Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Bidadari Penakluk - 17

$
0
0
Cerita Silat | Bidadari Penakluk | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bidadari Penakluk | Cersil Sakti | Bidadari Penakluk pdf

Pendekar Kembar ~ Goa Mulut Naga Si Teratai Merah (Ang-lian Li-hiap) - Asmaraman S. Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Siluman Darah ~ Cinta Memendam Dendam Cersil Shugyosa ~ Samurai Pengembara 1 Mahesa Kelud ~ Menggebrak Kotaraja

tu seperti enggan pergi dari sini. Dan sekarang, kuda putih itu mengendus-endus ke arah kakek ini dengan sesekali meringkik halus. Bola matanya kelihatan berbinar-binar penuh kerinduan padanya.
  “Apa maksudmu?” tanya Sari Dewi lagi.
  “Kuda ini milikku, Nisanak. Dia dilarikan seorang wanita muda beberapa minggu berselang. Wanita muda itulah yang kini tengah kami cari-cari,” sahut kakek itu berterus-terang.
  Sari Dewi mengangguk dan mengerti kini. Kuda yang tengah ditungganginya itu milik ibu tirinya. Dan berarti, ibu tirinya itu mencuri kuda kakek di depannya. Pasti ada suatu urusan di antara mereka. Begitu pikir gadis ini.
  “Apa persoalan kalian dengan pencuri itu? Apakah dia anakmu atau saudaramu?” tanya Sari Dewi, mengorek keterangan.
  “Dia iblis keparat!” desis Seruni geram.
  Sari Dewi tersenyum sinis melihat sikap gadis berbaju merah muda itu.
  “Iblis keparat? Hi hi hi...! Kau gadis galak. Dan kau kakek genit. Buat apa kalian mencari wanita itu?” tanya Sari Dewi dengan nada mengejek.
  “Setan! Sebaiknya jaga mulutmu. Kalau kakekku tidak menghalangi, sudah kutebas lehermu!” bentak Seruni, geram.
  “Huh! Apa yang bisa kau perbuat padaku?” dengus Sari Dewi, seperti menantang.
  Seruni tidak sempat melihat isyarat kakeknya. Tapi orang tua itu sepertinya tidak melarang lagi. Maka tanpa pikir panjang tubuhnya mencelat, melakukan tendangan keras kepada gadis ceriwis itu.
  Sari Dewi berusaha menangkis. Namun kaki Seruni yang satu lagi menghantam dadanya dengan telak.
  Duk!
  “Aaah...!”
  Tak ampun lagi, putri Juragan Jelorejo itu terjungkal dari punggung kudanya sambil menjerit kesakitan.
  Sring!
  Secepat itu pula Seruni mencabut pedang, siap disabetkan ke leher Sari Dewi.
  “Kau akan melihat bahwa aku bisa membuktikan kata-kataku!” dengus gadis itu.
  Dan tanpa ragu-ragu, Seruni memang bermaksud mengayunkan pedangnya ke leher Sari Dewi. Namun sebelum pedangnya bergerak, tiba-tiba melesat sebutir batu sebesar kepalan bayi.
  Wuut! Tak!
  “Hei?!”
 
  ***
 
  Seruni terkejut. Pedangnya bergetar, hampir terlepas dari genggaman, tatkala membentur batu yang melesat ke arah senjatanya. Sementara kakek kerdil itu walau kaget, namun cepat bisa menguasai perasaannya.
  Serentak keduanya berpaling. Tampak sesosok pemuda berbaju rompi putih duduk dengan tenang di punggung kuda hitamnya.
  “Kurang ajar! Beraninya kau mencampuri urusan orang lain!” dengus Seruni geram. Dia baru saja hendak melabrak, namun Sari Dewi telah menghambur ke arah pemuda itu.
  “Oh, Syukurlah kau datang! Kau pasti sengaja untuk melindungiku dari mereka, bukan?!” seru Sari Dewi, dengan suara manja.
  Gadis itu kelihatan gembira. Bahkan kaki pemuda yang baru muncul diraih tangannya, dan dipeluknya.
  Sementara pemuda yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti tak bergeming sedikit pun. Wajahnya masih sama seperti yang tadi. Dingin, seperti menyimpan dendam hebat.
  “Hm.... Kalau tidak salah, kau pasti Pendekar Rajawali Sakti!” sapa kakek kerdil dengan suara lantang. Namun, tidak bermaksud menyinggung perasaan Rangga.
  Semula Pendekar Rajawali Sakti tidak mempedulikan adanya laki-laki kerdil di situ. Namun ketika pandangannya beralih dan memperhatikan orang tua itu, Rangga langsung tersenyum.
  “Kau benar, Orang Tua. Dan kalau mataku tak salah, kau tentu si Tupai Katai?!” sahut Pendekar Rajawali Sakti.
  “He he he...! Kau sungguh jeli sekali, Pendekar Rajawali Sakti. Aku jarang muncul ke dunia persilatan. Tapi dengan sekali lihat, kau sudah mengenal diriku. Salam hormatku untukmu,” balas orang tua kerdil yang dijuluki si Tupai Katai seraya menjura memberi hormat.
  Rangga jadi rikuh juga. Apalagi gadis yang mengganduli kakinya terus merapatkan tubuhnya. Pendekar Rajawali Sakti sedikit menyentakkan kakinya, lalu melompat turun dari kudanya. Dibalasnya penghormatan si Tupai Katai.
  “Bukan mataku yang jeli, Kisanak. Tapi nama besarmu yang selalu menempel di benakku,” kata Rangga merendah, setelah menegakkan tubuhnya lagi.
  “He he he...! Bisa saja kau. Tapi, ada urusan apa gerangan sehingga kau bergentayangan di wilayah ini?” tanya si Tupai Katai yang sebenarnya mempunyai nama asli Ki Janggasana.
  “Aku tengah mencari seseorang,” sahut Rangga.
  “Hm.... Agaknya telah kau temui di sekitar wilayah ini?” tebak Ki Janggasana yakin.
  “Agaknya begitu. Baru saja kudengar beritanya. Tapi aku tidak pasti. Barangkali kau bisa membantu, Ki?”
  “Apa gerangan yang bisa kubantu?”
  “Seorang wanita muda. Mukanya sedikit lonjong dengan tahi lalat di dekat bibir...,” jelas Rangga.
  “Kau mencari si Bidadari Penakluk rupanya?” tukas Ki Janggasana.
  “Kau kenal dengannya, Ki?”
  “Kenapa tidak? Kami memang tengah mencari wanita jalang itu untuk meminta pertanggungjawabannya. Namun selama ini, belum juga bertemu,” jelas si Tupai Katai.
  “Kalau begitu kita mencari orang yang sama!” desis Rangga.
  “Aku bisa membantu kalian menemukan orang itu!” timpal Sari Dewi sambil tersenyum kecil.
  Kini mereka semua memandang Sari Dewi dengan seksama.
  “Sudah kuduga...!” sahut Ki Janggasana.
  “Apa maksudmu, Ki?” tanya Rangga.
  “Wanita itu mencuri kuda kesayanganku. Dan kuda itulah yang kini dibawa ga

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>