Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Jahanam Bermuka Dua - 19

$
0
0
Cerita Silat | Jahanam Bermuka Dua | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Jahanam Bermuka Dua | Cersil Sakti | Jahanam Bermuka Dua pdf

Tara Zagita ~ Ratu Peri Dari Selat Sunda Pendekar Rajawali Sakti - 181. Lima Golok Setan Cheng Hoa Kiam - Kho Ping Hoo Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1

mana saja makhluk aneh itu melangkah.
  "Hm.... Sungguh hebat daya tahannya" puji pemuda itu setengah bergumam.
  Apa yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti memang beralasan. Sebab telah sampai sepe-nanakan nasi, Gardika belum juga roboh. Padahal, darahnya terus menetes. Kedua wajahnya mulai pucat seperti mayat. Tubuhnya menggigil menahan rasa sakit hebat.
  Setelah beberapa waktu kemudian, Gardika tiba di pinggiran Hutan Kemojang. Desa Klawing di pinggir hutan yang juga pernah diobrak-abriknya kini sepi seperti perkampungan mati. Rumah-rumah hangus masih terlihat seperti beberapa waktu yang lalu.
  Mendadak langkah Gardika tercekat, ketika seorang laki-laki tua berdiri tegak menghadang. Wajah suram dan rambutnya acak-acakan diikat sehelai kain lusuh. Pakaiannya sederhana seperti layaknya penduduk desa. Usianya sekitar empat puluh tujuh tahun.
  "Si..., siapa kau?" bentak Gardika dengan suara gemetar.
  Laki-laki itu tidak menjawab. Matanya memandang Gardika dengan perasaan sayang serta cemas melihat luka di perut dan dua kaki yang buntung.
  "Siapa kau?" bentak Gardika lagi.
  "Kau mungkin tidak akan mengenaliku. Tapi, aku adalah ayahmu, Nak...," sahut laki-laki itu dengan suara lirih. Dia tak lain dari Katmani.
  Memang setelah tujuh belas tahun menderita karena berbuat salah dengan tak mengakui Gardika sebagai anak, Katmani jadi tertekan batinnya. Namun dia berusaha menahan rasa ragu-ragunya. Apalagi ketika menyadari kalau anaknya kini diburu- buru orang-orang persilatan. Seorang anak yang sebenarnya tak berdosa, namun karena didikan tokoh sesat, anak itu berubah berjiwa iblis.
  "Ayah? Aku tidak kenal ayahku" tolak Gardika, tegas.
  "Tentu saja Sebab sejak orok kau telah diambil dukun keparat itu" dalih Katmani.
  "Hei? Jangan sembarangan kau bicara Siapa yang kau maksudkan sebagai dukun keparat itu?"
  "Siapa lagi kalau bukan Nyai Warengket?"
  "Kurang ajar Lancang betul kau menghina nenekku"
  Dengan mendengus geram Gardika coba melompat menyerang laki-laki yang sebenarnya ayahnya. Namun langkahnya tersendat oleh rasa sakit. Tubuh Gardika membungkuk menahan rasa sakit hebat.
  "Percayalah, Nak Kau anakku Namaku Katmani dan ibumu Lastri. Kalau kau tak percaya, tanyakan kepada dukun keparat itu Dia menculikmu ketika kau baru saja dilahirkan" seru laki-laki itu seraya mendekat dua langkah.
  Gardika kembali memandang laki-laki itu sambil berusaha tegak.
  "Be..., benarkah...?" tanya Gardika lirih.
  "Tentu saja Kau lahir dalam keadaan seperti ini, karena kutukan dari Nyai Warengket. Dan waktu itu, semua terkejut. Termasuk aku. Lalu Nyi Warengket tiba-tiba muncul kembali dan membawamu. pergi. Kami tak kuasa menolongmu, karena perempuan tua itu berilmu tinggi," jelas Katmani.
  Gardika terdiam. Dipandanginya laki-laki itu di depannya. Wajah mereka sama sekali tak mirip. Namun laki-laki itu bicara dengan sungguh-sungguh.
  'Ya, Nak. Kau anakku...," lirih suara Katmani.
  "Lalu, ke mana ibuku?" tanya Gardika.
  "Dia telah pergi mendahului kita beberapa tahun lalu...."
  "Pergi? Apa maksudmu pergi mendahului kita?"
  "Beliau terus teringat padamu, sampai- sampai lupa mengurus dirinya. Akhirnya dia digerogoti penyakit dan meninggal dunia..." jelas Katmani.
  "Meninggal dunia?" gumam Gardika.
  Kata yang sama artinya dengan mati, tewas, atau mampus itu tidak asing di telinga Gardika. Bahkan telah menjadi santapannya sehari-hari seperti barang mainan. Tapi tidak untuk kali ini. Seolah-olah kata itu mengandung arti yang menu-suk hati. Ibunya mati karena memikirkannya?
  "Kenapa kau tidak membawanya untuk men-cariku?" tanya Gardika.
  "Berarti kau menginginkan kematian kami di- percepat," kilah Katmani.
  "Apa maksudnya?"
  "Mana mungkin Nyai Warengket mau menyerahkan kau kepadaku. Sekali sesuatu berada di tangannya, maka orang lain tidak akan bisa merampasnya."
  "Lalu apa yang kau kerjakan di sini?"
  "Menunggu tentunya...."
  "Menungguku...?" tanya Gardika.
  Wajah makhluk aneh ini berkerut menahan rasa sakit hebat. Dan kedua kakinya yang tersisa rasanya tidak kuat lagi memikul beban tubuhnya.
  "Ohh..."
  "Kau tidak apa-apa, Anakku?" tanya Katmani cemas, seraya menghampirinya.
  "Aku..., aku Ah Rasanya hidupku tidak akan lama lagi. Ayah...," desah Gardika, mulai memanggil ayah pada Katmani.
  "Kuatkan dirimu, Nak. Kau akan selamat"
  "Tidak Aku terlalu banyak membuat kem-suhan dan kerusakan di mana-mana. Orang- orang tentu senang kalau aku mati…"
  Katmani tertunduk. Sementara ini, dia tak tahu apa yang akan dilakukannya.
  'Ya..., kedatanganku ke sini pun karena itu. Kudengar orang yang membuat rusuh dan korban di mana-mana itu mempunyai bentuk tubuh seperti anakku. Maka kuputuskan untuk menunggu di desa kelahiranmu ini."
  "Jadi di desa ini aku dilahirkan?" tanya Gardika semakin lemah.
  Katmani mengangguk.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>