Cerita Silat | Pendekar Seratus Hari | by S.D Liong | Pendekar 100 Hari | Cersil Sakti | Pendekar Seratus Hari pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 160. Keris Iblis Pendekar Rajawali Sakti - Seruling Perak Pendekar Pulau Neraka - Hantu Rimba Larangan
04.20. Pang-cu Perkumpulan Naga Hijau.
Habis berkata secepat kilat pemuda itu mencuri
pandang ke arah Mo-seng-li. Tampak nona itu diam
saja dengan tenang.
“Apakah Siau Mo benar-benar tak berada di sini?”
tiba-tiba Lam-thian-ong mengajukan pertanyaan
kepada Mo-seng-li.
Mo-seng-li menyahut tawar, “Kepandaianku kalah
dengan Siau Mo. Engkau sendiri tentu sudah tahu.
Kalau dia di sini mungkinkah aku dapat
membebaskan diri?”
Lam-thian-ong tertawa gelak-gelak.
“Kalau begitu sekali pun telah ditawan musuh Mo-
seng-li tetap selamat tak kurang suatu apa, selamat
kuhaturkan kepadamu.”
Hiat Sat Mo-li mengangkat kebut hud-tim pelahan,
serunya: “Saat ini orang-orang Naga Hijau masih
mengepung kita. Untuk sementara baiklah kita jangan
bentrok dengan mereka. Ji-sumoay, lekas engkau
bunuh dia!”
Mo-seng-li menimang sejenak, lalu berkata:
“Dia berkepandaian sakti juga. Kalau kita dapat
mempergunakannya tentu lebih baik. Apalagi aku
telah mengadakan perjanjian dengan dia untuk
bekerja sama menghadapi pihak Naga Hijau.”
“Ah, ternyata Mo-seng-li tak mau mengatakan
tentang diri toako. Legalah hatiku,” pikir Bok-yong
Kang. Habis berpikir ia terus lanjutkan langkah.
“Hai, hendak kemana engkau?” tiba-tiba Hiat Sat Mo-li
berteriak seraya menutuk dengan ujung hud-tim.
Tetapi Bok-yong Kang memang sudah bersedia.
Melihat betapa bulu-bulu hud-tim yang lemas itu tiba-
tiba berobah menjadi seikat jarum yang tajam dan
kaku. Terkejutlah Bok-yong Kang. Buru-buru ia
menghindar ke samping.
“Hm, ternyata memang hebat,” kata Hiat Sat Mo-li,
“kalau engkau mampu menghindari sejurus lagi akan
kuterima.”
Sekali kedua bahu nona itu bergetar, maka orangnya
pun segera maju dan sekali tangan membalik maka
kebut hud-tim pun segera meluncur ke bawah dan
menutuk dengan cepat sekali.
Bok-yong Kang deliki mata. Ia menghantam dengan
tangan kanan dan kiri, lalu berjumpalitan membuat
tubuh ke belakang sampai setombak jauhnya.
“Hm, engkau hendak menerima aku, sayang aku tak
mau menjadi hambamu. Kalau memang
berkepandaian sakti silahkan membunuh aku,”
serunya menggeram.
Setelah serangan kedua gagal Hiat Sat Mo-li menarik
pulang kebutnya.
“Engkau tak mau pun harus mau juga,” serunya
sambil maju dua langkah dan secepat kilat dengan
tangan kiri menyambar bahu Bok-yong Kang.
Bok-yong Kang loncat ke samping lalu balas memukul
dada orang. Tapi nona baju biru itu hanya tertawa
dingin. Ia menyelinap dua langkah ke samping, kebut
di tangan kanan menampar dan tangan kiri cepat
menyambar pergelangan tangan lawan.
Memang Bok-yong Kang masih kalah tinggi
kepandaiannya dengan Hiat Sat Mo-li, Kalah tingkat,
memang berat. Maka dengan mudah sekali nona itu
segera dapat menguasai pergelangan tangan Bok-
yong Kang.
Seketika Bok-yong Kang rasakan lengan kanannya
lunglai tiada bertenaga.
Sekonyong-konyong terdengar suata suitan yang
nyaring dan sesosok bayangan bagaikan anak panah
melayang turun ke titian pintu kuil. Kecepatan gerak
orang itu mengejutkan rombongan Hiat Sat Mo-li.
Dan ketika mereka berpaling tampak seorang tua
bertubuh kurus dan memelihara jenggot panjang
menjulai sampai ke dada, tengah berdiri dengan
tenang.
Dan serempak dengan kemunculan orang tua
berjenggot panjang itu dari belakang dan muka kuil,
pun bermuculan berpuluh-puluh lelaki berpakaian
hitam, tegap dan tangkas. Mereka segera
berbondong-bondong masuk ke dalam kuil lalu
membentuk sebuah lingkar barisan.
