Cerita Silat | Bidadari Penakluk | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Bidadari Penakluk | Cersil Sakti | Bidadari Penakluk pdf
Gento Guyon ~ Makhluk Kutukan Neraka Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur
dis itu!” tunjuk kakek kerdil itu pada Sari Dewi.
“Coba katakan padaku jika kau mengetahui wanita itu berada!” desak Rangga pada Sari Dewi.
“Katakan dulu, apakah kau tergila-gila pada wanita yang kau cari- cari itu atau tidak?” sahut Sari Dewi sambil melengos.
“Itu bukan urusanmu!” desis Rangga.
“Selama menyangkut wanita itu, tentu masih urusanku. Tapi kalau sudah mengatakan itu bukan urusanku, maka buat apa lagi aku membantu kalian?”
“Jangan main-main denganku, Nisanak! Katakan saja, di mana wanita keparat itu?!” desak Rangga, agak kesal juga.
Sari Dewi tersenyum kecil. Mestinya, mendengar makian dengan kata ‘keparat’ dia sudah menemukan jawaban kalau pemuda ini tidak tergila- gila. Tapi, tengah menanggung kebencian hebat. Tapi memang sudah wataknya yang suka mempermainkan orang, maka Sari Dewi belum merasa puas bila tidak mendengar langsung dari mulut pemuda yang kini diincarnya.
“Apa sulitnya menjawab pertanyaanku? Kau tergila-gila padanya atau tidak?” tanya Sari Dewi.
“Ya! Aku tergila-gila hendak menangkapnya,” desis Rangga geram.
Sari Dewi tergelak kecil.
“Apakah dia bekas kekasihmu yang menyeleweng?” lanjut Sari Dewi, makin membuat Rangga mengkelap.
“Nisanak! Jangan sampai kesabaranku habis. Katakan saja di mana wanita itu berada jika kau benar-benar mengetahuinya!” kata Rangga setengah membentak.
“Dia tidak akan lari ke mana-mana. Kenapa kau tidak mau menunggu barang sesaat saja?”
“Hm.... Agaknya kau tidak tahu di mana wanita itu. Kau hanya mempermainkan kami!” kata Rangga sedikit menggumam, seraya melompat ke punggung kudanya.
Rangga kembali mengarahkan pandangannya pada Ki Janggasana.
“Maaf, Ki. Aku tidak bisa berlama-lama di sini, sebab mesti mencari wanita itu!” ucap Rangga.
“Hei? Kau tidak percaya padaku?!” sela Sari Dewi berteriak seraya melompat ke punggung kudanya, menjajari pemuda itu.
“Kenapa kau mengikutiku? Apa kau kira aku percaya kata-katamu?!”
“Apa kau kira aku berdusta?”
“Aku tidak kenal denganmu. Dan kenapa aku mesti percaya padamu?!”
“Huh! Kau terlalu angkuh! Terserahmu mau percaya atau tidak. Tapi kalau memang hendak mencari wanita itu, maka aku berani bersumpah bahwa aku mengetahuinya!” tegas Sari Dewi.
“Kalau begitu katakan padaku, di mana wanita itu?”
“Tapi ada syaratnya!”
“Aku tidak berhutang apa-apa padamu. Dan tidak semestinya kau mengajukan syarat!”
Dengan kata-katanya itu, secara tidak langsung Rangga ingin mengingatkan bahwa gadis itu telah berhutang padanya. Maka tidak layak rasanya dia mengajukan syarat segala.
***
“Terserahmu. Kalau setuju terima syaratku. Dan kalau tidak, kau akan lama sekali baru menemuinya!” sahut Sari Dewi tidak peduli dengan sindiran Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga berpikir beberapa saat, sebelum menyatakan persetujuannya.
“Baiklah. Apa syaratmu itu?” tanya Rangga, kalem.
“Kau mesti menjadi kekasihku!” sahut gadis itu, tanpa malu-malu.
Seruni yang mendengar itu mendengus sinis. Dia jadi jengah sendiri mendengar syarat yang diajukan gadis centil itu. Sementara kakeknya hanya tersenyum-senyum kecil.
“Bagaimana?” tagih Sari Dewi, ketika pemuda itu terdiam untuk beberapa saat.
“Maaf, aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu!” tolak Rangga, tegas.
“Kenapa? Karena aku kelewat jelek? Tidak pantas denganmu?” cecar Sari Dewi.
“Tidak! Karena kau tidak mengerti, apa artinya seorang kekasih!” sahut Rangga.
“Apa maksudmu?”
“Seorang kekasih harus mencintai dan dicintai. Bukan diminta. Kalau kau memintaku menjadi kekasihmu, itu tidak adil. Karena aku belum mengenalmu terlalu jauh,” sahut Rangga tegas.
