Cerita Silat | Satria Pondok Ungu | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Satria Pondok Ungu | Cersil Sakti | Satria Pondok Ungu pdf
Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur Pendekar Rajawali Sakti - 177. Siluman Pemburu Perawan
uhnya cepat bergulingan di tanah menjauhi.
***
Baru saja Ki Demong melompat bangun, Setan Bungkuk memburunya. Tongkat ularnya berkele- batan mengancam seluruh tubuh pemabuk itu. Namun dengan gerakan cepat luar biasa, Pemabuk dari Gunung Kidul segera memutar-mutar gucinya.
"Trang...!"
Dua tenaga dalam beradu keras. Akibatnya Pemabuk dari Gunung Kidul terlempar dengan telapak tangan terasa panas. Tubuhnya lantas bergulingan di tanah. Namun, Setan Bungkuk terus mengejarnya. Bahkan baru saja hendak melenting bangun, Setan Bungkuk telah menghantamkan tongkatnya.
Wuttt...!
Diegkh...!
"Aaakh...!"
Telak sekali punggung Ki Demong terhajar tongkat. Kembali tubuhnya terjengkang disertai pekik kesakitan.
"He he he...! Orang usil! Mampuslah kau...!" dengus Setan Bungkuk sambil menghantamkan kembali tongkatnya ke kepala Ki Demong.
"Celakalah aku kali ini...," desah Pemabuk dari Gunung Kidul dalam hati.
Pada saat yang berbahaya bagi keselamatan Ki Demong, mendadak berkelebat satu bayangan ungu yang langsung memapak tongkat Setan Bungkuk. Serangan itu begitu tiba-tiba, sehingga benturan keras tidak terhindari lagi.
Trak...!
Tangan Setan Bungkuk kontan bergetar keras. Bahkan senjatanya hampir terlepas dari tangan. Betapa terkejutnya Kuntarawang ketika melihat yang menangkisnya adalah seorang pemuda. Bahkan setelah menangkis, pemuda itu langsung menghadapi Cakra Dana tanpa rasa takut sedikit pun.
"Heh...? Mengapa kau yang sudah setua ini masih ikut campur dalam urusan ini...?! " tanya pemuda berbaju ungu yang baru datang.
"He he he...! Dasar anak kambing yang tidak takut pada harimau! Pergilah sebelum kesabaranku hilang...!" ujar Cakra Dana.
"Pendekar muda! Jangan layani dia...! Sebaiknya pergi dari tempat ini. Dan, bawa serta juga gadis pemberani itu.... Biar mereka bertiga aku yang menghadapi! Larilah lekas! Mereka sangat berbahaya! Orang yang kau hadapi adalah seorang datuk sesat yang kejam dan sangat berbahaya!" seru Pemabuk dari Gunung Kidul.
Tetapi seruan itu tidak mungkin dilayani pemuda yang baru datang itu. Karena, pemuda itu adalah Bima Sena saudara seperguruan Puspita Dewi. Tentu saja, kedatangannya karena dendam lama. Maka tanpa banyak kata lagi, diterjangnya Cakra Dana.
"Chiaaat!"
Pedang di tangan kanan Bima Sena, meliuk- liuk mengancam tenggorokan Cakra Dana. Namun sambil tertawa besar, datuk sesat itu menyentil badan pedang dengan jarinya.
Tuk!
Bima Sena merasa tangannya bergetar hebat. Malah tubuhnya sampai terjajar dua tombak ke belakang. Tahulah dia kalau lawannya memiliki kepandaian tinggi. Terutama, tenaga dalamnya.
"Hem.... Boleh juga tenaga dalam yang kau miliki, Anak Muda! Pasti gurumu sangat sakti. Karena, jarang ada yang sanggup menahan serangan 'Jari Sakti Api' yang kumiliki...," puji Cakra Dana. "Tapi, coba dulu yang satu ini...!"
Begitu kata-katanya habis, si Tangan Api cepat menarik tangannya. Dan tiba-tiba dihentakkannya....
"Hiyaaat!"
