Cerita Silat | Kembang Lembah Darah | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Kembang Lembah Darah | Cersil Sakti | Kembang Lembah Darah pdf
Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1 Pendekar Rajawali Sakti - 183. Jahanam Bermuka Dua Candika - Dewi Penyebar Maut 12 Candika - Dewi Penyebar Maut 2
api istana milik Anjarasih" sahut Gembul masih tetap curiga pada pemuda itu.
"Ah, ya Aku lupa. Maksudku mereka tidak memberitahu di bagian mana bekerjanya. Mungkin kau bisa bantu? Penting sekali bagiku untuk bertemu mereka."
"Apakah mereka kekasihmu?"
"Hm, bukan," sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti khawatir ada kebijak-sanaan lain di tempat yang katanya istana milik, Anjarasih jika mengaku sebagai kekasih salah seorang dari wanita itu… Mungkin saja nantinya Gembul akan mengatakan kalau Anjarasih melarang anak buahnya untuk memiliki kekasih.
"Kenapa mesti berdusta? Kalau benar dia kekasihmu, maka Anjarasih tentu akan senang sekali."
"Sementara ini mungkin belum. Tapi..., kami sudah berkawan dekat," sahut Rangga berdusta sambil tersenyum malu-malu.
"He he he... Kenapa tidak bilang dari tadi?"
"Aku..., malu."
"Sudahlah. Aku mengerti sekarang," ujar Gembul seraya menyarungkan golok. "Kalau hendak bertemu dengannya, kenapa tidak datang saja ke Lembah Neraka?"
"Eh, bolehkah?"
039;Tentu saja"
"Tapi, aku tak tahu di mana tempat itu...."
"Ikut saja dengan kami. Nanti kita ke sana sa-ma-sama"
"Benarkah? Oh, terima kasih Terima kasih"
"Sudahlah. Ayo lata berangkat ke sana sama-sama" ajak Gembul tanpa curiga lagi.
***
Rangga, Gembul, dan rombongannya tiba di sebuah lembah permai yang dikenal sebagai Lem-bah Darah. Dari kejauhan terlihat betapa rindang dan sejuknya tempat itu. Tampak sebuah bangunan besar berdiri kokoh di sana. Bangunan yang belum seluruhnya selesai, serta masih dikerjakan oleh lebih dari seratus pekerja.
"Kita lewat sana" tunjuk Gembul mengajak untuk masuk lewat pintu gerbang kecil.
"Kenapa tidak jalan sana?" tanya Rangga, me-nunjuk pintu gerbang utama.
"Itu untuk tamu-tamu istimewa Anjarasih. Tapi kalau untuk orang-orang seperti kita, maka lewat sini yang diperbolehkan. Lagi pula penjagaan di sana sangat ketat. Kalau lewat sini, aku bisa memberi alasan tepat jika ditanya penjaga," jelas Gembul.
"Hm.... Alasan apa yang ingin kau kemukakan jika penjaga bertanya?" tanya Rangga, ingin tahu.
"Apalagi? Kukatakan saja kalau kau ingin ikut bekerja di sini."
"Alasan bagus Tapi kerja apa yang cocok untukku?"
"Kau bisa silat?"
"Sedikit- sedikit..."
"Nah Nanti akan kukatakan kalau kau ingin bekerja sebagai keamanan. Setelah segala sesuatunya beres, kau bisa mencari kedua gadis itu," papar Gembul.
"Baiklah," kata Rangga, sambil mengangkat kedua bahunya.
Kini, mereka memasuki sebuah lorong yang tidak terlalu panjang. Di ujungnya, terdapat sebuah ruangan besar dengan lantai hitam mengkilap, dipenuhi tiang-tiang besar. Di ujung lorong berdiri tegak empat orang penjaga yang langsung mencegat.
"Aku Gembul yang bekerja pada Panglima Sekar, satuan pengawal pribadi Gusti Anjarasih"
"Apa yang kau bawa?" tanya salah seorang penjaga.
"Aku membawa teman yang ingin bekerja untuk kami."