“Aku tidak peduli! Kau mau terima syaratku atau tidak?!” sahut Sari Dewi berkeras.
“Meski aku harus mempermainkanmu? Atau membohongimu dengan berpura-pura?”
“Aku tidak peduli!” tegas gadis itu.
Rangga menghela napas. Dia berpikir sebentar sebelum menjawab.
“Bagaimana? Kau terima atau tidak?”
“Siapa namamu?”
“Kau belum menjawab pertanyaanku?”
“Sebelumnya, aku mesti tahu dulu siapa kau ini. Dan, dari keluarga mana.”
“Baiklah. Tadi sudah kukatakan namaku Sari Dewi. Aku putri Juragan Jelorejo, orang terkaya dan terpandang di Kota Canting, Kadipaten Welirang!”
Rangga mengangguk kecil mendengar penjelasan itu.
“Jadi kau berasal dari keluarga terpandang, ya? Tentu tidak sulit mencari rumahmu?”
“Tentu saja! Seluruh Kadipaten Welirang tahu, siapa aku dan keluargaku!” sahut Sari Dewi bangga.
“Kalau begitu, aku tidak perlu menerima syaratmu.”
“Apa maksudmu?”
“Aku akan cari sendiri wanita itu di tempatmu,” sahut Rangga. “Heaaa...!” Seketika Pendekar Rajawali Sakti menggebah kudanya meninggalkan tempat itu.
“Hei?! Kau tidak akan menemukan apa-apa di tempatku!” teriak Sari Dewi kesal, seraya mengejar pemuda itu.
Tapi kali ini Rangga tidak mempedulikannya lagi. Meskipun gadis itu berusaha mengaburkan keberadaan wanita yang dicarinya, namun justru hal itu semakin menambah kepercayaannya. Dia yakin wanita berjuluk Bidadari Penakluk yang dicarinya ada di Kota Canting. Atau bahkan di rumah Sari Dewi.
“Kurang ajar! Sial! Brengsek...!” makiSari Dewi habis-habisan, sambil mengikuti derap langkah pemuda di depannya.
Sementara itu mendengar wanita yang diburu ada di Kota Canting, Kadipaten Welirang, maka Ki Janggasana dan Seruni tidak mau ketinggalan. Mereka memacu kudanya untuk mengejar kedua orang yang telah mendahului.
“Heaaa...!”
***
Gento Guyon ~ Makhluk Kutukan Neraka Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur
dis itu!” tunjuk kakek kerdil itu pada Sari Dewi.
“Coba katakan padaku jika kau mengetahui wanita itu berada!” desak Rangga pada Sari Dewi.
“Katakan dulu, apakah kau tergila-gila pada wanita yang kau cari- cari itu atau tidak?” sahut Sari Dewi sambil melengos.
“Itu bukan urusanmu!” desis Rangga.
“Selama menyangkut wanita itu, tentu masih urusanku. Tapi kalau sudah mengatakan itu bukan urusanku, maka buat apa lagi aku membantu kalian?”
“Jangan main-main denganku, Nisanak! Katakan saja, di mana wanita keparat itu?!” desak Rangga, agak kesal juga.
Sari Dewi tersenyum kecil. Mestinya, mendengar makian dengan kata ‘keparat’ dia sudah menemukan jawaban kalau pemuda ini tidak tergila- gila. Tapi, tengah menanggung kebencian hebat. Tapi memang sudah wataknya yang suka mempermainkan orang, maka Sari Dewi belum merasa puas bila tidak mendengar langsung dari mulut pemuda yang kini diincarnya.
“Apa sulitnya menjawab pertanyaanku? Kau tergila-gila padanya atau tidak?” tanya Sari Dewi.
“Ya! Aku tergila-gila hendak menangkapnya,” desis Rangga geram.
Sari Dewi tergelak kecil.
“Apakah dia bekas kekasihmu yang menyeleweng?” lanjut Sari Dewi, makin membuat Rangga mengkelap.
“Nisanak! Jangan sampai kesabaranku habis. Katakan saja di mana wanita itu berada jika kau benar-benar mengetahuinya!” kata Rangga setengah membentak.
“Dia tidak akan lari ke mana-mana. Kenapa kau tidak mau menunggu barang sesaat saja?”
“Hm.... Agaknya kau tidak tahu di mana wanita itu. Kau hanya mempermainkan kami!” kata Rangga sedikit menggumam, seraya melompat ke punggung kudanya.
Rangga kembali mengarahkan pandangannya pada Ki Janggasana.
“Maaf, Ki. Aku tidak bisa berlama-lama di sini, sebab mesti mencari wanita itu!” ucap Rangga.
