Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Cheng Hoa Kiam - 158

$
0
0
Cerita Silat | Cheng Hoa Kiam | By Kho Ping Hoo | Cheng Hoa Kiam | Cersil Sakti | Cheng Hoa Kiam pdf

Mahesa Kelud ~ Mencari Mati Di Banten Cersil Mustika Lidah Naga 1 Pendekar Rajawali Sakti - 183. Jahanam Bermuka Dua Candika - Dewi Penyebar Maut 12 Candika - Dewi Penyebar Maut 2

mbatalkan perjodohan karena cinta kepadanya Akan tetapi sebagai pemuda utusan pamannya yang biarpun sudah mengakui kesalahannya, namun tetap tidak ada niatan untuk menyambung
  kembali ikatan jodoh. Alangkah hebat penghinaan ini dan betapapun besar cinta kasihnya kepada Wi Liong, tak mungkin ia dapat melanjutkan perjodohan itu. Menyambung kembali berarti mencemarkan
  kehormatan dan nama orang tuanya, berarti menjatuhkan penghinaan yang sebesar-besarnya di atas kepala ayah bundanya yang terkenal sebagai jago-jago di dunia kang-ouw!
  "Tidak.......... minggat kau. Aku benci kepadamu, benciiii......... tak dengarkah engkau...?"
  Akan tetapi Wi Liong terus mengejar. Siok Lan adalah seorang gadis yang keras hati, lebih keras dari ibunya. Melihat bahwa tak mungkin ia dapat lari dari Wi Liong yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi dari
  padanya, ia menjadi nekat. Dengan gerakan tiba-tiba ia mencabut pedangnya dan membalikkan tubuh lalu sambil memekik. "Mati kau........!" ia menyabetkan pedangnya membuta ke arah Wi Liong. Pemuda ini
  dalam keadaan setengah sadar karena hebatnya tekanan batin yang dideritanya, tidak mengelak sehingga dengan tepat pedang itu membacok paha kirinya.
  "Cappp.........!" Wi Liong roboh terguling, darah mengucur deras dari luka di pahanya. Baiknya pemuda ini sudah menggembleng diri secara hebat sekali sehingga biarpun ia tidak mengerahkan lweekang atau
  tenaga untuk menahan sabetan, namun hawa sinkang di tubuhnya membuat urat-uratnya kuat dan dagingnya otomatis dapat menahan serangan dari luar sehingga ia hanya menderita luka di luar saja yang
  berdarah banyak. Lain orang tentu sudah putus pahanya disambar pedang gadis itu.
  "Bunuh aku....... kau bunuh saja aku......!” kata Wi Liong dengan pucat ketika ia roboh terguling.
  Melihat darah, Siok Lan menjadi makin kalap. Ia mengangkat pedangnya, siap ditusukkan ke arah leher pemuda yang pada saat itu amat dibencinya. Akan tetapi, pada saat ujung pedang sudah mendekati
  tenggorokan Wi Liong, pandang mata Siok Lan bentrok dengan sinar mata pemuda itu yang menatapnya penuh kedukaan dan cinta kasih. Naik sedu-sedan di kerongkongan Siok Lan membuat tangannya
  menggigil dan ujung pedang itu menurun, melukai kulit dada Wi Liong dan merobek bajunya. Pada saat itu. dari jauh sudah muncul Kwa Cun Ek yang berteriak nyaring, Siok Lan.........!!"
  Gadis itu kaget, membalikkan tubuh dan lari lagi secepatnya. Wi Liong melompat bangun, agak terpincang namun berkat ginkangnya yang luar biasa tingginya, sudah dapat berlari lagi cepat sekali walau
  terpincang-pincang. Darah menetes di atas tanah, di sepanjang jalan yang dilaluinya. Darah segar, sebagian besar dari paha kirinya dan sebagian dari dadanya. Kepalanya serasa dipukuli palu besar, berdenyut-
  denyut sakit. Ini adalah akibat pukulannya sendiri tadi, pukulan yang dilakukan dengan keras dan dalam keadaan menyesal, duka dan marah kepada diri sendiri. Pukulannya sendiri ini di luar kesadarannya telah
