Cerita Silat | Jahanam Bermuka Dua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Jahanam Bermuka Dua | Cersil Sakti | Jahanam Bermuka Dua pdf
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
dengan gemas, Gardika menyodok perut Rangga lewat tendangan beruntun. Namun, Pendekar Rajawali Sakti keburu mencelat ke atas, sehingga tendangan itu mengenai tempat kosong.
"Hiih"
Golok Pendekar Rajawali Sakti kembali berkelebat menyambar leher. Namun Gardika cepat berbalik seraya menyabetkan pedangnya untuk menangkis.
Trang
Golok Rangga terus menekan. Dan bersamaan dengan itu, kedua kakinya menyodok ke dada, membuat Gardika kerepotan. Cepat makhluk aneh ini mencelat ke samping.
Rangga segera mengikuti sambil memutar tubuh. Kedua kakinya bergerak cepat silih berganti. Dan tiba-tiba kakinya menyusup ke bawah secara tak terduga. Lalu....
Duk Des
"Aaakh..."
Kembali Gardika menjerit kesakitan ketika tendangan beruntun Pendekar Rajawali Sakti bersarang di dada dan perut. Tubuhnya kontan bergulingan beberapa langkah. Dan ketika berusaha bangkit, tendangan Rangga kembali bersarang di kepalanya.
"Bangsat" desis Gardika geram seraya membabatkan pedang.
Dalam keadaan kepala agak pusing seperti sekarang, maka babatan makhluk aneh ini tidak terarah. Sehingga, Rangga mampu menghindarinya dengan berkelit ke samping dan kembali menyarangkan pukulan.
Duk Des
"Aaakh..."
Gardika terlempar ke belakang, sampai ter-jerembab ke belakang. Namun daya tahan tubuh-nya amat mengagumkan. Meski terhuyung-huyung, Gardika cepat bangkit dan siap menyerang kembali.
"Hm.... Hebat juga daya tahan tubuhmu" puji Rangga.
"Huh"
Gardika tidak meladeninya. Hatinya penuh amarah. Hanya satu keinginan yang ada di kepalanya. Membunuh pemuda itu secepatnya Maka tanpa ayal lagi dia langsung meluruk sambil melepas pukulan jarak jauh.
"Mampus kau Yeaaa..."
"Uts"
Jderrr
***
Pukulan maut milik Gardika ternyata berupa sebongkah pusaran angin yang bergerak cepat. Rangga terkejut. Meski hanya bentuk angin, tapi kalau sampai menghantam tubuh bisa dibuat remuk. Terbukti sebatang kayu tumbang dihantam pukulan itu ketika Rangga lompat menghindarinya.
"Yeaaa..."
Melihat pukulan pertamanya gagal, Gardika semakin penasaran. Kembali dihantamnya Pen-dekar Rajawali Sakti dengan pukulan jarak jauh.
"Hup"
Pendekar Rajawali Sakti segera menjatuhkan diri, sehingga pukulan jarak jauh itu lewat dua jengkal di atas punggungnya, menerabas apa saja yang dilewati. Bahkan punggungnya terasa seperti membentur benda yang cukup keras, meski cuma kebagian desir anginnya saja.
"Hm.... Membahayakan..." gumam Pendekar Rajawali Sakti, begitu bangkit berdiri.
"Yeaaa..."
Gardika kembali meluruk, terus menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sebelum sampai, Rangga telah melesat dengan merunduk ke bawah. Langsung ditikamnya perut makhluk aneh itu dengan golok sekuat tenaga,
Buk...
"Aaakh..."
Meski tidak mampu menembus kulit tubuhnya, tapi Gardika merasakan sakit yang hebat. Tubuhnya mental dan terhuyung-huyung ke belakang. Lalu secepat itu pula Rangga melempar goloknya, Dan seketika Pedang Pusaka Rajawali Sakti dicabut.
Sring
Begitu pedang yang bersinar biru berkilau itu tercabut, Rangga kembali meluruk deras.
"Hiyaaa..."
Kemudian secepat kilat pedang itu berkelebat memapak kedua kald Gardika.
"Aaakh..."
Gardika terpekik kesakitan. Kedua kakinya kontan putus dibabat pedang Pendekar Rajawali Sakti. Kendati demikian dia masih mampu berdiri di atas dua kakinya yang lain.
Rangga sendiri tak memberi ampun lagi. Tubuhnya kembali berkelebat sambil menusukkan pedangnya ke perut Gardika.
Crab
"Aaakh..."
Kembali makhluk itu memekik kesakitan. Pedang Rangga menembus perut sampai ke bagian belakang. Darah hitam memancur dari luka serta perut Gardika. Dua pasang matanya membelalak seperti hendak keluar dari sarangnya.
"Nenek, tolong aku... Tolong akuuu..." teriak Gardika sambil berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hhh..."
