tadi.
  'Tidak apa. Nanti ayahanda akan memerintah-kan orang untuk memperbaikinya..."
  Begitu kelima pengawal itu meninggalkan kamar, Nyai Larasati tergopoh-gopoh menghampiri didampingi Adipati Sutawijaya dan istrinya, Nyai Sutawijaya.
  "Anakku! Kau..., kau tidak apa-apa?! " tanya Nyai Sutawijaya dengan wajah cemas seraya me-meluk Sekarmayang.
  "Ibu...."
  "Kami sangat khawatir begitu mendengar te-riakanmu tadi...," desah wanita berusia empat puluh lima tahun itu, yang telah mendampingi Adipati Sutawijaya sejak berusia sembilah belas tahun.
  "Aku tidak apa-apa, Ibu...," sahut Sekarmayang seraya tersenyum dan memandang pada Nyai Larasati dan sang adipati.
  "Hm.... Ya, sudah...," sahut Adipati Sutawijaya pelan, hendak berlalu dari kamar ini. "Kami mengira ada apa-apa denganmu. Ayo, Bu. Biar kita tinggalkan mereka berdua."
  "Kenapa Ayah dan Ibu buru-buru? Tidakkah ingin menemaniku di sini?" tanya Sekarmayang.
  Adipati Sutawijaya memandang putrinya heran. Demikian pula istrinya. Untuk sesaat, kedua suami istri itu malah berpandangan.
  "Ada apa, Ibu...? "
  "Ah, tidak ada apa-apa! Kau malah membuat kami gembira!" sahut wanita setengah baya yang masih kelihatan cantik itu disertai senyum lebar. "Setelah beberapa hari kau tidak mau bicara pada kami, kini akhirnya mau juga...."
  "Kenapa aku musti tidak mau bicara pada Ibu?"
  Sang adipati dan istrinya kembali berpandangan. Dan mereka saling tersenyum kecil.
  "Hm... Kau mau berbaikan lagi dengan kami, bukan?" tanya Nyai Sutawijaya.
  "Berbaikan? Apakah selama ini aku memusuhi Ibu?" Sekarmayang malah balik bertanya.
  Pertanyaan Sekarmayang semakin membuat mereka heran.
  "Sekarmayang... Meski begitu, tetap saja aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu!" tukas Adipati Sutawijaya, cepat.
  "Keinginan apakah itu?" tanya Sekarmayang dengan wajah heran.
  "Ya, keinginan konyolmu untuk belajar ilmu olah kanuragan! Itu tidak pantas bagi seorang wanita. Apalagi, bagi putri seorang adipati!" sahut sang adipati tandas.
  "Oh, itukah sebabnya? " Sekarmayang tersenyum geli. "Jangan khawatir... Aku akan menurut"
  "He? Apa maksudmu? Bukankah sebelumnya niatmu begitu menggebu-gebu? Bahkan sampai unjuk rasa segala. Bahkan sudah dua hari ini kau tidak makan, sehingga membuat kami semua khawatir!" tanya ibunya dengan wajah heran.
  "Oh, baru kuingat! Ibu... Kini perutku lapar sekali. Bolehkah aku makan sekarang? "
  'Tentu! Tentu, Anakku!" sahut Nyai Sutawijaya cepat seraya berpaling ke arah Nyai Larasati. "Nyai, antarkan Sekarmayang ke ruang makan!"
  "Baik, Gusti Ayu!" sahut wanita tua itu seraya mengajak Sekarmayang.
  Sang adipati dan istrinya menghela napas le-ga meski mereka sedikit bingung. Apa yang telah terjadi pada Sekarmayang? Kenapa sikapnya be-rubah. Sampai saat ini, tak seorang pun mampu menjawabnya.
  ***
 
  Perubahan sikap yang terjadi pada Sekarmayang agaknya bukan hanya kedua orangtuanya yang dibuat heran. Tapi juga Nyai Larasati. Sejak tadi, kelihatannya gadis itu tidak begitu acuh padanya. Bahkan terkesan tak mau berdekat-dekatan.
  Mereka berdua kini berada di halaman depan Istana Bagelan. Dan Sekarmayang begitu senang melihat beberapa pengawal kerajaan tengah berlatih perang-perangan. Dan di sudut lain, beberapa orang berlatih ilmu olah kanuragan, dibimbing oleh seorang pemuda berwajah gagah dan bertubuh kekar.
  "Nyai, siapa nama pemuda itu...?" tanya Sekarmayang.
  Nyai Larasati mendengar pertanyaan itu jadi terkejut bercampur heran. Keningnya tampak ber- kerut. Namun dia cepat tersenyum.
  "Apakah Gusti Ayu tengah menguji hamba?"
  Sekarmayang balas tersenyum.
  "Yah, katakanlah begitu..."
  "Dia Jaka Anggada, putra Panglima Genda-ran...."
  "Ah, iya! Jaka Anggada... Aku baru ingat! Hebatkah ilmu silatnya?"
  "Cukup hebat juga. Tapi.., sebaiknya Gusti Ayu tidak usah kelihatan terlalu dekat dengannya."
  "Kenapa?"
  "Apakah Gusti Ayu lupa? Ayahandakan telah melarangmu. Beliau beranggapan, keinginanmu untuk mempelajari ilmu olah kanuragan karena sering berada dekat dengan Jaka Anggada...."
  "Hm, begitu? Jangan khawatir. Aku telah ber-janji pada ayahanda, bukan?"
  "Syukurlah.... Tapi, benarkah Gusti Ayu su-dah tidak tertarik lagi?"
  "Kenapa? Apakah Nyai tak percaya? "
  'Terlalu aneh. Sebab, biasanya Gusti Ayu akan bertahan dan berkeras terus jika kemauanmu tidak dituruti."
  Sekarmayang tertawa kecil.
  "Aku menyadari, apa yang dikatakan ayahanda itu benar. Dan, tidak ada salahnya kuturuti. Lagi pula apa hebatnya kepandaian mereka."
  "Gusti Ayu... Di seluruh kadipaten ini, Jaka Anggada tidak terkalahkan. Dia murid kesayangan Ki Danuwiryo yang menjadi pimpinan Padepokan Kembang Wangi!" jelas Nyai Larasati.
  "Apakah Ki Danuwiryo itu seorang yang he-bat?" tanya Sekarmayang.
  Nyai Larasati kembali tersenyum.
  "Hamba jadi malu,” ujar wanita tua itu pelan.
  "Kenapa?"
  "Bukankah Gusti Ayu sendiri yang mengatakan demikian? Bahkan Gusti Ayu justru tertarik belajar di padepokan itu, setelah mendengar cerita Jaka Anggada."
  "Ah! La

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>