Cerita Silat | Pangeran Dari Kegelapan | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Pangeran Dari Kegelapan | Cersil Sakti | Pangeran Dari Kegelapan pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 152. Istana Goa Darah Wiro Sableng 6 - Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga Wiro Sableng 21 - Neraka Puncak Lawu Pendekar Rajawali Sakti - 153. Pemuas Nafsu Iblis Wiro Sableng 36 - Dewi Dalam Pasungan
amparan memiliki ilmu olah kanuragan hebat, tetap saja merasa khawatir. Musuh yang dihadapi bukanlah lawan enteng. Dan salah-salah, Raden Samparan bisa binasa. Padahal beliau adalah adik bungsu Kanjeng Gusb Prabu.
"Ayo, cepat ringkus penjahat ini!" teriak Ki Sapta Wiguna kepada para prajurit.
"Baik. Gusti...!"
Para prajurit langsung menyerang Pangeran dari Kegelapan kembali setelah sesaat berjaga jaga.
"Heaaat… !"
"Huh!"
Wuk! Bet!
Pangeran dari Kegelapan hanya mendengus sinis. Tubuhnya langsung melompat ke sana kemari, menghindari senjata lawan-lawannya. Dan sesekali dia menangkisnya. Dengan sikapnya seolah-olah ingin menunjukkan kalau lawan-lawannya sama sekali tidak berarti.
"Yeaaat...!"
Namun beberapa saat kemudian, Pangeran dari Kegelapan mulai mengamuk dan tongkatnya mulai mencari korban.
Bret! Cras!
"Aaa...!"
Beberapa orang prajurit kembali tewas disam-bar tongkat Pangeran dari Kegelapan. Meski kedua tokoh tua itu berusaha menyerangnya sekuat daya, bahkan dibantu Raden Samparan, tetap saja tidak mampu mendesak. Buktinya Pangeran dari Kegelapan mampu menghindar dari setiap serangan dengan mudah.
Bret! Bret!
Kembali tongkat Pangeran dari Kegelapan ber-kelebat. Bahkan beberapa buah senjata para prajurit kerajaan terpental, lalu terdengar pekik kematian. Lebih dari tujuh orang kembali tewas disambar ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan.
"Kurang ajar! Bangsat pengecut, ayo hadapi kami! Jangan kau ladeni mereka!" teriak Raden Samparan, langsung menghunus pedang.
Wut! Bet!
Pedang Raden Samparan menyambar ping-gang. Lalu pedang itu terus bergerak menikam jantung. Tapi, Pangeran dari Kegelapan mampu menghindar dengan gesit. Dan dia mencelat sambil melakukan gerakan berputar di atas kepala Raden Samparan.
"Jadi kau ingin mampus lebih dulu, he?! " desis Pangeran dari Kegelapan disertai ayunan tongkat.
Dengan sebisanya Raden Samparan mengang-kat pedangnya, memapak tongkat yang mengan-cam kepala.
Trak!
Baru saja Raden Samparan menangkis, tanpa diduga Pangeran dari Kegelapan yang telah mendarat di tanah mengibaskan tongkatnya secara mendatar menyambar pinggang.
Bret!
"Uhhh...!"
Masih untung, tongkat Pangeran dari Kegelapan hanya sedikit menggores kulit. Sebab kalau Raden Samparan tidak cepat mengelak, bukan mustahil jiwanya tak bakal selamat.
"Kurang ajar! Orang ini tak boleh dikasih hati!" desis Ki Karmapala geram seraya melompat menerjang.
"He he he...! Jadi selama ini kalian tidak sepenuh hati melawanku? Kasihan. Padahal, aku ingin benar mencabut kepalamu " sahut Pangeran dari Kegelapan, mengejek.
"Hiiih!"
Setelah berkata demikian, Pangeran dari Kegelapan berkelebat cepat ke arah Ki Karmapala. Dan meski saudara seperguruannya serta yang lain ikut membantu, tetap saja Ki Karmapala kerepotan menangkis semua serangan yang memang ditujukan ke arahnya.
"Kau akan tahu...! Akan tahu bagaimana nik-matnya mampus di tangan Pangeran dari Kege-lapan. Dan sebentar lagi, hal itu akan kau rasakan. Ha ha ha...!"
"Huh, banyak mulut! Keparat sombong! Se-baliknya kaulah yang akan mampus di tanganku! " sahut Ki Karrnapala, mendengus sinis.
Pangeran dari Kegelapan tidak mempedulikan. Dan tiba-tiba saja tubuhnya berbalik. Langsung diserangnya Ki Sapta Wiguna dan Raden Samparan bersama.
"Heaaat...!"
"Heh?!"
Kedua orang itu terkejut. Dengan sebisa mungkin, mereka menghindar dan menangkis serangan. Dan dalam keadaan begitu, Ki Karmapala menggunakan kesempatan untuk menyerang selagi Pangeran dari Kegelapan lengah.
"Yeaaat...!"
"Hup!"