Tenang-tenang saja Hiat Sat Mo-li menghadapi
rombongan pendatang itu. Setelah menutuk pelahan
jalan darah Bok-yong Kang, ia berpaling:
“Lam-thian-ong, tolong engkau bawa pergi orang ini.”
“Tunggu dulu!” kata orang tua jenggot panjang itu.
Sekonyong-konyong ia gentakkan tongkat bambunya
ke muka menutuk ke arah Hiat Sat Mo-li.
Hiat Sat Mo-li kerutkan alis. Lalu kebutkan hud-tim
menampar tongkat itu seraya membentak bengis:
“Apakah engkau mau cari mati?”
Tetapi ternyata orang tua berjenggot panjang itu lihay
sekali. Cepat ia berputar tubuh, membabat pinggang
lawan.
Melihat dua buah serangan kakek itu amat ganas
terkejutlah Hiat Sat Mo-li, pikirnya: “Apakah
kedudukannya dalam Naga Hijau? Mengapa
tenaganya begitu sakti?”
Dengan kerahkan tenaga dalam nona itu dorongkan
tangannya ke muka sembari menarik tubuh Bok-yong
Kang ke belakang, menyusul dia sendiripun cepat
loncat mundur menghindari sambaran tongkat.
Kekek tua jenggot panjang tertawa dingin, lintangkan
tongkat ia berseru: “Siapakah di antara kalian yang
bernama Mo-seng-li?”
Mo-seng-li tampil maju dan berseru: “Siapa engkau?
Mengapa mencari aku?”
Orang tua jenggot panjang itu mengangkat muka
memandang si nona.
“Aku Ko-tok Siu, Than-cu (ketua) dari Naga Hijau,”
katanya, “aku hendak bertanya kepadamu. Ketiga
jago Go-bi Sam-hiap itu apakah terluka di tanganmu?”
Mendengar orang tua jenggot panjang salah seorang
dari lima Than-cu perkumpulan Naga Hijau, diam-diam
terkejutlah Hiat Sat Mo-li.
Dengan pelahan, Lam-thian-ong maju ke muka dan
berseru, “Ketiga jago Go-bi itu terluka di tanganku,
engkau mau apa?”
Ketua Naga Hijau bagian Sin-bok-than ya
Pendekar Rajawali Sakti - 159. Neraka Kematian Suro Bodong - Menembus Kabut Berdarah Pendekar Rajawali Sakti - 160. Keris Iblis Pendekar Rajawali Sakti - Seruling Perak Pendekar Pulau Neraka - Hantu Rimba Larangan
04.20. Pang-cu Perkumpulan Naga Hijau.
Habis berkata secepat kilat pemuda itu mencuri
pandang ke arah Mo-seng-li. Tampak nona itu diam
saja dengan tenang.
“Apakah Siau Mo benar-benar tak berada di sini?”
tiba-tiba Lam-thian-ong mengajukan pertanyaan
kepada Mo-seng-li.
Mo-seng-li menyahut tawar, “Kepandaianku kalah
dengan Siau Mo. Engkau sendiri tentu sudah tahu.
Kalau dia di sini mungkinkah aku dapat
membebaskan diri?”
Lam-thian-ong tertawa gelak-gelak.
“Kalau begitu sekali pun telah ditawan musuh Mo-
seng-li tetap selamat tak kurang suatu apa, selamat
kuhaturkan kepadamu.”
Hiat Sat Mo-li mengangkat kebut hud-tim pelahan,
serunya: “Saat ini orang-orang Naga Hijau masih
mengepung kita. Untuk sementara baiklah kita jangan
bentrok dengan mereka. Ji-sumoay, lekas engkau
bunuh dia!”
Mo-seng-li menimang sejenak, lalu berkata:
“Dia berkepandaian sakti juga. Kalau kita dapat
mempergunakannya tentu lebih baik. Apalagi aku
telah mengadakan perjanjian dengan dia untuk
bekerja sama menghadapi pihak Naga Hijau.”
“Ah, ternyata Mo-seng-li tak mau mengatakan
tentang diri toako. Legalah hatiku,” pikir Bok-yong
Kang. Habis berpikir ia terus lanjutkan langkah.
“Hai, hendak kemana engkau?” tiba-tiba Hiat Sat Mo-li
berteriak seraya menutuk dengan ujung hud-tim.
Tetapi Bok-yong Kang memang sudah bersedia.
Melihat betapa bulu-bulu hud-tim yang lemas itu tiba-
tiba berobah menjadi seikat jarum yang tajam dan
kaku. Terkejutlah Bok-yong Kang. Buru-buru ia
menghindar ke samping.