Rangga menghela napas pendek seraya me-nyarungkan pedangnya. Dia kelihatan tidak berrniat untuk mengejar
"Kenapa kau tidak menghabisinya sekaligus, Anak Muda?" tanya Ki Aswatama yang keadaannya kini agak membaik.
"Dia akan mati tidak lama lagi...," sahut Rangga, yakin.
"Gerakannya masih gesit. Rasanya dia akan bisa hidup seribu tahun lagi."
Rangga tersenyum.
"Kekuatannya hanya karena dia memiliki ilmu kebal. Tapi, tidak lama. Karena beberapa saat kemudian, dia akan kehabisan darah lalu tak ber-daya. Lagi pula ada yang lebih penting," jelas Rangga.
"Apa itu?"
"Tidakkah kau dengar kata-katanya yang terakhir? Dia memanggil seseorang."
"Ya, neneknya. Tapi, apa anehnya? Mungkin dia teringat pada neneknya yang sangat menya-yanginya."
"Tidak Neneknya yang telah meracuni pikiran- nya."
"Dari mana kau mengetahuinya?"
"Naluri."
"Cuma naluri?" tanya Ki Aswatama, seperti menganggap enteng.
"Naluri yang didasarkan pengalaman, Ki. Nah Uruslah yang lain. Aku pergi dulu"
"Hei, tunggu dulu Mau ke mana kau?" teriak Ki Aswatama, ketika melihat pemuda itu menghampiri kudanya.
"Membasmi pohon harus sampai ke akar-akar- nya," sahut Rangga tenang, seraya melompat ke punggung kudanya.
"Apa maksudmu?"
"Akan kuikuti dia dan kutemukan neneknya itu. Bila perlu, neneknya mesti bertanggung jawab atas perbuatannya."
Setelah berkata begitu, Rangga cepat menggebah Dewa Bayu meninggalkan Ki Aswatama yang masih bengong memandangnya.
***
Apa yang dikatakan Rangga memang tidak salah. Keadaan Gardika memang amat gawat. Darahnya terus mengucur terus sepanjang jalan. Apalagi karena mengerahkan tenaga kelewat banyak untuk berlari kencang. Sepanjang jalan, dia terus berteriak-teriak memanggil neneknya.
"Nenek, tolong aku Tolong aku..."
Tanpa diketahuinya, pada jarak tertentu, Pendekar Rajawali Sakti mengikuti ke
Pendekar Slebor - Pembunuh Dari Jepang
Dewi Sri Tanjung ~ Si Tangan Iblis Pendekar Rajawali Sakti - 182. Dendam Sepasang Gembel Joko Sableng ~ Rahasia Kampung Setan Joko Sableng ~ Misteri Tengkorak Berdarah
dengan gemas, Gardika menyodok perut Rangga lewat tendangan beruntun. Namun, Pendekar Rajawali Sakti keburu mencelat ke atas, sehingga tendangan itu mengenai tempat kosong.
"Hiih"
Golok Pendekar Rajawali Sakti kembali berkelebat menyambar leher. Namun Gardika cepat berbalik seraya menyabetkan pedangnya untuk menangkis.
Trang
Golok Rangga terus menekan. Dan bersamaan dengan itu, kedua kakinya menyodok ke dada, membuat Gardika kerepotan. Cepat makhluk aneh ini mencelat ke samping.
Rangga segera mengikuti sambil memutar tubuh. Kedua kakinya bergerak cepat silih berganti. Dan tiba-tiba kakinya menyusup ke bawah secara tak terduga. Lalu....
Duk Des
"Aaakh..."
Kembali Gardika menjerit kesakitan ketika tendangan beruntun Pendekar Rajawali Sakti bersarang di dada dan perut. Tubuhnya kontan bergulingan beberapa langkah. Dan ketika berusaha bangkit, tendangan Rangga kembali bersarang di kepalanya.
"Bangsat" desis Gardika geram seraya membabatkan pedang.
Dalam keadaan kepala agak pusing seperti sekarang, maka babatan makhluk aneh ini tidak terarah. Sehingga, Rangga mampu menghindarinya dengan berkelit ke samping dan kembali menyarangkan pukulan.
Duk Des
"Aaakh..."
Gardika terlempar ke belakang, sampai ter-jerembab ke belakang. Namun daya tahan tubuh-nya amat mengagumkan. Meski terhuyung-huyung, Gardika cepat bangkit dan siap menyerang kembali.
"Hm.... Hebat juga daya tahan tubuhmu" puji Rangga.
"Huh"
Gardika tidak meladeninya. Hatinya penuh amarah. Hanya satu keinginan yang ada di kepalanya. Membunuh pemuda itu secepatnya Maka tanpa ayal lagi dia langsung meluruk sambil melepas pukulan jarak jauh.
"Mampus kau Yeaaa..."