"Hm"
Penjaga itu bergumam dingin. Lalu bersama tiga kawannya, dia meneliti Pendekar Rajawali Sakti dari ujung rambut sampai kaki.
"Empat orang?"
"Ya. Kenapa rupanya? Apakah ada larangan untuk mengabdi pada Gusti Anjarasih?"
"Tidak. Kalau begitu masuklah. Temui bagian penerima pekerja."
"Baik, terima kasih"
Mereka pun melewati ruangan ini. Tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti tidak lepas-lepas mengawasi keadaan sekelilingnya. Ramai sekali orang yang tengah bekerja, atau sekadar lalu-lalang. Entah, apa yang mereka kerjakan. Kini tak lama kemudian mereka tiba di suatu ruangan kecil.
"Ruangan ini khusus untuk menerima pekerja baru. Kalian tunggu di sini. Sedangkan aku akan memberitahu petugas yang menerima pekerja baru," kata Gembul.
"Baiklah..."
Gembul segera angkat kaki dari tempat itu. Sedangkan Kaspa, Cakra, Bopeng, dan Rangga memandang ke sekeliling tempat penuh takjub. Mereka berdiri di dekat pintu, mengagumi dinding ruangan yang kokoh itu. Namun ketika Rangga kembali ke dalam dan duduk tenang, buru- buru ketiga teman Gembul melompat keluar.
"Hup"
"Hei?"
Breg
"Keparat busuk"
Rangga terkejut ketika mendadak pintu ruangan telah terkunci oleh tembok tebal yang jatuh cepat dari atas. Apalagi, keadaan ini benar-benar tak terduga, tanpa Rangga mampu berbuat sesuatu.
"Hei, apa-apaan ini? Keluarkah aku dari sini. Atau, kuhancurkan tembok ini?" bentak Rangga garang.
"Tembok ini dilapisi berlembar-lembar baja yang tebal dan kokoh. Akan sulit bagimu untuk menghancurkannya walau kutahu kesaktianmu sangat tinggi"
Terdengar sebuah suara bergaung di dalam ruangan kecil yang mengurung Rangga.
"Setan alas Jangan kira aku tak mampu menghancurkannya" teriak Rangga.
Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1 Pendekar Rajawali Sakti - 183. Jahanam Bermuka Dua Candika - Dewi Penyebar Maut 12 Candika - Dewi Penyebar Maut 2
api istana milik Anjarasih" sahut Gembul masih tetap curiga pada pemuda itu.
"Ah, ya Aku lupa. Maksudku mereka tidak memberitahu di bagian mana bekerjanya. Mungkin kau bisa bantu? Penting sekali bagiku untuk bertemu mereka."
"Apakah mereka kekasihmu?"
"Hm, bukan," sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti khawatir ada kebijak-sanaan lain di tempat yang katanya istana milik, Anjarasih jika mengaku sebagai kekasih salah seorang dari wanita itu… Mungkin saja nantinya Gembul akan mengatakan kalau Anjarasih melarang anak buahnya untuk memiliki kekasih.
"Kenapa mesti berdusta? Kalau benar dia kekasihmu, maka Anjarasih tentu akan senang sekali."
"Sementara ini mungkin belum. Tapi..., kami sudah berkawan dekat," sahut Rangga berdusta sambil tersenyum malu-malu.
"He he he... Kenapa tidak bilang dari tadi?"
"Aku..., malu."
"Sudahlah. Aku mengerti sekarang," ujar Gembul seraya menyarungkan golok. "Kalau hendak bertemu dengannya, kenapa tidak datang saja ke Lembah Neraka?"
"Eh, bolehkah?"
039;Tentu saja"
"Tapi, aku tak tahu di mana tempat itu...."
"Ikut saja dengan kami. Nanti kita ke sana sa-ma-sama"
"Benarkah? Oh, terima kasih Terima kasih"
"Sudahlah. Ayo lata berangkat ke sana sama-sama" ajak Gembul tanpa curiga lagi.
