Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Geger Di Telaga Warna - 22

$
0
0
Cerita Silat | Geger Di Telaga Warna | Serial Pendekar Rajawali Sakti | Geger Di Telaga Warna | Cersil Sakti | Geger Di Telaga Warna pdf

Pendekar Rajawali Sakti - 184. Kembang Lembah Darah Siluman Ular Putih ~ Manusia Rambut Merah Walet Emas ~ Manusia Beracun Cheng Hoa Kiam Bag II - Kho Ping Hoo Walet Emas ~ Danyang Delapan Neraka

di andalannya.
  Menghadapi jurus dan gerakan silat yang baru dilihatnya, Rara Wulan agak sibuk menghadapi-nya.
  Sementara Kwe Ceng Kian sendiri, cepat mem-pergunakan ilmu meringankan tubuhnya yang menjadi andalan utamanya, sehingga dijuluki Pendekar Kuda Terbang.
  Kali ini seolah-olah tubuh pemuda Cina itu berubah menjadi puluhan. Bahkan pada suatu kesempatan, tangan Kwe Ceng Kian berhasil merampas pedang di punggung.
  Rara Wulan geram bukan main. Selendangnya cepat disabetkan ke belakang. Pada saat yang sama tangannya juga melemparkan segenggam kelabang dan kalajengking beracun.
  Set Set
  Bletar
  "Aaakh..."
  Selendang Rara Wulan yang selama ini dikenal bernama si Manusia Tengkorak tepat mengenai pundak Kwe Ceng Kian.
  Kwe Ceng Kian berteriak cukup keras tatkala sabetan selendang mengenai pundaknya. Selagi tubuhnya terjajar seekor kelabang mendarat di lengan dan langsung menyengat. Namun mendadak pemuda Cina itu melenting ke belakang dengan gerakan lincah. Begitu mendarat tangan kirinya langsung dihentakkan.
  "Hiih..."
  Wesss...
  Seketika melesat sinar kehijauan dari telapak kiri Kwe Ceng Kian.
  Rara Wulan terkesiap. Namun dia segera melenting ke belakang, sehingga serangan itu luput. Kesempatan itu segera digunakan Kwe Ceng Kian untuk berbalik dan melarikan diri. Tepat ketika wanita itu mendarat pemuda Cina itu telah lenyap bagai di telan bumi.
  "Keparat... Pedang milik Pendekar Rajawali Sakti yang kucuri telah terampas pula dari ta- nganku..." dengus wanita cantik berpakaian hijau itu.
  Kendati membawa kekesalan, Rara Wulan segera meneruskan langkahnya ke arah Bukit Ungaran.
 
  ***
 
  Semakin lama, orang yang datang ke Bukit Ungaran semakin banyak juga. Bahkan sudah ada yang mendirikan kemah-kemah kecil di pinggiran Telaga Warna yang terletak dl sebelah Bukit Ungaran.
  Penghuni Pesanggrahan Telaga Warna bukan-nya tidak tahu kalau tempat mereka telah dikurung puluhan orang persilatan. Tetapi, mereka tetap tenang. Seolah-olah, puluhan orang itu tidak dianggap sama sekali. Walau sebenarnya kewaspadaannya tak pernah ditinggalkan.
  Malam hari di sekitar Bukit Ungaran tampak pemandangan indah. Dari tiap kemah, obor ber-kelap- kelip bagaikan kunang-kuriang. Seperti pada malam itu, angin bertiup kencang. Lolongan serigala di kejauhan dan bunyi serangga malam membuat maraknya suasana malam.
  Dalam ke sunyian itu lima sosok tubuh meng-endap-endap menembus kegelapan malam di pinggir Telaga Warna.
  "Malam ini, adalah saat yang paling tepat untuk bertindak. Suasana buruk dan keadaan saat ini memungkinkan kita untuk bergerak menuju ke tengah telaga...," kata salah satu sosok.
  "Benar, Kakang Rumongso. Pada saat dan waktu begini, mereka masih tertidur lelap dibuai mimpi...," dukung sosok lain.
  "Bukan aku mengecilkan semangat kita ber-lima. Walau bagaimana, mereka semua adalah to-koh-tokoh persilatan...," sela yang lain perlahan.
  "Apa maksudmu, Jalatunda...?" potong laki-laki yang dipanggil Rumongso sambil mengerutkan kening.
  "Maksudku, dalam setiap langkah, kita harus hati-hati dan jangan bertindak sembarangan. Yang paling penting, jangan merasa paling kuat dan hebat. Sebab, merasa paling pintar sendiri akan menjadi senjata makan tuan bagi kita...," jelas laki-laki yang dipanggil Jalatunda.
  "Kau benar, Jalatunda...."
  "Sudahlah.... Ini sudah lewat tengah malam.... Apakah sampannya dapat dibawa sekarang...?" tanya yang lain.
  "Ayolah kita bawa sampan itu dan masukkan ke telaga.... Perlahan-lahan sajalah. Jangan sampai membuat mereka curiga. Sementara yang lain mengawasi sekeliling tempat ini..." perintah Rumongso.
  Dengan berjingkat-jingkat tiga orang membawa sebuah sampan, dan memasukkannya ke dalam.
  Tak lama dalam kegelapan malam sebuah sampan sudah melaju di telaga yang jernih dan berair tenang itu. Dengan hati-hati, kelima sosok itu terus mengayuh sampan menuju ke tengah Telaga Warna. Di sanalah Pesanggrahan Telaga Warna berada.
 
  ***
 
  8
 
  Sampan terus meluncur semakin ke tengah. Namun tanpa disadari dari dalam telaga bergulung- gulung riak kecil keluar, menghampiri sampan yang dinaiki kelima orang itu. Ketika dekat riak-riak air bersatu dengan yang lain, membuat air telaga seakan-akan ikut bergelombang.
  Beberapa saat kemudian riak-riak kecil bersatu, dan seolah-olah membentuk sebuah pulau berwarna merah darah. Bahkan kumpulan riak itu tampaknya seperti mengandung minyak, karena berkilat-kilat bila terkena cahaya terang. Dan tampaknya seperti hidup
  "Hei... Apa itu...?" tanya Rumongso heran ketika memandang ke permukaan telaga.
  "Entahlah.... Seperti sisa minyak yang dibuang ke telaga ini.... Tetapi, warnanya sangat menyeramkan...,

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>