Pangeran dari Kegelapan sama sekali tidak menoleh ke belakang. Tubuhnya hanya membungkuk, dan sedikit dimiringkan. Lalu tahu-tahu, tongkatnya bergerak ke belakang. Dan...
Bles!
"Aaa..! "
***
Ki Sapta Wiguna serta yang lainnya terkejut. Mereka mendengar Ki Karmapala memekik setinggi langit, dengan tubuh gemetar dan wajah berkerut menahan sakit yang hebat.
"Huh!"
Plas!
Pangeran dari Kegelapan menyentak tongkatnya, dan langsung melompat ke depan. Tampak tubuh Ki Karmapala yang tadi berada di belakang nya, ambruk tidak berkutik dengan darah mengucur deras dari luka di dada kiri. Tongkat Pangeran dari Kegelapan agaknya tepat menancap jantung dan tembus ke punggungnya.
Bruk!
"Karmapala...!" seru Ki Sapta Wiguna kaget, melihat Ki Karmapala ambruk mencium tanah de-ngan tubuh bersimbah darah.
Sesaat, Ki Sapta Wiguna tidak tahu apa yang harus dilakukannya, selain memandang mayat adik seperguruannya dengan mata berkaca-kaca dan wajah murung. Lama dia tercenung sampai dikagetkan jerit kematian para prajurit kerajaan.
Ki Sapta Wiguna menoleh. Dan dia melihat para prajurit menjadi bulan-bulanan Pangeran dari Kegelapan. Meski Raden Samparan berusaha membantu, namun tidak bisa berbuat banyak. Dalam waktu singkat, jumlah para prajurit Kerajaan Pringsewu semakin berkurang. Dan saat ini hanya ada sekitar kurang dari dua puluh orang.
"Iblis keparat itu harus mati di tanganku! Dia harus menebus kematian Karmapala!" dengus Ki Sapta Wiguna dingin.
Orang tua itu bangkit dengan dada penuh amarah. Matanya menatap tajam. Hela napasnya terasa kasar. Lalu disertai bentakan nyaring, tubuhnya melompat menerjang Pangeran dari Kegelapan.
"Heaaat..!"
Ki Sapta Wiguna seperti tidak mempedulikan dirinya lagi. Orang tua itu menyerang membabi buta dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki.
"Kubunuh kau! Kubunuh kau, Keparat! Yeaaa...!"
"Huh! Cari mampus! Kau hanya akan menyu-sul kawanmu saja, Kunyuk Dungu!" dengus Pangeran dari Kegelapan.
Dalam keadaan begitu, agaknya Ki Sapta Wiguna tidak memikirkan pertahanan dir
Pendekar Rajawali Sakti - 152. Istana Goa Darah Wiro Sableng 6 - Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga Wiro Sableng 21 - Neraka Puncak Lawu Pendekar Rajawali Sakti - 153. Pemuas Nafsu Iblis Wiro Sableng 36 - Dewi Dalam Pasungan
amparan memiliki ilmu olah kanuragan hebat, tetap saja merasa khawatir. Musuh yang dihadapi bukanlah lawan enteng. Dan salah-salah, Raden Samparan bisa binasa. Padahal beliau adalah adik bungsu Kanjeng Gusb Prabu.
"Ayo, cepat ringkus penjahat ini!" teriak Ki Sapta Wiguna kepada para prajurit.
"Baik. Gusti...!"
Para prajurit langsung menyerang Pangeran dari Kegelapan kembali setelah sesaat berjaga jaga.
"Heaaat… !"
"Huh!"
Wuk! Bet!
Pangeran dari Kegelapan hanya mendengus sinis. Tubuhnya langsung melompat ke sana kemari, menghindari senjata lawan-lawannya. Dan sesekali dia menangkisnya. Dengan sikapnya seolah-olah ingin menunjukkan kalau lawan-lawannya sama sekali tidak berarti.
"Yeaaat...!"
Namun beberapa saat kemudian, Pangeran dari Kegelapan mulai mengamuk dan tongkatnya mulai mencari korban.
Bret! Cras!
"Aaa...!"
Beberapa orang prajurit kembali tewas disam-bar tongkat Pangeran dari Kegelapan. Meski kedua tokoh tua itu berusaha menyerangnya sekuat daya, bahkan dibantu Raden Samparan, tetap saja tidak mampu mendesak. Buktinya Pangeran dari Kegelapan mampu menghindar dari setiap serangan dengan mudah.
Bret! Bret!
Kembali tongkat Pangeran dari Kegelapan ber-kelebat. Bahkan beberapa buah senjata para prajurit kerajaan terpental, lalu terdengar pekik kematian. Lebih dari tujuh orang kembali tewas disambar ujung tongkat Pangeran dari Kegelapan.
"Kurang ajar! Bangsat pengecut, ayo hadapi kami! Jangan kau ladeni mereka!" teriak Raden Samparan, langsung menghunus pedang.
Wut! Bet!
Pedang Raden Samparan menyambar ping-gang. Lalu pedang itu terus bergerak menikam jantung. Tapi, Pangeran dari Kegelapan mampu menghindar dengan gesit. Dan dia mencelat sambil melakukan gerakan berputar di atas kepala Raden Samparan.