***
Rangga, Gembul, dan rombongannya tiba di sebuah lembah permai yang dikenal sebagai Lem-bah Darah. Dari kejauhan terlihat betapa rindang dan sejuknya tempat itu. Tampak sebuah bangunan besar berdiri kokoh di sana. Bangunan yang belum seluruhnya selesai, serta masih dikerjakan oleh lebih dari seratus pekerja.
"Kita lewat sana" tunjuk Gembul mengajak untuk masuk lewat pintu gerbang kecil.
"Kenapa tidak jalan sana?" tanya Rangga, me-nunjuk pintu gerbang utama.
"Itu untuk tamu-tamu istimewa Anjarasih. Tapi kalau untuk orang-orang seperti kita, maka lewat sini yang diperbolehkan. Lagi pula penjagaan di sana sangat ketat. Kalau lewat sini, aku bisa memberi alasan tepat jika ditanya penjaga," jelas Gembul.
"Hm.... Alasan apa yang ingin kau kemukakan jika penjaga bertanya?" tanya Rangga, ingin tahu.
"Apalagi? Kukatakan saja kalau kau ingin ikut bekerja di sini."
"Alasan bagus Tapi kerja apa yang cocok untukku?"
"Kau bisa silat?"
"Sedikit- sedikit..."
"Nah Nanti akan kukatakan kalau kau ingin bekerja sebagai keamanan. Setelah segala sesuatunya beres, kau bisa mencari kedua gadis itu," papar Gembul.
"Baiklah," kata Rangga, sambil mengangkat kedua bahunya.
Kini, mereka memasuki sebuah lorong yang tidak terlalu panjang. Di ujungnya, terdapat sebuah ruangan besar dengan lantai hitam mengkilap, dipenuhi tiang-tiang besar. Di ujung lorong berdiri tegak empat orang penjaga yang langsung mencegat.
"Aku Gembul yang bekerja pada Panglima Sekar, satuan pengawal pribadi Gusti Anjarasih"
"Apa yang kau bawa?" tanya salah seorang penjaga.
"Aku membawa teman yang ingin bekerja untuk kami."
"Hm"
Penjaga itu bergumam dingin. Lalu bersama tiga kawannya, dia meneliti Pendekar Rajawali Sakti dari ujung rambut sampai kaki.
"Empat orang?"
"Ya. Kenapa rupanya? Apakah ada larangan untuk mengabdi pada Gusti Anjarasih?"
"Tidak. Kalau begitu masuklah. Temui bagian penerima pekerja."
"Baik, terima kasih"
Mereka pun melewati ruangan ini. Tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti tidak lepas-lepas mengawasi keadaan sekelilingnya. Ramai sekali orang yang tengah bekerja, atau sekadar lalu-lalang. Entah, apa yang mereka kerjakan. Kini tak lama kemudian mereka tiba di suatu ruangan kecil.
"Ruangan ini khusus untuk menerima pekerja baru. Kalian tunggu di sini. Sedangkan aku akan memberitahu petugas yang menerima pekerja baru," kata Gembul.
"Baiklah..."
Gembul segera angkat kaki dari tempat itu. Sedangkan Kaspa, Cakra, Bopeng, dan Rangga memandang ke sekeliling tempat penuh takjub. Mereka berdiri di dekat pintu, mengagumi dinding ruangan yang kokoh itu. Namun ketika Rangga kembali ke dalam dan duduk tenang, buru- buru ketiga teman Gembul melompat keluar.
"Hup"
"Hei?"
Breg
"Keparat busuk"
Rangga terkejut ketika mendadak pintu ruangan telah terkunci oleh tembok tebal yang jatuh cepat dari atas. Apalagi, keadaan ini benar-benar tak terduga, tanpa Rangga mampu berbuat sesuatu.
"Hei, apa-apaan ini? Keluarkah aku dari sini. Atau, kuhancurkan tembok ini?" bentak Rangga garang.
"Tembok ini dilapisi berlembar-lembar baja yang tebal dan kokoh. Akan sulit bagimu untuk menghancurkannya walau kutahu kesaktianmu sangat tinggi"
Terdengar sebuah suara bergaung di dalam ruangan kecil yang mengurung Rangga.
"Setan alas Jangan kira aku tak mampu menghancurkannya" teriak Rangga.