  melukainya sendiri, luka yang tidak seberapa akan tetapi karena mengguncang otak, menjadi hebat dan berbahaya!
  Melihat pemuda itu sudah mengejar sampai ke dalam hutan di sebelah timur kota Poan-kun, Siok Lan menjadi bingung. Akhirnya, setelah Wi Liong sudah dapat terdengar napasnya yang terengah-engah di
  belakangnya, Siok Lan mengambil keputusan nekat lalu melompat ke dalam sebuah jurang!
  "Bu-beng Siocia......!" Pekik yang dikeluarkan oleh Wi Liong ini hebat sekali, seperti raung seekor singa terluka. Dengan kecepatan yang sukar diikuti pandangan mata, pemuda ini melompat, melempar diri terjun
  ke.dalam jurang itu, kedua kakinya mengait akar pohon dan tangannya menangkap tubuh Siok Lan. Semua ini terjadi dalam beberapa detik saja dan apa yang dilakukan oleh Wi Liong ini kiranya hanya dapat
  dilakukan oleh orang yang sudah tak memperdulikan kematian lagi. Dalam keadaan sadar, kiranya takkan dapat dilakukan olehnya, sungguhpun kepandaiannya amat tinggi. Perbuatan yang dilakukan oleh Wi
  Liong ini biarpun mengandalkan kepandaian tinggi, namun terutama sekali berkat kenekatan yang luar biasa terdorong oleh putus asa. Melihat kekasihnya melempar diri ke dalam jurang. Wi Liong cepat
  menyusul dan melompat pula. Karena kepandaiannya tinggi, lompatannya demikian cepatnya sehingga ia dapat menyusul Siok Lan dan ketajaman perasaannya membuat ia ingat untuk mengaitkan kaki kepada
  apa saja yang dapat menahan tubuhnya, kemudian ia berhasil untuk menyambar pinggang Siok Lan pada saat itu juga!
  "Lepaskan aku. keparat!" Siok Lan meronta-ronta. Gadis ini sudah mengambil keputusan nekat untuk mati saja. Ia menggunakan kedua tangan untuk memukul, dan kedua kakinya menendang-nendang. Sayang
  pedangnya sudah terlempar lenyap ketika ia melompat ke dalam jurang tadi, kalau tidak agaknya ia akan menggunakan pedangnya itu.
  Betapapun tinggi kepandaian Wi Liong, dipukul dan ditendang oleh gadis yang berilmu tinggi juga itu, tak dapat ditahan lebih lama lagi. Lebih-lebih karena kaki kirinya terasa lumpuh, agaknya terlampau banyak
  darah keluar. Tubuhnya mulai gemetar menggigil dan sukar baginya untuk mempertahankan diri lagi. Akan tetapi ia tidak mau melepaskan tubuh kekasihnya.
  "Jahanam, lepaskan aku!" teriak Siok Lan sambil memukul-mukul lagi sekenanya.
  Pada saat itu. Kwa Cun Ek dan isterinya sudah tiba di pinggir jurang dengan muka pucat dan napas terengah-engah.
  "Lan-ji...........!" Kwa Cun Ek berseru kaget melihat keadaan puterinya, dipegang pinggangnya oleh kedua tangan Wi Liong yang menggantungkan kaki pada akar pohon di tebing jurang, kira-kira sepuluh kaki
  dalamnya dari atas. Kalau cekalan Wi Liong terlepas, atau kalau pemuda itu jatuh ke bawah......... tentu akan celaka puterinya!
  "Siok Lan.........jangan pukul dia.........!"
  Tung-hai Sian-li juga memekik kaget dengan muka pucat. Kemudian wanita ini hampir pingsan menyembunyikan mukanya di dada suaminya, terisak. Mereka tak berdaya menolong.
  Mendengar seruan-seruan mereka, pikiran Wi Liong yang sudah gelap dan tidak karuan itu seperti mendapat sinar terang. Cepat ia mencengkeram pinggang gadis itu dengan tanga

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>