Bima Sena cepat menyadari, betapa berbaha- yanya serangan ini. Maka tak tanggung-tanggung lagi tenaga dalamnya cepat disalurkan ke tangan. Dan secepat itu pula dipapaknya serangan.
Blarrr...!
Tenaga dalam mereka bertemu. Tampak Bima Sena tergetar mundur beberapa langkah.
Menyadari kalau tenaga dalam lawannya satu tingkat di atasnya, Bima Sena merubah jurusnya. Mulai ilmu meringankan tubuhnya digunakan untuk mengulur waktu dan menguras napas Cakra Dana.
Namun kali ini, Bima Sena yang baru turun gunung bertemu lawan tangguh dan sakti. Terutama, tangannya yang sepertinya berapi, sehingga dapat menghanguskan lawan. Sehingga segala usahanya menemui jalan buntu. Ternyata, Cakra Dana memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa pula!
Semakin lama, Bima Sena semakin terdesak. Kalau diteruskan bisa dipastikan, dalam tempo beberapa jurus lagi akan mengalami celaka. Sementara Ki Demong terus sibuk menghadapi Setan Bungkuk yang memainkan tongkatnya secara habis-habisan. Bahkan semua ilmu yang dipelajari belakangan ini, telah dipakai Kuntarawang untuk menghadapi pemabuk tua itu. Keadaan mereka sampai saat ini masih tetap seimbang. Walaupun semakin mabuk, Ki Demong tetap tangguh. Bahkan semakin sulit diterka gerakannya.
Sementara itu, lain halnya Setan Hitam. Sambil bertarung, dia terus melempar binatang beracun yang sangat berbahaya. Untung saja Puspita Dewi memiliki gerakan yang jarang terlihat dalam dunia persilatan. Sehingga agak sulit bagi Sakurang untuk mengalahkannya secara cepat.
"Setan.... Keparat...! Gadis gagu kurang ajar! mampuslah kau!" dengus Setan Hitam, sambil mempercepat serangan dan melipatgandakan tenaganya.
Pendekar Rajawali Sakti - 173. Teror Topeng Merah Roro Centil ~ Rahasia Kitab Ular Siluman Ular Putih ~ Lukisan Darah Pendekar Rajawali Sakti - 175. Manusia Lumpur Pendekar Rajawali Sakti - 177. Siluman Pemburu Perawan
uhnya cepat bergulingan di tanah menjauhi.
***
Baru saja Ki Demong melompat bangun, Setan Bungkuk memburunya. Tongkat ularnya berkele- batan mengancam seluruh tubuh pemabuk itu. Namun dengan gerakan cepat luar biasa, Pemabuk dari Gunung Kidul segera memutar-mutar gucinya.
"Trang...!"
Dua tenaga dalam beradu keras. Akibatnya Pemabuk dari Gunung Kidul terlempar dengan telapak tangan terasa panas. Tubuhnya lantas bergulingan di tanah. Namun, Setan Bungkuk terus mengejarnya. Bahkan baru saja hendak melenting bangun, Setan Bungkuk telah menghantamkan tongkatnya.
Wuttt...!
Diegkh...!
"Aaakh...!"
Telak sekali punggung Ki Demong terhajar tongkat. Kembali tubuhnya terjengkang disertai pekik kesakitan.
"He he he...! Orang usil! Mampuslah kau...!" dengus Setan Bungkuk sambil menghantamkan kembali tongkatnya ke kepala Ki Demong.
"Celakalah aku kali ini...," desah Pemabuk dari Gunung Kidul dalam hati.
Pada saat yang berbahaya bagi keselamatan Ki Demong, mendadak berkelebat satu bayangan ungu yang langsung memapak tongkat Setan Bungkuk. Serangan itu begitu tiba-tiba, sehingga benturan keras tidak terhindari lagi.
Trak...!
Tangan Setan Bungkuk kontan bergetar keras. Bahkan senjatanya hampir terlepas dari tangan. Betapa terkejutnya Kuntarawang ketika melihat yang menangkisnya adalah seorang pemuda. Bahkan setelah menangkis, pemuda itu langsung menghadapi Cakra Dana tanpa rasa takut sedikit pun.
