Cerita Silat | Keris Iblis | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Keris Iblis | Cersil Sakti | Keris Iblis pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 156. Ratu Wajah Maya Pendekar Gila 29 - Syair Maut Lelaki Buntung Wiro Sableng 72 - Purnama Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah
Tanpa mempedulikan keadaan dirinya dia langsung menerjang ke arah Cangklong sambil menyabetkan golok.
“Yeaaa...!”
“Sial! Kalau kau ingin mampus terimalah bagianmu!” geram Kimun sambil mencabut golok dan memapaki serangan Badar.
“Trak!”
“Cras!”
“Aaa...!”
Badar memekik nyaring ketika goloknya terpental dihantam senjata lawan. Belum lagi dia sempat menyadari apa yang terjadi tiba-tiba saja ujung golong lawan telah merobek perutnya. Tubuhnya langsung ambruk dengan isi perut terburai ke luar.
“Paaak...!”
Ningsih menjerit keras. Bersamaan dengan itu dari arah dalam terdengar jeritan yang sama. Layang Seta telah menyerbu keluar sambil memegang golok di tangannya.
“Bajingan-bajingan keparat! Kubunuh kalian! Kubunuh kalian...!” teriak Layang Seta kalap sambil mengayunkan goloknya.
“He-he-he...! Bocah celaka, rupanya kau ingin menyusul orangtuamu? Nih, makan bagianmu!” dengus Kimun sambil mengayunkan goloknya pula.
Layang Seta bukanlah pemuda yang memiliki kepandaian olah kanuragan. Tapi melihat kedua orangtuanya tewas, rasa takutnya yang tadi begitu dalam berubah menjadi kemarahan yang meluap.
Begitu goloknya terayun, Kimun langsung menghantamnya.
“Trak!”
“Yeaaa...!”
Golok di tangan pemuda itu terpental, dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata pemuda itu, golok lawan terus menerpa ke arah perutnya. Bisa dipastikan Layang Seta akan tewas saat itu juga. Tapi pada saat yang kritis itu tiba-tiba melesat sesosok bayangan yang langsung menghadang serangan Kimun.
“Hiyaaat...!”
***
“Trak!”
“Des!”
“Akh...!”
Kimun terpental ketika dadanya terasa nyeri dihantam suatu pukulan yang sulit dihindarinya.
Pada saat itu telah berdiri sesosok tubuh pada jarak dua langkah di depan Layang Seta.
“Pak Kepala Desa...!” panggil Layang Seta dengan suara lirih.
“Huh! Rupanya ada juga orang yang berisi di kampung ini!” dengus Cangklong sambil melepaskan tubuh Ningsih yang tadi didekapnya.
Dengan langkah ringan dia mendekat pada laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun dan berbadan tegap itu. Wajahnya tampak memandang rendah sekali.
“Perampok keparat! Pergilah kalian dari kampung ini sebelum kuusir seperti anjing buduk!” bentak laki-laki itu yang tak lain dari Kepala Desa Kahuripan ini yang bernama Suteja.
“Ha-ha-ha...! Sungguh lucu. Seekor kecoa busuk sepertimu berani bicara seperti itu pada orang-orang Golok Setan. Hmm... rupanya kau bernyali macan juga. Tapi sayang, hari ini kau musti mampus!” sahut Cangklong sambil bersiap memasang kuda-kuda.
Walaupun dia berkata begitu namun dalam hatinya terbersit juga perasaan was-was. Kepandaian olah kanuragan yang dimiliki Kimun tidak berada di bawahnya. Tapi dengan sekali serang kawannya itu dapat dijatuhkan dengan mudah. Tentulah orang ini bukan sembarangan.
“Yeaaaa...!”
Cangklong membentak nyaring. Tubuhnya melesat cepat sambil menghantamkan golok ke leher lawan. Tapi dengan memiringkan sedikit tubuh. Kepala Desa Kahuripan itu dapat menghindarinya dengan manis. Kepalan tangan kirinya dengan cepat menghantam dada kanan lawan.
“Hiyaaat...!”
“Uts!”
Tubuh Cangklong bergerak ke kiri sambil menebaskan goloknya ke perut lawan. Tapi kali ini Kepala Desa Kahuripan yang bernama Suteja itu lebih cepat lagi bergerak. Sebelum lawan menebaskan golok, kaki kirinya telah lebih dulu menendang ke arah perut.
“Des!”
“Akh...!”
Tak ampun lagi. Tubuh Cangklong terjerembab sejauh dua tombak. Isi perutnya seperti diaduk-aduk tak karuan. Kali ini agaknya Suteja betul-betul geram. Amarahnya telah meluap, maka tanpa berpikir panjang diraihnya sebilah golok yang terletak di tanah kemudian dengan cepat tubuhnya melesat ke arah Cangklong.