"Uts"
Jderrr
***
Pukulan maut milik Gardika ternyata berupa sebongkah pusaran angin yang bergerak cepat. Rangga terkejut. Meski hanya bentuk angin, tapi kalau sampai menghantam tubuh bisa dibuat remuk. Terbukti sebatang kayu tumbang dihantam pukulan itu ketika Rangga lompat menghindarinya.
"Yeaaa..."
Melihat pukulan pertamanya gagal, Gardika semakin penasaran. Kembali dihantamnya Pen-dekar Rajawali Sakti dengan pukulan jarak jauh.
"Hup"
Pendekar Rajawali Sakti segera menjatuhkan diri, sehingga pukulan jarak jauh itu lewat dua jengkal di atas punggungnya, menerabas apa saja yang dilewati. Bahkan punggungnya terasa seperti membentur benda yang cukup keras, meski cuma kebagian desir anginnya saja.
"Hm.... Membahayakan..." gumam Pendekar Rajawali Sakti, begitu bangkit berdiri.
"Yeaaa..."
Gardika kembali meluruk, terus menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sebelum sampai, Rangga telah melesat dengan merunduk ke bawah. Langsung ditikamnya perut makhluk aneh itu dengan golok sekuat tenaga,
Buk...
"Aaakh..."
Meski tidak mampu menembus kulit tubuhnya, tapi Gardika merasakan sakit yang hebat. Tubuhnya mental dan terhuyung-huyung ke belakang. Lalu secepat itu pula Rangga melempar goloknya, Dan seketika Pedang Pusaka Rajawali Sakti dicabut.
Sring
Begitu pedang yang bersinar biru berkilau itu tercabut, Rangga kembali meluruk deras.
"Hiyaaa..."
Kemudian secepat kilat pedang itu berkelebat memapak kedua kald Gardika.
"Aaakh..."
Gardika terpekik kesakitan. Kedua kakinya kontan putus dibabat pedang Pendekar Rajawali Sakti. Kendati demikian dia masih mampu berdiri di atas dua kakinya yang lain.
Rangga sendiri tak memberi ampun lagi. Tubuhnya kembali berkelebat sambil menusukkan pedangnya ke perut Gardika.
Crab
"Aaakh..."
Kembali makhluk itu memekik kesakitan. Pedang Rangga menembus perut sampai ke bagian belakang. Darah hitam memancur dari luka serta perut Gardika. Dua pasang matanya membelalak seperti hendak keluar dari sarangnya.
"Nenek, tolong aku... Tolong akuuu..." teriak Gardika sambil berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hhh..."
Rangga menghela napas pendek seraya me-nyarungkan pedangnya. Dia kelihatan tidak berrniat untuk mengejar
"Kenapa kau tidak menghabisinya sekaligus, Anak Muda?" tanya Ki Aswatama yang keadaannya kini agak membaik.
"Dia akan mati tidak lama lagi...," sahut Rangga, yakin.
"Gerakannya masih gesit. Rasanya dia akan bisa hidup seribu tahun lagi."
Rangga tersenyum.
"Kekuatannya hanya karena dia memiliki ilmu kebal. Tapi, tidak lama. Karena beberapa saat kemudian, dia akan kehabisan darah lalu tak ber-daya. Lagi pula ada yang lebih penting," jelas Rangga.
"Apa itu?"
"Tidakkah kau dengar kata-katanya yang terakhir? Dia memanggil seseorang."
"Ya, neneknya. Tapi, apa anehnya? Mungkin dia teringat pada neneknya yang sangat menya-yanginya."
"Tidak Neneknya yang telah meracuni pikiran- nya."
"Dari mana kau mengetahuinya?"
"Naluri."
"Cuma naluri?" tanya Ki Aswatama, seperti menganggap enteng.
"Naluri yang didasarkan pengalaman, Ki. Nah Uruslah yang lain. Aku pergi dulu"
"Hei, tunggu dulu Mau ke mana kau?" teriak Ki Aswatama, ketika melihat pemuda itu menghampiri kudanya.
"Membasmi pohon harus sampai ke akar-akar- nya," sahut Rangga tenang, seraya melompat ke punggung kudanya.
"Apa maksudmu?"
"Akan kuikuti dia dan kutemukan neneknya itu. Bila perlu, neneknya mesti bertanggung jawab atas perbuatannya."
Setelah berkata begitu, Rangga cepat menggebah Dewa Bayu meninggalkan Ki Aswatama yang masih bengong memandangnya.
***
Apa yang dikatakan Rangga memang tidak salah. Keadaan Gardika memang amat gawat. Darahnya terus mengucur terus sepanjang jalan. Apalagi karena mengerahkan tenaga kelewat banyak untuk berlari kencang. Sepanjang jalan, dia terus berteriak-teriak memanggil neneknya.
"Nenek, tolong aku Tolong aku..."
Tanpa diketahuinya, pada jarak tertentu, Pendekar Rajawali Sakti mengikuti ke