"Heh...? Mengapa kau yang sudah setua ini masih ikut campur dalam urusan ini...?! " tanya pemuda berbaju ungu yang baru datang.
"He he he...! Dasar anak kambing yang tidak takut pada harimau! Pergilah sebelum kesabaranku hilang...!" ujar Cakra Dana.
"Pendekar muda! Jangan layani dia...! Sebaiknya pergi dari tempat ini. Dan, bawa serta juga gadis pemberani itu.... Biar mereka bertiga aku yang menghadapi! Larilah lekas! Mereka sangat berbahaya! Orang yang kau hadapi adalah seorang datuk sesat yang kejam dan sangat berbahaya!" seru Pemabuk dari Gunung Kidul.
Tetapi seruan itu tidak mungkin dilayani pemuda yang baru datang itu. Karena, pemuda itu adalah Bima Sena saudara seperguruan Puspita Dewi. Tentu saja, kedatangannya karena dendam lama. Maka tanpa banyak kata lagi, diterjangnya Cakra Dana.
"Chiaaat!"
Pedang di tangan kanan Bima Sena, meliuk- liuk mengancam tenggorokan Cakra Dana. Namun sambil tertawa besar, datuk sesat itu menyentil badan pedang dengan jarinya.
Tuk!
Bima Sena merasa tangannya bergetar hebat. Malah tubuhnya sampai terjajar dua tombak ke belakang. Tahulah dia kalau lawannya memiliki kepandaian tinggi. Terutama, tenaga dalamnya.
"Hem.... Boleh juga tenaga dalam yang kau miliki, Anak Muda! Pasti gurumu sangat sakti. Karena, jarang ada yang sanggup menahan serangan 'Jari Sakti Api' yang kumiliki...," puji Cakra Dana. "Tapi, coba dulu yang satu ini...!"
Begitu kata-katanya habis, si Tangan Api cepat menarik tangannya. Dan tiba-tiba dihentakkannya....
"Hiyaaat!"
Bima Sena cepat menyadari, betapa berbaha- yanya serangan ini. Maka tak tanggung-tanggung lagi tenaga dalamnya cepat disalurkan ke tangan. Dan secepat itu pula dipapaknya serangan.
Blarrr...!
Tenaga dalam mereka bertemu. Tampak Bima Sena tergetar mundur beberapa langkah.
Menyadari kalau tenaga dalam lawannya satu tingkat di atasnya, Bima Sena merubah jurusnya. Mulai ilmu meringankan tubuhnya digunakan untuk mengulur waktu dan menguras napas Cakra Dana.
Namun kali ini, Bima Sena yang baru turun gunung bertemu lawan tangguh dan sakti. Terutama, tangannya yang sepertinya berapi, sehingga dapat menghanguskan lawan. Sehingga segala usahanya menemui jalan buntu. Ternyata, Cakra Dana memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa pula!
Semakin lama, Bima Sena semakin terdesak. Kalau diteruskan bisa dipastikan, dalam tempo beberapa jurus lagi akan mengalami celaka. Sementara Ki Demong terus sibuk menghadapi Setan Bungkuk yang memainkan tongkatnya secara habis-habisan. Bahkan semua ilmu yang dipelajari belakangan ini, telah dipakai Kuntarawang untuk menghadapi pemabuk tua itu. Keadaan mereka sampai saat ini masih tetap seimbang. Walaupun semakin mabuk, Ki Demong tetap tangguh. Bahkan semakin sulit diterka gerakannya.
Sementara itu, lain halnya Setan Hitam. Sambil bertarung, dia terus melempar binatang beracun yang sangat berbahaya. Untung saja Puspita Dewi memiliki gerakan yang jarang terlihat dalam dunia persilatan. Sehingga agak sulit bagi Sakurang untuk mengalahkannya secara cepat.
"Setan.... Keparat...! Gadis gagu kurang ajar! mampuslah kau!" dengus Setan Hitam, sambil mempercepat serangan dan melipatgandakan tenaganya.