"Jadi kau ingin mampus lebih dulu, he?! " desis Pangeran dari Kegelapan disertai ayunan tongkat.
Dengan sebisanya Raden Samparan mengang-kat pedangnya, memapak tongkat yang mengan-cam kepala.
Trak!
Baru saja Raden Samparan menangkis, tanpa diduga Pangeran dari Kegelapan yang telah mendarat di tanah mengibaskan tongkatnya secara mendatar menyambar pinggang.
Bret!
"Uhhh...!"
Masih untung, tongkat Pangeran dari Kegelapan hanya sedikit menggores kulit. Sebab kalau Raden Samparan tidak cepat mengelak, bukan mustahil jiwanya tak bakal selamat.
"Kurang ajar! Orang ini tak boleh dikasih hati!" desis Ki Karmapala geram seraya melompat menerjang.
"He he he...! Jadi selama ini kalian tidak sepenuh hati melawanku? Kasihan. Padahal, aku ingin benar mencabut kepalamu " sahut Pangeran dari Kegelapan, mengejek.
"Hiiih!"
Setelah berkata demikian, Pangeran dari Kegelapan berkelebat cepat ke arah Ki Karmapala. Dan meski saudara seperguruannya serta yang lain ikut membantu, tetap saja Ki Karmapala kerepotan menangkis semua serangan yang memang ditujukan ke arahnya.
"Kau akan tahu...! Akan tahu bagaimana nik-matnya mampus di tangan Pangeran dari Kege-lapan. Dan sebentar lagi, hal itu akan kau rasakan. Ha ha ha...!"
"Huh, banyak mulut! Keparat sombong! Se-baliknya kaulah yang akan mampus di tanganku! " sahut Ki Karrnapala, mendengus sinis.
Pangeran dari Kegelapan tidak mempedulikan. Dan tiba-tiba saja tubuhnya berbalik. Langsung diserangnya Ki Sapta Wiguna dan Raden Samparan bersama.
"Heaaat...!"
"Heh?!"
Kedua orang itu terkejut. Dengan sebisa mungkin, mereka menghindar dan menangkis serangan. Dan dalam keadaan begitu, Ki Karmapala menggunakan kesempatan untuk menyerang selagi Pangeran dari Kegelapan lengah.
"Yeaaat...!"
"Hup!"
Pangeran dari Kegelapan sama sekali tidak menoleh ke belakang. Tubuhnya hanya membungkuk, dan sedikit dimiringkan. Lalu tahu-tahu, tongkatnya bergerak ke belakang. Dan...
Bles!
"Aaa..! "
***
Ki Sapta Wiguna serta yang lainnya terkejut. Mereka mendengar Ki Karmapala memekik setinggi langit, dengan tubuh gemetar dan wajah berkerut menahan sakit yang hebat.
"Huh!"
Plas!
Pangeran dari Kegelapan menyentak tongkatnya, dan langsung melompat ke depan. Tampak tubuh Ki Karmapala yang tadi berada di belakang nya, ambruk tidak berkutik dengan darah mengucur deras dari luka di dada kiri. Tongkat Pangeran dari Kegelapan agaknya tepat menancap jantung dan tembus ke punggungnya.
Bruk!
"Karmapala...!" seru Ki Sapta Wiguna kaget, melihat Ki Karmapala ambruk mencium tanah de-ngan tubuh bersimbah darah.
Sesaat, Ki Sapta Wiguna tidak tahu apa yang harus dilakukannya, selain memandang mayat adik seperguruannya dengan mata berkaca-kaca dan wajah murung. Lama dia tercenung sampai dikagetkan jerit kematian para prajurit kerajaan.
Ki Sapta Wiguna menoleh. Dan dia melihat para prajurit menjadi bulan-bulanan Pangeran dari Kegelapan. Meski Raden Samparan berusaha membantu, namun tidak bisa berbuat banyak. Dalam waktu singkat, jumlah para prajurit Kerajaan Pringsewu semakin berkurang. Dan saat ini hanya ada sekitar kurang dari dua puluh orang.
"Iblis keparat itu harus mati di tanganku! Dia harus menebus kematian Karmapala!" dengus Ki Sapta Wiguna dingin.
Orang tua itu bangkit dengan dada penuh amarah. Matanya menatap tajam. Hela napasnya terasa kasar. Lalu disertai bentakan nyaring, tubuhnya melompat menerjang Pangeran dari Kegelapan.
"Heaaat..!"
Ki Sapta Wiguna seperti tidak mempedulikan dirinya lagi. Orang tua itu menyerang membabi buta dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki.
"Kubunuh kau! Kubunuh kau, Keparat! Yeaaa...!"
"Huh! Cari mampus! Kau hanya akan menyu-sul kawanmu saja, Kunyuk Dungu!" dengus Pangeran dari Kegelapan.
Dalam keadaan begitu, agaknya Ki Sapta Wiguna tidak memikirkan pertahanan dir