“Hm, ternyata memang hebat,” kata Hiat Sat Mo-li,
“kalau engkau mampu menghindari sejurus lagi akan
kuterima.”
Sekali kedua bahu nona itu bergetar, maka orangnya
pun segera maju dan sekali tangan membalik maka
kebut hud-tim pun segera meluncur ke bawah dan
menutuk dengan cepat sekali.
Bok-yong Kang deliki mata. Ia menghantam dengan
tangan kanan dan kiri, lalu berjumpalitan membuat
tubuh ke belakang sampai setombak jauhnya.
“Hm, engkau hendak menerima aku, sayang aku tak
mau menjadi hambamu. Kalau memang
berkepandaian sakti silahkan membunuh aku,”
serunya menggeram.
Setelah serangan kedua gagal Hiat Sat Mo-li menarik
pulang kebutnya.
“Engkau tak mau pun harus mau juga,” serunya
sambil maju dua langkah dan secepat kilat dengan
tangan kiri menyambar bahu Bok-yong Kang.
Bok-yong Kang loncat ke samping lalu balas memukul
dada orang. Tapi nona baju biru itu hanya tertawa
dingin. Ia menyelinap dua langkah ke samping, kebut
di tangan kanan menampar dan tangan kiri cepat
menyambar pergelangan tangan lawan.
Memang Bok-yong Kang masih kalah tinggi
kepandaiannya dengan Hiat Sat Mo-li, Kalah tingkat,
memang berat. Maka dengan mudah sekali nona itu
segera dapat menguasai pergelangan tangan Bok-
yong Kang.
Seketika Bok-yong Kang rasakan lengan kanannya
lunglai tiada bertenaga.
Sekonyong-konyong terdengar suata suitan yang
nyaring dan sesosok bayangan bagaikan anak panah
melayang turun ke titian pintu kuil. Kecepatan gerak
orang itu mengejutkan rombongan Hiat Sat Mo-li.
Dan ketika mereka berpaling tampak seorang tua
bertubuh kurus dan memelihara jenggot panjang
menjulai sampai ke dada, tengah berdiri dengan
tenang.
Dan serempak dengan kemunculan orang tua
berjenggot panjang itu dari belakang dan muka kuil,
pun bermuculan berpuluh-puluh lelaki berpakaian
hitam, tegap dan tangkas. Mereka segera
berbondong-bondong masuk ke dalam kuil lalu
membentuk sebuah lingkar barisan.
Tenang-tenang saja Hiat Sat Mo-li menghadapi
rombongan pendatang itu. Setelah menutuk pelahan
jalan darah Bok-yong Kang, ia berpaling:
“Lam-thian-ong, tolong engkau bawa pergi orang ini.”
“Tunggu dulu!” kata orang tua jenggot panjang itu.
Sekonyong-konyong ia gentakkan tongkat bambunya
ke muka menutuk ke arah Hiat Sat Mo-li.
Hiat Sat Mo-li kerutkan alis. Lalu kebutkan hud-tim
menampar tongkat itu seraya membentak bengis:
“Apakah engkau mau cari mati?”
Tetapi ternyata orang tua berjenggot panjang itu lihay
sekali. Cepat ia berputar tubuh, membabat pinggang
lawan.
Melihat dua buah serangan kakek itu amat ganas
terkejutlah Hiat Sat Mo-li, pikirnya: “Apakah
kedudukannya dalam Naga Hijau? Mengapa
tenaganya begitu sakti?”
Dengan kerahkan tenaga dalam nona itu dorongkan
tangannya ke muka sembari menarik tubuh Bok-yong
Kang ke belakang, menyusul dia sendiripun cepat
loncat mundur menghindari sambaran tongkat.
Kekek tua jenggot panjang tertawa dingin, lintangkan
tongkat ia berseru: “Siapakah di antara kalian yang
bernama Mo-seng-li?”
Mo-seng-li tampil maju dan berseru: “Siapa engkau?
Mengapa mencari aku?”
Orang tua jenggot panjang itu mengangkat muka
memandang si nona.
“Aku Ko-tok Siu, Than-cu (ketua) dari Naga Hijau,”
katanya, “aku hendak bertanya kepadamu. Ketiga
jago Go-bi Sam-hiap itu apakah terluka di tanganmu?”
Mendengar orang tua jenggot panjang salah seorang
dari lima Than-cu perkumpulan Naga Hijau, diam-diam
terkejutlah Hiat Sat Mo-li.
Dengan pelahan, Lam-thian-ong maju ke muka dan
berseru, “Ketiga jago Go-bi itu terluka di tanganku,
engkau mau apa?”
Ketua Naga Hijau bagian Sin-bok-than ya