“Mampuslah kalian! Yeaaa...!”
***
Pendekar Rajawali Sakti - 156. Ratu Wajah Maya Pendekar Gila 29 - Syair Maut Lelaki Buntung Wiro Sableng 72 - Purnama Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah
Tanpa mempedulikan keadaan dirinya dia langsung menerjang ke arah Cangklong sambil menyabetkan golok.
“Yeaaa...!”
“Sial! Kalau kau ingin mampus terimalah bagianmu!” geram Kimun sambil mencabut golok dan memapaki serangan Badar.
“Trak!”
“Cras!”
“Aaa...!”
Badar memekik nyaring ketika goloknya terpental dihantam senjata lawan. Belum lagi dia sempat menyadari apa yang terjadi tiba-tiba saja ujung golong lawan telah merobek perutnya. Tubuhnya langsung ambruk dengan isi perut terburai ke luar.
“Paaak...!”
Ningsih menjerit keras. Bersamaan dengan itu dari arah dalam terdengar jeritan yang sama. Layang Seta telah menyerbu keluar sambil memegang golok di tangannya.
“Bajingan-bajingan keparat! Kubunuh kalian! Kubunuh kalian...!” teriak Layang Seta kalap sambil mengayunkan goloknya.
“He-he-he...! Bocah celaka, rupanya kau ingin menyusul orangtuamu? Nih, makan bagianmu!” dengus Kimun sambil mengayunkan goloknya pula.
Layang Seta bukanlah pemuda yang memiliki kepandaian olah kanuragan. Tapi melihat kedua orangtuanya tewas, rasa takutnya yang tadi begitu dalam berubah menjadi kemarahan yang meluap.
Begitu goloknya terayun, Kimun langsung menghantamnya.
“Trak!”
“Yeaaa...!”
Golok di tangan pemuda itu terpental, dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata pemuda itu, golok lawan terus menerpa ke arah perutnya. Bisa dipastikan Layang Seta akan tewas saat itu juga. Tapi pada saat yang kritis itu tiba-tiba melesat sesosok bayangan yang langsung menghadang serangan Kimun.
“Hiyaaat...!”
***
“Trak!”
“Des!”
“Akh...!”
Kimun terpental ketika dadanya terasa nyeri dihantam suatu pukulan yang sulit dihindarinya.
Pada saat itu telah berdiri sesosok tubuh pada jarak dua langkah di depan Layang Seta.
“Pak Kepala Desa...!” panggil Layang Seta dengan suara lirih.
“Huh! Rupanya ada juga orang yang berisi di kampung ini!” dengus Cangklong sambil melepaskan tubuh Ningsih yang tadi didekapnya.
Dengan langkah ringan dia mendekat pada laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun dan berbadan tegap itu. Wajahnya tampak memandang rendah sekali.
“Perampok keparat! Pergilah kalian dari kampung ini sebelum kuusir seperti anjing buduk!” bentak laki-laki itu yang tak lain dari Kepala Desa Kahuripan ini yang bernama Suteja.
“Ha-ha-ha...! Sungguh lucu. Seekor kecoa busuk sepertimu berani bicara seperti itu pada orang-orang Golok Setan. Hmm... rupanya kau bernyali macan juga. Tapi sayang, hari ini kau musti mampus!” sahut Cangklong sambil bersiap memasang kuda-kuda.
Walaupun dia berkata begitu namun dalam hatinya terbersit juga perasaan was-was. Kepandaian olah kanuragan yang dimiliki Kimun tidak berada di bawahnya. Tapi dengan sekali serang kawannya itu dapat dijatuhkan dengan mudah. Tentulah orang ini bukan sembarangan.
“Yeaaaa...!”
Cangklong membentak nyaring. Tubuhnya melesat cepat sambil menghantamkan golok ke leher lawan. Tapi dengan memiringkan sedikit tubuh. Kepala Desa Kahuripan itu dapat menghindarinya dengan manis. Kepalan tangan kirinya dengan cepat menghantam dada kanan lawan.
“Hiyaaat...!”
“Uts!”
Tubuh Cangklong bergerak ke kiri sambil menebaskan goloknya ke perut lawan. Tapi kali ini Kepala Desa Kahuripan yang bernama Suteja itu lebih cepat lagi bergerak. Sebelum lawan menebaskan golok, kaki kirinya telah lebih dulu menendang ke arah perut.
“Des!”
“Akh...!”
Tak ampun lagi. Tubuh Cangklong terjerembab sejauh dua tombak. Isi perutnya seperti diaduk-aduk tak karuan. Kali ini agaknya Suteja betul-betul geram. Amarahnya telah meluap, maka tanpa berpikir panjang diraihnya sebilah golok yang terletak di tanah kemudian dengan cepat tubuhnya melesat ke arah Cangklong.
“Mampuslah kalian! Yeaaa...!”
***