“Hei? Kau tidak percaya padaku?!” sela Sari Dewi berteriak seraya melompat ke punggung kudanya, menjajari pemuda itu.
“Kenapa kau mengikutiku? Apa kau kira aku percaya kata-katamu?!”
“Apa kau kira aku berdusta?”
“Aku tidak kenal denganmu. Dan kenapa aku mesti percaya padamu?!”
“Huh! Kau terlalu angkuh! Terserahmu mau percaya atau tidak. Tapi kalau memang hendak mencari wanita itu, maka aku berani bersumpah bahwa aku mengetahuinya!” tegas Sari Dewi.
“Kalau begitu katakan padaku, di mana wanita itu?”
“Tapi ada syaratnya!”
“Aku tidak berhutang apa-apa padamu. Dan tidak semestinya kau mengajukan syarat!”
Dengan kata-katanya itu, secara tidak langsung Rangga ingin mengingatkan bahwa gadis itu telah berhutang padanya. Maka tidak layak rasanya dia mengajukan syarat segala.
***
“Terserahmu. Kalau setuju terima syaratku. Dan kalau tidak, kau akan lama sekali baru menemuinya!” sahut Sari Dewi tidak peduli dengan sindiran Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga berpikir beberapa saat, sebelum menyatakan persetujuannya.
“Baiklah. Apa syaratmu itu?” tanya Rangga, kalem.
“Kau mesti menjadi kekasihku!” sahut gadis itu, tanpa malu-malu.
Seruni yang mendengar itu mendengus sinis. Dia jadi jengah sendiri mendengar syarat yang diajukan gadis centil itu. Sementara kakeknya hanya tersenyum-senyum kecil.
“Bagaimana?” tagih Sari Dewi, ketika pemuda itu terdiam untuk beberapa saat.
“Maaf, aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu!” tolak Rangga, tegas.
“Kenapa? Karena aku kelewat jelek? Tidak pantas denganmu?” cecar Sari Dewi.
“Tidak! Karena kau tidak mengerti, apa artinya seorang kekasih!” sahut Rangga.
“Apa maksudmu?”
“Seorang kekasih harus mencintai dan dicintai. Bukan diminta. Kalau kau memintaku menjadi kekasihmu, itu tidak adil. Karena aku belum mengenalmu terlalu jauh,” sahut Rangga tegas.
“Aku tidak peduli! Kau mau terima syaratku atau tidak?!” sahut Sari Dewi berkeras.
“Meski aku harus mempermainkanmu? Atau membohongimu dengan berpura-pura?”
“Aku tidak peduli!” tegas gadis itu.
Rangga menghela napas. Dia berpikir sebentar sebelum menjawab.
“Bagaimana? Kau terima atau tidak?”
“Siapa namamu?”
“Kau belum menjawab pertanyaanku?”
“Sebelumnya, aku mesti tahu dulu siapa kau ini. Dan, dari keluarga mana.”
“Baiklah. Tadi sudah kukatakan namaku Sari Dewi. Aku putri Juragan Jelorejo, orang terkaya dan terpandang di Kota Canting, Kadipaten Welirang!”
Rangga mengangguk kecil mendengar penjelasan itu.
“Jadi kau berasal dari keluarga terpandang, ya? Tentu tidak sulit mencari rumahmu?”
“Tentu saja! Seluruh Kadipaten Welirang tahu, siapa aku dan keluargaku!” sahut Sari Dewi bangga.
“Kalau begitu, aku tidak perlu menerima syaratmu.”
“Apa maksudmu?”
“Aku akan cari sendiri wanita itu di tempatmu,” sahut Rangga. “Heaaa...!” Seketika Pendekar Rajawali Sakti menggebah kudanya meninggalkan tempat itu.
“Hei?! Kau tidak akan menemukan apa-apa di tempatku!” teriak Sari Dewi kesal, seraya mengejar pemuda itu.
Tapi kali ini Rangga tidak mempedulikannya lagi. Meskipun gadis itu berusaha mengaburkan keberadaan wanita yang dicarinya, namun justru hal itu semakin menambah kepercayaannya. Dia yakin wanita berjuluk Bidadari Penakluk yang dicarinya ada di Kota Canting. Atau bahkan di rumah Sari Dewi.
“Kurang ajar! Sial! Brengsek...!” makiSari Dewi habis-habisan, sambil mengikuti derap langkah pemuda di depannya.
Sementara itu mendengar wanita yang diburu ada di Kota Canting, Kadipaten Welirang, maka Ki Janggasana dan Seruni tidak mau ketinggalan. Mereka memacu kudanya untuk mengejar kedua orang yang telah mendahului.
“Heaaa...!”
***